Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Pernapasan

Struktur pernapasan memungkinkan gas bergerak di antara lingkungan eksternal dan


lingkungan internal. Fungsi utama sistem pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu proses
yang memungkinkan gas dari udara masuk ke darah dan karbon dioksida bergerak ke luar
dari darah dan dihembuskan ke lingkungan eksternal. Sistem pernapasan juga memiliki
beberapa fungsi lain, seperti regulasi keseimbangan asam-basa, metabolisme beberapa
senyawa, dan filtrasi berbagai materi yang tidak diinginkan. Struktur pernapasan yang utuh
serta fungsi sistem pernapasan yang baik penting untuk proses transport gas keluar-masuk
tubuh.
1. Toraks
Toraks berisi sejumlah struktur utama sistem pernapasan.struktur tersebut
meliputi rangka toraks, otot-otot ventilasi, paru-paru, ruang pleura, dan mediastinum.
Rangka toraks merupakan struktur yang kaku tetapi fleksibel. Struktur tulang melindungi
organ-organ penting yang terdapat dalam rongga toraks. Fleksibilitas memungkinkan
untuk terjadinya inhalasi/inflasi dan ekhalasi/deflasi paru. Rongga toraks terdiri dari atas
12 vertebra yang masing-masing memiliki sepasang tulang rusuk. Pada sisi posterior,
setiap rusuk menempel pada satu vertebra. Pada sisi anterior, tujuh tulang rusuk pertama
menempel pada sternum. Tulang rusuk ke-8 , 9 dan 10 dihubungkan oleh kartilago pada
tulang rusuk diatasnya. Tulang rusuk ke-11 dan 12 disebut tulang rusuk melayang karena
keduanya tidak menempel pada struktur lain di sisi anterior.
2. Paru-paru, Mediastinum, dan Rongga Pleura
Paru-paru terletak di dalam, dan dilindungi oleh rangka toraks di kedua sisi dada.
Struktur yang menyerupai bunga karang dan berisi udara ini melekat ke tubuh pada
ligament paru di mediastinum. Paru kanan memiliki tiga lobus, sedangkan paru kiri
memiliki dua lobus karena keterbatasan ruang akibat desakan jantung. Bagian dasar
(basis) paru terletak di sisi anterior, sejajar rusuk ke-6 pada garis mid-klavikula dan rusuk
ke-8 pada garis mik-aksila. Apeks paru memanjang 2 sampai 4 cm di atas aspek dalam
klavikula.

3
Ruang diantara kedua paru merupakan mediatinum. Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah, nodus limfe, kelenjar timus, serabut saraf dan esophagus.
Membrane pleura parietal adalah membrane yang melapisis dinding toraks. Pleura
parietal adalah membrane yang melapisi dinding dada, sedangkan pleura visceral
menyelubungi parenkim paru. Lapisan tipis cairan serosa di dalam ruang kecil di antara
kedua pleura tersebut memungkinkan pleura parietal dan pleura visceral bergesekan satu
sama lain selama periode inspirasi dan ekspansi. Tekanan di dalam ruang pleura disebut
tekanan intrapleura. Tekanan intrapleura normalnya lebih rendah dari tekanan di dalam
paru. Tekanan negative inilah yang menjaga paru tetap inflasi. Jika ruang intrapleura
kehilangan tekanan negatifnya (akibat terpajan tekanan atmosfir), paru-paru akan kolaps,
suatu kondisi yang dikenal sebagai pneumotoraks. Ruang intrapleura juga merupakan
yang potensial untuk akumulasi cairan. Pengumpulan cairan yang tidak normal di ruang
intrapleura disebut efusi pleura.
3. Jalan Napas Konduksi
Jalan napas konduksi meliputi nasofaring, orofaring, bronkus, bronkiolus, dan
bronkiolus terminal.
a. Nasofaring dan orofaring
Nasofaring merupakan jalur utama masuknya udara ke dalam saluran pernapasan
selama proses pernapasan normal, karena dapat menyaring dan menghangatkan udara
yang masuk. Saluran hidung sebelah luar diliputi rambut yang berfungsi menyaring
partikel besar. Bagian atas rongga hidung menghangatkan dan melembabkan udara
yang dihirup. Ketika saluran hidung tersumbat atau saat diperlukan pertukaran udara
dalam jumlah besar (misal saat berolahraga), orofaring menjadi jalur alternative.
Obstruksi pada orofaring menyebabkan penghentian ventilasi tiba-tiba (tersedak).
Adanya benda asing dan pembengkakan jalan napas faringeal akibat infeksi, cedera
atau reaksi alergi juga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.

