Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di
rumah sakit atau klinik, dihadapkan kepada resiko terfeksi kecuali kalau
dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi.
Persalinan aman dan bersih merupakan salah satu pilar safe motherhood.
Bersih artinya bebas dari infeksi. Infeksi dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas merupakan penyebab utama kedua dari kematian ibu dan perinatal.
Persalinan terjadi di rumah sakit atau rumah sakit bersalin yang telah
menjalankan praktik pencegahan infeksi dengan baik. Dengan demikian,
infeksi nosokomial atau dengan organisme yang kebal terhadap banyak obat
menjadi rendah. Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan
dari setiap komponen perawatan BBL. Pencegahan yang dilakukan antara lain
adalah imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B). Dengan
demikian risiko infeksi bayi baru lahir dapat di minimalkan.

1.2 TUJUAN
1. Apa pengertian pencegahan infeksi?
2. Apa tujuan pencegahan infeksi ?
3. Apa prinsip-prinsip pencegahan infeksi ?
4. Bagaimana cara proses pencegahan infeksi?
5. Bagaimana proses perawatan bayi baru lahir agar tidak terkena infeksi?
1.3 RUANG LINGKUP
1. Memahami dan mengerti mengenai pencegahan infeksi.
2. Memahami tujuan mengenai pencegahan infeksi.
3. Mengetahui prinsip-prinsip pencegahan infeksi
4. Mengetahui cara dan proses dalam pencegahan infeksi.
5. Mengetahui cara perawatan bayi baru lahir agar tidak terkena infeksi.

1
BAB II
KAJIAN TEORIS

2.1 PENGERTIAN PENCEGAHAN INFEKSI


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah
proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.
Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan
perilaku.
Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di
dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005;
Linda Tietjen, 2004).
Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan dari setiap
komponen perawatan BBL. BBL sangat rentan terhadap infeksi karena system
imunitasnya masih kurang sempurna.

Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari asuhan lengkap yang


diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksakan secara rutin pada
saat menolong persalinan dan kelahiran bayi,saat memberikan asuhan dasar
selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat
menatalaksana penyulit. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan
untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya. Juga upaya-upaya menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi
mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya (Wiknjosastro,
G, 2008).

2.2 Tujuan Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi


a. Untuk meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.
b. Untuk menurunkan resiko penularan penyakit yang mematikan, seperti
Hepatitis dan HIV/AIDS.
Di masa lalu, tujuan utama PI adalah untuk mencegah infeksi serius
pascabedah. Meskipun infeksi serius pascabedah masih merupakan masalah di
banyak negara, munculnya HIV/AIDS dan masalah berkelanjutan yang terkait
dengan hepatitis telah mengubah secara dramatis fokus pencegahan infeksi.

2
Karena HIV dan hepatitis makin sering terjadi, resiko terinfeksi penyakit-
penyakit tersebut semakin meningkat (JNPK-KR, 2007).

2.3 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi


a. Setiap orang, baik ibu bayi baru lahir, dan penolong persalinan harus
b. dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat
asimtomatik atau tanpa gejala.
c. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
d. pemukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan
e. dan telah bersentuhan dengan kuliat tak utuh seperti selaput mukosa atau
darah, harus diangap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan
harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.
f. Jika tidak diketauhi apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
g. diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
h. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tetapi dapat dikurangi
i. hingga sekecil mungkin kejadiannya dengan melaksanakan prosedur
j. tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten (Sarwono, 2008).

2.4 Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions)


Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan terhadap semua pasien di semua
fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar/universal yaitu tindakan pengendalian
infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh
dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (Nursalam, 2007). Tindakan dalam kewaspadaan standar meliputi:
a. Kebersihan tangan.
b. APD : sarung tangan, masker, goggle, face shield , gaun.
c. Peralatan perawatan pasien.
d. Pengendalian lingkungan.
e. Penatalaksanaan Linen.
f. Pengelolaan limbah tajam/ Perlindungan & Kesehatan karyawan.

3
g. Penempatan pasien
h. Hygiene respirasi/Etika batuk
i. Praktek menyuntik aman
j. Praktek pencegahan infeksi unt prosedur lumbal pungsi

2.5 Kewaspadaan berdasarkan transmisi (Transmission based Precautions).


Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk
kewaspadaan standar, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang
dilakukan setelah jenis infeksinya sudah terdiagnosa atau diketahui (Akib et al,
2008).
Tujuannya untuk memutus mata rantai penularan mikroba penyebab
infeksi, jadi kewaspadaan ini diterapkan pada pasien yang memang sudah
terinfeksi kuman tertentu yang bisa ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak
kulit atau lain-lain (Muchtar, 2014).
Berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 2008, jenis kewaspadaan
berdasarkan transmisi:
a. Kewaspadaan transmisi kontak
Transmisi kontak merupakan cara transmisi yang terpenting dan tersering
menimbulkan HAIs. Kewaspadaan transmisi kontak ini ditujukan untuk
menurunkan resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan
melalui kontak langsung atau tidak langsung.
1) Kontak langsung
Meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang rentan/petugas
dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh
pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka basah
saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV
atau scabies.
2) Transmisi kontak tidak langsung
Terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang
terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang terkontaminasi,
jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang
tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan

4
anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui
tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien. Petugas harus menahan diri
untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan
terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi
permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal:
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
b. Kewaspadaan transmisi droplet
Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien
dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat
ditransmisikan melalui droplet ( > 5μm). Droplet yang besar terlalu berat untuk
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet
melibatkan kontak konjungtiva atau mukus membran hidung/mulut, orang rentan
dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap
atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkhoskopi.
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane
atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membran.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal:
commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien
terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi
fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions )


Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi
mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara.
Seperti transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.
Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba penyebab
infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil < 5μm
evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran
udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama

5
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan, misal
penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui
udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S. aureus).

