Anda di halaman 1dari 32

1.Jelaskanetiologidanpatofisiologi hypoalbuminemia!

Jawab :
Hipoalbuminemiaadalahkadar albumin yang
rendah/dibawahnilainormalataukeadaandimanakadar albumin serum < 3,5 g/dL
Etiologi
Hipoalbuminemiadapatdisebabkanolehpenurunanproduksialbumin,sintesis yang
tidakefektifkarenakerusakanselhati,kekurangan intake protein,peningkatanpengeluaran albumin
karenapenyakitlainnya,daninflamasiakutmaupunkronis. Penyebabterjadinya hypoalbuminemia
iniantaralain:
1.Malnutrisi protein
Asam amino diperlukandalamsintesa albumin, akibatdaridefesiensi intake protein
terjadikerusakanpada reticulum endoplasmasel yang berpengaruhpadasintesis albumin
dalamselhati.
2.Sintesis yang tidakefektif
Padapasiendengansirosishepatisterjadipenurunansintesis albumin
karenaberkurangnyajumlahselhati.Selainituterjadipenurunanalirandarah portal kehati yang
menyebabkanmaldistribusinutrisidanoksigenkehati.
3.Kehilangan protein ekstravaskular
Kehilanganprotein massif padapenderitasindromnefrotik ,dapatterjadikebocoran protein 3,5 gram
dalam24jam.Kehilangan albumin juga dapatterjadipasiendenganlukabakar yang luas.
4. Inflamasiakutdankronis
Kadar albumin rendahkarenainflamasiakutdanakanmenjadi normal
dalambeberapaminggusetelahinflamasihilang. Padainflamasiterjadipelepasansitokin (TBF,IL-6)
sebagaiakibatresponinflamasipada stress fisiologis (infeksi,bedah, trauma)
mengakibatkanpenurunankadaralbumin.

PatofisiologiHipoalbuminemia
Hipoalbumindisebabkanolehhilangnya albumin melaluiurindanpeningkatankatabolisme albumin
di ginjal.Sintesis protein di
hatibiasanyameningkat( namuntidakmemadaiuntukmenggantikehilanganalbumin dalamurin),
tetapimungkin normal ataumenurun.
Peningkatanpermeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria
danhipoalbumineia.Sebagaiakibatnyahipoalbuminemiamenurunkantekananonkotik plasma
koloid, meyebabkanpeningkatanfiltrasitranskapilercairankeluartubuhdanmenigkatkan edema.
1.http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/353/--asuriyani-17634-1-09-a.su-%29.pdf

2. Mengapa BAK berkurang dan keruh ?


Pada sindrom nefrotik terjadi gangguan pada filtrasi di glomerulus (nefron) terjadi
gangguan pada susunan normal tonjolan kaki epitel yang mengurangi jumlah celah filtrasi
interpodosit yang fungsional. Walau setiap celah bersifar permeable, gangguan ini dapat
mengakibatkan turunnya laju filtasi gromerulus (LGF/GFR) yang berakibat turunnya volume
urin yang dihsilkan maka urin yang dihasilkan akan sedikit.
Urin pasien berwarna keruh diakibatkan banyak zat yang tidak terfiltrasi (lolos) karena
kebocoran glomerulus. Gambaran klinis utama pada sindrom nefrotik adalah edema + urin
keruh,gelap,dan bahkan berbusa(banyak kandungan protein). Perubahan integritas membrane
peningkatan permebilitas glomerulus sehingga protein plasma dapat hilang (lolos)  terjadi
proteinuria  hipoalbuminemia Penurunan tekanan osmotic plasma cairan intravaskuler
pindah ke interstisial  volume cairan intravaskuler berkurang  jumlah aliran darah ke renal
berkurang karena terjadi hipovolemi  mekanisme kompensasi yaitu dengan memproduksi
rennin-angiotensin  dibentuk ADH dan Aldosteron  terjadi retensi K,air, dan natrium
Edema.
Karena penurunan dari plasma albumin daran (karena lolos ke urin) terjadi onkotik plasma 
peningkatan strimulasi lipoprotein sebagai kompensasi terjadi peningkatan produksi
lipoprotein di hati sebagai kompensasi hilangnya protein dan lemak yang banyak di urin 
hiperlipidemia hiperkolesterol dan trigliserida.
Sumber :
1. O Callaghan, Chris. At A Glance Ginjal Edisi 2. Jakarta : EMS. 2007.pg 76
2. Departemen Ginjal FK Unimus. E-Journal : Sindrom Nefrotik. Available at http ://
digilib.unimus.ac.id diakses pada 28 Maret 2016

3. sindrom nefrotik

a. Definisi

Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada


anak.Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa

gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin

pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL,

edema, dan hiperkolesterolemia.

b. Etiologi

Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu

kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.

