Anda di halaman 1dari 15

Obstruksi Vena Retina Sentral yang disebabkan karena Hipertensi

dan Diabetes Melitus


Anestesya Monica
102012410
Kelompok E7
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email : anestesyamonica@yahoo.com

Pendahuluan
Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang mengakibatkan
gangguan perdarahan di dalam bola mata. Biasanya penyumbatan terletak di mana
saja, akan tetapi lebih sering terletak di depan lamina kribosa, Penyumbatan vena
retina dapat terjadi pada satu cabang kecil ataupun pembuluh vena utama (vena retina
sentral), sehingga daerah yag terlibat memberi gejala sesuai dengan daerah yang
dipengaruhi. Suatu penyumbatan cabang vena retina lebih sering terdapat di daerah
temporal atas atau temporal bawah.1 Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai
oklusi vena retina sentral. Diharapkan tinjauan pustaka ini dapat menambah wawasan
pembaca dan penulis. Penulis juga memohon maaf jika ada kesalahan pada tinjauan
pustaka ini.

Anamnesis
Penyakit pada mata bisa menimbulkan keluhan seperti, gangguan atau
kerusakan penglihatan, mata perih, mata merah, dan penglihatan ganda.2
Mata juga merupakan jendela penting untuk mendeteksi penyebab sistemik,
misalnya, edema papil dan retinopati hipertensif atau diabetikum. Dapatkan
anamnesis yang sangat teliti mengenai sifat setiap gejala pada mata. Apakah onsetnya
mendadak atau berangsur-angsur? Adakah gejala penyerta (nyeri bola mata, nyeri
kepala, secret, dan sebagainya)?.2
Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan. Adakah riwayat masalah
penglihatan sebelumnya? Adakah riwayat diabetes mellitus? Adakah riwayat
hipertensi? Adakah riwayat penyakit neurologis? Pernakah pasien menjalani terapi
mata tertentu (misalnya laser)?.2

1
Riwayat penggunaan obat-obatan, adakah riwayat pemakaian obat yang
mungkin menyebabkan gejala gangguan penglihatan atau pemakain obat untuk
mengobati penyakit mata (misalnya tetes mata untuk glaucoma)?.2
Riwayat keluarga dan sosial, Adakah riwayat masalah penglihatan turunan
dalam keluarga (misalnya glaucoma)? Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam
keluarga (misalnya penularan konjungtivitis infektif)? Bagaimana tingkat
ketidakmampuan penglihatan pasien? Apakah pasien teregistrasi sebagai orang buta?
Pernakah pasien menjalani adaptasi di rumah? Apakah pasien memiliki anjing
pemandu?.2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan mata dasar tersebut ialah:
Mata eksternal
Pemeriksaan mata eksternal tidak jauh berbeda dari pemeriksaan fisik
umumnya. Untuk melihat kamera okuli anterior, serta batas-batasnya seperti kornea,
iris, lensa maka kita memakai senter. Kedalaman diukur dengan shallow chamber dari
arah temporal. Seperti pemeriksaan Palpebra, Conjungtiva, Kornea, Kamera anterior,
Iris/pupil, Lensa.
Ketajaman visus /VA
Pada pemeriksaan visus atau VA kita menilai ketajaman penglihatan, manusia
normal memiliki ketajaman penglihatan 1,0, atau 20/20, atau 6/6 yang berarti pasien
dapat melihat dalam jarak 6 meter (numerator) dan secara normal seseorang dapat
melihat dalam jarak 6 meter (denominator). Pemeriksaan visus dilakukan pertama kali
sebelum pemeriksaan lain kecuali pada suatu trauma yang emergensi misalnya trauma
kimia. Pemeriksaan dengan memakai Snellen chart (umumnya, dan pada orang
normal yang tidak buta huruf). Pemeriksaan dilakukan dalam jarak 6 meter, pasien
duduk tenang dan mencoba melihat dan membaca huruf yang kita tunjuk. Perlu
diingat bahwa pemeriksaan dilakukan kepada 1 mata secara bergantian, dan dimulai
dengan mata kanan. Baris terakhir yang bisa dibaca itulah visus pasien. Jika pasien
tidak dapat melihat huruf terbesar artinya visus kurang dari 6/60 atau 20/200 maka
kita memakai cara finger counting.3
Tes finger counting dilakukan pertama dalam jarak 1 meter, dilakukan
maksimal sampai 5 meter. Misalnya pasien dapat menghitung jari dalam sampai jarak
3 meter maka laporannya ialah visus 3/60. Jika pasien tidak dapat menghitung jari,