b. Epiglotis
Epiglottis terletak di sisi posterior pangkal lidah. Organ ini merupakan kartilago
berbentuk daun yang bergerak naik-turun. Selama inhalasi, epiglottis bergerak naik
untuk memungkinkan udara masuk ke dalam trakea. Saat menelan, epiglottis bergerak
turun menutupi laring dan memungkinkan makanan serta cairan masuk ke dalam
esophagus. Saat defekasi, khususnya defekasi yang disertai tegangan dan konstipasi,
4
udara yang dihirup tertahan sementara waktu di paru akibat penutupan glottis.
Kontraksi otot-otot intraabdomen menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
dan intratoraks. Gabungan proses tersebut disebut sebagai valsava maniver.
c. Percabangan trakeobronkus
Percabangan trakeobronkus meliputi trakea, bronkus, dan bronkiolus. Trakea
merupakan tuba yang berlubang, atau “pipa angin”, yang menghubungkan laring dan
bronkus-bronkus utama pada paru. Trakea terutama tersusun dari otot polos dan
disokong oleh cincin-cincin kartilago berbentuk tapal kuda yang mencegah kolaps
selama episode batuk atau bronkokontriksi otot polos.
Ujung trakea bercabang, membentuk dua bronkus utama yang besar. Titik
percabangan ini disebut karina. Karina dipersarafi oleh saraf-saraf sensorik. Apabila
karina diberi ransangan (sebagai contoh, selama pengisapan trakea), reflex batuk dan
bronkokontriksi akan muncul. Bronkus utama kanan lebih lebar dan lebih pendek dari
pada bronkus kiri. Akibatnya, bronkus kanan merupakan area yang paling sering
mengalami aspirasi benda asing. Bronkus utama kanan dan kiri terbagi kembali
menjadi cabang-cabang yang lebih kecil dan jumlahnya semakin banyak disetiap
percabangnya. Bronkus utama kanan dan kiri terbagi menjadi bronkus lobaris dan
segmental, yang bercabang menjadi bronkiolus, dan kemudian menjadi bronkiolus
terminal. Bronkiolus terminal merupakan jalan napas terkecil yang tidak dilengkapi
dengan alveolus. Struktur bronkus utama hampir sama seperti trakea, dalam hal ini
keduanya merupakan jalan napas yang disokong cincin-cincin kartilago. Akan tetapi,
setelah bronkus memanjang ke dalam paru, cincin-cincin tersebut menjadi tidak
beraturan dan mengecil sampai akhirnya menghilang di sekitar level bronkiolus
respiratorik. Di sini, otot polos membungkus bronkiolus. Kontraksi otot-otot ini
(bronkospasme) menyebabkan penyempitan bronkiolus dan menghambat aliran gas.
4. Jalan Napas Respiratorik
Bronkiolus terminal bercabang menjadi jalan napas respiratorik. Jalan napas
tersebut meliputi bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan sakus alveolar. Zona
respiratorik tersebut membentuk hampir seluruh paru, volumenya sekitar 2,5-3 L.
a. Brokiolus respiratorik
Masing-masing bronkiolus respiratorik membentuk sebuah lobus. Lobus tersebut
merupakan unit fungsi terkecil paru dan merupakan tempat berlangsungnya
pertukaran gas. Sebuah lobus terdiri dari arteriol, kapiler pulmonalis, dan venula.

5
Darah masuk melalui arteri pulmonalis dan mengalir hingga ke vena pulmonalis.
Vena pulmonalis merupakan satu-satunya vena dalam tubuh yang darahnya kaya
oksigen.
b. Alveoli
Masing-masing bronkiolus respiratorik berlanjut menjadi beberapa duktus alveolar
dan berakhir di sekelompok alveoli.alveoli tersebut merupakan titik akhir saluran
pernapasan dan merupakan struktur berdinding tipis dan berbentuk cangkir. Terdapat
sekitar 300 juta alveoli pada paru individu dewasa, dengan total area permukaan 85
meter persegi. Alveoli juga mengandung makrofag yang melakukan peran fagositik.
Sel-sel tersebut berpindah dari satu alveolus ke alveolus lain, menyingkirkan
substansi asing dan menjaga alveoli tetap steril.
Struktur alveolar tersusun atas dua tipe se. sel alveolar tipe 1 dan sel alveolar tipe 2.
Sel alveolar tipe 1 merupakan sel epitel skuamosa datar dan meliputi hampir 90% dari
total area permukaan alveolar. Sel alveolar tipe 2 mensekresi surfaktan paru.
Surfaktan merupakan sejenis lipoprotein yang memperkecil tegangan permukaan di
dalam alveoli. Hal ini untuk mencegah kolaps jalan napas yang lebih kecil selama
ekspirasi dan mempermudah inflasi alveoli selama inspirasi. Karenanya, cedera pada
sel alveolar tipe 2 mengakibatkan kolaps alveolar dan gangguan pertukaran gas di
paru.