1) Kongenital

Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah11 :

- Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)

- Denys-Drash syndrome (WT1)

- Frasier syndrome (WT1)

- Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)

- Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)

- Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6)

- Nail-patella syndrome (LMX1B)

- Pierson syndrome (LAMB2)

- Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)

- Galloway-Mowat syndrome

- Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome

2) Primer

Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer

atau idiopatik adalah sebagai berikut :

- Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)

- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

- Mesangial Proliferative Difuse (MPD)

- Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)

- Nefropati Membranosa (GNM)


3) Sekunder

Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain

sebagai berikut :

- lupus erimatosus sistemik (LES)

- keganasan, seperti limfoma dan leukemia

- vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan

poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik

dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik,

purpura Henoch Schonlein

- Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)

glomerulonephritis

c. Gambarah histopatologis
terdapat gejala klinik yang khas pada masing
masing gambaran histopatologi penderita sindrom nefrotik. Untuk
gambaran histopatologi tipe Minimal Change Disease, 2/3 kasus diawali
oleh infeksi saluran nafas atas dan edema terjadi pada wajah serta tungkai.
Pada lesi Membranous Nephropathy, terdapat gambaran klinis proteinuria
non-selektif dan hematuria mikroskopik. Untuk lesi Focal Segmental
Glomerulosclerosis, terdapat gambaran klinis hipertensi dan hematuria
mikroskopik, sedangkan hipotensi dan lipodistrofi banyak terjadi pada lesi
Membranoproliferative Glomeruloneohritis.
Penelitian mengenai distribusi gejala klinik berdasarkan gambaran
histopatologi pada penderita sindrom nefrotik belum dilakukan. Oleh
karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hal tersebut.

Epidemiologi & Faktor Risiko

Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. 90%
dari sindrom nefrotik pada anak merupakan sindrom nefrotik primer sisanya merupakan sindrom
nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di
indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar
2:1 dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.

Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan kebanyakan kasus nefrotik
sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi minimal. Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang
secara proprosional sesuai dengan umur onset terjadinya penyakit. Faktor risiko sebagai berikut.
 Berat badan lahir rendah cukup bulan
 Usia > 6 bulan
 Laki-laki : perempuan 2 : 1
Manifestasi Klinik
Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi;menurunnya nafsu makan, malaise,bengkak pada
kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan urin berbusa. Abdomen mungkin membesar
karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya
cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat
asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Pada
keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.
Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat
berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat
siang hari cairan terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri. Pada
anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun sekali saat berdiri (orthostatic
hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi. Produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat
terjadi jika terjadi kebocoran cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke
ginjal berkurang. Biasanya renalfailure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-tiba. Defisiensi zat gizi
dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta
hilangnya kalsium tulang. Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya
bukan berkaitang denganadanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus.
Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang meningkat atau edema,
atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema dinding
perut. Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi psikososial yang merupakan
akibat stess nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang.

Patofisiologi
Proteinuria
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadilebih berat dibandingkan
proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas
terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus. Perubahan selektifitas terhadap protein dan
perubahan filtrasi glomerulus bergantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat
diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan negatif
pada membran basal glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan
negatif tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom,
konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak
protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar
sehingga protein muatan netral dapat melalui barier. Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia
terutama albumin, hal ini disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya
degradasi dalam tubulus renal yang melebihi daya sintesis hati.

Edema
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori overfille.
Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin
(hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan
intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga
terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang reabsorbsi natrium di
tubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang
mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan
natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme intra renal primer
dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang
meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek
intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema yang terjadi
diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap
adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik.
Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik
dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia. Pada
Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat.

Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni:

(1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein.
(2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama
yang mengambil lemak dari plasma.

Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan temuan yang sering dijumpai pada pasien dengan proteinuria berat dan
dianggap sebagai tanda klinis pada sindrom nefrotik. Kolesterol serum, VLDL, LDL, trigliserida meningkat
sedangkan HDL dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan sintesis
lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer. Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi
oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Pada hiperlipidemia tidak jarang didapatkan konsetrasi serum kolesterol melebihi 500 mg/dl(13 mmol/L)
dan kadar serum trigliserid yang tinggi.

