2. Etiologi
a. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya
3 macam antigen, yaitu :
1) Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
2) Antigen (flagella)
3) Antigen VI dan protein membran hialin
b. Salmonella paratyphi A
c. Salmonella paratyphi B
d. Salmonella paratyphi C
e. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu
370C dan mati pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009). Demam typhoid
timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki
tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi
adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa
penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung
Salmonella spp didalam kandung empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5%
penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,sedang 2 % yang
lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut
merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk
urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh
orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
4. WOC
Salmonella thypi
Diserap usus
Hipertermi
Mual, muntah Nyeri abdomen
Bedrest,
hospitalitation Intake nutrisi turun,
Nyeri akut
anoreksia
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
7. Penatalaksanaan
a. Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnay kekuatan pasien. Dalam
perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat
tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan
kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia nipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu
diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi dan retensi urin.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
c. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
5) Vitamin dan mineral
d. Pengobatan
1) Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kg BB/hari,
maksimum pemberian 2g/hari. Dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas.
2) Tiamfenikol.dosis yang diberikan 4x500mg/hari.
3) Kortimoksazol. Dosis 48mg/kg BB/hari ( sibagi 2 dosis ) per oral sela
10 hari.
4) Ampicilin dan Amokcilin. Dosis berkisar 100mg/kg BB, selama 2
minggu.
5) Sefalosporingenerasi ketiga seperti seftriakson dosis 80mg/kg BB IM
atau IV. 1x1, sela 5 -7 hari. Atau seiksim oral dosis 20mg/kg
BB/haridibagi 2 dosis selama 10 hari.
6) Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin : dosis 2 x 500mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin : dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin : dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada headaan
tertentu seperti: tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik,
karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam
kultur darah selain kuman salmonella typhi. ( Widiastuti S, 2001 ).
8. Komplikasi
a. Perdarahan usus
b. Miokarditis
c. Peritonitis → biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang.
d. Meningitis ensefalopati
e. Bronkopneumonia
f. Anemia
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
THYPOID
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan
sama sekali.
2) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pad klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Apakah klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C,
muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
6) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen
9) Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi b/d penyakit, proses inflamasi lambung
b. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari yang kebutuhan tubuh b/d intake
kurang, anoreksia
d. Nyeri akut b/d agen injuri fisiologis
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan dan imobilisasi
3. Rencana keperawatan
Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap 2 jam dan tanda vital lainnya
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
- Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
- Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
- Berikan anti piretik jika perlu
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
5. Intoleransi aktivitas NOC NIC
b/d kelemahan dan Energy conservation Activity therapy
imobilisasi Activity tolerance Kolaborasi dengan tenaga fisioterapi
Self care : ADLs Bantu memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Kriteria hasil :
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
HR, RR yang sesuai Monitor respon fisik, emosi, sosial, spiritual
- -Menyatakan gejala memburuknya efek dari Bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan penguatan
OR&menyatakan onsetnya segera
- -Warna kulit normal,hangat&kering
- Memverbalisa-sikan pentingnya aktivitasseca-
ra bertahap
- Mengekspresikan pengertian pentingnya
keseimbangan latihan&istira
- Hat
- Peningkatan toleransi aktivitas