Mikroteknik

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jaringan tubuh dan
cara jaringan ini menyusun organ-organ. Jaringan kebanyakan merupakan
jaringan filamen dan serat yang saling terjalin, baik selular maupun non
selular dengan lapisan membranosa. Histologi mencakup semua aspek biologi
jaringan, yang berfokus pada mekanisme susunan dan struktur sel dalam
mengoptimalkan fungsi yang spesifik untuk setiap organ (Anthony L, 2012).
Jaringan dibentuk oleh dua komponen yang saling berinteraksi yaitu,
sel dan matriks ekstrasel. Matriks ekstrasel terdiri atas banyak jenis molekul,
dan kebanyakan diantaranya sangat rumit dan membentuk struktur kompleks
seperti serabut kolagen dan membran basal. Fungsi utama yang dulu
dikatakan sebagai fungsi matriks ekstrasel adalah sebagai penunjang mekanis
bagi sel-sel, mengangkut nutrien ke sel-sel, dan membawa katabolit dan
produk sekresi. Kita kini mengetahiu bahwa, meskipun menghasilkan matriks
ekstrasel, sel tersebut dipengaruhi dan terkadang diatur oleh molekul-molekul
matriks. Jadi, terdapat semacam interaksi intensif antara sel-sel dan matriks,
dengan sejumlah komponen matriks yang dikenali dan tertambat pada
reseptor-reseptor di permukaan sel (Victor p, 2003).
Setiap jaringan fundamental dibentuk oleh beberapa jenis sel dan
secara khas dibentuk oleh asosiasi sel dan matriks ekstrasel yang spesifik.
Asosiasi yang khas ini mempermudah pengenalan sejumlah besar subtipe
jaringan oleh mahasiswa. Kebanyakan organ dibentuk oleh kombinasi.
Kombinasi yang tepat dari jaringan-jaringan tersebut memungkinkan
berfungsinya setiap organ dan organisme secara keseluruhan. Ukuran sel dan
matriksnya yang kecil menyebabkan histologi bergantung pada penggunaan
mikroskop, sehingga kita bisa membuat sendiri preparat jaringan tentang apus
sel darah manusia (Anthony L, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian metode apus ?
2. Bagaimana cara kerja metode apus ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian metode apus.
2. Mengetahui cara kerja metode apus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Apus


Metode apus (smear method) adalah suatu pembuatan sediaan darah
dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film) dari substansi yang
berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas
lemak, untuk selanjutnya kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan
gelas penutup.
B. Proses Pembuatan metode Apus
Langkah yang penting di dalam pembuatan sediaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Tebal film harus diperhatikan.
2. Film kemudian difiksasi agar melekat erat pada gelas benda sehingga
yakin bawa sel-sel yang ada di dalamnya tetap normal bentuknya.
3. Memberi warna.
4. Menutup dengan gelas penutup.
Biasanya yang sering dibuat sediaan apus adalah darah, walaupun cairan
yang lain juga dapat dibuat sediaan apus, misalnya nanah (eksudat) atau
jaringan-jaringan tertentu. Preparat apusan darah sangat diperlukan untuk
pengamatan secara mikroskopis darah. Preparat apusan darah digunakan
untuk menentukan perbedaan leukosit, untuk menyelidiki adanya eritrosit,
platelet dan leukosit serta perhitungan leukosit (Medic, 2008).
Darah adalah cairan ekstra sel yang berperan dalam sistem sirkulasi yang
menjamin terdistribusinya semua kebutuhan sel sacara merata meliputi sari
makanan, oksigen, panas tubuh, dan pembuangan zat sisa. Darah terdiri dari
dua bagian, yaitu sel-sel darah dan cairan darah (plasma darah). Sel-sel darah
terdiri dari: sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan
keping darah atau trombosit.
a. Eritrosit (Sel Darah Merah) Dalam 1 mm³ darah terdapat 5 juta
eritrosit.
b. Dalam keadaan normal, eritrosit berbentuk cakram bulat bikonkaf
dengan diameter sekitar 7.2 μm tanpa memiliki inti. Eritrosit
mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengikat oksigen.
Sel darah merah/eritosit merupakan sel darah yang berperan sebagai
pengangkut oksigen, karena adanya hemoglobin yang mengikat dan
membebaskan kembali oksigen.
Hampir semua oksigen yang dibawa oleh darah terikat
hemoglobin, hanya sedikit saja yang terlarut dalam plasma darah.
Volume eritrosit 1/3 -1/2 volume darah. b. Leukosit (Sel Darah
Putih) Sel leukosit mempunyai fungsi utama dalam sistem
pertahanan. Rata-rata jumlah sel darah putih yang normal pada
manusia adalah rata-rata 5000-9000 sel/mm3. Pengamatan sel darah
putih secara mikroskopis akan terlihat seperti terdapat tetesan
setengah cair yang disebut granula spesifik (granulosit).