Komplikasi:

 Hiperkoagulabilitas
Kondisi ini diakibatkan gangguan protein pada kaskade koagulasi. Selain itu, agregasi trombosit
juga meningkat, dan diperberat kondisi imobilitas, infeksi, dan hemokonsentrasi juga akan
memperberat kondisi ini. Komplikasi yang dapat terjadi adalah thrombosis dan tromboemboli
yang dapat terjadi kapan saja
 Infeksi
Infeksi yang sering terjadi adalah pneumonia, peritonitis, dan selulitis. Infeksi menjadi lebih
rentan terjadi karena cairan yang menumpuk di ruang ekstraseluler merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya bakteri. Kulit penderita Sindrom Nefrotik juga rapuh sehingga menjadi port
d’entrée kuman. Selain itu terjadi kelemahan mekanisme pertahanan tubuh
 Gangguan fungsi ginjal: Gangguan ginjal akut dan penyakit ginjal kronis (PGK)
Gangguan ginjal akut dapat muncul dari berbagai penyebab (prerenal atau renal) pada pasien
sindrom nefrotik. Pasien SN juga berisiko mengalami PGK dalam perjalanannya
 Gangguan keseimbangan nitrogen
Keseimbangan nitrogen menjadi negative karena adanya proteinuria massif. Terdapat penurunan
massa otot sebesar 10-20%.
 Gangguan kardiovaskular
 Shock
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan
hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
Tatalaksana:

 Kortikosteroid
Untuk penanganan sindrom nefrotik menurut International Cooperative Study of Kidney Disease
in Children (ISKDC) adalah prednison dengan dosis 60 mg/hari (2 mg/kgBB) setiap hari selama 4
minggu, dilanjutkan dengan 40 mg/m/hari secara intermiten (3 hari dalam 1 minggu) atau dosis
alternating (selang sehari) selama 4 minggu. Bila kambuh setelah pengobatan dihentikan, maka
pengobatan diulang dengan dosis penuh tiap hari sampai terjadi remisi dan dilanjutkan dengan 4
minggu dosis intermiten atau selang sehari. Cara kerjanya adalah dengan mengurangi biosintesis
prostglandin melalui penurunan ekskresi enzimsikolooksigenase (COX1 dan COX2) sehingga
proses inflamasi dapat dihambat
Efek samping pemberian obat yang lama dapat menimbulkan efek samping yaitu moon face,
obesitas, hipertensi, osteoporosis, gangguan pertumbuhan dan gangguan psiko-emosional.
 Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
 Terapi simtomatik:
1. Edema
Metode yang lebih aktifdan fisiologik untuk mengurangi edema adalah yang merangsang
diuresisdengan pemberian albumin (salt poor albumin): 0,5-1gr/kgBB selama satu jamyang
disusul kemudian oleh furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan ini bisadiulangi selama 6
jam bila perlu. Diuretic yang biasa dipakai adalah diuretic jangka pendek seperti furosemid
atau asam etakrinat. Cara kerja dari furosemide adalah dengan menghambat sistem
transport gabungan Na+/K+/Cl2-pada ascendinglimb loop of henle.
Pemakaian diuretic yangberlangsung lama dapat menyebabkan hipovolemia, hypokalemia,
alkalosis, hiperuricemia, pengingkatan urea dan asam urat, serta gangguan GIT.
2. Proteinuria
ACE(Angiotensin Converting Enzyme) atau ARB (Angiotensin Receptor Blocker)inhibitors
(misalnya captopril,lisinopril) bekerja sebagai anti proteinuria. Cara kerja kedua obat ini
dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatis untuk
mengubah permeabilitas glomerulus.Tetapi penderita yang mempunyaikelainan fungsi ginjal
yang ringan atau berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah.

Non farmakologi:

 Diet. Pola makan yang dianjurkan untuk pasien Sindrom Nefrotik adalah rendah garam (,2
g/hari), rendah lemak jenuh, serta rendah kolestrol
 Asupan protein 0,8 g/kgBB/hari ditambah dengan ekskresi protein dalam urin selama 24 jam.
Apabila fungsi ginjal menurun, asupan protein diturunkan menjadi 0,6 g/kgBB/hari ditambah
dengan ekskresi protein dalam urin selama 24 jam
 Restriksi cairan untuk membantu mengurangi edema
 Hindari obat-obatan yang nefrotoksik (OAINS, antibiotik golongan aminoglikosida, dan
sebagainya)
Prognosis:

Pada umumnya sebagian besar (80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap
pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps berulang dan sekitar 10%
tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid. Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-
keadaan disertai hipertensi, termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder, gambaran histopatologi dengan
kelainan yang buruk.