2.6 Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi

Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang membantu mencegah


mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru
lahir, dan para penolong persalinan) sehingga dapat memutus rantai penyebar
infeksi, penatalaksanaan pencegahan infeksi antara lain sebagai berikut :

1) Cuci tangan
1. Cuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan cairan pembersih
tangan berbasis alkohol :
a. Sebelum dan sesudah merawat bayi serta sebelum melakukan
tindakan.
b. Sesudah melepas sarung tangan.
c. Sesudah memegang instrument atau barang yang kotor.
2. Beri petunjuk pada ibu dan anggota lainnya untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi.
3. Cara cuci tangan :
a. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan
antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik
(handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar
ruangan pelayanan pasien secara merata.
b. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60
detik.
c. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
d. Biarkan tangan kering di udara atau keringkan denga kertas bersih
atau handuk pribadi.

6
6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan
gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling


mengunci

7
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

4. Membersihakn tangan dengan caiaran pembersih berbasis alkohol (


dibuat dari 2 ml gliserin dan 100 ml alkohol 60 % ), lebih efektif
dibanding dibanding dengan cuci tangan, kecuali kalua tangan memeang
kelihatan kotor. Cara membersihkan tangan dengan memakai cairan
pembersih tangan berbasis alkohol :
a. Basahi seluruh permukaan tangan dan jari dengan cairan pembersi
tangan.
b. Basuh dan gosokkan cairan ketangan sampai kering.

2) Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya


Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak
utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya) atau peralatan, sarung
tangan atau sampah yang terkontaminasi.
Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap
ibu atau bayi baru lahir setelah terjadi kontak langsung untuk menghindari
kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang
berbeda pula.

8
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian sarung tangan :

a) Gunakan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur
apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan dibawah kulit
seperti persalinan, penjahitan vagina atau pengambilan darah
b) Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah atau
cairan tubuh
c) Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan,
menangani sampah, juga membersihkan darah atau cairan tubuh. Sarung
tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarananya sangat terbatas,
sarung tangan bisa digunakan berulang kali jika dilakukan dekontaminasi,
cuci dan bilas, desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi. Jika sarung tangan
sekali pakai digunakan berulang kali, jangan diproses lebih dari tiga kali
karena mungkin telah terjadi robekan / lubang yang tidak terlihat atau
sarung tangan dapat robek pada saat sedang digunakan.
3). Menggunakan tekhnik asepsis atau aseptik

Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru
lahir, dan petugas penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi beberapa aspek :

a) Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi Perlengkapan pelindung


pribadi mencegah petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi
dengan cara menghalangi atau membatasi (kaca mata pelindung, masker
wajah, sepatu boot atau sepatu tertutup, celemek) petugas dari cairan
tubuh, darah atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik. Masker
wajah dan celemek plastik sederhana dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia di masing-masing daerah jika
alat atau perlengkapan sekali pakai tidak tersedia.
b) Antisepsis Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah
infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada
jaringan tubuh atau kulit. Karena kulit dan selaput mukosa tidak dapat
disterilkan maka penggunaan antiseptik akan sangat mengurangi jumlah
mikroorganisme yang akan mengkontaminasi luka terbuka dan
menyebabkan infeksi. Cuci tangan secara teratur diantara kontak dengan

9
setiap ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme pada kulit.
c) Menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi
1) Gunakan kain steril
2) Berhati-hati jika membuka bungkusan atau memindahkan bendabenda
ke daerah yang steril/ disinfeksi tingkat tinggi
3) Hanya benda-benda steril disinfeksi tingkat tinggi atau petugas dengan
atribut yang sesuai yang diperkenankan untuk memasuki daerah steril/
disinfeksi tingkat tinggi
4) Anggap benda apapun basah, terpotong atau robek sebagai benda yang
terkontaminasi
5) Tempatkan daerah steril/disinfeksi tingkat tinggi jauh dari pintu atau
jendela
6) Cegah orang-orang yang tidak memakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril menyentuh peralatan yang ada di daerah steril.
Antiseptik
Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan yang tidak
mampu menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan
disinfektan. Larutan antiseptik memerlukan waktu beberapa menit setelah
dioleskan pada permukaan tubuh agar dapat mencapai manfaat yang
optimal. Karena itu, penggunaan antiseptik tidak diperlukan untuk
tindakan kecil dan segera (misalnya penyuntikan oksitosin secara intra
muskular pada penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, memotong tali
pusat) asalkan peralatan yang digunakan sudah didisinfeksi tingkat tinggi
atau steril. Pengelolaan Cairan Antiseptik Cara pencegahan kontaminasi
larutan antiseptik dan desinfektan :
1. Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan (jika
pengenceran diperlukan).
2. Jika yang tersedia kemasan antiseptik besar, untuk pemakaian
sehari – hari tuangkan ke dalam wadah lebih kecil (untuk
mencegah penguapan dan kontaminasi).

