Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang
Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jaringan tubuh dan
cara jaringan ini menyusun organ-organ. Jaringan kebanyakan merupakan
jaringan filamen dan serat yang saling terjalin, baik selular maupun non
selular dengan lapisan membranosa. Histologi mencakup semua aspek biologi
jaringan, yang berfokus pada mekanisme susunan dan struktur sel dalam
mengoptimalkan fungsi yang spesifik untuk setiap organ (Anthony L, 2012).
Jaringan dibentuk oleh dua komponen yang saling berinteraksi yaitu,
sel dan matriks ekstrasel. Matriks ekstrasel terdiri atas banyak jenis molekul,
dan kebanyakan diantaranya sangat rumit dan membentuk struktur kompleks
seperti serabut kolagen dan membran basal. Fungsi utama yang dulu
dikatakan sebagai fungsi matriks ekstrasel adalah sebagai penunjang mekanis
bagi sel-sel, mengangkut nutrien ke sel-sel, dan membawa katabolit dan
produk sekresi. Kita kini mengetahiu bahwa, meskipun menghasilkan matriks
ekstrasel, sel tersebut dipengaruhi dan terkadang diatur oleh molekul-molekul
matriks. Jadi, terdapat semacam interaksi intensif antara sel-sel dan matriks,
dengan sejumlah komponen matriks yang dikenali dan tertambat pada
reseptor-reseptor di permukaan sel (Victor p, 2003).
Setiap jaringan fundamental dibentuk oleh beberapa jenis sel dan
secara khas dibentuk oleh asosiasi sel dan matriks ekstrasel yang spesifik.
Asosiasi yang khas ini mempermudah pengenalan sejumlah besar subtipe
jaringan oleh mahasiswa. Kebanyakan organ dibentuk oleh kombinasi.
Kombinasi yang tepat dari jaringan-jaringan tersebut memungkinkan
berfungsinya setiap organ dan organisme secara keseluruhan. Ukuran sel dan
matriksnya yang kecil menyebabkan histologi bergantung pada penggunaan
mikroskop, sehingga kita bisa membuat sendiri preparat jaringan tentang apus
sel darah manusia (Anthony L, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian metode apus ?
2. Bagaimana pewarnaan sediaan darah ?
3. Apa saja faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pewarnaan yang
baik ?
4. Apa saja sumber kesalahan pada metode apus ?
5. Bagaimana proses pembuatan metode apus ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian metode apus.
2. Mengetahui pewarnaan sediaan darah.
3. Mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai
pewarnaan yang baik.
4. Mengetahui sumber kesalahan pada metode apus.
5. Mengetahui proses pembuatan metode apus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Apus


