Anda di halaman 1dari 16

BAB II

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental yang

meliputi tahapan pengumpulan sampel dan pengolahan simplisia, karakterisasi

simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol, pengumpulan

sukarelawan, pengukuran kulit sukarelawan, pembuatan sediaan mikroemulsi

ekstrak buah rimbang (Soluanum torvum Sw.), evaluasi sediaan meliputi

pengamatan organoleptis, penentuan pH, penentuan bobot jenis, pengukuran

tegangan permukaan, uji sentrifugasi, pengujian tipe emulsi, pengujian

homogenitas, uji viskositas, penentuan ukuran partikel, penentuan stabilitas

sediaan, iritasi kulit dan pembuktian kemampuan sediaan mikroemulsi sebagai

anti-aging..

2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, alat

sentrifugasi (Hitachi 16 R X II series), alat destilasi, alumunium foil, blender

(Miyako), cawan penguap, cawan datar, desikator, kertas perkamen, kertas saring,

kurs porselen, lemari pengering, magnetic heater stirrer (Thermo Scientific),

magnetic bar, neraca analitik (Boeco Germany), object glass, oven, penangas air,

pH meter (Hanna Instrument), piknometer (Pyrex), pot plastik, rak tabung reaksi,

rotary evaporator, spatel, sonikator (Branson), tabung sentrifugasi, skin analyzer

(Aramo Huvis) tanur (Gallenkomp), tensiometer Du Nouy, Viskometer brookfield

DV-E, Vascoγ Particle Size Analyzer.

5
2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah rimbang (Solanum

torvum Sw.). Bahan kimia yang digunakan yaitu akuades, amil alkohol, asam

klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam asetat glasial, asam nitrat pekat, asam

sulfat pekat, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, etanol, eter, iodium,

isopropanol, kalium iodida, kloroform, larutan pH asam (4,01) dan dapar pH

netral (7,01), natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, serbuk

magnesium serbuk zinkum, toluena. Minyak kedelai, nipagin, tween 80, PEG 400.

2.3 Relawan

Pemilihan relawan dilakukan di Fakultas Farmasi USU antara lain 12 orang

mahasiswi berusia sekitar 20-25 tahun yang telah terlebih dahulu diukur kulitnya,

tidak memiliki riwayat alergi pada kulit dan telah dikondisikan tidak

menggunakan mikroemulsi lain selama 4 minggu untuk terapi anti-aging.

Relawan bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji

iritasi dan

uji efektivitas sediaan mikroemulsi sebagai anti-aging selama penelitian

berlangsung. Adapun parameter pengujiannya adalah kadar air (moisture),

melanin, besar pori (pore), banyak noda (spot), keriput (wrinkle).

2.4 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan,

identifikasi tumbuhan, pembuatan dan karakterisasi simplisia dan pembuatan

ekstrak buah rimbang.

2.4.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

6
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang

digunakan adalah buah rimbang (Solanum torvum Sw.) segar yang diperoleh dari

Pasar Tradisional Jl. Setia Budi Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal

Provinsi Sumatera Utara.

2.4.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen

Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.

2.4.3 Pembuatan Simplisia

Buah rimbang dibersihkan dari kotoran yang melekat, dicuci dengan air

bersih, ditiriskan, lalu ditimbang berat basah 4 kg, kemudian dikeringkan di

lemari pengering dengan suhu 40-50oC. Buah kering yang ditandai rapuh (bila

diremas menjadi hancur) dan diperoleh berat kering, kemudian diserbuk dengan

menggunakan blender. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah plastik tertutup

rapat.

2.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

2.5.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida ditimbang dan dilarutkan dalam 60 ml air

suling. Pada wadah lain ditimbang 5 g kalium iodida dan dilarutkan dalam 10 ml

air suling. Kedua larutan dicampurkan kemudian ditambahkan air suling hingga

100 ml (Depkes RI, 1995).

2.5.2 Pereaksi Dragendroff

Sebanyak 8 g bismuth (II) nitrat ditmbang dan dilarutkan dalam 20 ml asam

nitrat pekat. Pada wadah lain ditimbang 27,2 g kalium iodida dan dilarutkan

7
dalam 50 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan kemudian didiamkan sampai

memisah sempurna. Diambil larutan jernih lalu diencerkan dengan air suling

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

2.5.3 Pereaksi Bourchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang dan dilarutkan dalam air suling

secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

2.5.4 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50

bagian volume etanol 95%. Ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asetat

anhidrida ke dalam campuran tersebut kemudian dinginkan (Depkes RI, 1995).

2.5.5 Larutan besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, dan dilarutkan dalam air suling

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

2.5.6 Larutan Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

2.5.7 Larutan Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai

100 ml (Depkes RI, 1995).

