Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang sangat mendasar

dan disamping itu setiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

bagi dirinya secara maksimal. Oleh karena itu kesehatan merupakan salah satu

faktor dalam menentukan indeks pembangunan sumber daya manusia/Human

Development Index disamping faktor pendidikan dan pendapatan (Depkes RI,

2012).

Dewasa ini di zaman modern dengan adanya peningkatan derajat ekonomi

yang juga terjadi pada masyarakat sangat berpengaruh terhadap gaya hidup sehari-

hari, misalnya pola aktifitas dan pekerjaan, namun tanpa disadari bahaya yang

mengancam kesehatan juga tidak dapat di hindari (Sjamsuhidayat, 2016).

Pada dasarnya semua makhluk hidup harus memenuhi kebutuhan energinya

dengan cara mengkonsumsi makanan. Pencernaan makanan merupakan proses

mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus,

serta memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana

dengan menggunakan enzim dan organ-organ pencernaan. Kelainan inflamasi dan

malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal

(Sjamsuhidayat, 2016).

Gangguan traktus gastrointestinal sering terjadi pada individu yang memiliki

kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan

muncul permasalahan pada kurangnya pembentukan massa feses yang menyambung


pada rangsangan peristaltic usus, kemudian saat kemampuan peristaltic usus

menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah pada feses yang mengeras

dan mampu menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan terjadinya gangguan

pada saluran pencernaan. (Sjamsuhidayat, 2016).

Salah satu gangguan yang terjadi pada gangguan pencernaan yaitu ulkus

peptikum. Ulkus peptikum adalah Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area

berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau

esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau

esofageal, tergantung pada lokasinya. (Muttaqin, Arif 2011).

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang

meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke

bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus”

(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada

setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus,

lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price,

2006).

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung

terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas

sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai

tukak (misalnya tukak karena stress). Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya

pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini

terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun.

Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi

pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita,
tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria.

Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.

Diperkirakan bahwa 5% sampai 15% dari populasi di Amerika Serikat mengalami

ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui. Insidens ini telah menurun

sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. (Muttaqin, Arif 2011).

Anda mungkin juga menyukai