A. PENGERTIAN
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau
sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah dalam
membawa oksigen (Badan POM, 2011)
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar hemoglobin kurang
dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia.
Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan
eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin
untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah gejala dari kondisi yang
mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut
oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya. (Marilyn E, Doenges,
Jakarta, 2002)
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
turun dibawah normal.(Wong, 2003)
B. KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek
produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik
Penyebab:
agen neoplastik/sitoplastik
terapi radiasi
antibiotic tertentu
obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
benzene
infeksi virus (khususnya hepatitis)
↓
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran
kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin
c. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi
artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
d. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
↓
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
Atropi papilla lidah
Lidah pucat, merah, meradang
Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor
Infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan
segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
↓
Sintesis DNA terganggu
↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi
sel darah merah:
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria
↓
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigesn pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0 g/dL
Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4 (mengancam jiwa) < 6.5 g/dL < 6.5 g/dL
C. ETIOLOGI:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin
C dan copper
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat,
vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia
karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki
cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan
vitamin untuk pertumbuhannya.
4. 4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung
(aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam
penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada
kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia
karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
D. PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor
atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel
darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
PATHWAY ANEMIA (Patrick Davey, 2002)
Pathway Anemia
1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe,
pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu
perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber
kehilangan darah kronis.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
Transplantasi sumsum tulang
Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang
dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
Dicari penyebab defisiensi besi
Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh
defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi
IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien
yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari,
secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Lakukan pengkajian fisik
2. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
3. Observasi adanya manifestasi anemia
a. Manifestasi umum
Kelemahan otot
Mudah lelah
Kulit pucat
b. Manifestasi system saraf pusat
Sakit kepala
Pusing
Kunang-kunang
Peka rangsang
Proses berpikir lambat
Penurunan lapang pandang
Apatis
Depresi
c. Syok (anemia kehilangan darah)
Perfusi perifer buruh
Kulit lembab dan dingin
Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
Peningkatan frekwensi jatung
1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan
konsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake makanan.
3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
4. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan Hb)
5. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi
7. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan
8. Keletihan b.d anemia
K. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIANGOSA
TUJUAN DAN KRITERIA
NO KEPERAWATAN INTERVENSI
HASIL
DAN KOLABORASI
1 Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation
efektif b/d penurunan keperawatan selama ……… jam Management (Manajemen
konsentrasi Hb dan perfusi jaringan klien adekuat sensasi perifer)
darah, suplai oksigen dengan kriteria : Monitor adanya daerah tertentu
berkurang - Membran mukosa merah yang hanya peka terhadap
- Konjungtiva tidak anemis panas/dingin/tajam/tumpul
- Akral hangat Monitor adanya paretese
- Tanda-tanda vital dalam Instruksikan keluarga untuk
rentang normal mengobservasi kulit jika ada
lesi atau laserasi
Gunakan sarun tangan untuk
proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan menganai penyebab
perubahan sensasi
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Patrick Davay, 2002, At A Glance Medicine, Jakarta, EMS
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/12/laporan-pendahuluan-anemia.html#.WrEsOpqyTIU
19 Maret 2018 jam 22.46
A. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis,
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut okesigen ke
jaringan (Smeltzer & Bare, 2002).
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi gangguan perfusi O2 ke
jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga
memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di
bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006).
B. Etiologi
Penyebab anemia pada dewasa terbagi menjadi dua, yakni :
1. Kehilangan sel darah merah
a. Perdarahan
2. Kekurangan zat gizi seperti Fe, asam folat, dan vitamin B12.
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang
sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi
normalnya 1 mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada
berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (mis., apabila jumlahnya lebih dari sekitar 100
mg/dL), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin (hemoglobinuria).
Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi
mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan
dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat hemolitik tersebut.
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi, biasanya
dapat diperoleh dengan dasar (1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, (2) derajat proliferasi
sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dengan biopsy; dan (3) ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemian.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh
organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ-organ penting. Salah satunya otak, otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
memperkuat penegakkan diagnosa anemia antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang
beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan
Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli.
b. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan
flowcytometri atau menggunakan rumus:
- Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin
parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi
yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl
dan makrositik > 100 fl.
- Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg
dan makrositik > 31 pg.
- Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin
dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru,
dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW
merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak
kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan
zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan
apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes
darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan
besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP
adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik
klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis
sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah
maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi.
Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang
spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum
transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator
yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10%
merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.
Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai
pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin
yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh
transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi
total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan
besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan
populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti
kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan
zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak
menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang
benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk
usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria,
yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada
dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap
saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia
60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada
wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/ l selama trimester II dan III
bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi,
keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay
immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai
beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah
hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak
ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan.
Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk
mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
F. Pathway
G. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada penderita anemia meliputi (Doenges, 1999) :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : - Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda : - Takikardi/takipnea; dispneu pada bekerja atau istirahat
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
- .Ataksia, tubuh tidak tegak
- Bahu turun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda lainnya yang menunjukkan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala : - Riwayat kehilangan darah kronis, mis., perdarahan GI kronis, menstruasi berat; angina, CHF
(akibat kerja jantung berlebih)
- Riwayat endo karditis infeksi kronik
- Palpitasi
Tanda : - TD : Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural
- Disritmia : Abnormalitas EKG, mis., depresi segmen ST dan pendataran arau depresi gelombang
T; takikardia
- Ekstremitas (warna) : Pucat pada kulit daan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)
dan dasar kuku; kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA)
- Sklera (Biru atau utih)
- Pengisian kapiler melambat
- kuku mudah patah
- Rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.
3. Eliminasi
Gejala : - Riwayat pielonefritis, gagal ginjal
- Flatulen, sindrom malabsorpsi
- Hematemesis, melena
- Diare atau konstipasi
- Penurunanhaluaran urin
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut Nurarif &
Kusuma (2013), meliputi :
I. Fokus Intervensi
1. Peningkatan perfusi jaringan
2. Memberikan kebutuhan nutrisi/cairan
3. Mencegah komplikasi
J. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan - Kaji warna kulit, suhu dan
-an perfusi keperawatan diharapkan perfusi kelembaban, apakah
jaringan jaringan perifer pasien efektif seluruh tubuh atau
perifer dengan kriteria hasil : terlokalisir
- Ukur CRT
Indikator - Palpasi nadi perifer
Tissue perfusion: cellular - Kaji fungus motorik dan
Tekanan darah sistol sensorik
Tekanan darah diastol - Kolaborasi dengan dokter
Saturasi oksigen untuk pemberian tablet
Capillary refill penambah darah atau agen
Mual yang sesuai dengan kondisi
Penurunan kesadaran anemia klien
- Berikan cairan, elektrolit
Keterangan : dan okesigen sesuai
1. Keluhan ekstrim indikasi
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah,
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin
dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan
patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik
B. Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis
eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari
beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan
sebagainya.
1. Perdarahan hebat
2. Akut (mendadak)
3. Kecelakaan
4. Pembedahan
5. Persalinan
8. Perdarahan hidung
9. Wasir (hemoroid)
C. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus
yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya
dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel
bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah,
Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
D. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam
tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan
dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif
yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel,
dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah,
letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia.
Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung(Sjaifoellah, 1998).
E. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi
saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat.
Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat
menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah,
anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah,
1998).
F. Pemeriksaan penunjang
2. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
4. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada
tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
8. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi
15. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan
16. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan
(Doenges, 1999).
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
1. Anemia defisiensi besi. Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan
yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur. Pemberian preparat fe, Perrosulfat 3x
200mg/hari/per oral sehabis makan, Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan
transfusi darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB),
angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat
pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan:
pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus,
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis,
feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal
tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka
terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk,
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons,
lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari
lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
7) Nyeri/kenyamanan
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik
terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap
dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk,
sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk
dan kebutuhan.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
C. Intervensi/Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/30/104458.htm
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
http://nursefadhil.blogspot.co.id/2016/07/laporan-pendahuluan-anemia.html
KONSEP DASAR
A. Pengertian Anemia
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml
darah (Ngastiyah, 1997).
Anemia adalah keadaan zat gizi yang berlangsung lama yang disebakan makanan
yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi atau suatu keadaan terganggunya sistem
pencernaan sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan penyerapan makanan yang di
konsumsi (Supandiman.1997).
Anemia Adalah dimana kadar Hemoglobin menurun sehingga tubuh akan mengalami
hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen berkurang.
Sedangkan menurut Arif mansoer et al, (2000) menyebutkan bahwa Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang
diperlukan untuk pematangan eritrosit.
B. Etiologi Anemia
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut
secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut
Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang
berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis
dan kekurangan zat besi.
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal
ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi
sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
E. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik
Penyebab:
- agen neoplastik/sitoplastik
- terapi radiasi, antibiotic tertentu
- obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
- infeksi virus (khususnya hepatitis)
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
↓
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
- Atropi papilla lidah
- Lidah pucat, merah, meradang
- Stomatitis angularis, sakit di sudut mulu
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
- Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
- Malnutrisi, malabsorbsi, infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik,
infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:
- Pengaruh obat-obatan tertentu
- Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
- Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
- Proses autoimun
- Reaksi transfusi
- Malaria
G. PENATALAKSANAAN ANEMIA
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Anemia aplastik:
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte
globulin ( ATG ) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika
transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfusi RBC
rendah leukosit dan platelet ( Phipps, Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ).
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada paien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
Dengan pemberian makanan yang adekuat.Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3 x
10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %. Pada defisiensi asam
folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari.
5. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan
oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan
injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup
pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1
mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
6. Anemia pasca perdarahan ;
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan
intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
7. Anemia hemolitik ;
Dengan penberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.
H. KOMPLIKASI ANEMIA
1. Gagal jantung
2. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa terbakar , Kesemutan )
3. Gagal ginjal
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
A. PENGKAJIAN
1) Aktivitas / istirahat
Gejala :keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas;
penurunan semangat untuk bekerja.Toleransi terhadap latihan rendah.Kebutuhan untuk
tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.Kelemahan otot, dan penurunan
kekuatan.Tubuh tidak tegak.Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda
lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau
depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna)
: pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.
(catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti
berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP).Sklera : biru atau putih seperti
mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB).
Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : Keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : Depresi.
4) Eleminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi.Penurunan haluaran
urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring).Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.Adanya penurunan berat badan.Tidak pernah puas
mengunyah.
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang
elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi).Bibir : selitis, misalnya inflamasi
bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan,
keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi
dingin.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi;
baik terhadap pengobatan atau kecelekaan.Riwayat kanker, terapi kanker.Tidak toleran
terhadap dingin dan panas.Transfusi darah sebelumnya.Gangguan penglihatan, penyembuhan
luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
B. MASALAH KEPERAWATAN
a. Inefektif perfusi jaringan
b. Intoleransi Aktifitas
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kelelahan/ fatigue
A. Kesimpulan
Anemia Adalah dimana kadar Hemoglobin menurun sehingga tubuh akan mengalami
hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen berkurang. Secara
fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Anemia dengan tepat sehingga dapat mencegah terjadinya
kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://lutfyaini.blogspot.co.id/2013/09/laporan-pendahuluan-dan-asuhan_29.html