2.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia

yang terkandung dalam simplisia, meliputi golongan alkaloida, flavonoida,

saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida.

8
2.6.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2 menit.

Didinginkan dan disaring.

Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut:

a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer,

akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari

tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

2.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 0,5 g sampel ditambahkan 20 ml air panas, dididihkan selama 10

menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning,

jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

2.6.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10

detik, jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10

menit dan busa tersebut tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N,

maka hasil tersebut menunjukkan terdapatnya saponin (Depkes RI, 1995).

9
2.6.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan dalam tabung

reaksi, lalu disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan

dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1

sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida, bila terjadi warna biru atau hijau

kehitaman menunjukkan adanya tanin (Harborne, 1987).

2.5.5 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam,

lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2

tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna

ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya

steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

2.7 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia seperti penetapan kadar air dilakukan

menurut prosedur World Health Organization (1998); pemeriksaan makroskopik,

penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar

abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan menurut prosedur

(Depkes RI, 1995).

2.7.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi buah

segar dan simplisia buah rimbang dengan cara memperhatikan bentuk, bau, warna,

tekstur sampel.

2.7.2 Penetapan Kadar Air

10
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluene).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas

bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian

volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan Kadar Air Simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia buah rimbang yang telah ditimbang seksama

dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluena mulai mendidih, destilasi dengan kecepatan 2 tetes tiap

detik, hingga sebagian besar air terdestilasi. Kecepatan destilasi ditingkatkan

hingga 4 tetes tiap detik, setelah 2 jam didestilasi (semua air terdestilasi)

bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin sampai suhu kamar. Volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml

(volume II), setelah air dan toluena memisah sempurna. Selisih kedua volume

air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang

diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

2.7.3 Penetapan Kadar Sari Larut Air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling

1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai

11
kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.

Sisa dipanaskan pada suhu 105 ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari

yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes RI, 1995).

2.7.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok

sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian

disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata

yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105 ºC sampai bobot tetap.

Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1995).

2.7.5 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan

pada suhu 600℃ selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara (Depkes RI, 1995).

2.7.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan

12
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang

dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

2.8 Pembuatan Ekstrak Buah Rimbang

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut

etanol 96%. Sebanyak 500 g serbuk simplisia buah rimbang dimasukkan ke dalam

bejana tertutup, kemudian dimaserasi dengan 75 bagian pelarut etanol 96%,

ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya

sambil sering diaduk, kemudian diserkai dan diperas. Ampas ditambah dengan

cairan penyari etanol 96% hingga diperoleh 100 bagian maserat kemudian

dibiarkan di tempat sejuk dan terlidung dari cahaya selama 2 hari dan

dienaptuangkan. Maserat lalu diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur

40-50o C sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

2.9 Formulasi Sediaan

Pada formulasi mikroemulsi, persentase komposisi bahan dalam

mikroemulsi dimodifikasi dari formula mikroemulsi yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya oleh Anggai dkk (2015) adalah sebagai berikut dapat

dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Optimasi Basis Mikroemulsi perbandingan minyak dan campuran


surfaktan-kosurfaktan (Anggai, dkk., 2015)

Formula %
Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11
1:1 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6 1:7 1:8 1:9 1:10 1:11
Sweet almond oil 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tween 80 3,5 7,5 10,5 12,5 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30
PEG 400 1,5 2,5 4,5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25
Air 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

13
Dari formulasi mikroemulsi pada penelitian sebelumnya maka diambil

formula F9, F10, dan F11 untuk dicoba yang terdapat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Persentase optimasi basis mikroemulsi yang telah dimodifikasi sebelum
penambahan ekstrak

Formula %
Bahan F9 F10 F11
1:9 1:10 1:11
Minyak kedelai 5 5 5
Tween 80 25 27,5 30
PEG 400 20 22,5 25
Nipagin 0,1 0,1 0,1
Air ad 100 100 100

Keterangan : F9 : Konsentrasi Tween 80 (25 %) dan PEG 400 (20%)


F10 : Konsentrasi Tween 80 (27,5 %)dan PEG 400 (22,5%)
F11 : Konsentrasi Tween 80 (30 %) dan PEG 400 (25%)

Setelah dilakukan uji pendahuluan (orientasi) untuk mengetahui kondisi

dan komposisi bahan yang terbaik dalam pembuatan maka didapatkan sediaan

mikroemulsi yang jernih dan stabil dengan hasil sebagai berikut:

F9: terlihat tampilan fisik yang keruh


F10: terlihat tampilan fisik yang jernih, transparan dan tidak stabil
F11: terlihat tampilan fisik yang jernih, transparan dan stabil

Berdasarkan hasil uji pendahuluan (orientasi) di atas F11 dipilih sebagai

basis mikroemulsi karena lebih stabil dibandingkan formula yang lain.

Tabel 2.3 Persentase komposisi bahan dalam mikroemulsi setelah penambahan


ekstrak

Formula %
Bahan F0 F1 F2 F3
1:11 1:11 1:11 1:11
Ekstrak etanol buah rimbang - 1,5 3 4,5
Minyak kedelai 5 5 5 5
Tween 80 30 30 30 30
PEG 400 25 25 25 25
Nipagin 0,1 0,1 0,1 0,1
Air ad 100 100 100 100

14
Keterangan: F0: Blanko
F1: Konsentrasi ekstrak 1,5%
F2: Konsentrasi ekstrak 3%
F3: Konsentrasi ekstrak 4,5%

2.8.1 Prosedur Pembuatan Sediaan Mikroemulsi

Pada proses pembuatan mikroemulsi terlebih dahulu dilakukan uji

pendahuluan untuk mengetahui kondisi terbaik dan komposisi bahan yang

terbaik dalam pembuatan sehingga didapatkan sediaan mikroemulsi yang jernih

dan stabil. Kondisi yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan

mikroemulsi ini meliputi kecepatan, pengadukan, temperature, dan lama

pengadukan (Jufri dkk, 2006).

Komposisi sediaan mikroemulsi yang akan dibuat terdiri dari minyak

kedelai, tween 80, PEG 400, nipagin, ekstrak buah rimbang dan akuades. Adapun

formula mikroemulsi ekstrak buah rimbang yang diperoleh terdiri dari:

Tabel 2.4 Fungsi setiap bahan sediaan mikroemulsi

Formula %
Bahan F0 F1 F2 F3 Fungsi
1:11 1:11 1:11 1:11
Ekstrak etanol buah rimbang - 1,5 3 4,5 Zat aktif
Minyak kedelai 5 5 5 5 Pembawa minyak
Tween 80 30 30 30 30 Surfaktan
PEG 400 25 25 25 25 Kosurfaktan
Nipagin 0,1 0,1 0,1 0,1 Pengawet
Air ad 100 100 100 100 Pelarut

Prosedur pembuatan sediaan mikroemulsi tanpa ekstrak yaitu sebagai

berikut:

1. Dilarutkan nipagin dengan akuades menggunakan magnetic heater

stirrer, kemudian ditunggu hingga dingin

15
2. Dicampur surfaktan (tween 80) dan kosurfaktan (PEG 400) dengan

pengadukan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 4000 rpm

3. Ditambahkan larutan nipagin ke dalam campuran surfaktan (tween 80)

dan kosurfaktan (PEG 400) sambil tetap diaduk hingga homogen

4. Ditambahkan minyak kedelai sedikit demi sedikit, sambil tetap diaduk

campuran tersebut pada kecepatan 4000 rpm selama 8 jam pada suhu

kamar hingga homogen dan terbentuk mikroemulsi yang jernih dan

transparan

5. Disonikasi mikroemulsi yang terbentuk selama 30 menit

Prosedur pembuatan mikroemulsi dengan penambahan ekstrak yaitu

sebagai berikut:

1. Dilarutkan nipagin dengan akuades menggunakan magnetic heater

stirrer, kemudian ditunggu hingga dingin

2. Dilarutkan ekstrak pada larutan nipagin dengan pengadukan kecepatan

rendah menggunakan magnetic stirrer

3. Dicampur surfaktan (tween 80) dan kosurfaktan (PEG 400) dengan

pengadukan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 4000 rpm

4. Ditambahkan larutan ekstrak nipagin ke dalam campuran surfaktan

(tween 80) dan kosurfaktan (PEG 400) sambil tetap diaduk hingga

homogen

5. Ditambahkan minyak kedelai sedikit demi sedikit, sambal tetap diaduk

campuran tersebut pada kecepatan 4000 rpm selama 8 jam pada suhu

kamar hingga homogen dan terbentuk mikroemulsi yang jernih dan

transparan

6. Disonikasi mikroemulsi yang terbentuk selama 30 menit

16
2.9 Evaluasi Mikroemulsi

2.9.1 Pengamatan Stabilitas Sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan melalui pengamatan organoleptis

secara visual. Masing-masing formula dilakukan pengamatan secara visual

terhadap warna, bau, bentuk, pembentukan creaming, dan pemisahan fase selama

12 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan ini dilakukan

pada penyimpanan pada suhu kamar (Ansel, 2008).

2.9.2 Pemeriksaan Homogenitas Sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

2.9.3 Uji Tipe Mikroemulsi

Dilakukan dengan menggunakan uji pengenceran, dengan cara

mengencerkan mikroemulsi dengan air. Jika mikroemulsi, sebaliknya bercampur

baik dengan air maka tipe mikroemulsi adalah minyak dalam air (m/a), sebaliknya

jika air yang ditambahkan membentuk globul pada mikroemulsi maka tipe

mikroemulsi adalah air dalam minyak (a/m) (Martin dkk, 2008).

Penentuan tipe emulsi sediaan dilakukan dengan penambahan sedikit demi

sedikt biru metilen ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi

tersebut adalah tipe minyak dalam air (Ditjen POM, 1985).

2.9.4 Uji Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sediaan mikroemulsi

dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml dan dipilih nomor spindle yang sesuai.

17
Pengukuran ini dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan menggunakan

viskometer Brookfield DV-E.

2.9.5 Penentuan pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Cara:

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral

(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga

pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan

dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,25 gram

sediaan dan dilarutkan dalam 25 ml air suling. Kemudiaan elektroda dicelupkan

dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan.

Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

2.9.6 Uji Sentrifugasi

Uji sentrifugasi dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat dengan

pengukuran sebanyak 1 kali. Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung

sentrifugasi kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3750 rpm selama 5

jam (Lachman, dkk., 1994).

2.9.7 Penentuan Bobot Jenis Mikroemulsi

Penentuan bobot jenis mikroemulsi dilakukan pada awal setelah sediaan

dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Bobot jenis diukur dengan

menggunakan piknometer pada suhu kamar. Piknometer yang bersih dan kering

ditimbang (A g). Kemudian diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang (A1 g).

Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan

mikroemulsi diisikan dalam piknometer sampai penuh dan ditimbang (A2 g).

Bobot jenis diukur dengan perhitungan sebagai berikut :

18
A2−A
Bobot jenis = (Ditjen POM, 1995).
A1−A

2.9.8 Pengukuran Tegangan Permukaan Mikroemulsi

Pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi dilakukan pada awal setelah

sediaan dibuat dengan pengukuran sebanyak 1 kali. Tegangan permukaan diukur

dengan menggunakan Tensiometer Du Nouy pada suhu kamar. Sampel diisi ke

dalam cawan gelas kira-kira 50% nya. Kalibrasikan alat Tensiometer

menggunakan akuades. Jika Tensiometer sudah siap, bersihkan cincin Du Nouy

dengan cara memanaskan cincin tersebut pada nyala api bunsen selama 10 – 15

detik. Gantung cincin tersebut pada pengait kemudian set posisi jarum pada nol.

Turunkan cincin Du Nouy ke dalam sampel hingga kedalaman 2-3 mm dari

permukaan cairan. Selanjutnya angkat pelan-pelan hingga lepas dari cairan

sampel. Angka yang ditunjukkan saat cincin lepas dicatat sebagai nilai tegangan

permukaan sampel tersebut (Sudarmadji, 2012).

2.9.9 Penentuan Ukuran Partikel Mikroemulsi

Penentuan ukuran partikel dilakukan di Laboratorium Terpadu Fisika USU

Medan menggunakan alat Vascoγ CORDOUAN Technologies Particle Size

Analyzer pada suhu kamar.

2.10 Uji Iritasi Terhadap Relawan

Percobaan ini dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan untuk mengetahui

apakah sediaan mikroemulsi ekstrak buah rimbang konsentrasi 4,5% dapat

menyebabkan iritasi pada kulit.

Cara: Kosmetika dioleskan di belakang telinga, kemudian dibiarkan selama 24

jam dan lihat perubahan yang terjadi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi

iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema dengan sistem skor. Eritema: tidak

19
eritema 0, sangat sedikit eritema 1, sedikit eritema 2, eritema sedang 3, eritema

sangat parah 4. Edema: tidak edema 0, sangat sedikit edema 1, sedikit edema 2,

edema sedang 3, edema sangat parah 4 (Barel, dkk., 2009).

2.11 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan

Semua relawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan

atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai pameter uji, seperti: kadar

air (moisture), melanin, besar pori (pore), keriput (wrinkle) dengan menggunakan

alat skin analyzer. Pemakaian mikroemulsi mulai dilakukan dengan pengolesan

hingga merata sekali sehari yaitu pada malam selama 4 minggu pada kulit wajah

relawan. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan

menggunakan alat skin analyzer.

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap relawan sebanyak 12

orang dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : 3 orang relawan diberi mikroemulsi blanko.

b. Kelompok II : 3 orang relawan diberi mikroemulsi ekstrak etanol buah rimbang

1,5%.

c. Kelompok III : 3 orang relawan diberi mikroemulsi ekstrak etanol buah

rimbang 3%.

d. Kelompok IV : 3 orang relawan diberi mikroemulsi ekstrak etanol buah

rimbang 4,5%.

Data hasil penelitian dianalisis dengan menghitung persen pemulihan setiap

kelompok untuk melihat konsentrasi terbaik sediaan mikroemulsi.

20

Anda mungkin juga menyukai