Anda di halaman 1dari 7

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Bayi Baru Lahir a.

Definisi Bayi baru lahir (neonatus)


adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi
berusia satu jam yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram
(Dewi, 2010). b. Ciri-ciri Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000
gram, umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit kemerahan,
menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bayi
baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar lengan 11-12 cm,
frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan
rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks
sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ genitalia pada bayi laki-laki
testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra
berlubang serta 7 adanya labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama
berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010) c. Klasifikasi Neonatus Bayi baru lahir atau neonatus di bagi
dalam beberapa kasifikasi menurut Marmi (2015) , yaitu : 1) Neonatus menurut masa gestasinya : a)
Kurang bulan (preterm infant) : < 259 hari (37 minggu) b) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari
(37-42 minggu) c) Lebih bulan (postterm infant) : > 294 hari (42 minggu atau lebih) 2) Neonatus
menurut berat badan lahir : a) Berat lahir rendah : < 2500 gram b) Berat lahir cukup : 2500-4000
gram c) Berat lahir lebih : > 4000 gram 3) Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa
gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) : a) Nenonatus cukup/kurang/lebih
bulan (NCB/NKB/NLB) b) Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK) d.
Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui
apakah transisi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada
kelainan. Pemeriksaan medis 8 komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama kehidupan.
Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau
anomali kongenital yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan
lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal, mempertimbangkan masalah
potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi
kesehatan, terutama pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS) (Lissauer, 2013).
Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk membersihkan jalan napas,
memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan
infeksi (Saifuddin, 2008). Asuhan bayi baru lahir meliputi : 1) Pencegahan Infeksi (PI) 2) Penilaian awal
untuk memutuskan resusitasi pada bayi Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak
dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan : a) Apakah
kehamilan cukup bulan? b) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap? c) Apakah
tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif? 9 Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami
asfiksia sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi tidak
dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013) 3) Pemotongan dan perawatan tali pusat
Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi, dilakukan manajemen bayi baru
lahir normal dengan mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas dada atau perut ibu.
Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan pemotongan tali pusat dengan satu tangan
melindungi perut bayi. Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau
mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Perawatan
rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap
kering dan terpapar udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena
menghambat pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Lissauer, 2013). 4) Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di
dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu 10 untuk melaksanakan proses IMD selama 1 jam.
Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil
melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke-
45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60
menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan
perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep mata, serta
pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar menyusu
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). 5) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6
jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi (Kementerian Kesehatan RI,
2013). 6) Pemberian salep mata/tetes mata Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk
pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%,
oxytetrasiklin 1% atau 11 antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah
kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah
kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 7) Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin
K1dosis tunggal di paha kiri Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1
(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease of the newborn dapat
diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang
membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang
pasti pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir (Lowry,
2014). 8) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan Imunisasi Hepatitis B
diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah
penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang 12 dapat menimbulkan kerusakan hati
(Kementerian Kesehatan RI, 2010). 9) Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL) Pemeriksaan BBL bertujuan
untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan
dianjurkan tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3
hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 10)
Pemberian ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan
lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan
makanan pendamping sampai usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang
diatur dalam SK Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi
0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya
penculikan dan perdagangan bayi. 13 2. Makrosomia a. Definisi Bayi baru lahir makrosomia adalah
bayi baru lahir dengan berat 4000 atau lebih (Trisnasiwi, 2012). Semua bayi dengan berat badan 4000
gram atau lebih tanpa memandang umur kehamilan dianggap sebagai makrosomia (Cunningham,
2006). Bayi berat lahir besar atau BBLB adalah berat badan lahir lebih sama dengan 4000 gram atau
sama dengan makrosomia (Stoll, 2007). Makrosomia digambarkan sebagai bayi baru lahir dengan
berat lahir lebih. Makrosomia didefinisikan dalam beberapa cara yang berbeda, termasuk berat lahir
4000-4500 gram (Martin, 2007). b. Etiologi Penyebab terjadinya makrosomia dikaitkan dengan
beberapa faktor, yaitu : 1) Bayi dari ibu yang mempunyai diabetes atau IDM (infant of a diabetic
mother) berisiko tinggi mengalami sejumlah komplikasi, khususnya hipoglikemia. Kadar glukosa
maternal yang tinggi mengakibatkan peningkatan respon insulin janin. Peningkatan kadar insulin ini
mendorong pertumbuhan intrauteri yang mengakibatkan makrosomia. Makrosomia terjadi pada
20% hingga 30% IDM (Green, 2012). 2) Bayi yang lahir setelah masa gestasi 42 minggu (postmatur,
lewat waktu, lewat tanggal) sebagian besar lahir dengan berat 14 badan lebih dari 4000 gram (Green,
2012). Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal,
ataupun makrosomia (Prawirohardjo, 2009). 3) Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat
diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Mochtar, 2012). Faktor
yang memperbesar kemungkinan bayi makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar,
khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2006) 4) Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram)
dapat diperkirakan disebabkan oleh kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebihan pada
ibu dan bukan disebabkan oleh sebab lain misalnya edema (Mochtar, 2012) 5) Ibu yang pada
kehamilan pertama melahirkan bayi makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan
kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu
(Mochtar, 2012). 6) Multiparitas disebut sebagai salah satu faktor penyebab makrosomia. Ada
kecenderungan berat badan lahir anak ke dua dan seterusnya lebih besar daripada anak pertama
(Cunningham, 2006). 15 7) Bayi berat lahir besar (makrosomia) berisiko lahir dari ibu yang memiliki
indeks massa tubuh (IMT) ≥30 kg/m2 (Rahmah, 2014). 8) Kondisi lain seperti kondisi lingkungan,
nutrisi, dan hormonal kehamilan yang secara potensial diatur oleh gen, usia ibu, serta ras dan etnik
juga merupakan beberapa faktor penyebab terjadinya makrosomia pada bayi baru lahir. c.
Patofisiologi Selama masa kehamilan terdapat sejumlah perubahan hormonal yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan glukosa pada janin. Pada trimester I kehamilan, mulai terjadi peningkatan
human placental lactogen dan prolaktin yang mencapai puncaknya pada akhir trimester III (minggu
ke-35). Human placental lactogen (hPL) memiliki struktur kimia yang mirip dengan prolaktin dan
growth hormone. Efek utama hPL adalah terhadap insulin dan metabolisme glukosa (Prawirohardjo,
2009). Kombinasi hPL dan prolaktin memicu semacam resistensi insulin yang dapat dideteksi dengan
adanya hiperinsulinemia 2 jam pos prandial. Sebagai akibat mekanisme resistensi insulin tersebut,
pada sebagian ibu hamil akan terjadi hiperglikemia relatif (diabetes mellitus gestasional). Keadaan
hiperglikemia pada ibu tentu sangat berpengaruh pada janin, karena transfer glukosa dari darah ibu
ke sirkulasi janin terjadi secara difusi melalui placenta, sehingga janin 16 juga mengalami
hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia janin tersebut selanjutnya akan memicu hiperinsulinemia pada
janin dengan akibat semakin banyak glikogen janin yang disintesis, sehingga terbentuklah
makrosomia (Current, 2007). d. Faktor Predisposisi Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013)
adalah : 1) Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya 2) Orangtua bertubuh besar,
terutama obesitas pada ibu 3) Multiparitas 4) Kehamilan lewat waktu 5) Usia ibu yang sudah tua 6)
Janin laki-laki 7) Ras dan suku Menurut Current (2007) faktor predisposisi makrosomia adalah : 1)
Faktor ibu a) Diabetes Melitus Ibu dengan diabetes melitus gestasional pada janin akan
meningkatkan resiko makrosomia (Prawirohardjo, 2009). Ibu yang mempunyai diabetes sebelum
hamil, baik diabetes tipe 1 atau tipe 2 juga merupakan salah satu faktor predisposisi makrosomia
(Current, 2007). 17 b) Obesitas Makrosomia dapat diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang
juga besar (keturunan) (Saifuddin, 2012). Faktor yang memperbesar kemungkinan bayi makrosomia
adalah orang tua yang berperawakan besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2006) c)
Pertambahan berat badan berlebih selama kehamilan. Makrosomia dapat diperkirakan disebabkan
oleh kenaikan berat badan selama kehamilan yang berlebihan pada ibu (Mochtar, 2012). Perempuan
hamil dengan obesitas atau dengan kenaikan berat badan waktu hamil berlebihan, merupakan faktor
resiko utama terjadinya preeklamsi, seksio sesarea, kelahiran prematur, makrosomia janin, dan
kematian janin (Saifuddin, 2009). d) Faktor genetik Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram)
dapat diperkirakan disebabkan oleh orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Mochtar, 2012).
Faktor yang memperbesar kemungkinan bayi makrosomia adalah orang tua yang berperawakan
besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham, 2013). 18 e) Multiparitas Ada kecenderungan berat
badan lahir anak ke dua dan seterusnya lebih besar daripada anak pertama (Cunningham, 2013). f)
Riwayat melahirkan bayi makrosomia. Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan bayi
makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama pada kehamilan
berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu (Mochtar, 2012). g) Usia kehamilan.
Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5 % pada
kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan term sebesar 30,6%. Resiko persalinan
bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2 – 4 kali lebih besar dari
kehamilan term (Prawirohardjo, 2009). h) Usia ibu Hasil dari penelitian di Korea menunjukkan bahwa
semakin tua usia ibu, semakin tinggi peluang untuk melahirkan bayi makrosomia (Kang, 2012). 19 2)
Faktor janin a) Kelainan genetik Terjadinya kelainan pertumbuhan dari janin itu sendiri yang
disebabkan oleh gen yang dibawa oleh kromosom. b) Jenis kelamin Bayi berjenis kelamin laki-laki
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian makrosomia. Bayi lakilaki lebih mungkin
dilahirkan dalam keadaan makrosomia daripada bayi perempuan. e. Faktor Risiko Beberapa faktor
yang mempengaruhi timbulnya bayi besar/makrosomia diantaranya, yaitu : 1) Diabetes pada ibu
Diabetes pada ibu merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam terbentuknya makrosomia
(Cunningham, 2006). 2) Riwayat melahirkan makrosomia Ibu yang pada kehamilan pertama
melahirkan bayi makrosomia berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama
pada kehamilan berikutnya bahkan berpeluang lebih besar dari anak terdahulu (Mochtar, 2012). 20
3) Faktor genetik Bayi besar (berat badan melebihi 4000 gram) dapat diperkirakan disebabkan oleh
orang tua bayi yang juga besar (keturunan) (Mochtar, 2012). Faktor yang memperbesar kemungkinan
makrosomia adalah orang tua yang berperawakan besar, khususnya obesitas pada ibu (Cunningham,
2006). 4) Usia kehamilan. Rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan
posterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan term sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi dengan
berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2 – 4 kali lebih besar dari kehamilan
term (Prawirohardjo, 2009). f. Tanda Klinis Bayi baru lahir makrosomia adalah bayi baru lahir dengan
berat 4000 atau lebih (Perry, 2010). Semua bayi dengan berat badan 4000 gram atau lebih tanpa
memandang umur kehamilan dianggap sebagai makrosomia (Cunningham, 2006). Bayi berat lahir
besar atau BBLB adalah berat badan lahir lebih sama dengan 4000 gram atau sama dengan
makrosomia (Stoll, 2007). Makrosomia digambarkan sebagai bayi baru lahir dengan berat lahir lebih.
Makrosomia didefinisikan dalam beberapa cara yang berbeda, termasuk berat lahir 4000-4500 gram
(Martin, 2007). 21 Perkiraan akurat berat janin berlebih tidak mungkin dilakukan sehingga diagnosis
makrosomia seringkali baru dapat ditegakkan sewaktu bayi sudah lahir dan dilakukan penimbangan
berat badan. Untuk memastikan adanya makrosomia pada bayi baru lahir terdapat tanda seperti
wajah bulat, sembab, dan menggembung, badan gemuk montok, kulit tampak flushed atau
kemerahan, peningkatan lemak tubuh, dan plasenta serta tali pusat lebih besar dari normal (Green,
2012). g. Prognosis Makrosomia yang tidak ditangani secara adekuat berisiko menimbulkan beberapa
komplikasi seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia (Cunningham, 2013). Bayi
makrosomia juga memiliki kecenderungan komplikasi seperti trombositopenia, policitemia, dan
sindrom gangguan pernapasan (Perry, 2010). Kematian bayi akibat makrosomia disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi pada saat keluaran perinatal seperti distosia bahu, Apgar skor rendah, dan
asfiksia (Ezegwui, 2011). Janin dengan berat 4000-4500 gram pada panggul normal umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Distosia akan diperoleh pada janin besar dengan berat 4500-
5000 gram atau pada kepala yang sudah keras (postmaturitas) dan pada bahu yang lebar (bayi
kingkong) (Mochtar, 2012). 22 Bayi yang memiliki berat badan lebih dari sama dengan 4000 gram
juga meningkatkan risiko beberapa penyakit ketika dewasa misalnya kanker payudara pada wanita
dan diabetes mellitus tipe 2 (Rode, 2007). h. Penatalaksanaan 1) Jika bayi terlalu besar untuk lahir
pervaginam akibat disproporsi sefalopelvik, kelahiran sesar dapat dipertimbangkan untuk melindungi
janin dari trauma lahir dan kemungkinan cedera serius (Green, 2012). 2) Pada kelahiran bahu yang
mengalami kesulitan dilakukan episiotomi yang cukup lebar untuk mengusahakan janin lahir atau
bahu dilakukan kleidotomi unilateral atau bilateral. Cedera akibat kleidotomi dikonsulkan pada
bagian bedah (Mochtar, 2012). 3) Apabila janin meninggal dilakukan embriotomi (Mochtar, 2012) 4)
Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut Wiknjosastro (2009) antara lain : a) Menjaga
kehangatan b) Membersihkan jalan nafas. c) Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat. d)
Melakukan inisiasi menyusu dini . e) Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak. f)
Memberikan salep mata/tetes mata. 23 g) Memberikan injeksi vitamin K. h) Membungkus bayi
dengan kain hangat. i) Mengkaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia dengan
mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar glukosa darah pada usia 1 jam, 2
jam, dan 4 jam, kemudian setiap 4 jam selama 24 jam hingga stabil (Davies, 2011). j) Memantau
tanda gejala komplikasi yang mungkin terjadi. k) Memberikan terapi sesuai komplikasi yang dialami
oleh bayi. i. Komplikasi Komplikasi yang mungkin akan dialami oleh bayi dengan makrosomia adalah :
1) Hipoglikemia Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar gula darah (blood sugar level/BSL) 5mg/dl.