2
maka kita melakukan tes hand movement. Uji ini dilakukan hanya 1 kali pada jarak 1
meter. Jika pasien mampu melihat gerakan (lambaian) tangan maka laporannya visus
1/300. Jika visus sudah sangat buruk sehingga tes hand movementpun gagal, maka
kita lakukan uji persepsi cahaya. Uji ini sebaiknya dilakukan di dalam dark room.
Pada uji light perception ini dapat dilihat dari arah mana proyeksi cahayanya. Jika
pasien tidak dapat membedakan lagi maka artinya no light perception atau visus 0.
Suatu penurunan visus kita asumsikan menjadi kelainan pada media refraksi, maka
dapat dikoreksi dengan lensa. Kita bisa memberi lensa pin hole agar membantu
memfokuskan cahaya yang masuk tepat di macula.3 Tujuan tes ini adalah untuk
membedakan antara kelainan refraksi dan kelainan media refraksi. Bila ada kelainan
refraksi, maka dengan melakukan uji pinhole didapatkan perbaikan pada ketajaman
penglihatan. Hal ini dikarenakan fungsi dari pinhole yang dapat memfokuskan cahaya
yang masuk sehingga jatuh tepat pada makula lutea. Pada katarak terjadi kelainan
pada media refraksi sehingga uji pinhole tidak memperbaiki ketajaman penglihatan
penderita.3
Lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang terdiri dari tes konfrontasi, perimetri atau
kampimetri. Uji ini dilakukan untuk menilai lapang pandang pasien. Kelainan lapang
pandang dapat terjadi pada gangguan di jalur lintasan visual. 3
Perimetri adalah penggunaan alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan
mata terfiksasi sentral. Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting
dilakukan pada keadaan penyakit yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan. Pada
glaukoma pemeriksaan ini berguna dalam pengobatan penyakit dan pencegahan
kebutaan. Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya pada
bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan sewaktu
pemeriksaan sama dengan kampimeter. Pemeriksaan lapang pandangan dilakukan
dengan Perimeter, merupakan alat yang dipergunakan untuk menentukan luas lapang
pandangan. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari- jari 30 cm, dan pada pusat
parabola ini penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapang pandangan perifer
adalah 90° temporal, 75° inferior, 60° nasal, dan 60° superior. Dapat dilakukan
pemeriksaan statik ataupun kinetik.4
Dikenal 2 cara pemeriksaan perimetri, yaitu perimetri kinetik yang disebut
juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan dilakukan dengan objek
digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien. Perimetri statik atau

3
perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, dimana pemeriksaan
dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek
sehingga terlihat oleh pasien.
Pemeriksaan lapangan pandang (visual field) yang sederhana dapat dilakukan
dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang
dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan
tes konfrontasi adalah dengan cara Pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan
pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Bila mata kanan yang hendak diperiksa
lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya atau
kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta untuk
memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa. Kemudian pemeriksa
menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar pemeriksa dan pasien.
Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari
pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa.3
Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu
melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas,
bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata. Bila
pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat
melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua
mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan
bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus optikus.
Uji konfrontasi merupakan uji pemeriksaan lapang pandangan yang paling
sederhana karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang pandangan pasien
dibandingkan dengan lapang pandangan pemeriksa.
Tes yang digunakan untuk mengidentifikasi defek lapang pandang neurologis
adalah dengan menggunakan objek berwarna merah. Lapang pandang merah
merupakan yang paling sensitif terhadap lesi saraf optik. Untuk melakukan tes
konfrontasi digunakan jarum dengan kepala berwarna merah. Pasien diminta untuk
mengatakan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut berwarna merah
(bukan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut). Cara yang lebih sederhana,
satu objek berwarna merah dapat dipegang di tiap kuadran atau setengah lapang
pandang dan pasien diminta untuk membandingkan kualitas warna merah di tiap

4
lokasi. Pada defek lapang pandang hemianopik, warna merah akan tampak lebih
buram di lapang pandang yang terkena.3
TIO palpasi
Tonometri ialah cara memeriksanya, yang paling sederhana tentunya
tonometri perpalpasi, kita bisa membandingkan TIO kiri dan kanan maupun TIO
pasien dengan kita sebagai pemeriksa (dianggap normal).4
Funduskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi direk dapat digunakan untuk memeriksa segmen
anterior (termasuk lensa) maupun fundus. Kekeruhan yang ada pada lensa akibat
katarak juga dapat diperlihatkan pada pemeriksaan oftalmoskopi direk. Indikator
lainnya pada oftalmoskopi direk untuk penderita katarak adalah berkurangnya reflex
merah. Refleks ini merupakan perubahan warna pupil menjadi jingga kemerahan yang
lebih terang dan homogen jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual
yaitu saat pasien melihat ke arah cahaya oftalmoskop.
Pada pemeriksaan funduskopi pasien dengan oklusi vena sentral akan terlihat
vena yang berkelok-kelok, edema macula dan retina perdarahan berupa titik terutama
bila terdapat penyumbatan vena yang tidak sempurna. Pada retina terdapat edema
retina dan macula, dan bercak- bercak (eksudat) wol katun yang terdapat di antara
bercak-bercak perdarahan. Papil edema dengan pulsasi vena menghilang karena
penyumbatan biasanya terletak pada lamina kribosa. Terdapat papil yang merah dan
dan menonjol (edema) disertai pulsasi vena yang menghilang.Kadang-kadang
dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan ditempat yang jauh dan ini merupakan
gejala awal penyumbatan di tempat yang sentral. Penciutan lapang pandangan atau
skotoma sentral, dan defek irregular.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mata ialah pemeriksaan
laboratorium darah. Hal ini penting mengingat pasien juga memiliki riwayat diabetes
mellitus. Pertama tentu darah rutin diperiksa sebagai parameter darah dasar.
Pemeriksaan darah yang kita dapat lakukan ialah memeriksa kadar glukosa darah.
Misalnya gula darah sewaktu. Bukan DM <110 mg/dL, belum pasti DM 110-199
mg/dL, DM ≥ 200 mg/dL.5 Pemeriksaan GDS penting karena kita perlu mengontrol
kadar glukosa darah pasien. DM juga memiliki pengaruh besar terhadap berbagai

5
kelainan di mata. Berbagai kelainan pada mata itu jika kita ternyata menemukan kadar
glukosa darah yang tinggi maka kita harus mengontrol kadar gula darahnya.5
Artinya tatalaksana yang dilakukan ialah kontrol gula darah terlebih dahulu,
karena pemulihan pada mata akan terjadi ketika kadar gula darah terkontrol dengan
baik (jika kasus reversible) selain itu akan sangat berbahaya jika gula darah
menjulang tinggi dengan dibiarkan begitu saja. Untuk memantau diabetes parameter
yang sekarang popular diperiksa ialah HbA1c. HbA1c merupakan ikatan antara
glukosa dengan hb, dengan demikian pengukuran yang kita lakukan melambangkan
kondisi gula darah selama kurang lebih 3 bulan. Dengan demikian pemeriksaan ini
lebih akurat dalam memonitor DM, tidak seperti GDS yang nilainya bisa bervariasi
dipengaruhi intake karbohidrat beberapa waktu pada waktu tersebut. Kadar HbA1c
hendaknya dikontrol sampai dibawah 6,5 pada DM.5
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan pada pasien dengan
obstruksi vena retina sentral adalah angiografi fluoresin. Dengan angiografi fluoresin
dapat ditentukan beberapa hal seperti letak penyumbatan, penyumbatan total atau
sebagian, dan ada atau tidaknya neovaskularisasi.1