10
3. Buat jadwal rutin yang tetap (misalnya tiap minggu) untuk
menyiapkan larutan dan membersihkan wadah pemakaian sehari –
hari (resiko kontaminasi pada cairan yang disimpan lebih dari satu
minggu).
4. Berhati – hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada
saat menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil (pinggiran
wadah larutan utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah yang
lebih kecil).
5. Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta
membiarkannya kering dengan cara diangin – anginkan setidaknya
sekali seminggu (tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian
ulang).
6. Menuangkan larutan antiseptik ke gulungan kapas atau kasa
(jangan merendam gulungan kapas atau kasa di dalam wadah
ataupun mencelupkannya ke dalam larutan antiseptik).
7. Menyimpan larutan di tempat yang dingin dan gelap.
(Wiknjosastro, G, 2008)
4). Memproses alat bekas pakai
Pemprosesan peralatan (terbuat dari logam, plastik, dan karet) serta
benda – benda lainnya dengan upaya pencegahan infeksi,
direkomendasikan untuk melalui tiga langkah pokok yaitu :
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah langkah pertama yang penting dalam
menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan, dan benda – benda
lainnya yang terkontaminasi. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung
tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks, jika
menangani peralatan yang sudah digunakan atau kotor. Segera setelah
digunakan, masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Daya kerja larutan klorin akan cepat
mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24 jam,
atau lebih cepat jika terlihat telah kotor atau keruh.

11
b. Pencucian dan pembilasan.
Pencucian adalah cara paling efektif mikroorganisme pada
peralatan / perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan. Baik sterilisasi
maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses
pencucian sebelumnya jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat
dicuci segera setelah dikontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk
mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci
tangan dengan seksama secepat mungkin. Perlengkapan / bahan – bahan
untuk mencuci peralatan :
1) Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari
lateks.
2) Sikat halus (boleh menggunakan sikat gigi).
3) Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml, untuk membilas bagian dalam
kateter, termasuk kateter penghisap lendir).
4) Wadah plastik atau baja antikarat (stainless steel).
5) Air bersih.
6) Sabun atau deterjen.
Tahap – tahap pencucian dan pembilasan :
a) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan.
b) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi.
c) Agar tidak merusak benda – benda yang terbuat dari plastik atau karet,
jangan dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
d) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati – hati :
(1) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa
darah dan kotoran.
(2) Buka engsel gunting dan klem.
(3) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok
peralatan.
(4) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada
peralatan.
5) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan
air dan sabun atau deterjen.

12
(6) Bilas benda – benda tersebut dengan air bersih.

e). Ulangi prosedur tersebut pada benda – benda lain.

f). Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi tempatkan
peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai
proses DTT.
g) Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau
direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak
usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.
h) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan
sabun dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.
i) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin –
anginkan. Untuk mencuci kateter (termasuk kateter penghisap lendir),
lakukan tahap- tahap berikut ini :
1) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga
dari lateks pada kedua tangan.
2) Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap
lendir).
3) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter
sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau
deterjen.
4) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih.
5) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering
sebelum dilakukan proses DTT.
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan Sterilisasi
Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir
semua mikroorganisme penyebab penyakit pada bendabenda mati / instrumen.
Disinfeksi Tingkat Tinggi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara
merebus atau secara kimiawi. Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme (Bakteri, jamur, parasit dan virus)
termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen.
(Wiknjosastro, G, 2008).

13
DTT dapat dilakukan dengan cara merebus, mengukur / secara kimiawi
(Wiknjosastro, G, 2008) DTT dengan cara merebus :
1) Gunakan panci dengan penutup yang rapat.
2) Gunakan air setiap kali mendesinfeksi peralatan.
3) Rendam peralatan sehingga semuanya terendam di dalam air.
4) Mulai panaskan air.
5) Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih.
6) Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah
penghitungan waktu dimulai.
7) Rebus selama 20 menit.
8) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus.
9) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum
digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam keadaan lembab
maka tingkat pencapaian desinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga).
Setelah peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah
desinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai satu
minggu asalkan penutupnya tidak dibuka. (Wiknjosastro, G, 2008)

DTT dengan uap panas :


1) Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci, maka sarung tangan ini
siap DTT dengan uap tanpa diberi talek.
2) Gunakan panci perebus yang memiliki tiga susun nampan pengukus.
3) Gunakan bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai, sarung
tangan dapat dipakai tanpa membuat kontaminasi baru.
4) Letakkan sarung tangan pada baki atau nampan pengukus yang berlubang
di bawahnya. Agar mudah dikeluarkan dari bagian atas panci pengukus,
letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya ke arah tengah panci. Jangan
menumpuk sarung tangan (lima sampai sepuluh pasang sarung tangan bisa
diletakkan di panci pengukus, tergantung dari diameter panci).
5) Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung
tangan. Susun tiga nampan pengukus di atas panci perebus yang berisi air.
Letakkan sebuah panci perebus kosong di sebelah kompor.