4. definisi, jenis, dan patofisiologi, etiologiedema


Definisi
Edema adalahpenimbunancairan yang berlebih di anatarasel-
seltubuhataudalamberbagaironggatubuh.
EtiologidanPatogenesis
Timbulnya edema dapatditerangkandenganmempertimbangkanberbagaigaya yang
padakeadaan normal mengaturpertukarancairanmelaluidindingpembuluh. Faktor-
faktorlokalmencakuptekananhidrostatikdalammikrosirkulasidanpermeabilitasdindingpembuluh.K
enaikantekananhidrostatikcenderungmemaksacairanmasukkedalamruanginterstisialtubuh.Karena
alasan yang sederhanaini, kongestidan edema cenderungterjadisecarabersamaan.Seperti yang
sudahditerangkandalampembicraanperadangan, makakenaikanlokalpermeabilitasdindingterhadap
protein memungkinkanmolekul-molekulbesarinilolosdaripembuluh, dansecara osmotic
cairanakanmenyertainya. Olehkarenaitu, edema adalahbagian yang
mencolokdarireaksiperadanganakut.Penyebab local lain pembentuknya edema
adalahobstruksisaluranlimfatik, yang padakeadaan normal
bertanggungjawabataspengalirancairaninterstisial.Jikasaluraninitersumbatkarena alas an apa pun,
makajalankeluarcairan yang pentinginiakanhilang, mengakibatkanpenimbunancairan, yang
disebutlimfedema. Limfedematerdapatpadaberbagaiperadangan yang
mengenaipembuluhlimfatik, mungkin paling
seringdijumpaisecaratidaksengajasetelaheksisiatauiradiasilimfatik local
sebagaibagiandariterapikanker.Contohkhasjenis edema iniadalahpembekakanpadaeksremitasatas
yang kadang-
kadangterlihatsetelahmastektomiradikaldenganpemotongankelenjargetahbeningaksila.
Faktor-faktorsistemikdapatjugamempermudahpembentukan
edema.Karenakeseimbangancairanbergantungpadasifat-sifatosmotik protein serum, makakeadaan
yang disertaiolehpenurunankonsentrasi protein inidapatmengakibatkan
edema.Padasindromnefrotik, sejumlahbesar protein hilangdalam urine,
danpenderitamenjadihipoproteinemiadan
edema.Hipoproteinemiapadapenyakithatitahaplanjutjugadapatmempermudahpembentukan
edema.Dalamkeaadankelaparan edema hasil massif
seringmenyertaihipoproteinemiaakibatkekuranggizi.
Jenis-jenis Edema
a. Edema lokalisata (Edema lokal)
Hanya terbatas pada organ / pembuluh darah tertentu. Terdiri dari :
- Ekskremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh limfe
- Ekskremitas (bilateral), biasanya pada ekskremitas bawah
- Muka (facial)
- Asites (cairan di rongga peritoneal)
- Hidrothorax (cairan di rongga pleura)

b. Edema generalisata (Edema umum)


Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh pasien.
Biasanya pada :
- Gagal jantung
- Sirosis hepatis
- Gangguan eksresi

Selainitu, edema jugadapatdibagimenjadi :


a. Edema intraselular

Edema yang biasanya terjadi akibat depresi sistem metabolik jaringan dan tidak adanya
nutrisi sel yang adekuat.

b. Edema ekstraselular

Edema yang biasanya disebabkan oleh kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang
interstitial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan
dari interstitium ke dalam darah.
Jenis edema berdasarkanpenekananpadakulit :
1. Edema pitting adalah mengacu pada perpindahan (menyingkirnya) air interstisial oleh
tekanan dari pada kulit yang meninggalkan cekungan. Setelah tekanan dilepas
memerlukan beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali pada keadaan semula.
Edema pitting sering terlihat pada sisi dependen,seperti sokrum pada individu yang
tirah baring,begitu juga dengan tekanan hidrostatik grafitasi meningkatkan akumulasi
cairan di tungkai dan kaki pada individu yang berdiri.

2. Edema Non pitting adalah terlihat pada area lipatan kulit yang longgar,seperti
periorbital pada wajah. Edema non pitting apabila ditekan, bagian yg ditekan itu akan
segera kembali ke bentuk semula.
5. definisi proteinuria dan patofiologi
Definisi Proteinuria
Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin orang dewasa yang melebihi nilai
normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2. Dalam
keadaan normal, protein di dalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional. Urin
normal mengandung hanya sedikit protein, kurang dari 10 mg / dl atau 150 mg/24 jam. Ada juga
kepustakaan yang menuliskan bahwa protein urin masih dianggap fisiologis jika jumlahnya
kurang dari 200 mg/hari pada dewasa (pada anak-anak 140 mg/m2)
Patofisiologi Proteinuria
Pada keadaan normal selektifitas muatan listrik dan ukuran dari dinding kapiler
glomerulus akan mencegah protein ( albumin, globulin dan molekul protein plasma yang besar )
melewatinya. Membran glomerulus mengandung komponen muatan negatif, yang dapat
menyebabkan penurunan filtrasi dari substansi anionik seperti albumin. Protein adalah
bermuatan negatif dan hampir seluruhnya dihambat oleh dinding sel glomeruli. Protein
mengalami filtrasi di membran glomerulus melalui seleksi perbedaan berat molekul dan muatan
listrik.(18,36)
Proteinuria terjadi karena molekul protein dapat melewati membran glomerulus. Hal ini
dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomeruli, peningkatan tekanan
intra glomerular atau keduanya.

Hiperglikemia merupakan faktor resiko utama terjadinya proteinuria karena dapat


meningkatkan tekanan intraglomerular.(37) Hiperglikemia dapat merubah selektifitas perbedaan
muatan listrik pada dinding kapiler glomeruli dan menyebabkan peningkatan permeabilitas. Pada
ginjal yang sehat 99% albumin yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali di tubulus. Heparan
sulfat merupakan molekul utama di membran glomerulus yang bermuatan negatif dan disintesis
didalam endotel sel mesangial dan sel myomedial. Setelah mengalami sulfasi di dalam alat
Golgi, Heparan Sulfat Proteoglikan ini akan masuk ke dalam matriks ekstraselular dari
glomerulus dan arteri besar. Pada glukosa darah tidak terkontrol terjadi inhibisi enzim N-
deacetylase yang berperan pada sintesa heparan sulfat akibat penurunan sintesa heparan sulfat,
maka muatan negatif glomerulus berkurang sehingga protein yang bermuatan negatif lolos ke
urin
Sumber : Protein dalam urin. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2011. Medan

6 definisi dan mekanisme hiperkolesterol

Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia)
yaitu kadarkolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia berhubungan erat
dengan kadar kolesterol LDL di dalam darah.
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan dengan lipid yang berbentuk
globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein :
kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid dalam darah akan mempengaruhi
kolesterol, trigliserida dan keduanya(hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia atau
kombinasinya yaitu hiperlipidemia). Hiperlipoproteinemia biasanya juga terganggu.
Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 – 220 mg/dl serum) merupakan
gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan berat badan dan diet.
Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan
penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135 mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan
lemak dan kemudian membentuk plak pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya
akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis dan penyakit jantung koroner.
Jalur transport lipid dan tempat kerja obat
1. Jalur eksogen
Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kiomikron yang
kemudian akan diangkut ke saluran limfe dan masuk ke duktus torasikus. Di dalam
jaringan lemak, trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein
lipase yang terdapat pada permukaan endotel sehingga akan membentuk asam lemak dan
kilomikron remnan (kilomikron yang kehilangantrigliseridanya tetapi masih memiliki
ester kolesterol). Kemudian asam lemak masuk ke dalam endotel ke dalam jaringan
lemak dan sel otot yang selanjutnya akan diubah kembali menjadi trigliserida atau
dioksidasi untuk menghasilkan energi.

Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan mekanisme endositosis


dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol bebas yang berfungsi sintesis membran
plasma, mielin dan steroid. Kolesterol dalam hepar akan membentuk kolesterol ester atau
diekskresikan dalam empedu atau diubah menjadi lipoprotein endogen yang masuk ke
dalam plasma. Jika tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan
terjadi sintesis kolesterol dari asetat.

2. Jalur endogen
Trigliserida dan kolesterol dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL ke jaringan
kemudian mengalami hidrolisis sehingga terbentuk lipoprotein yang lebih kecil IDL dan
LDL. LDL merupakan lipoprotein dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%).
Peningkatan katabolisme LDL di plasma dan hepar yang akan meningkatkan kadar
kolesterol plasma. Peningkatan kadar kolesterol tersebut akan membentuk foam cell di
dalam makrofag yang berperan pada arterosklerosis prematur

Hiperkolesterolemia yang disebabkan proteinuria pada sindrom nefrotik biasanya karena


terjadinya kenaikan lipid dan lipoprotein pada sindrom nefrotik sangat kompleks, oleh karena
adanya pengaruh timbale balik proses metabolism lipoprotein.
Keadaan hipoproteinemia atau hipoalbuminemia akan menyebabkan kompensasi pembentukan
berbagai jenis protein termasuk lipoprotein oleh hati sehingga pada penderita sindrom nefrotik
dapat ditemukan adanya hiperkolesteromia . selain itu kliens lemak yang berkurang
menyebabkan terjadinya peningkatan lemak dalam darah.
Disamping albumin, enzim-enzim penting lainnnya yang berperan dalam metabolism kolesterol
ikut keluar bersama albumin melalui gromeruli yang mengakibatkan kolesterol dalam darah
tinggi.

7. Interpretasi data sesuai pemicu


8. Mengapa edema dapat berkurang pada siang hari ?
Manifestasi utama dari sindrom nefrotik adalah edema. Dari ringan  anasarka
(generalisata). Sering ditemukan periorbital (sekitar mata) dan terjadi puffy eye
Spasium periorbital (periorbital space) adalah ruangan potensial yang melingkupi
musculus orbicularis occuli. Albuminuria = terdapat albumin dalam urin = jumlah albumin
dalam darah menurun, dimana albumin merupakan protein plasma yang banyak di dalam darah
--- menyebabkan perubahan osmolalitas --- terjadi edema anasarka (generalized edema),
biasanya pitting edema (edema yang akan membekas bila ditekan dan bersifat lunak)
Edema seringkali pada bagian yang banyak jaringan ikat longgar seperti di wajah, area
periorbital, dan area genitalia.
Pada pasien sindroma nefrotik, biasanya edema pada periorbital terjadi di pagi hari karena saat
tidur, tubuh berada pada posisi yang datar, sehingga akumulasi cairan akibat edema anasarka
tersebar di seluruh tubuh dan menempati ruang-ruangan potensial di tubuh, termasuk di ruang
periorbital.
Karena tubuh berada posisi horizontal, cairan mengisi ruang-ruang potensial di seluruh
tubuh yang memiliki jaringan lebih longgar, termasuk bagian wajah. Dari beberapa ruang
potensial di bagian wajah, spasium periorbital lebih mudah terlihat ketika terisi cairan (edema).
Spasium periorbital merupakan ruangan potensial yang melingkupi musculus orbicularis occuli.
Pada keadaan normal, ruangan ini tidak ada. Ruangan ini akan terbentuk jika terjadi keadaan
patologis. Daerah ini akan terlihat bengkak pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Hal ini
dikarenakan kulit yang menyelimuti daerah periorbital sangat tipis, yaitu kurang dari 1 mm.
Lapisan kulit di daerah ini tidak memiliki lemak subkutan sehingga puffy eyes lebih mudah
terjadi.
Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-
daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau
labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab berpindah dengan
perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan
kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada siang hari aktivitas banyak di luar dn
sedikit menggunakan posisi horizontal sehingga dapat terjadi perubahan posisi tubuh yang
menyebabkan cairan berpindah.
Sumber :
• Kenneth M. Hargreaves, Stephen Cohen. 2010. Cohen's Pathways of The Pulp, 10th
Edition. St. Louis, Mo.: Mosby Elsevier.

• Lane, Jerome C. 2014. Pediatric Nephrotic Syndrome Clinical Presentation; available at


http://emedicine.medscape.com/article/982920-clinical
• Pakasa NM, Sumaili EK. The nephrotic syndrome in the Democratic Republic of Congo.
N Engl J Med. Mar 9 2006;354(10):1085-6.

9. pasien dapat berktifitas dengannormal

PASIEN MASIH BISA BERAKTIVITAS PADA PEMICU

Pasien masih bisa beraktivitas karena dilihat dari gejala hanya menunjukan bengkak ditungkai
dan kelopak mata sembab, namun demam, sesak dan kuning disangkal, serta dari pemeriksaan
fisik yang menunjukan TD, Detak Nadi, laju napas yang cenderung normal. Jika dilihat dari gejala
tersebut pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari karena tidak menunjukan gejala yang
mengganggu.

10. umumnya sindrom nefrotik diklasifikasikan menjadi sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik
sekunder. Pada sindrom nefrotik primer terjadi kelainan glomerulus di mana faktor etiologinya tidak
diketahui. Penyakit ini 90% ditemukan pada kasus anak. Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis
dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok yaitu sindrom nefrotik kongenital, responsif steroid dan
resisten steroid (Wirya 2002). Sindrom nefrotik primer yang biasanya paling banyak menyerang anak
berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal dan majoriti. Sindrom nefrotik bawaan diturunkan
sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal dan resisten terhadap semua pengobatan.

Berikut adalah tabel klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik primer pada anak

Sindrom nefrotik sekunder timbul menyertai suatu penyakit yang telah diketahui etiologinya.
Penyebab yang sering dijumpai adalah penyakit metabolik atau kongenital, infeksi, paparan
toksin dan alergen, penyakit sistemik bermediasi imunologik, neoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52808/5/Chapter%20II.pdf
11. Apa yang menyebabkan terganggunya filtrasi glomerulus dan apa akibatnya?

Jawaban:
Ada hal-hal yang menyebabkan terganggunya filtrasi glomerulus:
1. Adanya inflamasi

Nefritis merupakan penyakit infeksi pada ginjal. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh
bakteri Streptococcus yang masuk melalui saluran pernapasan lalu ikut terbawa oleh
darah menuju ginjal. Infeksi ini menyebabkan peradangan. Peradangan tersebut
menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk menyaring sel-sel darah dan protein yang
masuk bersama dengan urine primer.
2. Rusaknya glomerulus

Anuria atau gagal ginjal adalah kegagalan ginjal dalam membentuk urine. Kondisi ini
disebabkan oleh glomerulus yang mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut
menyebabkan proses filtrasi tidak bisa dilakukan sehingga urine yang dihasilkan tidak
ada.
3. Perubahan permeabilitas glumerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein
plasma normal terutama abumin

Dari gangguan tersebut dapat menyebabkan terjadinya proteinuria.

DK2P1
1. Sistem Urogenital
a. Embriogenesis
(Sumber: Paulsen, F; Waschke, J. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid . Jakarta: EGC.
Edisi 23)

b. Anatomi
1) Ren dan Ureter
2) Vesica Urinaria
3) Uretra
d. Biokimia
1) Natrium dan Air
2) Hormon Antidiuretik
3) Sistem Renin- Angiotensin- Aldosteron (SRAA)
(Sumber : Marks, Dawn B; Marks, Allan D; Smith, Colleen M. 2000. BIOKIMIA
KEDOKTERAN DASAR: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC).
15. Hormon ADH dan mekanisme Counter Current

ADH juga disebut vasopressin arginine (AVP), adalah suatu peptide yang memiliki 9
asam amino denga sebuah jembatan disulfide. Hormone ini disintesis sebagai prohormone di
neuron hipotalamus yang badan selnya terletak di nucleus supraoptikus dan paraventrikularis.
Gen untuk ADH juga mengkode neurofosin II, suatu protein pengangkut yang menyalurkan
ADH ke bawah melalui akson yang berakhir di hipofisis posterior tempat penyimpanan ADH.

Pengeluaran ADH dari vesikel penyimpanannya di neurohipofisis (hipofisis posterior,


pars nervosa) diatur terutama oleh osmolalitas plasma (konsentrasi zat terlarut yang secara
osmotis aktif dalam milimol/ kg air plasma). “Set point” (patokan) rerata untuk osmolalitas
plasma yang normal adlah 282 mmol/kg dengan batas normal plus-minus 1,8%. Apabila
osmolalitas plasma meningkat melebihi ambang osmotic kritis sebesar 287 mmol/kg,
pengeluaran ADH meningkat cepat. Pengeluaran ini merupakan konsekuensi aktivitas
osmoreseptor yang terletak di membrane sel neuron supraoptikus dan paraventrikularis
hipotalamus dan mungkin juga di sel system a. karotis. Osmostat ini mampu mendeteksi
peningkatan sekecil 3-5% di atas osmolalitas plasma “patokan”, terutama apabila kecepatan
peningkatannya tinggi (>2% /jam).

Faktor hemodinamik juga cukup berpengaruh pada pengeluaran ADH. Penurunan


tekanan darah arterri rerata dan/atau volume plasma “efektif” sekecil 10% dapat dideteksi oleh
reseptor peka-tekanan (baroreseptor) yang terletak di sel atrium kiri jantung dan, dengan tingkat
yang lebih rendah, sinus karotikus. Melalui suatu jalur aferren polisinaps, impuls saraf yang
dihasilkan akibat penurunan “regangan” baroreseptor tersebut mempengaruhi neuron di nucleus
supraoptikus dan paraventrikularis hipotalamus untuk mengeluarkan ADH.

Efek biologis utama ADH adalah meningkatkan resorpsi air bebas dari urin di dalam
lumen bagin distal tubulus ginjal ke dalam sel tubulus. ADH berikatan dengan reseptor spesifik
V2 di membrane nonluminal (basolateral) sel tersebut, menyebabkan pengaktifan adenilat siklase,
yang membentuk cAMP, cAMP mengaktifkan protein kinase A, yang kemudian melakukan
fosforilasi terhadap protein yang merangsang ekspresi gen untuk akuaporin-2 (suatu anggota
family protein serupa yang membentuk saluran air). Akuaporin-2 bermigrasi ke membrane
luminal sel tubulus, menembusnya dan membentuk pori atau saluran tempat air secara bebas
berdifusi ke dalam sel tubulus. Air kemudian mengalir melalui saluran di membrane plasma
menuju ke dalam ruang intestinum. Akhirnya air masuk kembali ke dalam darah.