Epidemiologi
Oklusi vena retina memiliki prevalensi 1-2% pada setiap orang yang berusia
40 tahun ke atas dan mempengaruhi lebih kurang 16 juta orang di seluruh dunia.
Penyumbatan vena retina sentral mudah terjadi pada pasien dengan glaucoma,
diabetes mellitus, hipertensi, arteriosclerosis, papilledema, retinopati radiasi dan
penyakit pembuluh darah.1

Etiologi
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah, akibat
kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat pada proses
arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa. Akibat penyakit pada pembuluh
darah vena sendiri seperti fibrosklerosis atau endoflebitis. Akibat hambatan aliran
darah dalam pembuluh vena tersebut seperti yang terdapat pada kelainan viskositas
darah, diksrasia darah, atau spasme arteri retina yang berhubungan. Abnormalitas
darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan abnormalitas koagulasi). Abnormalitas
dinding vena (inflamasi). Peningkatan tekanan intraokular.5

6
Differential Diagnosis
Oklusi arteri retina sentral
Penyumbatan arteri retina sentral dapat disebabkan oleh radang arteri
thrombus dan embolus pada arteri, spasme pembuluh darah, akibat terlambatnya
pengaliran darah, giant cell artritis, spasme pembuluh darah, penyakit kolagen,
penyakit hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Tempat tersumbatnya arteri retina sentral
biasanya di lamina kribosa. Emboli merupakan penyebab penyumbatan arteri retina
sentral yang paling sering. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari
penyakit jantung. Nodus-nodus reuma, carotid plaque atau emboli endocarditis.
Penyebab spasme pembuluh lainnya antar lain pada migren, keracunan
alkohol, tembakau, kina atau timah hitam. Perlambatan aliran pembuluh darah retina
terjadi pada peninggian tekanan intraokuler, stenosis aorta atau arteri karotis.
Kelainan ini biasanya mengenai satu mata, dan terutama mengenai arteri pada daerah
masuknya di lamina kribosa. Oklusi arteri retina sentral biasanya terdapat pada usia
tua atau usia pertengahan.
Keluhan pasien dengan oklusi retina sentral dimulai dengan penglihatan kabur
yang hilang timbul (amourosis fugaks) dengan tidak disertai rasa sakit dan kemudian
gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkanya penyakit-penyakit
emboli. Penurunan visus yang berupa serangan serangan yang berulang dapat
disebabkan oleh penyakit spasme pembuluh atau emboli yang berjalan. Penumbatan
arteri retina sentral akan menyebabkan keluhan penglihatan tiba-tiba gelap tanpa
terlihatnya kelainan pada mata luar. Pasien akan mengeluh penglihatannya menurun
yang kemudia menetap tanpa adanya rasa sakit. Reaksi pupil menjadi lemah dengan
pupil anisokoria. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna
pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada retina. Terdapat bentuk gambaran sosis
pada arteri retina akibat pengisian arteri yang tidak merata. Sesudah beberapa jam
retina akan tampak pucat keruh keabu abuan yang disebabkan edema lapisan dalam
retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini akan terlihat gambaran merah ceria
tau cherry red spot pada macula lutea. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lapisan
ganglion di macula, sehingga macula mempertahankan warna aslinya. Lama
kelamaan papil menjadi pucat dan batasanya kabur.
Pengobatan dini dapat dengan menurunkan tekanan bola mata dengan
mengurut bola mata, dan asetzolamid atau parasentesis bilik mata depan. Vasodilator
pemberian bersama antikoagulan dan diberikan steroid bila diduga terdapatnya

7
peradangan maka akan diberikan steroid. Pasien dengan oklusi arteri retina sentral
harus cepat secepatnya diberikan O2. Penyulit yang dapat timbul adalah glaucoma
neovaskular. Tergantung pada letak dan lamanya terjadi oklusi maka kadang visus
dapat kembali normal tetapi lapang pandangan menjadi kecil.1
Ablasi retina
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dengan sel batang
retina dengan dari sel epotel pigmen retina. Pada keadaan seperti ini, epitel pigmen
masih melekat erat dengan membrane Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan
sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen
epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
Dikenal 3 bentuk ablasi retina yaitu Ablasi retina regmatogenosa, pada ablasi
retina ini terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke
belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca air yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga
subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.1
Ablasi retina eksudatif, terjadi akibat tertimbunnya eksudat dibawah retina dan
mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid. Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini
dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor rerobulbar, radang uvea, idiopato
toksima gravidarum. Cairan dibawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala,
permukaan retina yang terangkat terlihat cincin.1 Ablasi retina traksi (tarikan). Pada
ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan
kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.1
Neuritis retrobulbar etcausa diabetes melitus
Neuritis retrobulbar adalah radang saraf optic dibelakang bola mata. Biasanya
berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata. Neuritis retrobulbar dapet
disebabkan sclerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia pernisiosa, diabetes
mellitus, dan intoksikasi. Bola mata bila digerakan akan terasa berat di bagian
belakang bola mata. Rasa sakit akan akn bertambah bila bola mata ditekan yang
disertai dengan sakit kepala.

8
Neuritis retrobulbar mempunyai gejala seperti neuritis akan tetapi dengan
gambaran fundus yang sama sekali normal. Pada keadaan lanjut didapatkan reaksi
pupil yang lambat. Gambaran fundus pasien normal dan diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan lapang pandang dan turunnya tajam pengelihatan yang berat. Walaupun
pada permulaan tidak terlihat fundus, lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas
papil saraf optic dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai
atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan batas yang tegas.
Diagnosis diteggakan dengan pemeriksaan lapang pandang dan turunnya
tajam pengelihatan yang berat. Pada pemeriksaan lapang pandang ditemukan skotoma
sentral, paracentral dan cincin.1
Pendarahan vitreus etcausa diabetes mellitus
Perdahatan Vitreous adalah kondisi medis yang ditandai dengan perdarahan
pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous, menyebabkan perubahan penglihatan
secara tiba-tiba. Daerah yang berdarah secara spesifik terjadi di depan retina dan
dapat disebabkan akibat trauma, pelepasan retina atau pecahnya pembuluh darah di
dalam mata. Perdarahan vitreous timbul lebih sering pada individu dengan penyakit
sistemik seperti diabetes, hipertensi dan anemia sel sabit. Hal ini biasanya ditunjukkan
dengan penglihatan buram yang tiba-tiba disertai peningkatan floater dan kilatan
cahaya. Pada kebanyakan kasus perdarahan vitreous, menunggu dan melihat
dilakukan jika perdarahannya kecil dan cenderung membeku dengan sendirinya.
Hanya bila kondisi ini tidak membaik atau bahkan memburuk dipertimbangkan untuk
dilakukan operasi; hasilnya akan bergantung pada penyebab pasti yang mendasari
kondisi ini dan adanya penyakit yang mendasari.1

Working Diagnosis
Pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman
penglihatan, refleks pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior mata,
dan pemeriksaan funduskopi. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin
diindikasikan untuk diagnosis CRVO. Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium
diarahkan pada identifikasi masalah sistemik vascular. Pada pasien muda,
pemeriksaan laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di
antaranya: hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa,
profil lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis.1,3 Lihat
gambar 1

9
(a) (b)
Gambar 1. (a) Oklusi vena sentral retina dan (b) oklusi cabang vena retina.3
Gambaran vena yang mengalami obstruksi ditemukan vena berdilatasi dan
berkelok-kelok, dan seiring dengan berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat
mengalami penyempitan dan terselubungi. Kuadran superotemporal adalah kuadran
yang paling sering mengalami kerusakan, yakni sekitar 63%, sementara oklusi nasal
jarang terdeteksi secara klinis.3 Temuan histologi menunjukkan bahwa tunica
adventitia menjepit arteri dan vena pada persilangan arteri dan vena. Penebalan dari
dinding arteri akan menekan vena sehingga mengakibatkan terjadinya turbulensi
aliran darah, kerusakan sel endotel, dan oklusi trombosis, trombus ini dapat meluas ke
kapiler. Arteri sering mengalami penyempitan sekunder pada daerah yang mengalami
oklusi.
Oklusi vena sentral retina, pada penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada
oklusi vena sentral retina, terdapat mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis
dari vena retina sentral dan posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus,
arteri retina sentral yang mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena
retina sentral, menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan
trombus.3
Oklusi vena sentral retina ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya
ketajaman penglihatan penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan
lapang pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya
gambaran cabang-cabang vena retina yang cabang berliku-liku dan terdapat
perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran retina. Edema makula dengan adanya
penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja muncul. Jika
edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda, kemungkinan terdapat
kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga papillophlebitis.
Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya perpanjangan dari waktu

10
sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler namun dengan area
nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada oklusi
vena sentral retina ringan. Lihat gambar 2
Oklusi vena sentral retina berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan
penglihatan yang buruk, afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal.
Dilatasi vena yang menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema
retina, dan sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan
dapat saja terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada
kasus iskemia berat. Fluorescein angiography secara khas menunjukkan adanya
nonperfusi kapiler yang tersebar luas. Lihat gambar 3

Gambar 2. A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40.
Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram
menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.6

Gambar 3. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi
dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna
kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B.
Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan
pembesaran pembuluh darah retina.6

11
Patofisiologi
Patogenesis dari oklusi vena central retina masih belum diketahui secara pasti.
Ada banyak faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena
retina sentral. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar
dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena
tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila
terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini merupakan predisposisi
terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan berbagai faktor, di antaranya
perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan perubahan
dari darah itu sendiri.
Perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri
menjadi kaku dan mengenai vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan terjadinya
disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus.
Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan oklusi
vena central retina, tapi hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara
konsisten. Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai
kerusakan patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik
dan perubahan pada darah. Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah
di sistem vena retina dan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah vena.
Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada
retina. Hal ini akan menstimulasi peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari
endotelial vascular (VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous.
Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior.
VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan edema makula.6

Manifestasi Klinis
Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya
mendadak. Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat
memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan
hanya mengenai satu mata.5

12
Faktor Risiko
Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain, Atherosclerosis, Diabetes
Mellitus, Hipertensi dan penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula,
maupun perdarahan vitreous.
Faktor risiko terkuat dari oklusi vena retina cabang adalah hipertensi, namun
pada beberapa penelitian, oklusi vena retina dihubungkan juga dengan diabetes
mellitus, dyslipidemia, merokok, dan penyakit ginjal. Untuk oklusi vena retina
sentral, faktor risiko tambahan adalah glaukoma atau peningkatan tekanan intraokular,
yang dapat mengganggu pengaliran vena retina. Sebuah studi kasus-kontrol
mengidentifikasi kelainan berikut ini sebagai faktor risiko terjadinya oklusi vena
retina cabang, riwayat hipertensi arteri sistemik, penyakit kardiovaskuler, peningkatan
BMI pada usia 20 tahun, riwayat glaucoma. Diabetes mellitus bukanlah faktor risiko
independen yang terutama pada oklusi vena retina cabang.3

Penatalaksanaan
Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan mengobatinya,
antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia. Steroid
diberi bila penyumbatan disebabkan oleh flebitis. Akibat penyumbatan ini akan terjadi
ganggu fungsi penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi berkurang.Pada
keadaan ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan fotokoagulasi. Fotokoagulasi
laser menghancurkan pembuluh darah baru dan menurunkan kebutuhan oksigen di
seluruh bagian retina, sehingga memperlambat proliferasi pembuluh darah baru.
Sebuah sinar yang kuat cahaya (laser) digunakan untuk menutup perdarahan
pembuluh darah di mata dan pembuluh darah tambahan yang tidak seharusnya
tumbuh di sana. Fotokoagulasi laser atau koagulasi laser adalah bedah yang
menggunakan laser untuk menutup dan menghancurkan pembuluh darah abnormal
pada retina. Fotokoagulasi laser disarankakn untuk pasien resiko tinggi retinopati
diabetika proliferative dan edema macula.6
Pengobatan dengan menurunkan tekanan bola mata dan mengatasi
penyebabnya.Edema dan perdarahan retina akan diserap kembali dan hal ini dapat
memberikan perbaikan visus.1
Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan.
Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara
untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan untuk

13
mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata sebelahnya. Manajemen
diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang tinggi perlu
dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat pengencer darah
lainnya. Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain, pengobatan
menggunakan laser fokal, jika terdapat edema macula. Pemberian injeksi obat anti-
vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata. Obat ini dapat menghambat
pembentukan pembuluh darah baru yang dapat menyebabkan glaukoma. Obat ini
masih dalam tahap penelitian. Kemudian pengobatan dengan menggunakan laser
untuk mencegah pertumbuhan dari pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga
dapat menyebabkan glaucoma.1,5,6

Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi adalah glaucoma hemoragik atau neovaskular.1
glaukoma merupakan sekelompok penyakit dengan gamabran umum TIO yang
abnormal tinggi dan bila tidak diterapi, penglihatan terancam hilang. Glaukoma
terjadi pada kira-kira 1% orang berusia diatas 40 tahun. Pada pemeriksaan
oftalmoskopi, lempeng optic tampak tertekan (cupping) karna kehilangan serabut
saraf. Mekanisme bagaimana serabut saraf dirusak pada kasus glaucoma tidak jelas,
tetapi bias melibatkan beberapa factor mekanis atau iskemia local. Edema makula,
yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina.3,6

Prognosis
Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada penderita
oklusi vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan saat terjadinya
penyakit merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan akhir. Prognosis
yang baik dapat diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi alami tipe
noniskemik. Enam puluh lima persen pasien dengan ketajaman penglihatan 20/40
akan mendapatkan ketajaman yang sama atau lebih baik pada evaluasi terakhir. Pada
sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat mencapai 20/200 atau lebih buruk,
yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran ketajaman penglihatan pada
follow up.3
Pada sepertiga pasien dengan oklusi vena retina cabang, ketajaman penglihatan
akhir mencapai 20/40. Bagaimana pun juga, kebanyakan 2/3 dari pasien mengalami
penurunan ketajaman penglihatan akibat edema makula, iskemia makula, perdarahan

14
makula, dan perdarahan vitreous. Oklusi vena retina sentral noniskemia dapat kembali
ke keadaan seperti semula tanpa adanya komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga
pasien dapat berlanjut ke tipe iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah
terjadinya tanda dan gejala. Pada lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina
sentral iskemia, tajam penglihatan akhir dapat mencapai 20/200 atau lebih.3,4

Kesimpulan
Sesuai dengan yang telah dibahas pada tinjauan pustaka ini, benar hipotesis
bahwa pasien ini menderita oklusi vena retina sentral.Oklusi vena retina sentral pada
pasien diduga berhubungan dengan penyakit hipertensi dan diabetes mellitus yang
diderita pasien.

Daftar Pustaka
1. Ilyas, S.Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Cetakan ke-8.Jakarta : Balai Penerbit
FK UI; 2010.h.186-8.
2. Gleadle, J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga
Medical Series;2007.h.44.
3. Vaughan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta:
Widya Medika; 2000.h.401-406.
4. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: ECG;
2010.h.30-58.
5. James, Bruce. Lecture Notes : Oftalmologi, edisi kesembilan. Jakarta :
Penerbit Erlangga, 2005. hal 138-139.
6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi ke-
6. Jakarta: Erlangga Medical Series;2005.h.182

15

Anda mungkin juga menyukai