6
B. Definisi Efusi Pleura

Rongga pleura adalah ruang potensional antara pleura visceral dan pleura parietal
yang membatasi paru dan interior dinding dada. Di pleura parietal terdapat cairan yang terus
mengalir menuju pleura visceral, dan pada akhirnya diserap oleh limfatik paru.
Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam cavum pleura (Kapita
Selekta Kedokteran, FKUI).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. (Smeltzer C Suzanne, 2002).

C. Etiologi
1. Efusi dapat berupa eksudat dan transudat:
a. Neoplasma, seperti eksudat dan transudat.
b. Cardiovaskuler, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatic.
c. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatis, asites.
d. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, mikrobakteri dan parasit.
2. Penyebab terbanyak adalah keradangan jaringan paru yang meluas ke pleura sekitarnya,
misalnya bronkopneumonia, TB paru dan sebagainya. Pneumonia yang member penyulit
disebut pleuropneumonia.

D. Klasifikasi
1. Transudat

7
Efusi pleura transudatif adalah ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membrane pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh factor
sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorpsi cairan pleura. Penyebab tersering
efusi pleura transudatif dan efusi pleura di ICU adalah gagal jantung kongestif. Pada
kasus gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan vena pusat berpengaruh
menyebabkan efusi pleura.tindakan pengobatan difokuskan pada upaya mengurangi
hipotensi vena dan meningkatkan curah jantung. Penyebab lain efusi pleura transudatif
adalah atelektasis, yang menyebabkan akumulasi cairan pleura karena penurunan tekanan
pleura. Cairan akan terus terakumulasi sampai gradient tekanan interstisial pleura
visceral-parietal kembali normal. Penyebab lain efusi pleura transudatif antara lain
sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritorium.
2. Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau ke dalam paru
terdekat. Cairan dengan kandungan protein yang tinggi bocor melewati kapiler yang
rusak. Efusi pleura eksudatif juga dapat disebabkan oleh akumulasi cairan mediastinum,
tetroperitoneum, atau peritoneum, dan cairan tersebut mengalir ke ruang rongga pleura
yang bertekanan rendah. Efusi pleura eksudatif memiliki satu dari kriteria berikut.
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum < 0,5
b. Raiso cairan dengan dehidrogenase laktat (LDH) < 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Pneumonia adalah penyebab tersering efusi pleura eksudatif, meskipun
frekuensinya bervariasi menurut agen penyebabnya. Efusi pleura eksudatif paling sering
ditemukan pada kasus pneumonia yang disebabkan S. pnumoniae dan lebih jarang pada
kasus pneumonia yang disebabkan S. aureus dan basil garam-negatif. Empiema, yaitu
penyebab efusi pleura eksudatif, merupakan sekumpulan pus di rongga pleura yang perlu
dikeluarkan dengan selang dada.penyebab kedua tersering efusi pleura eksudatif adalah
penyakit metastatis (missal kanker paru, payudara, lambung atau ovarium). Diperkirakan
sepertiga efusi pleura eksudatif yang disebabkan keganasan mengandung darah. Jika
efusi yang masif menutupi keseluruhan hemitoraks, diduga ini merupakan penyakit
metastasis.
Efusi pleura eksudatif terjadi pada hampir 50% pasien yang mengalami
embolisme paru. Gambaran efusi pleura pada pemeriksaan radiologi dada pasien yang

8
mengalami nyeri dada dan dispnea menunjukkan efusi pleura. Mekanisme yang
menyebabkan efusi ini antara lain peningkatan permeabilitas kapiler pleura akibat
iskemia, ketidakseimbangan tekanan hidrostatik pada ruang pleura dan vascular, serta
hemoragi pleuropulmonal.
Hemotoraks adalah efusi pleura eksudatif berupa darah dan didiagnosa dengan
rasio darah dan cairan pleura lebih dari 50%. Trauma adalah penyebab tersering
hemotoraks. Hemotoraks dapat terjadi karena prosedur invasive (pemasangan kateter
vena sentral, torasentesis), infark paru, keganasan, atau rupture aneorisma aorta.
Hemotoraks adalah komplikasi yang jarang terjadi pada terapi anti koagulasi.

E. Manifestasi Klinis
1. Sesak nafas merupakan gejala utama, kadang-kadang disertai perasaan tidak enak di
dada. Bila cairan pleura sedikit, maka tidak dapat di deteksi dengan pemeriksaan klinik,
tetapi di deteksi dengan radiografi.
2. Kadang disertai nyeri pleura atau batuk non produktif.
3. Hipertermia
4. Nyeri dada setempat.

F. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh
limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupan eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada
gagal jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh darah.transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada
penyakit hati dan ginjal. Penimunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks.
Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Jika efusi pleura
mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan
infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses
9
paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan
hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan
yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal
nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial oksigen
(Pa O2) ≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa CO2) ≥ 50 mmHg melalui
pemeriksaan analisa gas darah.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan
yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. pergeseran mediastinum kadang
ditemukan.

2. CT scan thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang
utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat
serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan
dalam menentukan penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
4. Torakosentesis
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan local dalam dan
berguna sebagai saran untuk diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis
sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian
bawah paru di sela iga. IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc
pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru.
Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan:
10
a. Warna cairan
Normal cairan pleura seperti air, tidak berwarna dan tidak berbau.
Komposisi normal cairan:
1) Volume : 0,1 -0,2 ml/kg
2) Sel/mm3 : 1000 – 5000
3) Sel mesothelial : 3 – 70%
4) Monosit : 30 – 75%
5) Limfosit : 2 – 30%
6) Granulosit : 10%
7) Protein : 1 – 2 g/dl
8) Albumin : 50 – 70%
9) Glukosa : sama dengan kadar plasma
10) LDH : < 50%% kadar plasma
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-xantho-ctrome).
Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan,
dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini
menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses
karena amuba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat. Transudat eksudat
dapat ditemukan dengan cara sebagai berikut:
1) Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 > 3
2) Kadar protein dalam efusi
3) Kadar protein dalam serum < 0,5 > 0,5
4) Kadar LDH dalam efusi (IU) < 200 > 200
5) Kadar LDH dalam efusi
6) Kadar LDH dalam serum < 0,6 > 0,6
7) Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
8) Rivalta negative positif
Selain tes di atas dapat juga dilakukan tes-tes khusu, antara laim:
1) Eritrosit < 10.000/mm3 menggambarkan neoplasma, infark
2) Trauma > 10.000 < 100.000/mm3
3) Leukosit < 1.000/mm3 biasanya > 1.000/mm3
4) Hitung jenis leukosit biasanya > 50% limfosit atau sel mononukleus > 50%
5) Limfosit (tuberculosis, neoplasma) > 50% polimorfonullear (radang akut)
6) PH > 7,3 < 7,3 (radang). Glukosa sama seperti darah (+) rendah (infeksi). Sangat
rendah (arthritis rheumatoid, kadang-kadang neoplasma, amylase > 500 unit/ml
(pancreatitis : kadang-kadang neoplasma, infeksi).
7) Protein spesifik komponen kemplemen C3, C4 rendah (SLE, arthritis
rheumatoid).
5. Sitologi

11
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostic penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Apabila yang dominan sel neutrofil menunjukkan adanya infeksi akut, sel limfosit
menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberculosa atau limfoma
malignum, sel mesotel menunjukkan adanya infark paru, biasanya juga ditemukan
banyak sel eritrosit, bila sel mesotel maligna biasanya pada mesotelioma, sel-sel besar
dengan banyak inti pada arthritis rheumatoid dan sel L.E pada lupus eritematosus
sistemik.

H. Penatalaksanaan
1. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif sepeti nyeri, dispnea, dan
lain-lain.
Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2. Pleurodisis
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodisis
yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetrasiklin, blepmicin, corynecbaterium parvum dll.
3. Torasenfesis
Indikasinya:
a. Menghilangkan sesak yang ditimbulkan oleh cairan
b. Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif
c. Bila terjadi reakumulasi cairan
d. Operasi menjahit pleura parietalis dengan pleura visceralis. Tujuannya agar bersatu,
sehingga tidak terbentuk cairan yang sifatnya irreversible.
e. Antibiotic jika terjadi empiema.

12
I. Pathway

13
14

Anda mungkin juga menyukai