Pengaturan Ekskresi Air


Pengaturan jumlah air yang diekskresikan juga merupakan fungsi ginjal yang penting. Derajat
relatif pengenceran atau pemekatan urin dapat diukur dalam pengertian osmolalitas. Apabila
individu mengalami dehidrasi atau kehilangan cairan, maka dalam urin akan terdapat lebih
sedikit air dan secara proporsional akan terdapat lebih banyak partikel (yang mennjukkan
osmolalitas yang tinggi) yang membuat urin menjadi lebih pekat. Kalau seseorang
mengekskresikan air dengan jumlah yang besar ke dalam urin, maka partikel-partikel tersebut
akan diencerkan (yang menunjukkan osmolalitas yang rendah) dan urin akan tampak encer.
Jumlah air yang direabsorpsi berada dibawah kendali hormon anti diuretik (ADH atau
vasopresin). Dengan menurunnya asupan air, osmolalitas darah cenderung meningkat dan
menstimulasi pelepasan ADH. Kemudian ADH bekerja pada ginjal untuk meningkatkan
reabsorpsi air dan dengan demikian akan mengembalikan osmolalitas darah pada keadaan
normalnya. Kehilangan kemampuan untuk memekatkan dan mengencerkan urin merupakan
manifestasi penyakit ginjal yang dini. Pada keadaan ini akan di ekskresikan urin yang encer
dengan berat jenis yang tetap (kurang lebih 1,010) atau osmolalitass yang tetap (kurang lebih 300
mOsm/L).
Mekanisme pemekatan ginjal, ekskresi kelebihan solut dan mekanisme counter-current,
Menurut (Guyton, 1995) dan (Ganong, 2002)
Proses untuk pemekatan dan pengenceran urine sangat penting, pada proses pemekatan urine
dapat membuang solut yang berlebihan dengan kehilangan air sekecil mungkin dari tubuh,
misalnya, bila orang berada di gurun pasir dengan suplai air yang tidak memadai. Dalam proses
ini ginjal mempunyai mekanisme khusus untuk memekatkan urine tersebut, yang disebut
mekanisme countercurrent. Pada penyakit ginjal, urine yang terbentuk mungkin kurang pekat
dan volumenya sering bertambah, yang menimbulkan gejala-gejala poliuria dan
nokturia( bangun malam untuk berkemih). Kemampuan urine untuk membentuk urine yang
encer sering kali tetap ada, tetapi pada penyakit ginjal yang lanjut, osmolalitas urine menetap
kira-kira sama dengan plasma, yang menunjukkan bahwa fungsi pengenceran dan pemekatan
ginjal sudah tidak ada lagi. Kehilangan ini sebagian disebabkan oleh kerusakan pada mekanisme
countercurrent, tetapi penyebab yang lebih penting adalah rusaknya nefron-nefron.

Sumber :
Marks, Dawn B; Marks, Allan D; Smith, Colleen M. 2000. BIOKIMIA KEDOKTERAN DASAR: Sebuah
Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-yunitachoi-6750-2-babii.pdf.

13. Manifestasi klinis kadar albumin menurun/rendah

Kadar albumin yang rendah menandakan adanya kebocoranprotein sehingga terjadi


hipoalbuminemia yang ditandai dengan adanya protein urin .
Retensi Na oleh ginjal dan edema, hipoalbuminemia dapat mengurangi volume intravaskular
sehimga menyebabkan hipoferpusi ginjal dan hiperaldosteronisme yang dimediasi renin. Renin
akan mengaktivasi AT sehingga terjadi retensi Na dan air. Akibatnya buang air kecil berkurang
dan tampak keruh yang lama kelamaan akan terjadi edema. Edema terjadi di seluruh bagian
tubuh maupun tungkai jika ringan, kemungkinan akan terlihat dibagian kulit yang memiliki
lapisan tipis. Jia berat akan terlihat edema diseluruh tubuh ( cairan terkumpul di jaringan longgar
yang terletak pada bagian bawah tubuh, dan gravitasi sangat berpengaruh karena biasanya pada
saat beraktivitas cairan akan turun ke bawah.
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat ( namun tidak
memadai untuk mengganti kehilagan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal menurun
Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbumineia. Sebagai
akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid, meyebabkan
peningkatan filtrasitranskapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema.2
albumin darah(mungkin rendah), danurinalisisuntuk melihat kadar protein dalam urin.

14. Edukasi syndrome nefrotik

 Penjelasan mengenai penyakit ginjal (nefrotik syndrome, hipertensi, dan dislipidemia


 Penjelasan mengenai pola makan yang sehat dan seimbang
 Memperbaiki kebiasaan makan kurang baik
 Menganjurkan untuk mempertahankan berat badan normal
 Menganjurkan memperbanyak makanan berserat tinggi (sayur, buah dan karbohidrat
kompleks)
Parameter yang dimonitor :
 Asupan makanan perhari
 Perubahan kadar lipid
 Perubahan pola makan

DAFTAR PUSTAKA

1. Hull RP., Goldsmith DJ., Nephrotic syndrome in adults. BMJ, 2008;336:1185-9.


2. Handayani I., Rusli B., Hardjoeno, Profile of cholesterol and albumin concentration and
urine sediment based on nephritic syndrome children. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, 2007;13(2):49-52.
3. Kodner C., Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and management. American Family
Physician, 2009;80(10):1129-1134.
4. Davin JC.,Rutjes NW., Nephrotic syndrome in children: From bench to treatment.
International Journal of Nephrology, 2011;1-6.
5. Prodjosudjadi W., SindromNefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed VI. 2006;999-1003

Anda mungkin juga menyukai