Granulosit spesifik tersebut memiliki sitoplasma dan bentuk inti
yang bervariasi. Selain itu, ada juga yang tidak bergranula yang
dicirikan dengan sitoplasma yang homogen dengan inti berbentuk
bulat atau bentuk ginjal. Leukosit bergranula terbagi menjadi 3 jenis
yaitu:
1) Neutrofil Persentase terbesar dalam leukosit adalah neutrophil
yaitu sebanyak 60-70%. Karakteristik neutrofil adalah
bergaris tengah 12 µm, memiliki 1 inti dan 2-5 lobus.
Neutrofil berperan dalam pertahanan seluler dan fagositosis
terhadap partikel kecil dengan aktif. Sitoplasmanya banyak
mengandung granula-granula spesifik.
2) Basofil Basofil berjumlah sangat sedikit di dalam leukosit
darah, bergaris tengah 12 µm, berinti 1, berbentuk ireguler.
Sitoplasma basofil terdapat granula yang lebih besar dan
seringkali menutupi inti. Granula basofil metakromatik dan
mensekresi histamin dan heparin. Basofil berperan dalam
sistem kekebalan tubuh.
3) Eosinofil (Asidofil) Jumlah eosinofil hanya 1 - 3 % leukosit
darah, bergaris tengah 9 µm (sedikit lebih kecil dari
neutrofil). Intinya berlobus dua dan mempunyai granula
ovoid dengan eosin asidofkik. Eosinofil bersifat amuboid dan
mampu melakukan fagositosis yang
C. 4. lebih lambat dibanding neutrofil. Eosinofil mengandung profibrinolisin
yang berperan sebagai pembekuan darah. Sedangkan leukosit agranula
terbagi menjadi 2 jenis yaitu: 1) Limfosit Limfosit merupakan sel utama
pada sistem getah bening yang berbentuk sferis, berukuran yang relatif
lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris
tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif
besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan
kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit. 2) Monosit Monosit
merupakan sel leukosit yang terbesar dengan jumlah 3-8% dari seluruh
leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter
mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang
dalam berbentuk tapal kuda. Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan
wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Untuk imunoglobulin dan
komplemen. c. Trombosit (Keping-keping darah merah) Trombosit
berperan penting dalam proses pembekuan darah. Hal ini disebabkan
karena adanya ion Ca yang ada di dalamnya. Penggumpalan darah juga
melibatkan suatu bahan yang disebut serotonin yang berperan penting
dalam reaksi alergi. Film darah (sediaan oles) ini dapat diwarnai dengan
berbagai macam metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara
lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan gram, pewarnaan
wright, dan lain-lain.Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan
Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk
mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia
danlain-lain dari golongan protozoa. Hasil pewarnaan dengan Giemsa pada
darah manusia akan memperlihatkan eritrosit berwarna merah muda,
nukleolus lekosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma lekosit
berwarna sangat ungu muda, granula dari lekosit eosinofil berwarna ungu
tua, granula dari lekosit netrofil dan lekosit basofil berwarna ungu muda.
D. 5. D. PROSEDUR KERJA Pembuatan apus darah melalui dua tahapan
utama yaitu tahap pembuatan film darah tipis dan tahap pewarnaan dengan
metode Romanowski. Tahap pembuatan film darah tipis, bagian ujung jari
manis tangan kiri yang telah disterilkan dengan alkohol 70% ditusuk
dengan jarum franke steril (blood lancet). Darah diteteskan pada gelas
benda A yang bebas lemak pada posisi 1 cm dari tepi kanan gelas benda.
Meletakkan ujung pendek gelas benda B yang bebas lemak di sebelah kiri
tetesan darah dengan kemiringan 45 derajat kemudian dengan cepat gelas
benda B ditarik ke kanan hingga terjadi kapilaritas dan dengan cepat pula
ditarik kekanan dengan kecepatan konstan hingga terbentuk film darah
yang tipis dan rata lalu di keringanginkan di rak pewarnaan. Tahap
pewarnaan dengan metode Romanowski, apus darah yang telah kering
difiksasi dengan 2 tetes metil alkohol selama 5 menit pada apus darah
tersebut lalu dikering anginkan sampai kering. Setelah itu diwarnai dengan
pewarna Giemsa 3% selama 30 menit dengan cara meneteskan. Kemudian
apus darah dicuci dengan air matang yang telah didinginkan. Setelah
selesai preparat diberi label dan diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran kuat, difoto, dan dianalisis hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai