Anda di halaman 1dari 51

BAB II

KAJIAN TEORETIK

2.1 Pendekatan Saintifik

2.1.1 Konsep Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik


Sesuai dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses,

pendekatan saintifik dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1)

mengamati, (2) menanya, (3) mencoba, (4) mengasosiasi, dan (5) mengomunikasikan

serta dapat ditambahkan (6) mencipta. Menurut panduan pembelajaran yang disusun

oleh Direktorat Pembinaan SMP, pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat

didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta

didik secara aktif memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui langkah-

langkah mengamati, merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis),

mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik (misalnya pengamatan,

wawancara, dan studi pustaka), mengolah atau melakukan analisis data atau informasi

dan menarik kesimpulan, serta mengomunikasikan hasil analisis data. Langkah-

langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan mencipta, yaitu menerapkan pengetahuan

untuk menghasilkan produk baik yang berupa objek (benda), bentuk penyajian, atau

karya tulis.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik di antaranya untuk: (1)

meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi

siswa, (2) membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara

9
10

sistematik, (3) memperoleh hasil belajar yang tinggi, (4) melatih siswa dalam

mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, serta (5)

mengembangkan karakter siswa.

Sesuai dengan tujuan tersebut, pembelajaran dengan pendekatan saintifik antara

lain didasarkan pada prinsip pembelajaran sebagai berikut: (1) keaktifan siswa secara

fisik dan mental dalam membangun makna konsep, prinsip, atau hukum, (2)

membentuk konsep diri siswa berdasarkan pemahamannya sendiri, (3) menghindari

verbalisme, (4) memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengasimilasi dan

mengakomodasi konsep, prinsip, atau hukum, (5) mendorong peningkatan kecakapan

berpikir, (6) meningkatkan motivasi belajar, (6) melatih kemampuan dalam

komunikasi, (7) memberikan kesempatan untuk validasi konsep, hukum, dan prinsip

yang dikonstruksi siswa, (8) melibatkan keterampilan proses sains dalam

mengonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, (9) melibatkan proses kognitif yang

potensial dalam merangsang keterampilan berpikir tingkat tinggi.

2.1.2 Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Kurikulum 2013 didasarkan pada prinsip-prinsip yang baru antara lain: (1) dari

siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu, (2) dari guru sebagai satu-satunya

sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar, dan (3) dari

pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan

ilmiah. Penerapan ketiga prinsip tersebut memerlukan kreativitas guru dalam

mengarahkan, membimbing, dan memfasilitasi siswa.


11

Kompetensi dasar yang harus dicapai siswa adalah kompetensi, sikap,

kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi sikap terkait

dengan nilai-nilai yang bersifat umum, yaitu nilai spiritual (terkait dengan

Kompetensi Inti ke-1) dan nilai-nilai sosial (terkait dengan Kompetensi Inti ke-2).

Selain itu, pembelajaran sikap juga perlu dikaitkan dengan karakteristik mata

pelajaran yang diajarkan. Sebagai contoh, sesuai dengan karakteristik pembelajaran

seni, kompetensi sikap juga mencakup sikap terhadap karya seni rupa yakni

menghargai dan menikmati karya seni rupa. Kompetensi pengetahuan terkait dengan

aspek-aspek kesejarahan, estetika, kritik, dan penciptaan seni rupa. Kompetensi

keterampilan terkait dengan pembuatan berbagai jenis karya seni rupa.

a. Mengamati

Ciri khas pembelajaran dalam Kurikulum 2013 adalah belajar dalam kelompok,

maka sebelum memulai bagian inti pembelajaran, siswa dibagi menjadi kelompok-

kelompok, misalnya dengan anggota empat atau lima orang siswa. Dalam hal ini

perlu dicari cara yang praktis dalam mengatur meja dan kursi siswa.

Mengamati merupakan landasan untuk melakukan kegiatan menanya atau

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Mengamati pada dasarnya melakukan

identifikasi hal-hal yang penting terkait dengan materi pengetahuan yang harus

dipelajari, yaitu menemukan unsur-unsur atau aspek-aspek pengetahuan tersebut.

Dalam memulai kegiatan ini guru perlu mengingatkan tujuan pembelajaran atau

indikator pencapaian kompetensi yang telah diberikan pada bagian pendahuluan.

Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membaca sekilas bab yang terdapat di dalam

buku siswa. Pada bagian awal bab bahkan terdapat peta konsep yang merupakan
12

bagan susunan konsep-konsep pokok materi yang dipelajari. Selain itu, guru dapat

memberikan sumber belajar lainnya (misalnya berupa tayangan video) sebagai objek

pengamatan.

b. Menanya

Dengan membaca sekilas uraian materi dan melakukan pengamatan

berdasarkan sumber belajar lainnya, siswa selanjutnya dapat mengembangkan

sejumlah pertanyaan sebagai langkah awal bagian inti pembelajaran. Dalam hal ini

sebaiknya masing-masing kelompok siswa diminta berdiskusi untuk merumuskan dan

menuliskan pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas sehelai kertas dan

menyerahkannya kepada guru. Selanjutnya guru bersama-sama dengan seluruh siswa

menyimpulkan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan pembelajaran.

Dalam praktik sering dijumpai bahwa guru cukup menghabiskan waktu untuk

untuk kegiatan mengamati ini dan menjadi rancu dengan kegiatan pengumpulan data

atau informasi (mencoba), sehingga langkah menanya tidak terjadi. Sering juga

terjadi bahwa guru kurang berhasil dalam membimbing siswa dalam membuat

pertanyaan-pertanyaan, sehingga bukan siswa melainkan guru sendiri yang membuat

pertanyaan-pertanyaan. Hal-hal tersebut tidak akan terjadi jika guru benar-benar

memahami peranan kegiatan mengamati dan menanya sebagai langkah awal dalam

proses belajar, sehingga harus dipisahkan dengan kegiatan selanjutnya (mencoba).

Kesulitan untuk membuat pertanyaan dapat diatasi dengan memberikan acuan

penggunaan kata tanya yang lazim digunakan dalam membuat penjelasan yang

dikenal dengan “5W 1H”, yaitu apa, siapa, di mana, mengapa, dan bagaimana.
13

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa dalam mempelajari materi suatu

mata pelajaran mencakup unsur-unsur tertentu yang membentuk struktur materi

tersebut. Sebagai contoh, materi seni rupa mencakup empat aspek yakni sejarah seni

rupa, estetika, kritik, dan penciptaan seni rupa. Aspek kesejarahan berkenaan dengan

latar belakang seni rupa, misalnya tentang asal-usul, kapan, di mana, dan oleh siapa

dibuat dan digunakan serta makna-makna simbolis yang mungkin terkandung di

dalamnya. Estetika dalam hal ini khususnya berkenaan ciri-ciri keindahan pada

bentuk atau komposisi karya seni rupa, yang dapat dilihat dari penggunaan unsur-

unsur seni rupa seperti garis, bidang, warna serta prinsip komposisi seperti

keseimbangan, keselarasan, dan kesatuan. Kritik seni rupa berkenaan dengan

pemahaman tentang makna karya seni rupa berdasarkan hubungan antara objek-objek

dan cara menampilkan objek-objek tersebut dalam suatu karya seni rupa. Penciptaan

karya seni rupa terkait dengan pertimbangan jenis, bentuk, dan fungsi karya seni rupa,

bahan dan alat yang digunakan, serta proses dan teknik pembuatannya. Hal-hal

tersebut seharusnya menjadi acuan guru untuk mengkonfirmasi pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan oleh siswa.

c. Mengumpulkan Data/Informasi

Hasil kegiatan menanya merupakan landasan untuk melakukan kegiatan

pengumpulan data atau informasi. Untuk melakukan kegiatan ini, guru perlu

memberikan acuan kepada siswa pengetahuan tentang metode pengumpulan data

seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam hal ini siswa dapat berbagi

tugas untuk menemukan data atau informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang telah dirumuskan.


14

Pertanyaan yang dirumuskan merupakan pertanyaan secara umum, sehingga

sebaiknya sebelum mengumpulkan data, pertanyaan tersebut dijabarkan menjadi

pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci dan ditentukan sumber data dan metode

pengumpulannya (misalna dalam bentuk matriks). Dengan demikian, siswa dapat

menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak melakukan kegiatan secara

sporadis dan mengumpulkan data yang tidak diperlukan. Dalam kegiatan ini, perlu

dipertimbangkan pula ketersediaan dan keterjangkauan sumber belajar oleh siswa

serta aspek keselamatan dalam proses pengumpulan data.

Selain buku teks (buku siswa), terdapat banyak buku nonteks dan artikel di

internet yang dapat digunakan guru untuk mendukung pembelajaran di SMP. Namun

demikian, untuk mata pelajaran tertentu, misalnya seni rupa, ketersediaan buku seni

rupa dapat dikatakan sangat terbatas dan sumber belajar yang sangat potensial adalah

internet. Melalui media elektronik ini siswa dapat mencari informasi tentang

pengetahuan tentang seni rupa dan mengamati proses dan hasil pembuatan berbagai

jenis karya seni rupa baik di dalam maupun di luar negeri. Namun demikian, siswa

perlu diarahkan dan diawasi dalam memanfaatkan internet agar terhindar dari konten-

konten yang tidak sesuai dengan pendidikan. Selain itu, siswa harus diberi tugas

membuat catatan-catatan, sketsa, dan perekaman seperlunya (jika diperlukan dan

memungkinkan).

d. Menganalisis Data/Informasi

Menganalisis data pada dasarnya kegiatan untuk menindaklanjuti data yang

diperoleh dengan cara memilah-milah dan mengkatagorikannya sesuai dengan aspek-

aspek yang tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Menganalisis data


15

juga dapat diartikan memadukan seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber

belajar secara sistematis dan bermakna.

Sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, setiap kelompok harus

melakukan diskusi untuk memberikan jawaban secara rinci berdasarkan data atau

informasi yang diperoleh dan merangkumnya dalam kesimpulan-kesimpulan sebagai

bahan untuk presentasi dalam langkah pembelajaran selanjutnya

(mengomunikasikan). Jawaban tersebut berkisar tentang latar belakang seni rupa, ciri-

ciri keindahan, makna, dan cara pembuatannya. Sebaiknya rangkuman tersebut ditulis

di kertas plano atau dalam bentuk tampilan slide sebagai media untuk presentasi dan

untuk itu guru juga perlu memberikan acuan seperlunya untuk membuat media

tersebut.

e. Mengomunikasikan

Untuk memulai langkah ini, guru perlu memberikan acuan seperlunya tentang

tata cara berdiskusi. Dalam langkah ini siswa secara kelompok mempresentasikan

hasil diskusinya di depan kelas dan ditanggapi oleh kelompok yang lain. Sebaiknya

setiap anggota kelompok berkesempatan untuk terlibat dalam presentasi ini, misalnya

secara bergiliran memberikan penjelasan atau memberikan jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan yang muncul.

f. Mencipta

Kegiatan mencipta bukan merupakan langkah yang wajib dilaksanakan untuk

setiap rangkaian pembelajaran (pembelajaran dengan rangkaian KD-1 sampai KD-4).

Kegiatan mencipta untuk suatu mata pelajaran dapat berupa benda yang merupakan

penerapan pengetahuan yang telah dipelajari oleh siswa, misalnya berupa karya
16

teknologi, prakarya, atau karya seni rupa. Namun karya ciptaan dapat juga berupa

karya tulis baik yang berupa karya ilmiah maupun karya sastra. Mencipta merupakan

kegiatan yang khas dalam pembelajaran seni rupa; seluruh pembelajaran seni rupa

yang harus disertai dengan pembuatan karya. Karya yang dibuat, baik secara

individual maupun berkelompok, perlu disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan

alat serta tingkat kemampuan keterampilan siswa.

Sebelum anak-anak mulai berkarya, guru perlu menentukan dan menjelaskan

kriteria tentang karya yang akan dibuat. Kriteria tentang karya ini mencakup aspek-

aspek jenis, bentuk, fungsi, dan ukuran karya serta bahan, alat, dan teknik

pembuatannya (Prihadi, 2014).

Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan

mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui), merumuskan

pertanyaan (merumuskan hipotesis), mencoba mengumpulkan data (informasi)

dengan berbagai teknik, mengasosiasi/menganalisis/mengolah data dan menarik

kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk

memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Tujuan dari pendekatan saintifik

diantaranya yaitu: untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, membentuk

kemampuan siswa agar mampu menyelesaikan masalah secara sistematik, untuk

memperoleh hasil belajar yang tinggi, melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide-

ide seperti menulis karya ilmiah, serta mengembangkan karakter siswa.


17

2.2 Kemampuan Bertanya Siswa

2.2.2 Hakikat Bertanya

Menurut Ornstein dan Hunkins (1990) dalam Requistiawati (2017) bahwa

bertanya dilakukan agar terciptanya komunikasi dua arah antara guru dengan siswa di

dalam kelas selama KBM berlangsung. Bertanya dapat merangsang keingintahuan

anak, menstimulasi imajinasi anak, dan memotivasi anak untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.

Bertanya dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah meminta keterangan atau

penjelasan supaya diberi tahu. Bertanya menurut Parera dalam Fitri (2017) adalah

suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk meminta keterangan dan untuk

memperoleh jawaban yang lebih jelas atas sesuatu yang belum dimengerti atau belum

dipahami. Bertanya menurut Sugiyanto (2009) dalam Fitri (2017) adalah proses

berpikir, berupa diajukannya respon internal yang bertujuan untuk memperoleh

respon balik (jawaban) itu sesuai dengan tujuan respon internal tersebut.

Bertanya merupakan suatu hal sangat lazim dilakukan dalam proses

pembelajaran. Guru seringkali bertanya untuk berbagai tujuan, misalnya untuk

mengukur pemahaman siswa, untuk mendapatkan informasi dari siswa, untuk

merangsang siswa berpikir, dan untuk mengontrol kelas (Widodo, 2006).

Bertanya merupakan kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran

antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya. Kegiatan ini

dilakukan untuk meminta keterangan atau penjelasan dan untuk memperoleh jawaban

yang lebih jelas atas sesuatu yang belum dipahami.


18

2.2.3 Macam-macam Klasifikasi pertanyaan

Untuk memudahkan menganalisis pertanyaan, pertanyaan biasanya

diklasifikasikan berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam literatur tentang

pertanyaan terdapat bermacam klasifikasi pertanyaan, diantaranya:

1. Pertanyaan akademik dan pertanyaan non akademik

Hamilton & Brady (1991) dalam (Widodo, 2006) menyatakan bahwa

Pertanyaan akademik adalah pertanyaan yang berkaitan dengan materi subjek, baik

materi yang telah lalu maupun materi yang sedang dibahas. Pertanyaan-pertanyaan

yang terkait dengan sosial, organisasi, disiplin, dsb yang tidak terkait dengan materi

dikelompokkan dalam pertanyaan non akademik.

2. Pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka

Harlen dalam (Widodo, 2006) menyatakan bahwa Pertanyaan tertutup adalah

pertanyaan yang hanya mengundang satu atau beberapa respon yang terbatas dan

biasanya langsung menuju satu kesimpulan. Pertanyaan tertutup mempunyai jawaban

yang pasti dan terbatas. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengundang

sejumlah jawaban. Pada pertanyaan terbuka rentangan kemungkinan respon yang

dapat diberi adalah lebih luas jika dibandingkan dengan pertanyaan tertutup.

3. Pertanyaan terkait proses kognitif

Bloom (1992) dalam (Widodo, 2006) menyatakan bahwa Taksonomi Bloom

merupakan salah satu taksonomi yang telah sejak lama digunakan dalam dunia

pendidikan Indonesia. Pertanyaan juga dapat diklasifikasikan dalam berbagai proses

kognitif seperti yang dikemukakan dalam taksonomi Bloom. Dalam versi revisi

taksonomi Bloom (Anderson et al., 2001) dilakukan pemisahan antara dimensi


19

pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan

mencakup pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan

pengetahuan metakognitif.

Dimensi proses kognitif mencakup menghafal (remember), memahami

(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate),

dan membuat (create).

a. Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori

jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah

tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar

bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan

yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini

mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat

(recalling).

b. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan

pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke

dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Kategori memahami mencakup

tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),

mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi

(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

c. Mengaplikasikan (Apply): mencakup penggunaan suatu prosedur guna

menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan

berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori

ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua
20

macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan

(implementing).

d. Menganalisis (Analyze): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-

unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut.

e. Mengevaluasi (Evaluate): membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan

standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini:

memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

f. Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan.

Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat

(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

Pertanyaan diklasifikasikan menjadi beberapa macam, diantaranya: pertanyaan

akademik dan pertanyaan non akademik, pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka,

dan pertanyaan terkait proses kognitif. Pada pertanyaan terkait proses kognitif

dijelaskan menurut Taksonomi Bloom. Dimensi proses kognitif mencakup menghafal

(remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse),

mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).

2.2.4 Hal Bertanya dalam Pengajaran

A. Makna Pertanyaan

Pertanyaan penting di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan,

kesangsian, keragu-raguan adalah sumber aktivitas mental. Pertanyaan adalah

stimulus yang mendorong anak untuk berpikir dan belajar (Nasution, 1995).
21

Menurut Hamilton & Brady (1991) Pertanyaan akademik adalah pertanyaan yang

berkaitan dengan materi subjek, baik materi yang telah lalu maupun materi yang

sedang dibahas. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan sosial, organisasi,

disiplin, dsb yang tidak terkait dengan materi dikelompokkan dalam pertanyaan non

akademik. Menurut Harlen (1992) Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang hanya

mengundang satu atau beberapa respon yang terbatas dan biasanya langsung menuju

satu kesimpulan. Pertanyaan tertutup mempunyai jawaban yang pasti dan terbatas.

Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengundang sejumlah jawaban. Pada

pertanyaan terbuka rentangan kemungkinan respon yang dapat diberi adalah lebih

luas jika dibandingkan dengan pertanyaan tertutup (Widodo, 2006).

Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan merupakan hal penting yang dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari karena pertanyaan dapat mendorong anak untuk

berpikir. Pertanyaan akademik adalah pertanyaan yang berkaitan dengan materi dan

pertanyaan yang tidak terkait materi disebut pertanyaan non akademik. Pada

pertanyaan tertutup hanya akan mengundang satu atau beberapa respon bahkan

langsung menuju satu kesimpulan sedangkan pada pertanyaan terbuka akan

mengundang sejumlah jawaban.

B. Fungsi Atau Tujuan Pertanyaan

Tujuan pertanyaan berkaitan dengan tujuan pendidikan. Pada sekolah tradisional

tujuannya ialah penguasaan bahan, sering fakta-fakta lepas. Pada sekolah modern,

tujuannya lebih luas antara lain:

1. Mendorong anak berpikir untuk memecahkan suatu soal.

2. Membangkitkan pengertian yang lama maupun yang baru.


22

3. Menyelidiki dan menilai penguasaan murid tentang bahan pelajaran, dulu

sering bercorak pertanyaan ingatan, sebaiknya juga pertanyaan pikiran.

4. Membangkitkan minat untuk sesuatu, sehingga timbul keinginan untuk

mempelajarinya.

5. Mendorong menggunakan pengetahuan dalam situasi-situasi lain.

6. Membantu anak menginterpretasi dan mengorganisasi pengetahuan dan

pengalamannya dalam bentuk prinsip atau generalisasi yang lebih luas.

7. Menunjukkan perhatian anak kepada bagian-bagian penting dalam

pelajaran.

8. Mengubah pendirian, kepercayaan atau prasangka yang tak sesuai.

9. Menunjukkan perhatian kepada hubungan sebab akibat.

10. Menyelidiki kepandaian, minat, kematangan, dan latar belakang anak-anak.

11. Menarik perhatian anak atau kelas (Nasution, 1995).

Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan pada jaman sekarang sudah lebih

luas dibanding jaman dulu. Dulu sekolah hanya menuntut siswa untuk menguasai

materi pelajaran dan jaman sekarang siswa banyak diarahkan bukan hanya segi materi

pelajaran saja namun banyak hal seperti cara siswa memecahkan suatu soal,

penguasaan siswa tentang bahan pelajaran, membangkitkan minat belajar siswa,

membangun kepercayaan diri siswa, serta cara guru untuk menarik perhatian siswa

saat di kelas.

C. Ciri-ciri Pertanyaan yang Baik

Dalam Nasution (1995), adapun ciri-ciri pertanyaan yang baik yakni:


23

1. Pertanyaan harus singkat dan jelas. Pertanyaan yang panjang lebar

mengacaukan dan sulit ditangkap murid.

2. Tujuan pertanyaan harus jelas. Pertanyaan seperti: “bicarakan”, “apakah

kamu ketahui tentang”, “ceritakan tentang”, terlampau umum dan luas

sehingga kabur.

3. Pertanyaan harus mengandung hanya satu masalah; mencampuradukkan dua

soal atau lebih mengacaukan siswa.

4. Pertanyaan harus mendorong anak untuk berpikir kecuali kalau tujuannya

hanya melatih mengingat fakta-fakta.

5. Hendaknya disingkirkan pertanyaan yang hanya menghendaki jawaban “ya”

atau “tidak”. Pertanyaan itu hendaknya memberi kesempatan untuk memberi

jawaban yang agak terurai.

6. Bahasa dalam pertanyaan harus dipahami oleh siswa-siswa.

7. Singkirkan pertanyaan yang mungkin menimbulkan tafsiran yang berbeda-

beda

Dapat disimpulkan bahwa sebuah pertanyaan yang baik itu haruslah singkat dan

jelas tanpa harus panjang lebar dengan tujuan dari pertanyaan juga jelas. Sebuah

pertanyaan harus mengandung hanya satu masalah sehingga pada saat menjawabnya

juga lebih fokus pada satu masalah, jangan mencampuradukkan dua soal atau lebih

yang dapat mengacaukan siswa. Sebuah pertanyaan baiknya mendorong siswa untuk

berpikir serta pemberian pertanyaan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.


24

D. Teknik Bertanya Oleh Guru Di Dalam Kelas

Dalam Nasution (1995), berikut beberapa saran tentang teknik bertanya:

1. Tujukan mula-mula pertanyaan kepada seluruh kelas.

Gunanya:

(a) Menarik perhatian seluruh kelas.

(b) Mendorong semua murid turut berpikir dan merumuskan jawaban dalam hati

masing-masing.

(c) Dapat membandingkan jawaban masing-masing dengan jawaban orang lain.

2. Beri kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk menjawab. Jangan

ikuti urutan tempat duduk atau daftar nama. Sering anak-anak tertentu

banyak diberi pertanyaan, ada pula yang hampir tidak pernah ditanya

sepanjang tahun.

3. Beri waktu secukupnya kepada murid untuk berpikir sebelum menjawab.

Menurut penyelidikan waktu berpikir yang diberikan oleh guru sering

terlampau singkat.

4. Pada umumnya jangan ulangi pertanyaan. Dengan sendirinya anak-anak

terpaksa menunjukkan perhatian sepenuhnya kepada pertanyaan itu.

5. Pada umumnya jangan ulangi jawaban siswa. Anak-anak harus dilatih

berbicara jelas dalam bahasa yang teratur.

6. Jangan desak-desak siswa yang menyatakan bahwa ia tidak dapat menjawab

pertanyaan. Pindahkan pertanyaan itu kepada anak lain, agar jangan

memalukan anak yang bersangkutan.


25

7. Susun pertanyaan sekitar pokok-pokok penting. Maksudnya agar tercapai

organisasi pengetahuan anak.

8. Kadang-kadang tujukan pertanyaan kepada siswa yang tidak menyimak.

Hanya saja, jangan selalu pertanyaan digunakan sebagai alat disiplin.

9. Berikan pertanyaan seperti dalam suasana bercakap-cakap. Singkirkan

suasana tegang antara penguji dan calon yang diuji.

Teknik bertanya di dalam kelas memberi kesempatan yang sama kepada siswa,

tidak mengikuti tempat duduk ataupun daftar nama siswa. Memberi waktu yang

cukup untuk siswa berpikir sebelum menjawab dan saat memberi pertanyaan kepada

siswa pada umumnya jangan mengulangi jawaban siswa di mana siswa harus dilatih

untuk berbicara jelas dalam bahasa yang baik.

E. Sikap Guru Terhadap Pertanyaan Siswa

Dalam Nasution (1995) saat siswa bertanya, sikap guru terhadap pertanyaan

siswa yaitu:

1. Beranikan hati siswa untuk bertanya. Mengajar bukanlah memompakan

pengetahuan. Makin banyak anak-anak berpikir dan bertanya, makin besar

kemungkinan mereka belajar. Dari pertanyaan siswa nyata hal-hal yang

belum dipahami.

2. Biasakan anak-anak turut bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan

dari salah seorang temannya.

3. Pertanyaan dari siswa dapat diselidiki bersama. Mungkin guru sendiri belum

tahu jawabannya dan dengan sendirinya turut belajar.


26

4. Harapkan dari siswa pertanyaan yang penting dan perlu. Guru harus dapat

membedakan pertanyaan yang bersifat memancing-mancing.

5. Kalau guru tak dapat menjawab suatu pertanyaan tak ada salahnya

mengatakannya dengan terus terang. Ia tak akan kehilangan kewibawaan

oleh sebab siswa pun tahu guru itu tidak tahu segala-galanya.

Akan tetapi hal ini jangan terlampau sering terjadi. Guru dapat kira-kira

meramalkan pertanyaan apa yang mungkin datang dan bersedia

sebelumnya.

Guru berperan untuk melatih siswa berani bertanya di kelas, karena mengajar

bukan hanya mengajarkan untuk pengetahuan namun juga cara berpikir siswa. Saat

siswa bertanya biasakan siswa lain bertanggung jawab untuk mencoba menjawab

pertanyaan tersebut. Saat siswa memberi pertanyaan guru sebisa mungkin menjawab

pertanyaannya dan saat tak dapat menjawabnya guru tidak ada salahnya berterus

terang karena guru itu tidak tahu segala-galanya.

F. Sikap Guru Terhadap Jawaban Siswa

Dalam Nasution (1995), adapun sikap guru terhadap jawaban siswa yaitu:

1. Tunjukan sikap menghargai jawaban siswa. Mengatakan bahwa jawaban

siswa “salah” atau “tidak benar”, mematikan keinginan anak untuk turut

serta menyumbangkan buah pikirannya.

2. Tafsirkan jawaban anak ke arah yang menguntungkan siswa, yakni ke arah

jawaban yang benar. Jawaban yang agak kabur dan kurang tepat dapat

dirumuskan oleh guru dalam kata-kata yang agak berlainan sehingga benar.
27

3. Kadang-kadang boleh juga suatu jawaban disuruh nilai kebenarannya oleh

siswa lain, asal saja anak-anak itu telah dilatih memberi kritik dengan cara

yang tidak menyinggung perasaan.

4. Pada umumnya siswa itu tak usah ditolong-tolong dalam memberi jawaban.

Pertolongan serupa ini sering mengganggu, lagi pula anak itu harus berlatih

memberi jawaban sendiri.

5. Guru harus menuntut dari siswa agar jawaban diberi dalam bahasa yang

baik.

Saat siswa memberi pertanyaan, guru harus menunjukkan sikap menghargai

jawaban siswa, menafsirkan jawaban siswa ke arah yang menguntungkan siswa yakni

ke arah jawaban yang benar. Guru menuntut siswa untuk memberi jawaban dalam

bahasa yang baik.

G. Sebab-sebab Pertanyaan yang Kurang Baik

Dalam Nasution (1995), beberapa penyebab pertanyaan yang kurang baik yaitu:

1. Pertanyaan sering bertujuan untuk menyelidiki pengetahuan tentang fakta-

fakta lepas sehingga jumlah pertanyaan dalam waktu singkat sangat banyak,

akibatnya:

a. Suasana di dalam kelas tegang.

b. Guru paling aktif, buka siswa.

c. Hasilnya pengetahuan dangkal dan menimbulkan verbalisme.

d. Kurang melatih kesanggupan ekspresi, yakni menyatakan buah pikiran.

e. Kurang memperhatikan kebutuhan individual.


28

f. Kelas merupakan tempat bagi murid untuk memperlihatkan

pengetahuannya, buka untuk memperolehnya.

g. Tidak mendidik anak-anak menjadi manusia yang dapat berpikir sendiri.

Hendaknya pertanyaan itu mempunyai tujuan yang lebih luas lagi (lihat

fungsi pertanyaan). Untuk memperbaiki pertanyaan, guru harus

mengingat tujuan-tujuan itu.

2. Pertanyaan tidak baik karena guru sendiri sangat dangkal pengetahuannya

dan kurang tajam berpikir. Untuk pertanyaan yang baik guru harus dapat

berpikir jelas dan cepat dan sanggup merumuskannya dengan kata-kata yang

tepat.

Pertanyaan yang kurang baik disebabkan beberapa faktor, yakni: pertanyaan

yang muncul saat suasana di dalam kelas sedang tegang, menjadikan kelas sebagai

tempat memperlihatkan pengetahuan, dan pengetahuan guru yang dangkal.

H. Pertanyaan Berhubung Dengan Tingkatan Kognitif Menurut Benjamin

Bloom

Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk

pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum di seluruh

dunia. Kerangka pikir karya Benjamin Bloom dkk. berisikan enam kategori pokok

dengan urutan mulai dari jenjang yang rendah sampai dengan jenjang yang paling

tinggi, yakni: pengetahuan (knowledge); (2) pemahaman (comprehension); (3)

penerapan (application); (4) analisis (analysis); (5) sintesis (synthesis); dan (6)

evaluasi (evaluation) (Gunawan & Anggarini, 2018).


29

Pertanyaan yang diajukan dalam ujian dan tes kebanyakan mengenai tingkatan

yang paling rendah, yakni tentang penguasaan fakta-fakta, yang diperoleh melalui

hafalan. Untuk meningkatkan mutu pertanyaan hendaknya kita lebih mengusahakan

pertanyaan pada taraf kognitif yang lebih tinggi yakni taraf pemahaman, aplikasi dan

seterusnya.

Bertanya merupakan kegiatan dua arah antara guru dan siswa selama proses

belajar mengajar di kelas. Kegiatan tersebut dapat merangsang keingintahuan siswa,

meningkatkan percaya diri siswa, dan memotivasi siswa untuk memperoleh

pengetahuan baru. Pada proses bertanya akan ada kegiatan pemberian jawaban atas

pertanyaan yang diajukan, disinilah peran guru maupun siswa lain untuk memberi

respon sesuai dengan tujuan dari pertanyaan.

Pertanyaan akademik merupakan pertanyaan mengenai materi yang telah lalu

maupun sedang dibahas saat itu. Sedangkan pertanyaan tertutup merupakan

pertanyaan yang hanya menyangkut satu atau beberapa pemberi jawaban dan

langsung mengambil kesimpulan. Tujuan dari pertanyaan sangat banyak yang mana

tujuannya berkaitan dengan tujuan pendidikan salah satunya adalah penguasaan

materi pelajaran.

2.2.5 Cara Mengukur Kemampuan Bertanya Siswa

Indikator kemampuan bertanya sebagai acuan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut: a) konten (isi pertanyaan), b) sikap, c) suara, d) redaksi kalimat. Menurut

Requistiawati (2017) Pengumpulan data dengan cara observasi dilakukan dengan

menggunakan lembar observasi. Lembar observasi berupa daftar cek yaitu suatu
30

daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang diamati. Metode ini digunakan untuk

pengamatan secara langsung bagaimana siswa bertanya selama proses pembelajaran

fisika di kelas. Data mengenai jumlah pertanyaan siswa diperoleh melalui observasi

menggunakan lembar observasi bagi peneliti, dan dokumentasi. Data mengenai

substansi pertanyaan (kesesuaian pertanyaan dengan materi) diperoleh melalui lembar

observasi, dan dokumentasi. Data mengenai bahasa yang digunakan dalam bertanya

meliputi penggunaan kata-kata baku, dan penggunaan kata tanya apa, siapa, kapan,

dimana, mengapa, dan bagaimana. Data tersebut diperoleh melalui observasi

menggunakan lembar observasi dan dokumentasi. Data mengenai kesopanan saat

bertanya yang diukur dalam penelitian ini mengacu pada situasi dan sikap diri. Data

mengenai volume suara (saat bertanya menggunakan volume suara pelan atau keras)

diperoleh melalui observasi menggunakan lembar observasi, dan dokumentasi.

Adapun hasil pengamatan ditulis dalam lembar observasi kemampuan

bertanya siswa ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 2.1 Lembar observasi kemampuan bertanya siswa


No Indikator Aspek yang diamati Skor Deskripsi
1 2 3 4

1 Konten (isi Pertanyaan sesuai dengan materi yang


pertanyaan) sedang dibahas
Isi pertanyaan mudah dipahami
2 Sikap Keberanian dalam mengacungkan tangan
Kepercayaan diri
3 Suara Kelancaran dalam menyampaikan
pertanyaan
Kejelasan lafal pertanyaan yang diajukan
Keras lembutnya suara
4 Redaksi kalimat Susunan kalimat pertanyaan
Penggunaan dan pemilihan kata
Jumlah
31

2.3 Strategi Pembelajaran The Learning Cell

2.3.2 Hakikat The Learning Cell

Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak

melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan

untuk dibahas dan dikaji dalam pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapat

berbagai pengalaman yang meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Strategi

pembelajaran aktif mempunyai banyak tipe diantaranya adalah tipe The Learning

Cell. The Learning Cell merupakan salah satu teknik pembelajaran yang membantu

siswa belajar dengan lebih efektif. The learning cell ini dikembangkan oleh

Goldschmid dari Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne. The learning

cell atau peserta didik berpasangan adalah suatu bentuk belajar kooperatif dalam

bentuk berpasangan dimana siswa bertanya dan menjawab pertanyaan secara

bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama.

The learning cell adalah salah satu cara dari pembelajaran kelompok,

khususnya kelompok kecil. Dalam pembelajaran ini siswa diatur dalam pasangan-

pasangan. Salah seorang diantaranya berperan sebagai tutor, fasilitator/pelatih

ataupun konsultan bagi seorang lagi. Orang yang kedua ini berperan sebagai siswa,

peserta latihan ataupun seorang yang memerlukan bantuan. Setelah selesai, maka

giliran peserta kedua untuk berperan sebagai tutor, fasilitator atupun pelatih dan

peserta pertama menjadi siswa ataupun peserta latihan. Kelebihan pembelajaran aktif

tipe The Learning Cell antara lain, menjadikan hubungan sosial siswa semakin baik,

kemandirian siswa dalam proses pembelajaran sangat besar, siswa aktif dalam
32

pembelajaran, siswa akan memiliki kepercayaan diri dalam pembelajaran dan siswa

lebih siap dalam menghadapi materi yang akan dipelajari (Tati, 2015).

Menurut Zaini (2010) dalam Indah (2016) bahwa strategi The Learning Cell

merupakan salah satu dari beberapa sistem terbaik untuk membantu pasangan siswa

belajar dengan lebih efektif, dimana siswa bertanya dan menjawab pertanyaan secara

bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama. Jadi dalam pembelajaran siswa

dilatih untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan pemecahan masalahnya.

Salah satu dari beberapa system terbaik untuk membantu pasangan siswa

belajar dengan lebih efektif adalah „learning cell‟, yang dikembangkan oleh

Goldschmid dari Swiss Federal Institute of Technology di Lausanne (Goldschmid,

1971). Learning Cell atau peserta didik berpasangan, menunjuk pada suatu bentuk

belajar kooperatif dalam bentuk berpasangan, di mana siswa bertanya dan menjawab

pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama (Zaini, 2008).

Strategi pembelajaran the learning cell merupakan strategi pembelajaran yang

dilaksanakan dengan membagi siswa secara berpasangan. Salah satu akan menjadi

penanya dan satu lainnya yang menjawab dan dilaksanakan secara bergantian pada

materi yang sama. Dengan penggunaan strategi the learning cell siswa akan lebih

mempersiapkan diri untuk bertanya dan menjawab di dalam kelas sehingga keaktifan

siswa dalam bertanya juga akan meningkat.

2.3.3 Langkah-langkah The Learning Cell

Menurut Zaini (2008), adapun langkah-langkah strategi pembelajaran the

learning cell yaitu:


33

1. Sebagai persiapan, siswa diberi tugas membaca sebuah bacaan kemudian

menulis pertanyaan yang berhubungan dengan masalah pokok yang muncul

dari bacaan atau materi terkait lainnya.

2. Pada awal setiap pertemuan kelas, siswa ditunjuk untuk berpasangan secara

acak dan seorang partner. Siswa A mulai dengan pertanyaan pertama dan

dijawab oleh siswa B.

3. Setelah mendapatkan jawaban dan mungkin telah dilakukan koreksi atau

diberi tambahan informasi, giliran siswa-siswa B mengajukan pertanyaan

yang harus dijawab oleh siswa A.

4. Jika siswa A selesai mengajukan satu pertanyaan kemudian dijawab oleh

siswa B, ganti B yang bertanya, dan begitu seterusnya.

5. Selama berlangsung tanya jawab, guru/dosen bergerak dari satu pasangan ke

pasangan yang lain sambil memberi feedback, bertanya dan menjawab

pertanyaan.

Salah satu bentuk variasi lain dari strategi ini adalah setiap siswa membaca

(atau mempersiapkan) materi yang berbeda. Dalam contoh seperti ini, A “mengajar”

B pokok-pokok dari yang ia baca, kemudian meminta B bertanya kemudian mereka

berganti peran.

a. Tahap persiapan

Adapun tahapan pada tahap persiapan yaitu:

1) Guru menjelaskan secara singkat strategi pembelajaran the learning cell.

2) Guru membagi siswa secara berpasangan.

3) Guru menentukan siswa yang berperan sebagai tutor


34

4) Siswa yang berperan sebagai tutor mempelajari, mencari dan menambah

wawasan tentang materi pada sumber lain, seperti internet, buku-buku yang

relevan dan lain-lain.

b. Tahap kegiatan

Adapun tahapan pada tahap kegiatan yaitu:

1) Siswa langsung membagi diri secara berpasang-pasangan yang telah

ditentukan sebelumnya.

2) Guru menjelaskan materi secara singkat.

3) Siswa tutor menjelaskan materi yang telah dia pelajari sebelumnya dari

berbagai sumber.

4) Guru memantau, mengawasi dan memberikan bimbingan pada saat

pembelajaran berlangsung.

5) Siswa yang lainnya menerima bimbingan, menanyakan hal-hal yang kurang

dipahami kepada tutor.

6) Jika siswa dan tutor mengalami kesulitan baik secara materi maupun non

materi, maka guru memberikan arahan dan bimbingan.

c. Tahap setelah kegiatan

Adapun tahapan setelah kegiatan yaitu:

1) Jika masing-masing pasangan telah menyelesaikan pembahasan materi secara

tuntas, guru memberikan intisari materi dan menyimpulkan materi tersebut.

2) Guru menunjuk kembali tutor, terjadi pergantian tutor (siswa yang pada

awalnya sebagai tutor menjadi siswa yang dibimbing sedangkan siswa yang

awalnya dibimbing berganti posisi menjadi tutor).


35

3) Guru kembali memberikan materi lanjutan kepada siswa.

4) Siswa yang menjadi tutor kembali melaksanakan tugasnya seperti pada bagian

di atas.

5) Proses ini terus berlangsung sampai materi pelajaran selesai.

Salah satu bentuk variasi lain dari strategi ini adalah setiap siswa membaca

(atau mempersiapkan) materi yang berbeda. Dalam contoh seperti ini, siswa A

“mengajar” B pokok-pokok dari yang ia baca kemudian meminta B untuk bertanya

kemudian mereka berganti peran dan begitu seterusnya (Nadhifah, 2009).

Strategi the learning cell dilaksanakan melalui langkah-langkah yakni: 1) pada

tahap persiapan, guru meminta siswa untuk membaca bacaan atau materi terkait, 2)

pada langkah selanjutnya, guru membagi siswa berpasang-pasangan secara acak.

Siswa A akan bertanya dan siswa B akan menjawab pertanyaan tersebut, 3) setelah

mendapat jawaban dan telah dilakukan koreksi, giliran siswa B yang bertanya dan

akan dijawan oleh siswa A, 4) setelah siswa A mengajukan pertanyaan dan dijawab

oleh siswa B, kemudian siswa B bertanya dan dijawab oleh siswa A maka untuk

tahap selanjutnya berlaku hal yang sama, dan 5) selama proses tanya-jawab guru

bergerak membimbing dari satu pasangan ke pasangan lain sambil memberi feedback.

Pada penelitian ini menggunakan langkah-langkah strategi the learning cell menurut

Zaini. Hal ini dikarenakan langkah-langkah menurut Zaini lebih sesuai diterapkan

dengan menggunakan pendekatan saintifik sesuai tuntutan kurikulum 2013 dan

dengan menggunakan langkah-langkah ini membuat siswa semakin tertarik mengikuti

pelajaran serta meningkatkan kemampuan bertanya siswa.


36

2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran The Cell Learning

Beberapa hal yang menjadi kelebihan pembelajaran kelompok dengan

menggunakan strategi pembelajaran the learning cell dalam (Nadhifah, 2009)

diantaranya sebagai berikut:

a. Siswa lebih siap dalam menghadapi materi yang akan dipelajari karena siswa

telah memiliki informasi materi yang akan dipelajari melalui berbagai sumber

diantaranya buku, internet, guru dan orang yang ahli dibidang materi tersebut.

b. Siswa akan memiliki kepercayaan diri dalam pembelajaran karena pembelajaran

ini menggunakan teman sebaya dalam proses pembelajarannya. Siswa yang

ditutori tidak akan segan-segan dalam memberikan pertanyaan yang tidak

dipahami. Sebaliknya bagi siswa tutor selain pengetahuannya bertambah,

kemampuan dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan pada teman sebaya

meningkat.

c. Siswa aktif dalam pembelajaran baik sebelum dan sesudah pembelajaran itu

sendiri maupun pada saat pembelajaran. Hal itu terjadi karena siswa diberi

panduan untuk mencari materi sendiri pada saat setelah atau sebelum

pembelajaran dari berbagai sumber, sedang pada saat pembelajaran siswa yang

menjelaskan kembali materi yang diperoleh kepada siswa.

d. Kemandirian siswa dalam proses pembelajaran sangat besar karena siswa

dituntut memperoleh informasi sebelum dan setelah pembelajaran kemudian

mengkomunikasikan kembali materi yang diperoleh pada siswa lainnya pada

saat pembelajaran berlangsung.


37

e. Hubungan sosial siswa semakin baik, antara siswa dengan siswa, siswa dengan

guru dan siswa dengan orang lainnya. Dalam kelas berorientasi pada siswa, tiap

siswa merupakan seorang siswa sekaligus pengajar. Memberi siswa peluang

untuk saling belajar akan membantu mereka mempelajari budaya lain,

mendalami gaya hidup yang berbeda. Pengalaman ini juga memacu sebuah

langkah awal penting untuk bisa memahami dan dipahami siswa lain.

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kelompok dengan menggunakan strategi

pembelajaran the learning cell memiliki kelemahan diantaranya sebagai berikut:

a. Literature yang terbatas, namun hal ini dapat diantisipasi dengan menganjurkan

siswa untuk membaca buku-buku yang relevan ataupun melalui internet.

b. Jika siswa tidak rajin dalam mencari informasi maka strategi pembelajaran the

learning cell ini menjadi kurang efektif, namun hal ini dapat diantisipasi oleh guru

dengan memberikan motivasi dan penghargaan pada siswa yang mendapatkan

informasi materi pelajaran dari sumber mana saja.

Dari uraian diatas, proses pembelajaran kelompok dengan menggunakan

strategi pembelajaran the learning cell memilik kelebihan yang lebih menonjolkan

proses pembelajaran dilakukan oleh siswa sendiri baik sesudah pembelajaran atau

pada proses pembelajaran itu sendiri, memacu siswa belajar sepanjang waktu dan

pembelajaran tidak dilaksanakan hanya pada saat jadwal pembelajaran tetapi sesudah

dan sebelum pembelajaran pun siswa dituntut untuk mendapat mendapat informasi

tentang materi pelajaran.

Kelemahan dari proses pembelajaran seperti di atas dapat diantisipasi oleh guru

dengan beberapa cara sehingga the learning cell ini tetap sesuai dengan rencana.
38

Guru dituntut kreatif dalam menumbuhkan kemauan siswa dalam memperolah

informasi tentang materi pelajaran terutama sesudah dan sebelum materi diajarkan

(Nadhifah, 2009).

Strategi the learning cell merupakan salah satu sistem yang dapat membantu

siswa untuk belajar lebih efektif dalam hal ini untuk meningkatkan kemampuan

bertanya siswa. Strategi the learning cell memiliki beberapa kelebihan seperti siswa

menjadi lebih siap menghadapi materi yang akan dipelajari, kepercayaan diri siswa

semakin meningkat karena dalam proses bertanya siswa dihadapkan dengan teman

sebanyanya, keaktifan siswa juga meningkat sebelum dan sesudah pembelajaran,,

kemandirian siswa dalam proses pembelajaran sangat besar, dan hubungan sosial

siswa juga semakin baik. Adapun beberapa kelemahan dari strategi ini, namun

kelemahan itu dapat diantisipasi oleh guru sehingga dengan menggunakan strategi the

learning cell memiliki kelebihan yang lebih menonjol dalam proses pembelajaran.

2.4 Materi Ajar

2.4.2 Definisi Termodinamika

Termodinamika adalah cabang fisika yang mempelajari hukum-hukum dasar

tentang kalor dan usaha. Perbedaan di antara keduanya adalah energi berpindah

dalam bentuk kalor ketika terjadi perbedaan temperatur, sedangkan perpindahan

dalam bentuk kerja tidak bergantung pada perbedaan temperatur. Dalam

termodinamika terdapat sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang

diperhatikan dinamakan sistem, sedangkan semua yang berada di sekitar benda

dinamakan lingkungan (Pujianto, 2016).


39

Termodinamika merupakan ilmu yang mempelajari hubungan kalor dan bentuk

lain dari energi. Kalor secara alami bergerak dari materi yang lebih panas ke materi

yang lebih dingin. Namun begitu, kalor dapat dipaksa mengalir ke arah yang

berlawanan. Sebagai contoh, dalam lemari es, panas secara terus-menerus diambil

dari ruangan dalam yang dingin dan dibuang ke udara luar yang lebih panas. Itulah

mengapa permukaan luar lemari es, yaitu bagian samping dan belakang biasanya

hangat.

Dalam termodinamika dikenal istilah sistem dan lingkungan. Sistem merupakan

benda atau sekumpulan benda-benda yang akan diteliti. Adapun lingkungan

merupakan semua yang ada di sekitar benda atau benda-benda lainnya yang ada di

alam. Lemari es merupakan contoh sistem. Adapun lingkungannya adalah udara luar

(Siswanto, 2009).

Termodinamika merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan kalor dan

bentuk lain dari energi. Di mana kalor dapat bergerak dari materi panas ke materi

yang lebih dingin namun, kalor dapat dipaksa mengalir ke arah yang berlawanan.

Dalam termodinamika terdapat istilah sistem dan lingkungan. Sistem merupakan

benda yang akan diteliti dan lingkungan adalah udara luar.

2.4.2.1 Usaha dan Proses Termodinamika

1. Usaha Oleh Sistem Terhadap Lingkungannya

Jika usaha dituliskan dalam persamaan W =Fs dan gaya dihubungkan dengan

persamaan F = pA, akibatnya usaha dapat ditentukan dengan persamaan:

W = Fs W = pAs ……………….(2.1)
40

Jika perpindahan sejauh s dan luasan sebesar A, volumenya akan mengalami

perubahan. Akibatnya persamaan usaha menjadi:

W = pΔ W = p(V2-V1)……………..(2.2)

Keterangan: W = usaha (joule)

p = tekanan (N/m2)

F = gaya (N)

s = perpindahan (m)

ΔV = perubahan volume (m3)

V1 = volume awal (m3)

V2 = volume akhir (m3)

Jika sistem melakukan usaha pada lingkungan akan menyebabkan sistem memuai

(V2 > V1) sehingga usaha bernilai positif. Sementara itu, jika lingkungan melakukan

usaha pada sistem akan menyebabkan sistem mampat (V2 < V1) sehingga usaha

bernilai negatif. Usaha dapat dinyatakan dalam bentuk grafik p-V yang ditunjukkan

Gambar 1

PA

PB

VA VB

Gambar 2.1 Usaha yang dilakukan sistem terhadap lingkungan atau sebaliknya dari volume awal

VA ke volume akhir VB sama dengan luas


41

Secara umum, grafik tersebut menyatakan bahwa usaha yang dilakukan selama

perubahan keadaan akan bernilai sama dengan luas daerah di bawah grafik p-V.

Usaha positif terjadi karena kenaikan volume dan usaha negatif terjadi karena

penurunan volume.

2. Proses Termodinamika

Proses termodinamika yang dialami suatu gas dapat dijelaskan dengan melalui

grafik p-V. Proses termodinamika terdapat empat jenis, yaitu isothermal, isokorik,

asobarik, dan adiabatik. Adapun penjelasannya sebagai berikut,

a. Proses Isotermal

Proses isothermal adalah proses perubahan keadaan gas pada suhu tetap.

Melalui persamaan keadaan gas ideal pV = nRT akan diperoleh persamaan


𝑛𝑅𝑇
tekanan 𝑝 = . Grafik berbentuk hiperbola yang ditampilkan sebagai berikut.
𝑉

P
1
P1
2
P2

V
V1 V2

Gambar 2.2 Proses isothermal

(Sumber: Softilmu.com)

Usaha yang dilakukan tidak dapat dihitung dengan persamaan W = pΔV

sebab tekanannya tidak tetap. Walaupun demikian, usaha dapat ditentukan

dengan luas daerah yang di bawah grafik p-V. Perhitungan nilai usahanya dapat
42

ditentukan dengan teknik integral. Secara umum, usaha yang dilakukan gas

dinyatakan dengan persamaan:


𝑉2
𝑊= 𝑉1
𝑝 𝑑𝑉 ………………….……...…….(2.3)

𝑛𝑅𝑇
Pada persamaan gas ideal 𝑝 = akan diperoleh nilai usaha:
𝑉

𝑉2 𝑛𝑅𝑇
𝑊= 𝑉1 𝑉
𝑑𝑉 ……………………..………(2.4)

Jika nilai nRT tetap, faktor tersebut dikeluarkan dari sistem integral.

𝑑𝑥
Selanjutnya menggunakan sifat integral = ln x, persamaan tersebut
𝑥

menjadi:
𝑉2 𝑑𝑉
W = nRT 𝑉1 𝑉

W = nRT ln 𝑉 batas atas V2 batas bawah V1

W = nRT ln 𝑉2 − ln 𝑉1

𝑉2
W = nRT ln …………………..………...(2.5)
𝑉1

Keterangan:

n = jumlah mol

R = 8,314 J/mol K

T = suhu mutlak (K)

V2 = volume akhir (m3)

V1 = volume awal (m3)

b. Proses isokhorik

Proses isokhorik adalah suatu proses perubahan keadaan gas pada volume

tetap. Keadaan ini dapat terjadi pada gas berada di wadah yang kuat dan volume
43

tetap, lalu dipanaskan. Wadah tidak mengalami pemuaian sehingga volume tetap

dan gas tetap akan memuai. Akibatnya, tekanan gas akan naik dan gaya yang

dihasilkan gas akan semakin besar membesar. Walaupun gaya yang dihasilkan

besar, usaha yang dihasilkan sama dengan nol sebab dinding wadah tidak

berpindah. Jika dituliskan dalam persamaan sebagai berikut.

𝑊 = 𝑝∆𝑉 𝑊 = 𝑝 (𝑉2 − 𝑉1 )

𝑊 = 𝑝(0) W = 0………......…(2.6)

Proses ini dapat digambarkan melalui Gambar 3.

P2 2

P1 1
V
V1 V2

Gambar 2.3 Proses isokorik

(Sumber: Softilmu.com)

c. Proses Isobarik

Proses isobarik adalah suatu proses perubahan keadaan gas pada tekanan

tetap. Jika tekanan tetap, akan menyebabkan perubahan nilai volume. Grafik p-V

yang dihasilkan berupa garis lurus dan digambarkan pada Gambar 4.


44

1
P1 P2 2

V
V1 V2

Gambar 2.4 Proses isobarik

(Sumber: Softilmu.com)

Usaha yang dihasilkan akibat proses isobarik ditunjukkan dengan

menghitung luas penampang di bawah grafik. Usaha akibat proses isobarik

ditentukan dengan persamaan:

𝑊 = 𝑝 ∆𝑉

𝑊 = 𝑝(𝑉2 − 𝑉1 ) ……………………….…...(2.7)

d. Proses Adiabatik

Proses adiabatik adalah proses perubahan keadaan gas dengan tidak ada

kalor yang masuk atau keluar sistem.

Grafik proses adiabatik ditunjukkan oleh Gambar 5.

P
1
P1

P2 2

V
V1 V2

Gambar 2.5 Proses adiabatic

(Sumber: Dokumen Penerbit)


45

Kelengkungan kurva proses adiabatik lebih curam dibandingkan

kelengkungan kurva pada proses isothermal. Persamaan yang berlaku sebagai

berikut.
𝛾 𝛾
𝑝1 𝑉1 = 𝑝2 𝑉2 …………………………..……(2.8)

Nilai γ lebih dari 1 yang merupakan hasil perbandingan kalor jenis gas pada

tekanan tetap 𝑐𝑝 dan kalor jenis gas pada volume tetap 𝑐𝑉 .

Jika dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut.


𝑐
γ = 𝑐 𝑃 ………………...……….………..…….(2.9)
𝑉

𝑛𝑅𝑇
Untuk gas ideal berlaku 𝑝 = sehingga persamaan dapat dituliskan dalam
𝑉

bentuk:
𝛾 𝛾
𝑝1 𝑉1 = 𝑝2 𝑉2

𝑛𝑅𝑇1 𝛾 𝑛𝑅𝑇2 𝛾
𝑉1 = 𝑉2
𝑉1 𝑉2
𝛾 𝛾
𝑇1 𝑉1 = 𝑇2 𝑉2 …………………….........…...(2.10)

Usaha pada proses adiabatik dapat ditentukan dengan menghitung luas di

bawah grafik p-V. Usaha yang dilakukan dalam proses adiabatik digunakan

untuk mengubah energi dalam. Besarnya usaha pada proses adiabatik dapat

dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.

1 𝛾
𝑊= 𝑝 𝑉 − 𝑝2 𝑉2 𝑉2
𝛾−1 1 1

𝑊 = 𝛥𝑈 = −𝑛𝑐𝑉 ∗ 𝑇2 − 𝑇1 = 𝑛𝑐𝑉 ∗ 𝑇1 − 𝑇2 …….(2.11)


46

Keterangan:
𝑐
γ = konstanta Laplace = 𝑐 𝑃
𝑉

𝑐𝑃 = kalor jenis gas pada tekanan tetap (J/Kg K)

𝑐𝑉 = kalor jenis gas pada volume tetap (J/Kg K)

𝑐𝑉 ∗ = kalor jenis molar pada volume tetap

2.4.2.2 Hukum I Termodinamika dan Kapasitas Kalor Gas

1. Hukum I Termodinamika

Jika suatu sistem memperoleh energi dalam bentuk kalor, pada saat yang sama

sistem akan kehilangan energi dalam bentuk usaha. Kedua faktor tersebut akan

menyebabkan adanya perubahan energi dalam. Hal tersebut dijelaskan dalam hukum I

Termodinamika. Hukum I Termodinamika menyatakan bahwa sejumlah kalor Q yang

diterima dan usaha W yang dilakukan terhadap suatu gas dapat digunakan untuk

mengubah energi dalam. Jika dituliskan dalam suatu persamaan sebagai berikut.

Q = ΔU + W ……….………….…………...(2.12)

Keterangan: Q = kalor (joule)

ΔU = energi dalam (joule)

W = usaha (joule)

Dari persamaan tersebut akan berlaku:

Q (+) jika sistem menerima kalor

Q (-) jika sistem melepas kalor.

W (+) jika sistem melakukan usaha


47

W (-) jika sistem dikenai usaha.

ΔU (+) jika penambahan energi dalam pada sistem

ΔU (-) jika penurunan energi dalam pada sistem.

Hukum I Termodinamika diterapkan di berbagai proses seperti isotermal,

isokorik, isobarik, dan adiabatik. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Proses Isotermal

Pada proses isotermal, suhu awal dan suhu akhir sama. Akibatnya perubahan

energi dalam sama dengan nol (ΔU = 0). Jika usaha dalam proses isothermal

𝑉2
dirumuskan dengan persamaan W = nRT ln dan diaplikasikan dalam hukum
𝑉1

I Termodinamika akan memperoleh persamaan:

Q = W + ΔU Q=W+0

Q=W

𝑉2
Q = nRT ln ……….………….………...(2.13)
𝑉1

b. Proses Isokorik

Pada proses isokorik, volume awal dan volume akhirnya bernilai sama.

Akibatnya usahanya bernilai nol (W = 0). Apabila diaplikasikan pada hukum I

Termodinamika akan menghasilkan persamaan:

Q = W + ΔU Q = 0 + ΔU

Q = ΔU ……………….....…………………(2.14)

Persamaan di atas menyatakan bahwa jika kalor diberikan suatu sistem pada

volume tetap, seluruh kalor akan digunakan untuk menaikkan energi dalam suatu

sistem.
48

c. Proses Isobarik

Pada proses isobarik, tekanan awal dan tekanan akhir bernilai sama. Besar

usaha pada proses isobarik dinyatakan dengan persamaan W = pΔV. Proses

isobaric juga mengalami perubahan suhu sehingga pada proses tersebut akan

memiliki perubahan energi dalam. Jika diaplikasikan pada hukum I

Termodinamika akan diperoleh persamaan:

Q = W + ΔU

Q = p ΔV + ΔU ………….….……………...(2.15)

d. Proses Adiabatik

Pada proses adiabatik tidak ada kalor yang masuk dan keluar. Hal tersebut

mengakibatkan kalor bernilai nol (Q = 0). Jika diaplikasikan pada hukum I

Termodinamika akan diperoleh persamaan:

Q = ΔU + W

0 = ΔU + W

W = -ΔU …………………….……………..(2.16)

2. Kapasitas Kalor Gas

Kapasitas kalor dinyatakan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu

suatu zat satu Kelvin. Kapasitas kalor jika dituliskan dalam persamaan matematis

sebagai berikut:
𝑄
C = ∆𝑇 …………………………….…..…….(2.17)

Keterangan: C = kapasitas kalor (J/K)

Q = kalor (J)
49

ΔT = perubahan suhu (K)

Kalor yang diperlukan gas untuk menaikkan suhunya dapat dilakukan pada

proses isobaric atau proses isokorik. Oleh karena itu, ada dua jenis kapasitas kalor

pada gas, yaitu kapasitas kalor gas pada tekanan tetap 𝐶𝑃 dan kapasitas kalor gas pada

volume tetap 𝐶𝑉 .

Kapasitas kalor gas pada tekanan tetap didefinisikan sebagai kalor yang

diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat satu Kelvin pada tekanan tetap. Secara

matematis dituliskan melalui persamaan:


𝑄𝑉
𝐶𝑃 = atau 𝑄𝑃 = 𝐶𝑃 ∆𝑇 ……………….....(2.18)
∆𝑇

Kapasitas kalor gas pada volume tetap didefinisikan sebagai kalor yang

diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat satu Kelvin pada volume tetap. Secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut.


𝑄𝑉
𝐶𝑉 = atau 𝑄𝑉 = 𝐶𝑉 ∆𝑇 ……………….....(2.19)
∆𝑇

Hubungan antara 𝐶𝑃 dan 𝐶𝑉 dituliskan melalui persamaan:

𝐶𝑃 − 𝐶𝑉 = 𝑛𝑅 ……………………..………(2.20)

Usaha secara keseluruhan dapat ditentukan dengan persamaan:

𝑊 = 𝑝∆𝑉 = 𝑝 𝑉2 − 𝑉1

𝑊 = 𝑛𝑅∆𝑇 = 𝑛𝑅 𝑇2 − 𝑇1

𝑊 = 𝑄𝑃 − 𝑄𝑉 = 𝐶𝑃 − 𝐶𝑉 ∆𝑇 ….………...(2.21)

Nilai kapasitas kalor pada tekanan tetap (𝐶𝑃 ) dan nilai kapasitas kalor pada

volume tetap (𝐶𝑉 ) untuk gas monoatomik dan diatomik memiliki perbedaan. Pada gas

monoatomik akan berlaku:


50

5
𝐶𝑃 = 2 𝑛𝑅 ……….…………………….…...(2.22)

3
𝐶𝑉 = 2 𝑛𝑅……………….…………….……(2.23)

Sementara itu, untuk gas diatomic akan berlaku:


7
𝐶𝑃 = 2 𝑛𝑅 ………….……………………....(2.24)

5
𝐶𝑉 = 2 𝑛𝑅 ………………………….……....(2.25)

Sebelumnya Anda mengenal tentang tetapan Laplace (γ) yang didefinisikan

sebagai hasil bagi kapasitor kalor pada tekanan tetap dan kapasitor kalor pada volume

tetap. Secara teoritis untuk gas monoatomik dan diatomik dapat ditentukan nilainya

sebagai berikut:
5
𝐶𝑃 𝑛𝑅
𝛾=𝐶 = 2
3 = 1,67 (gas monoatomik) …..(2.26)
𝑉 𝑛𝑅
2

7
𝐶𝑃 𝑛𝑅
𝛾=𝐶 = 2
5 = 1,40 (gas diatomik) ………(2.27)
𝑉 𝑛𝑅
2

Akan tetapi, ada baiknya Anda memperhatikan terlebih dahulu tetapan Laplace

untuk gas monoatomik dan diatomik yang diperoleh dari hasil pengukuran.

Tabel 2.2 Tetapan Laplace Setiap Gas


Gas 𝐶𝑃
𝛾=
𝐶𝑉
Monoatomik:
- Helium (He) 1,66
- Argon (Ar) 1,67
Diatomic:
- Nitrogen (N2) 1,40
- Oksigen (O2) 1,40
- Karbon monoksida (CO) 1,40
51

2.4.2.3 Siklus Termodinamika dan Hukum II Termodinamika

1. Pengertian Siklus

Siklus adalah rangkaian yang dimulai dari suatu keadaan awal dan berakhir pada

keadaan yang sama dengan keadaan awalnya. Sistem akan melakukan usaha terus-

menerus jika sistem bekerja dalam satu siklus. Ada dua macam siklus yaitu siklus

reversible (dapat berbalik) dan irreversible (tidak dapat berbalik).

2. Siklus Carnot

Siklus Carnot dicetuskan oleh Nicolas Leonard Sadi Carnot yang merumuskan

ide-ide dasar dari termodinamika. Ia mengatakan bahwa semua perpindahan

(pergerakan) berhubungan dengan kalor.

Gambar 2.6 Siklus mesin pemanas Carnot

(Sumber: G2e.me)

Pada siklus Carnot terdapat empat proses, yaitu pemuaian secara isotermal (1-2),

pemuaian secara adiabatic (2-3), pemampatan secara isothermal (3-4), dan

pemampatan secara adiabatik (4-1). Siklus Carnot diterapkan pada mesin kalor

Carnot.

Adapun diagram mesin kalor Carnot ditunjukkan melalui gambar berikut.


52

Gambar 2.7 Diagram proses siklus mesin kalor Carnot

(Sumber: Fisika study center.com)

Siklus di atas dijelaskan sebagai berikut.

a. Siklus 1-2

Gas menyerap kalor 𝑄𝑡 pada temperatur 𝑇𝑡 . Suhu sistem sama dengan suhu

reservoir panas sehingga disebut proses isothermal. Gas memuai dan melakukan

usaha pada pengisap. Oleh karena energi dalam tetap maka usaha yang dilakukan

pada sistem sama dengan kalor yang diserap.

b. Siklus 2-3

Beban pengisap dikurangi sehingga gas memuai menurut proses adiabatic.

Terjadi pengurangan energi dalam dan suhu sistem menurun hingga bernilai sama

dengan suhu pada reservoir dingin 𝑇𝑟 .

c. Siklus 3-4

Gas mengalami penyusutan secara isothermal dengan membuang kalo 𝑄𝑟 pada

reservoir dingin pada temperatur 𝑇𝑟 sehingga usahanya negatif (usaha dilakukan pada

sistem).
53

d. Siklus 4-1

Beban pengisap ditambah sehingga gas menyusut menurut proses adiabatic.

Terjadi penambahan energi dalam dan suhu naik sampai sama dengan suhu pada

reservoir panas 𝑇𝑡 . Energi dalam gas kembali seperti pada awal siklus.

Pada proses pemuaian isothermal terdapat kalor yang diserap (𝑄𝑡 ) dan pada

proses pemampatan isothermal terdapat kalor yang dilepas (𝑄𝑟 ). Dalam siklus Carnot,

tidak terjadi perubahan energi dalam (ΔU = 0) sehingga berdasarkan hukum I

Termodinamika akan berlaku:

Q = W + ΔU

𝑄𝑡 − 𝑄𝑟 = 𝑝∆𝑉 + ∆𝑈

W = 𝑄𝑡 − 𝑄𝑟 …..……………….…………..(2.28)

Sebuah mesin tentunya memiliki nilai efisiensi. Efisiensi sebuah mesin (𝜂)

didefinisikan sebagai perbandingan usaha (W) yang dilakukan kalor yang diserap

(𝑄𝑡 ). Pernyataan ini jika dituliskan dalam suatu persamaan sebagai berikut.

𝑊
𝜂 = 𝑄 × 100% ………………...…………..(2.29)
𝑡

Jika nilai usaha, efisiensi mesin Carnot dapat ditulis dengan persamaan:

𝑊
𝜂= × 100%
𝑄𝑡

𝑄𝑡 − 𝑄𝑟
𝜂= × 100%
𝑄𝑡

𝑄
𝜂 = 1 − 𝑄𝑟 × 100% ……………………..(2.30)
𝑡

Keterangan:

η = efisiensi mesin
54

𝑇𝑟 = temperatur pada reservoir rendah

𝑇𝑡 = temperatur pada reservoir tinggi

𝑄𝑟 = kalor yang dibuang pada reservoir rendah

𝑄𝑡 = kalor yang diserap pada reservoir tinggi

Jika nilai kalor sebanding dengan nilai suhu, persamaan di atas dapat diubah

menjadi persamaan:

𝑇
𝜂 = 1 − 𝑇𝑟 × 100% ……………..………(2.31)
𝑡

Selain mesin kalor Carnot terdapat mesin pendingin Carnot. Mesin pendingin

Carnot meliputi mesin pendingin ruangan dan lemari es. Siklus mesin pendingin

Carnot merupakan kebalikan mesin kalor Carnot karena siklusnya reversible. Siklus

pada mesin pendingin digambarkan seperti Gambar 7.10.

P
Qt
3

2
1
Qr
V

Gambar 2.8 Siklus pendingin Carnot

(Sumber: Dokumen Penerbit)

Usaha pada mesin pendingin Carnot dapat dituliskan dengan persamaan:

W = 𝑄𝑡 − 𝑄𝑟 ……………………………....(2.32)

Karakteristik pada mesin pendingin dinyatakan dengan koefisien performansi

atau koefisien kinerja yang simbolnya 𝐾𝑑 . Koefisien kinerja didefinisikan sebagai


55

perbandingan antara kalor yang dipindahkan dengan usaha yang dilakukan sistem.

Secara matematis dapat ditulis:

𝑄𝑟 𝑄𝑟
𝐾𝑑 = =
𝑊 𝑄𝑡 − 𝑄𝑟

𝑇𝑟
𝐾𝑑 =
𝑇𝑡 − 𝑇𝑟
1
𝐾𝑑 = 𝜂 − 1……………………………..…..(2.33)

Keterangan:

Kd = koefisien kinerja mesin pendingin

Qr = kalor yang dipindahkan dari reservoir dingin

Qt = kalor yang dibuang ke reservoir panas

3. Hukum II Termodinamika dan Entropi

a. Hukum II Termodinamika

Saat benda panas disentuhkan ke benda dingin, kalor akan mengalir secara

spontan dari benda panas ke benda dingin. Apakah keadaan itu berlaku sebaliknya?

Jawabannya ternyata tidak. Kalor tidak akan pernah mengalir dari benda dingin ke

benda panas secara spontan. Pernyataan yang dibatasinya diatur berdasarkan hukum

II Termodinamika. Jika Hukum I Termodinamika menyatakan kekekalan energi,

hukum II Termodinamika menyatakan aliran kalor. Hukum II Termodinamika

menjelaskan bahwa kalor mengalir secara spontan dari benda bersuhu tinggi ke benda

bersuhu rendah dan tidak mengalir secara spontan dalam arah kebalikannya.

Pernyataan hukum II Termodinamika dinyatakan oleh Rudolf Clausius, ilmuwan

fisika berkebangsaan Jerman.


56

b. Entropi

Proses irreversible pada suatu mesin akan menyebabkan kehilangan kalor, tetapi

tidak seluruhnya sehingga mesin masih mampu melakukan usaha. Bagian kalor yang

hilang dapat dinyatakan variabel termodinamika yang dinamakan entropi. Entropi

dapat diartikan sebagai ukuran ketidakteraturan. Dalam sistem tertutup, peningkatan

entropi diikuti oleh jumlah energi yang tersedia. Semakin tinggi entropi, semakin

tinggi pula ketidakteraturan.

1) Entropi pada Proses Temperatur Konstan

Jika suatu sistem pada suhu mutlak T mengalami proses reversible dengan

menyerap sejumlah kalor Q, maka kenaikan entropi ΔS dapat dituliskan:


𝑄
ΔS = S2 – S1 = 𝑇 …………….……………..(2.34)

Keterangan: ΔS = perubahan entropi (J/K)

S1 = entropi mula-mula (J/K)

S2 = entropi akhir (J/K)

2) Entropi pada Proses Temperatur Berubah

Pada proses yang mengalami perubahan temperatur, entropi dituliskan

sebagai berikut.
𝑇2 𝑑𝑄 𝑇2 𝑚𝑐 𝑑𝑇
ΔS = S2 – S1 = 𝑇1 𝑇
= 𝑇1 𝑇

𝑇2
ΔS = 𝑚𝑐 𝑙𝑛 ……………….…………..(2.35)
𝑇1

Keterangan:

ΔS = perubahan entropi (J/K)

S1 = entropi mula-mula (J/K)


57

S2 = entropi akhir (J/K)

c = kalor jenis (J/Kg K)

m = massa (Kg)

T1 = suhu mula-mula (K)

T2 = suhu akhir (K)

(Pujianto, 2016)

2.5 Penelitian Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti:

Hasil penelitian Widodo (2006) diperoleh bahwa jumlah rata-rata pertanyaan

yang diajukan oleh siswa hanya 3 pertanyaan (5%). Berdasarkan hasil tersebut

diketahui bahwa dalam pembelajaran hanya sedikit siswa yang mengajukan

pertanyaan.

Hasil penelitian Winda (2017) di kelas VIII SMPN 16 Padang menunjukkan

adanya peningkatan kemampuan bertanya siswa pada pemahaman konsep matematis

melalui penerapan strategi pembelajaran aktif tipe the learning cell. Hal ini dapat

dilihat dari beberapa perubahan dari pertemuan pertama dan selanjutnya. Pada

pertemuan pertama pelaksanaan pembelajaran aktif tipe The Learning Cell belum

berjalan dengan baik, masih banyak siswa yang belum serius dalam membaca dan

memahami buku teks diawal pembelajaran dan hanya beberapa siswa yang mau

menuliskan pertanyaan yang dipahami. Pada pertemuan kedua, beberapa siswa sudah

mulai membaca buku teks terlebih dahulu dan sudah terbiasa menuliskan pertanyaan
58

yang sudah dipahami. Pada pertemuan ketiga siswa sudah bisa menuliskan

pertanyaan beserta jawaban dengan baik serta juga sudah bisa bekerja sama dan

mengeluarkan pendapat atau ide-ide. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,

maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa dengan

menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe The Leaning Cell lebih baik daripada

pemahaman konsep matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran

konvensional kelas VII SMPN 16 Padang Tahun Pelajaran 2016/2017.

2.6 Kerangka Berpikir

Di dalam pembelajaran fisika, peserta didik didorong untuk belajar melalui

keterlibatan aktif dalam menggunakan proses mentalnya dengan keterampilan-

keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Hal tersebut memungkinkan

peserta didik untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip untuk diri mereka

sendiri. Salah satu proses mental yang sangat dibutuhkan yaitu kegiatan menanya.

Proses belajar-mengajar masih cenderung pasif. Pasif yang dimaksud adalah

pada kegiatan pembelajaran yang terjadi adalah teacher center, di mana kebanyakan

siswa lebih memilih diam dan hanya sebagai pendengar. Meskipun ada beberapa

siswa siswa yang mengajukan pertanyaan saat pembelajaran, namun masih jauh lebih

banyak siswa yang hanya diam pada saat pembelajaran dan tidak menggunakan

kesempatan ketika guru memberi waktu untuk bertanya.

Strategi The Learning Cell merupakan salah satu dari beberapa sistem terbaik

untuk membantu pasangan peserta didik belajar dengan lebih efektif, di mana peserta

didik bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi

bacaan yang sama.


59

Bagan Kerangka Berpikir Menurut Model Kurt Lewin

Siswa Kelas XI SMA Xaverius 2


Kota Jambi

Permasalahan:

Pada mata pelajaran Fisika persentase siswa dalam bertanya masih sangat
rendah. Dalam pembelajaran siswa masih cenderung pasif, kemampuan
bertanya siswa yang rendah, tingkat percaya diri siswa juga yang masih
rendah, dan penggunaan strategi pembelajaran yang bersifat monoton serta
guru belum melibatkan siswa secara aktif pada saat pembelajaran berlangsung.

Perencanaan:
1. Menyiapkan RPP yang akan digunakan saat proses belajar-mengajar
dengan menggunakan strategi pembelajaran the learning cell.
2. Menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan saat di kelas.

Tindakan/pelaksanaan:
Melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sesuai dengan RPP yang telah dibuat
yang telah disesuaikan dengan silabus. Pada pelaksanaannya siswa akan dibagi
secara berpasang-pasangan sesuai dengan langkah strategi pembelajaran the
learning cell yang mana salah satu menjadi penanya dan satu lagi sebagai
penjawab dan demikian sebaliknya.

Tahap Observasi/pengamatan:
Mengamati hasil dari tindakan yang telah dilakukan apakah dengan
menerapkan strategi pembelajaran the learning cell kemampuan bertanya
siswa meningkat dilihat dari banyaknya siswa yang bertanya saat
berlangsungnya pembelajaran.

Tahap Refleksi:
Dengan diterapkannya strategi pembelajaran the learning cell terdapat
peningkatan pembelajaran yaitu siswa semakin aktif dalam pembelajaran
serta kemampuan bertanya siswa meningkat.

Anda mungkin juga menyukai