4) Polisitemia Polisitemia adalah keadaan ketika jumlah sel darah merah (eritrosit) yang terkandung
dalam darah melampaui batas normal sehingga darah menjadi lebih kental. Biasanya didefinisikan
sebagai hematokrit (Ht) vena di atas 0,65. Polisitemia dapat terjadi pada bayi yang terlahir dari ibu
dengan diabetes melitus (Green, 2012). Bayi yang berisiko (pertumbuhan janin terhambat,
makrosomia, kembar) harus diperiksa hematokritnya (Lissauer, 2009). 5) Trombositopenia
Trombositopenia adalah penurunan kadar trombosit dalam darah akibat hemodilusi. Kadar trombosit
dalam darah adalah 4000 gram) pada persalinan sebelumnya merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya bayi makrosomia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pada bayi ibu penderita
diabetes (infants of diabetic mothers, IDM) beresiko mengalami cedera lahir dan hipoglikemia. Bayi
ini mungkin juga mengalami makrosomia atau mengalami hambatan pertumbuhan, bergantung pada
beratnya diabetes (Varney, 2008). 28 b. Data Objektif 1) Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum
dilakukan untuk mengetahui keadaan umum dan kesadaran, pengukuran tanda-tanda vital yang
meliputi suhu, nadi dan pernafasan (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mengetahui karakteristik bayi dengan makrosomia. Untuk
memastikan adanya makrosomia pada bayi baru lahir, terdapat tanda seperti wajah bulat, sembab,
dan menggembung, badan gemuk montok, kulit tampak flushed atau kemerahan, peningkatan lemak
tubuh, dan plasenta serta tali pusat lebih besar dari normal (Green, 2012). 3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang, perlu dilakukan pemeriksaan kadar gula darah, kadar kalsium dan
magnesium, hematokrit dan kadar serum bilirubin harus diperiksa apabila bayi tampak kuning. Hal
ini penting untuk dilakukan mengingat bayi makrosomia rentan terhadap kondisi hipoglikemia
maupun hipokalsemia. Bayi yang berisiko (pertumbuhan janin terhambat, makrosomia, kembar)
harus diperiksa hematokritnya (Lissauer, 2009). 29 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar a. Diagnosa
Kebidanan Diagnosa kebidanan untuk Bayi baru lahir dengan makrosomia adalah Bayi Baru Lahir Ny.
D Umur 2 jam dengan makrosomia. b. Masalah Masalah yang paling mungkin timbul dari bayi
makrosomia pada jam- jam pertama kehidupannya adalah hipoglikemi (Green, 2012) c. Kebutuhan
Kebutuhan untuk masalah hipoglikemi tersebut adalah dengan memberi asupan gula agar gula darah
terjaga. Untuk kebutuhan masalah ini bayi bisa segera dianjurkan untuk disusui ibunya. 3. Langkah
III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial/Diagnosa Potensial dan Mengantisipasi
Penanganannya. a. Diagnosa potensial pada kasus makrosomia antara lain: 1) Hipoglikemia, langkah
antisipasinya dengan melakukan pengukuran glukosa darah sewaktu. 2) Hipokalsemia, langkah
antisipasinya dengan melakukan pemeriksaan kadar kalsium dalam serum darah 30 3)
Hiperbilirubinemia, polisitemia, dan trombositopenia antisipasinya dengan pantau Hb darah tiap 6-
12 jam tanpa gejala (Cunningham, 2013). b. Penanganan antisipasi bidan : Supaya tidak terjadi
hipoglikemi, hiperbilirubinemia dan hipokalsemi yaitu dengan cara memberikan nutrisi pada bayi
terutama ASI serta berkolaborasi dengan laboratorium untuk pemeriksaan darah (Green, 2012). 4.
Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Mengevaluasi kebutuhan akan
intervensi dan/atau konsultasi bidan atau dokter yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen
kolaborasi dengan anggota tim tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kondisi yang diperlihatkan ibu
dan bayi yang baru lahir (Varney, 2008). Penatalaksanaan medis untuk bayi besar masa kehamilan
jika mengalami komplikasi salah satunya adalah terapi cairan yang perlu dilakukan kolaborasi dengan
dokter spesialis anak (Green, 2012). 5. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh
Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut Wiknjosastro dkk (2009) antara lain: a. Jaga
kehangatan b. Bersihkan jalan nafas. c. Potong tali pusat dan perawatan tali pusat. d. Lakukan inisiasi
menyusui dini . e. Bersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak. 31 f. Berikan obat mata. g.
Berikan injeksi vitamin K. h. Bungkus bayi dengan kain hangat. i. Kaji keadaan kesehatan pada bayi
dengan makrosomia dengan mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar
glukosa darah sewaktu darah pada usia 1 jam, 2 jam, dan 4 jam, kemudian setiap 4 jam selama 24
jam hingga stabil (Davies, 2011). j. Pantau tanda gejala komplikasi yang mungkin terjadi. k. Berikan
terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi. 6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan
Efisien dan Aman Pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan makrosomia dan
hipoglikemia dikerjakan sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat kecuali jika ada masalah
baru (Varney, 2008). 7. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ini melakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah.
Evaluasi yang diharapkan pada kasus bayi baru lahir dengan makrosomia adalah 32 kondisi bayi
sudah baik, kadar glukosa dan kalsium dalam darah normal (Varney, 2008). C. Follow Up Catatan
Perkembangan Kondisi Klien Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat,
logis dalam suatu metode pendokumentasian. Menurut Varney, alur berpikir logis bidan saat
merawat klien meliputi tujuh langkah. Agar orang lain mudah mengerti maka dibuat SOAP yang
merupakan sari dari tujuh langkah Varney (Varney, 2008). SOAP disarikan dari proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien. Sistem
pendokumentasian ini mempunyai dasar hukum Kepmenkes RI No : 936/MenKes/SK/VII/2007.
Follow up dilakukan selama 3 hari. 1. S = Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney. Data subjektif pada kasus bayi
baru lahir dengan makrosomia didapatkan dari hasil pemantauan bidan karena bayi belum dapat
berbicara. 2. O = Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan
sebagai Langkah 1 Varney. 33 Data obyektif meliputi pemeriksaan umum yang terdiri dari data
pemeriksaan keadaan umum bayi, kesadaran, vital sign (nadi, suhu, dan respirasi), pemeriksaan
khusus yang terdiri dari data hasil inspeksi, palpasi, perkusi serta auskultasi melalui pemeriksaan
head to toe, refleks iritabilitas, keaktifan gerak, pola nutrisi dan eliminasi, serta data penunjang yang
dapat berupa pemeriksaan laboratorium. 3. A = Assessment Menggambarkan pendokumentasian
hasil analisa yaitu bayi Ny D Umur 2 jam dengan Makrosomia. Assesment merupakan
pendokumentasian hasil analisa dan intepretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi
yang merupakan langkah 2, 3, dan 4 Varney. 4. P = Plan Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat
seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan. Tahap ini merupakan
pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan Asessment sebagai langkah
5, 6, dan 7 Varney, yaitu: a. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan Hasil : Diharapkan
kesehatan anak bertambah baik dan tidak terjadi komplikasi makrosomia. b. Memonitor keadaan
umum bayi dari tanda – tanda vital, serta memantau kadar glukosa, kalsium, bilirubin, dan
hematokrit dalam darah normal untuk menghidari komplikasi bayi makrosomia 34 antara lain
hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia dan hiperbilirubin (Varney, 2008). Hasil : Diharapkan keadaan
umum baik sadar, tanda-tanda vital dalam keadaan normal, dan kadar glukosa, kalsium, bilirubin, dan
hematokrit dalam darah normal. c. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara membungkus
bayi menggunakan selimut bayi hangat (Wiknjosastro, 2008). Hasil : Diharapkan bayi berada dalam
suhu yang normal dan tidak mengalami hipotermi.

Anda mungkin juga menyukai