14
6) Letakkan penutup di atas panci pengukus paling atas dan panaskan air
hingga mendidih. Jika air mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang
dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh
mikroorganisme. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap dengan
cepat dan bahan bakar akan terbuang.
7) Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah
penghitungan waktu. Catat lamanya pengukusan sarung tangan dalam
buku khusus. Kukus sarung tangan selama 20 menit.
8) Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan
goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat
menetes keluar.
9) Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah
kompor.
10) Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi
sarung tangan tersusun di atas panci perebus yang kosong. Letakkan
penutup di atasnya hingga sarung tangan menjadi dingin dan kering tanpa
terkontaminasi.
11) Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di
dalam panci selama 4-6 jam. Jika diperlukan segera, biarkan sarung tangan
menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30
menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit bagian jari
sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit
dipakai atau digunakan). (Wiknjosastro, G, 2008).
Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering,
gunakan cunam penjepit atau pinset desinfeksi tingkat tinggi untuk
memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut dalam
wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat (sarung tangan bisa
disimpan di dalam panci pengukus yang berpenutup rapat). Sarung tangan
tersebut bisa disimpan sampai satu minggu. DTT Kimiawi :
1) Letakkan peralatan yang kering, sudah didekontaminasi dan dicuci
ke dalam wadah. Kemudian isi wadah tersebut dengan larutan
kimia. Ingat : jika peralatan masih dalam kondisi basah sebelum

15
direndam dalam larutan kimia maka dapat terjadi pengeceran
tambahan terhadap larutan tersebut dan membuatnya menjadi
kurang efektif.
2) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan
kimia.
3) Rendam peralatan selama 20 menit.
4) Catat lama waktu peralatan direndam dalam larutan kimia di buku
khusus.
5) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai
kering di wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup.
6) Setelah kering peralatan dapat digunakan dengan segera atau
disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup
rapat. (Wiknjosastro, G, 2008)
DTT kateter secara kimiawi :
1) Siapkan larutan klorin 0,5 %.
2) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah
tangga dari lateks pada kedua tangan.
3) Letakkan kateter yang sudah dicuci dan kering di dalam larutan
klorin. Gunakan tabung suntik steril atau desinfeksi tingkat tinggi
yang besar untuk membilas bagian dalam kateter dengan larutan
klorin. Ulangi pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam
dalam larutan.
4) Biarkan kateter terendam selama 20 menit.
5) Gunakan tabung suntik desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
besar dan air yang direbus sedikitnya 20 menit untuk membilas
kateter.
6) Biarkan kateter kering dengan cara diangin-anginkan dan kemudian
segera digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat
tinggi yang bersih. (Wiknjosastro, G, 2008)
Selain DTT, petugas dapat menggunakan metode sterilisasi pada
instrumen logam dan sarung tangan, yaitu :

16
1) Sterilisasi dengan otoklaf 106 kPa pada temperatur 1210 C selama
30 menit jika instrumen terbungkus dan 20 menit jika tidak
terbungkus.
2) Panas kering pada temperatur 1700 C selama 60 menit.
3) Instrumen disimpan dalam wadah steril yang berpenutup rapat.
5. Menangani peralatan tajam dengan aman

Luka tusuk benda tajam(misalnya jarum)merupakan salah satu alur utama


infeksi HIV dan Hepatitis B di antara para penolong persalinan.Oleh karena
itu,perhatikan pedoman sebagai berikut;

a. Letakkan benda-benda tajam diatas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi
atau dengan menggunakan”daerah aman”yang sudah ditentukan(daerah
khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam).
b. Hati- hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara
tidak sengaja.
c. Jangan menutup kembali,melengkungkan,mematahkan atau melepaskan
jarum yang akan dibuang.
d. Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan
perekat jika sudah dua pertiga penuh.Jangan memindahkan bendabenda
tajam tersebut ke wadah lain.Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi
harus dibakar didalam insinerator.
e. Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara
insinerasi,bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5%(dekontaminasi),tutup
kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian kuburkan.
Cara menggunakan teknik satu tangan:
a. Letakkan penutup jarum pada permukaan yang keras dan rata.
b. Pegang tabung suntik dengan satu tangan dan gunakan ujung jarum
untuk mengait penutup jarum.Jangan memegang penutup jarum
dengan tangan lainnya.
c. Jika jarum sudah tertutup seluruhnya,pegang bagian bawah jarum dan
gunakan tangan yang lain untuk merapatkan penutupnya.

17
6. Mengelola sampah medik,menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
Sampah terdiri dari yang terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini difokuskan kepada sampah
terkontaminasi (darah, nanah, urin, kotoran manusia, dan bendabenda yang
tercemar oleh cairan tubuh) yang berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang
melakukan kontak atau menangani sampah tersebut,termasuk anggota masyarakat.
Pengelolaan sampah terkontaminasi meliputi :
a. Setelah selesai melakukan suatu tindakan dan sebelum melepaskan sarung
tangan, letakkan sampah terkontaminasi (kasa, gulungan kapas, perban, dan
lain – lain) ke dalam tempat sampah kedap air / kantong plastik sebelum
dibuang.
b. Hindarkan terjadinya kontak sampah terkontaminasi dengan permukaan luar
kantong.
c. Pembuangan benda – benda tajam yang terkontaminasi dengan
menempatkannya dalam wadah tahan bocor (misalnya botol air mineral dari
plastik atau botol infus), kotak karton yang tebal atau wadah yang terbuat
dari logam.
d. Singkirkan sampah terkontaminasi dengan cara dibakar. Jika hal ini tidak
memungkinkan, kubur bersama wadahnya.
e. Bersihkan percikan darah dengan larutan klorin 0,5% kemudian seka dengan
kain atau pel.
f. Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta dorong atau
lemari tertutup untuk mencegah kontaminasi debu.
g. Bersihkan tempat tidur, meja, dan troli dengan kain yang dibasahi klorin
0,5% dan deterjen. h. Seka celemek dengan klorin 0,5%.
h. Bersihkan lantai dengan lap kering, jangan disapu. Seka lantai dengan
campuran klorin 0,5% dan deterjen.
i. Gunakan sarung tangan karet tebal atau sarung tangan rumah tangga dari
lateks.
j. Bersihkan dinding, gorden, dan tirai sesering mungkin untuk mencegah
terkumpulnya debu. Bila terpecik darah segera bersihkan dengan klorin
0,5%. (Wiknjosastro, G, 2008)

18
2.7 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pengertian APD
Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan
Alat Pelindung Diri (APD) adalah pakaian khusus atau peralatan yang digunakan
oleh karyawan untuk perlindungan diri dari bahan yang menular (Centers for
Disease Control and Prevention). APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk
melindungi diri terhadap bahaya- bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis
dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun
tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada dengan menggunakan
APD (Mulyanti, 2008).
Berdasarkan Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2015. APD merupakan solusi pencegahan
yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan
kimia. APD digunakan untuk melindungi kulit dan membran mukosa petugas
kesehatan dari resiko terpaparnya darah, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh,
dan selaput lendir pasien serta semua jenis cairan tubuh pasien. Jenis-jenis
tindakan beresiko yang menggunakan alat-alat seperti perawatan gigi, tindakan
bedah tulang, otopsi dan tindakan rutin (KEMENKES, 2010).
2. Tujuan menggunakan APD
Alat pelindung diri bertujuan untuk melindungi dirinya dari sumber
bahaya tertentu, yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan pekerjaan dan
sebagai usaha untuk mencegah atau mengurangi kemungkinana cedera atau sakit
(Siburian, 2012).

Alat pelindung diri merupakan komponen utama personal precaution


beserta penggunaannya yang biasa digunakan perawat sebagai kewaspadaan
standar (standard precaution) dalam melakukan tindakan keperawatan menurut
Departemen Kesehatan RI, 2007 yang bekerjasama dengan Perhimpunan
Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) tahun 2008.

19
3. Jenis-Jenis APD
a. Sarung tangan
Sarung tangan digunakan oleh petugas kesehatan dianjurkan untuk dua
alasan utama, yaitu:
1) untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
darah dan cairan tubuh pasien;
2) untuk mengurangi resiko penyebaran kuman ke lingkungan dan transmisi
dari petugas kesehatan ke pasien dan sebaliknya, serta dari satu pasien ke
pasien lain (WHO, 2009).
Sarung tangan steril digunakan untuk intervensi bedah dan beberapa
perawatan non-bedah, seperti kateter pembuluh darah pusat serta saat akan
memegang atau kontak dengan peralatan steril atau luka (Kozier, 2002; WHO,
2009).
Sarung tangan tidak perlu digunakan saat tindakan ambulasi klien,
tindakan yang kontak dengan kulit utuh, mengganti cairan infus, memeriksa
tanda-tanda vital, atau mengganti linen, kecuali terdapatnya tumpahan cairan
tubuh kontaminasi (Kozier, 2002).
Gunakan sarung tangan yang berbeda untuk setiap pasien, saat
menggunakan sarung tangan hindari kontak pada benda-benda yang tidak
berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, serta tidak dianjurkan
menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-benar diperlukan, kecuali
dalam tindakan yang memerlukan waktu yang lama dan tindakan yang
berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak (KEMENKES,
2010).

Penggunaan sarung tangan harus tepat atau sesuai dengan indikasi, hal ini
berhubungan dengan pemborosan sarung tangan. Kondisi ini berkaitan juga
dengan ketersediaan fasilitas atau pasokan sarung tangan yang disediakan dan
biaya, jadi petugas kesehatan terutama perawat sangat penting untuk dapat:
1) mengidentifikasi situasi klinis ketika sarung tangan tidak perlu digunakan;
2) membedakan situasi atau tindakan yang harus memakai sarung tangan atau
tidak;

20
3) memilih jenis sarung tangan yang paling tepat yang akan digunakan.
Selain berkaitan dengan biaya dan fasilitas sarung tangan yang tersedia,
penggunaan sarung tangan dengan tepat berkaitan dengan penularan atau
kontaminasi dari sarung tangan tersebut, sedangkan kontaminasi dapat
dicegah dengan melakukan cuci tangan dengan benar (WHO, 2009).
b. Masker
Masker digunakan untuk menghindarkan perawat menghirup
mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah penularan patogen
dari saluran pernapasan perawat ke klien, begitu pula sebaliknya. Misalnya
berinteraksi atau memberikan tindakan pada klien yang menderita infeksi
penularan lewat udara (airborne), misalnya merawat pasien tuberculosis. Saat
menggunakan masker minimalkan pembicaraan, serta masker yang sudah lembab
segera diganti dan masker hanya digunakan satu kali (Potter & Perry, 2005).
c. Goggle atau Kacamata
perawat atau bidan menggunakan kacamata pelindung, masker, atau
pelindung wajah saat ikut serta dalam prosedur invasif yang dapat menimbulkan
adanya percikan atau semprotan darah atau cairan tubuh lainnya meliputi
pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat
bekas pakai. Kacamata harus terpasang dengan pas sekeliling wajah sehingga
cairan tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata (Potter & Perry, 2005).
d. Gown atau Gaun pelindung
Gaun digunakan untuk melindungi seragam atau baju petugas dari
kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi,
serta digunakan untuk menutupi pakaian atau seragam saat merawat pasien yang
atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara. Gaun pelindung harus
dipakai bila kontak dalam ruang isolasi ada indikasi misalnya saat membersihkan
luka, melakukan tindakan drainase, membuang cairan terkontaminasi, mengganti
pembalut, menangani pasien pendarahan massif, melakukan tindakan bedah,
otopsi dan perawatan gigi. Saat membuka gaun harus berhati-hati untuk
meminimalkan kontaminasi terhadap tangan dan seragam (Potter & Perry, 2005).

21
e. Penutup kepala atau Topi
Penutup kepala atau topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit
kepala sehingga mencegah mikroorganisme yang terdapat di rambut dan kulit
kepala tidak masuk atau jatuh ke daerah atau alat yang steril. Topi digunakan
untuk melindungi petugas kesehatan dari darah atau cairan tubuh yang
menyemprot atau terpercik (KEMENKES, 2010).

f. Sepatu Pelindung (Pelindung Kaki)


Sepatu pelindung adalah sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang
bekerja diruangan tertentu misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang
isolasi, ruang pemulasaran, dan petugas sanitasi, tidak boleh dipakai ke ruangan
lainnya. Tujuannya untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan atau percikan
darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan (KEMENKES, 2010).

2.8 Pembersihan dan Pembuangan Tempat Sampah

Membersihkan secara teratur dan teliti akan mengurangi mikro


organisme dipermukaan dapat mencegah infeksi dan luka.
1. Setiap perawatan BBL harus mempunyai jadwal membersihkan.
2. Ikuti petunjuk membersihkan.
3. Yakinkan selalu tersedia ember bersih yang berisi cairan clorin 0,5% atau
cairan local yang ada atau cairan pembersih yang aman.
4. Segera bersihkan darah dengan menyemprot cairan clorin 0,5%. Bungkus
dan tutup dengan kain linen yang bersih dan simpan dalam lemari
tertutup untuk mnghindari kontaminasi dengan debu.
Sesudah digunakan, basuh tempat tidur, meja, dan troli untuk tindakan
menggunakan cairan pembersih dengan larutan clorin 0,5% atau cairan
diterjen.
5. Lantai dan permukaan yang horizontal harus dibersihkan setiap hari atau
sesuai dengan kebutuhan dengan cairan pembersih larutan clorin 0,5%
dan cairan diterjen.

22
6. Pisahkan cairan yang terkontaminasi misalnya darah, nanah, dan barang
yang kotor dari beda yang tidak tekontaminasi dan bakarlah.
7. Yakinkan bahwa barang tajam yang terkontaminasi telah dibakar dan
dikubur.

2.9 Cara Lain Pencegahan Infeksi


1. Ruang perawatan resiko di lokasi diare yang tidak terlalu banyak dilewati
orang dan jalur masuknya terbatas.
2. Bila mungkin, sediakan ruangan khusus dan bayi baru lahir yakinkan
bahwa tenaga yang berhubungan langsung dengan BBL telah di
imunisasikan rubella, campak, hepatitis B, dan parotitis serta mendapat
vaksin influenza setiap tahun.
3. Tenaga yang mempunyai lesi atau infeksi kulit tidak boleh dating dan
berhubungan langsung dengan bayi baru lahir.

2.10 Pencegahan Penyakit Infeksi Janin dan Bayi Baru Lahir


Pencegahan telah lama menjadi satu satunya alternative dalam
memerangi penyakit infeksi baya baru lahir. Selama 50 tahun terakhir ini
upaya pencegahan berhasil mengurangi resiko infeksi janin dan bayi baru
lahir di Negara-negara berkembang.keberhasilan ini telah dilaksanakan
melalui :
1. Imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisella, dan hepatitis B).
2. Pengobatan antenatal sifilis maternal, gonorhoe, klamidea.
3. Penggunaan profilaksia obat tetes mata postnatal untuk mencegah infelsi
mata (konjungtivitis) karena klamidea, gonorhoe dan jamur (kandida).
4. Pengobatan profilaksis perempuan hamil yang beresiko terhadap penyakit
group B streptococcus.
5. Pengobatan dengan anti retroviral (ARV) maternal (antenatal dan
intrapartum) dan bayi baru lahir (post natal) untuk mencegah HIV.

23
BAB III
KAJIAN JURNAL

3.1 PENGETAHUAN DAN SIKAP MAHASISWA AKPER TERHADAP


PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL FLEBITIS
Hasil penelitian pada bulan Juni 2012 terhadap 63 orang mahasiswa D-III
keperawatan yang sedang menjalani praktik di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung,
didapatkan gambaran pengetahuan responden tentang pencegahan infeksi
nosokomial flebitis yaitu dalam kategori kurang (42 responden atau 66.67%).
Hasil ini Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriya, Ade (2011)
dengan jumlah sampel sebanyak 59 mahasiswa keperawatan di Universitas
Sumatera Utara sebagai responden yang memiliki pengetahuan tentang
pemasangan terapi intravena mencegah flebitis dalam kategori baik sebanyak
74,6% dan kategori sedang sebanyak 25,4%.
Banyak faktor yang memungkinkan kurangnya pengetahuan mahasiswa D-III
keperawatan yang sedang menjalani praktik di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung,
hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pendidikan dan informasi pendukung
tentang pencegahan infeksi nosokomial flebitis di perkuliahan. Institusi
pendidikan memiliki kewajiban untuk mendidik dan memberikan informasi secara
spesifik kepada mahasiswanya tentang pencegahan infeksi nosokomial, salah
satunya adalah flebitis, sebagai bekal yang mendasar sebelum mahasiswa terjun
untuk praktik di rumah sakit dan berhubungan langsung dengan pasien. Hal inilah
yang perlu di evaluasi oleh institusi pendidikan agar para mahasiswanya
mengetahui pencegahan infeksi nosokomial flebitis yang meliputi hand hygiene,
tindakan aseptik pada saat pemasangan infus, tindakan aseptik pada saat
pemberian obat melalui infus, pemilihan dan pergantian lokasi infus dan balutan,
monitoring area dipasangnya infus, dan tindakan aseptik pada saat mengganti
balutan IV.

24
3.2 PERAN ALKOHOL 70%, POVIDON-IODINE 10% DAN KASA
KERING STERIL DALAM PENCEGAHAN INFEKSI PADA
PERAWATAN TALI PUSAT

Hasil
Tabel 1 Menunjukkan bahwa alkohol 70% mampu mencegah terjadinya infeksi
pada perawatan tali pusat.

Tabel 1. Distribusi neonatus berdasarkan keadaan tali pusat, Perawatan dengan


Alkohol 70%
Keadaan tali pusat Jumlah Neonatus Persen
Sehat 12 100%
Infeksi 0 100%
Jumlah 12 100%

Tabel 2 menunjukkan bahwa povidone-iodine 10% mampu mencegah terjadinya


infeksi pada perawatan tali pusat.

Tabel 2. Distribusi neonatus berdasarkan keadaan tali pusat, Perawatan dengan


kasa kering steril.
Keadaan tali pusat Jumlah Neonatus Persen
Sehat 12 100%
Infeksi 0 100%
Jumlah 12 100%

Tabel 3 menunjukkan bahwa kasa kering steril mampu mencegah terjadinya


infeksi pada perawatan tali pusat.

Tabel 3. Distribusi neonatus berdasarkan keadaan tali pusat, Perawatan dengan


Alkohol 70%

25
Keadaan tali pusat Jumlah Neonatus Persen
Sehat 12 100%
Infeksi 0 100%
Jumlah 12 100%

Tabel 4 memperlihatkan rata-rata terjadinya pelepasan tali pusat. Pada perlakuan


dengan kasa kering steril didapatkan hari yang paling cepat terjadinya pelepasan
tali pusat yaitu 6,42 hari diikuti hasil perlakuan povidone-iodine 10% (7,25 hari)
dan alkohol 70% (7,33 hari).

Tabel 4. Lama pelepasan tali pusat pada perawatan tali pusat dengan
menggunakan Alkohol 70%, povidone-iodine 10% dan kasa kering steril.
Jenis perlakuan Hari terjadinya pelepasan tali pusat
lama (hari) Rata-rata
Alkohol 70% 88 7,33
Povidone-iodine 10% 87 7,25
Kasa kering steril 77 6,42

Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna hasil aktivitas


masing-masing perlakuan terhadap hari perawatan tali pusat.

Tabel 5. Analisis Sidik Ragam Hari Terjadinya Pelepasan Tali Pusat pada
Perawatan Tali Pusat dengan menggunakan Alkohol 70%, povidone-iodine 10%
dan kasa kering steril.
SK db JK KT Fhitung FTabel5%
Kelompok perlakuan 2 6,1 7 3,09
Galat 33 127,83 3,87 0,79* 2,89
Total 35 134 6,96
Keterangan * : Tidak terdapat keragaman yang nyata dari tiap perlakuan menurut
uji F pada taraf kepercayaan.

26
3.3 HUBUNGAN VULVA HYGIENE DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI
LUKA PERINEUM PADA IBU POST PARTUM DI RUMAH SAKIT
PANCARAN KASIH GMIM MANADO.
Hasil penelitian yang diperoleh dari 36 responden yang diambil secara
total sampling menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 25-29 tahun
berjumlah 18 responden (50%) dan yang paling sedikit berusia > 34 tahun
berjumlah 1 responden (2,8%). Sesuai dengan penelitian sebelumnnya yang
dilakukan oleh Herawati (2010), faktor usia sangat berpengaruh dimana
pencegahan infeksi luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua.
Distribusi responden berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa
responden yang paling banyak berpendidikan SMA dengan jumlah 28 responden
(77,8 %) dan yang paling sedikit S1 berjumlah 1 responden (2,8 %). Hal ini
sejalan dengan pendapat Koentjoroningrat yang dikutip oleh Nursalam dan Siti
Pariani (2002), makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima
informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki ibu post
partum khususnya mengenai pencegahan infeksi luka perineum.
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang paling banyak memiliki
pekerjaan IRT dengan jumlah 26 responden (72,2 %) sedangkan paling sedikit
memiliki pekerjaan PNS yang berjumlah 4 responden (11,1 %). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian dari Yuliana (2013), dimana ibu yang bekerja akan mudah
mendapatkan informasi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square pada tingkat
kemaknaan á = 0,05 atau interval kepercayaan p < 0,05. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,001 < á (0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
hubungan vulva hygiene dengan pencegahan infeksi luka perineum pda ibu post
partum di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Kemudian didapatkan
OR = 10,667 yang berarti bahwa peran vulva hygiene baik berpeluang 10 kali
lebih besar terhadap pencegahan infeksi dibandingkan dengan,vulva hygiene
kurang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harijati (2012), terhadap 30
responden di RB/BKIA Ny. Harijati didapatkan bahwa 26 responden (86,67%)
berperilaku positif tentang vulva hygiene dan 4 responden (13,33%) berperilaku

27
negative tentang vulva hygiene. Hal ini dipengaruhi oleh umur yang matang,
tingkat pendidikan dan informasi yang didapat.

3.4 HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN SUPERVISI


DENGAN KINERJA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSUD
HAJI MAKASSAR
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (87,3%), dengan
kelompok umur 20-29 tahun (56,8%), tingkat pendidikan terbanyak D3 (89,1%),
dan masa kerja 1-5 tahun (52,5%) (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuan responden tentang infeksi nosokmial tergolong cukup (72,9%),
motivasi responden dalam pencegahan infeksi nosokomial tergolong tinggi
(77,1%), supervisi kepala ruangan menurut responden tergolong baik (83,1%),
dan kinerja responden tergolong baik (71,2%). (Tabel 2).
Variabel pengetahuan menunjukkan sebagian besar responden
berpengetahuan cukup yaitu 86 orang (72,9%) dan yang berpengetahuan kurang
sebesar 32 (27,1%) (Tabel 2). Deskripsi pengetahuan dengan kinerja
menunjukkan bahwa persentase kinerja baik sabagian besar dimiliki oleh perawat
yang berpengetahuan cukup yaitu berjumlah 74 orang (86,0%) dan perawat yang
memiliki pengetahuan kurang dan kinerja baik berjumlah 10 orang (31,3%).

3.5 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI LUKA
OPERASI DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA.
Hasil penelitian mengenai masa kerja, jumlah perawat yang masa kerja
kurang atau sama dengan 10 tahun 74,2 % yang patuh, sedangkan perawat yang
masa kerja lebih dari 10 thaun sebanyak 50,0 % yang patuh. Hasil penelitian dapat
diasumsikan bahwa perawat yang masa kerja kurang atau sama dengan 10 tahun
lebih patuh perilakunya dalam pencegahan infeksi luka operasi dibandingkan
dengan perawat yang masa kerjanya lebih dari 10 tahun. Sedangkan kelompok
masa kerja lebih dari 10 tahun yang berjumlah 50,0 %. Menurut Sunaryo (2004)
semakin lama seseorang mengeluti bidang pekerjaannya semakin trampil

28
seseorang dalam bekerja atau berkarya. Dengan uji chi-square sebesar 2,540 dan
signifikansi 0,111, maka dapat disimpulkan “tidak ada hubungan yang bermakna”
antara masa kerja perawat dengan perilaku kepatuhan perawat dalam pencegahan
infeksi luka operasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Hasil penelitian mengenai motivasi, jumlah perawat yang mempunyai
motivasi rendah yang patuh 50,0 % dan jumlah perawat yang mempunyai
motivasi tinggi yang patuh 82,6 %.
Hasil penelitian mengenai sikap, jumlah perawat yang sikapnya tidak baik
angka kepatuhan sebesar 50,0 %, sedangkan perawat yang sikapnya baik 80,0 %.
Hasil penelitian mengenai kepedulian, jumlah perawat yang tidak peduli
mempunyai angka kepatuhan 50,0 % dan perawat yang peduli mempunyai angka
kepatuhan 82,6 %.

29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Pencegahan infeksi membantu semua petugas pelayanan kesehatan


rumah sakit dan penyelia klinik, untuk memahami prinsip-prinsip dasar
pencegahan infeksi, termasuk siklus penyebaran penyakit dan konsep-konsep
lainnya yang penting.
Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan dari setiap
komponen perawatan BBL. Pencegahan yang dilakukan antara lain adalah
imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B). Dengan demikian
risiko infeksi bayi baru lahir dapat di minimalkan.

4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kristik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan pembuatan makalah yang selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna untuk menambah
pengetahuan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ilah Sursilah, tahun 2010. Pencegahan infeksi dalam pelayanan kebidanan.


Yogyakarta. Dee Publis.

Juliana Br Sembiring S.ST.,M.Kes, Asuhan Neonatus.bayi,balita, anak


prasekolah. Yogyakarta 55581. Deepublish mei 2017.

Potter, P. A and Perry, A. G. 2005. Buku Ajar fundamentak Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 . Penerjemah Yasmin Asih, Dkk. Jakarta :
Trans Info Media (TIM).

Sarwono Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo

Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan


BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo.

Abdul Bari Saifudin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember 2014

E-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2 Oktober 2015

Jurnal Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005

Jurnal Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran

31

Anda mungkin juga menyukai