1. Metode Apus Darah
Metode apus (smear method) adalah suatu pembuatan sediaan darah
dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film) dari substansi yang
berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas
lemak, untuk selanjutnya kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan
gelas penutup.
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih
digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan
apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,
kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop. Guna
pemeriksaan apusan darah :
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam
metode termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan
Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain
lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode
pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah,
sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit
darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa.
(Maskoeri, 2008)
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk
pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria
yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan
sitogenetik dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan juga parasit
jenis lainnya. (Jason and Frances, 2010 )
Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk
dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam
metanol. Yaitu dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin )
yang bersifat basa dan eosin y ( tetrabromoflurescin ) yang bersifat asam
seperti kromatin, DNA dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai
komponen sel yang bersifat basa seperti granula, eosinofili dan hemoglobin.
Ikatan eosin y pada azur B yang beragregasi dapat menimbulkan
warna ungu, dan keadaan ini dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek
ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi tidak terjadi pada RNA sehingga
akan menimbulkan kontras antara inti yang berwarna dengan sitoplasma yang
berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan
sering digunakan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah
(blood-borne parasite ). ( Ronald dan Richard , 2004 ). Bahan pemeriksaan
yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena, yang
dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan
EDTA (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
a. Jenis apusan darah :
1) Sediaan darah tipis
Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan
darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah
tebal, morfologinya lebih jelas. bentuk parasit plasmodium berada
dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan
morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan spesies
dan stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang dihinggapi
parasit dapat dilihat jelas.
2) Sediaan darah tebal
Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih
banyak untuk pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis,
sehingga jumlah parasit yang ditemukan lebih banyak dalam satu
lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan.
Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh dan kurang
begitu lengkap morfologinya. (Sandjaja, 2007)
2. Giemsa
Pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum digunakan agar
sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan
Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari
morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-
parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk
serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap.
(Kurniawan, 2010).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah
Giemsa yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Semakin
lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua.
Preparat apus yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil
menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau
jenis parasit yang lain (Maskoeri, 2008).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat
warna khusus. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue
dan pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure.
Setelah pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat
dilakukan Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas
struktur sel oleh masing-masing zat warna dari campuran, yaitu:
1) Afinitas untuk methylen blue
2) Afinitas untuk azure dikenal sebagai azurefilik ( ungu).
3) Afinitas untuk eosin (suatu zat warna asam ) dikenal sebagai asidofilik
atau eosinofilia.(merah muda kekuningan ).
4) Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat dalam campuran,
secara tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia (salmon-
pink smplilac ). ( Safar, 2009 ).
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen azur
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru memberi
warna pada inti leukosit . Ketiga jenis pewarna ini dilarutkan dengan
metil alcohol dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat (100 –
500 – 1000 cc) dan dikenal sebagai giemsa stock dengan pH 7. (Depkes
RI, 1993 ). Pedoman pemakaian Giemsa, yaitu :
1) Giemsa stock baru boleh diencerkan dengan aquadest, air buffer atau
air sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang
optimal.
2) Encerkan gimesa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan
terpaksa harus dibuang.
3) Untuk mengambil stock giemsa dari botolnya, gunakan pipet khusus
agar stock giemsa tidak tercemari.
4) Methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus
ditutup rapat dan tidak bboleh sering dibuka .
5) Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :
a. 1cc = 20 tetes
b. Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1cc
c. Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa encer
yang harus digunakan sesuai dengan kebutuhan terutama bila
melakukan pewarnaan.
6) Takaran pewarnaan, Untuk melakukan pewarnaan individu pada stock
giemsa 1 tetes dapat ditambah dengan pengencer sepuluh tetes lama
pewarnaan 15 – 20 menit ( giemsa 10 % ) atau stock giemsa 1 tetes
ditambah pengencer 1 cc ( 20 tetes ) dengan lama pewarnaan 45 – 60
menit ( giemsa 20 % ) .
7) Gunakan air pengencer yang mempunyai pH 6.8 – 7.2 ( paling ideal
dengan pH 7.2).
( Depkes RI, 1993 ).
Menguji mutu giemsa. Apakah stock giemsa yang akan digunakan
masih baik, perlu diadakan pengujian. Ada 2 cara menguji mutu Giemsa :
1) Dilakukan pewarnaan sel darah 1- 2 sel darah lalu diperiksa
mikroskop. Jika hasilnya dengan kriteria yang ada, berarti giemsa dan
air pengencernya masih baik. Pengujian seperti ini perlu dilakukan
setiap kali akan melakukan pewarnaan.
2) Dilakukan tes menggunakan kertas saring dan metil alkohol
a. Meletakkan kertas saring di atas gelas supaya bagian tengah kertas
saring tidak tersentuh apapun.
b. Meneteskan 1 – 2 stock giemsa pada kertas saring, menunggu
sampai meresap dan melebar, kemudian meneteskan 3 – 5 tetes
metil alcohol absolute dipertengahan bulatan giemsa satu persatu
dengan jarak waktu beberapa detik, sampai garis tengah giemsa
menjadi 5 – 7 cm maka akan berbentuk bulatan biru (metilen blue)
di tengah, lingkaran cincin ungu ( metilen azure ) berada di
luarnya, serta lingkaran tipis warna merah ( eosin ) dipinggir sekali.
Jika warna ungu atau merah tidak terbentuk berarti giemsa sudah
rusak dan tidak boleh dipakai lagi. ( Depkes RI, 1993 ).

B. Pewarnaan Sediaan Darah


Sediaan darah tebal biasanya di hemolisis terlebih dulu sebelum
pewarnaan, sehingga parasit tidak lagi tampak dalam eritrosit. Kelebihan
dari sediaan ini yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume
darah yang digunakan lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak dalam
satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah
ditemukan. Sedangkan kelemahan dari sediaan darah tebal bentuk parasit
yang kurang lengkap morfologinya. (Safar, 2009)
1. Ciri-ciri sediaan yang baik :
Sediaan yang dibuat harus bersih yaitu sediaan tanpa endapan
zat pewarnaan. Sediaan juga tidak terlalu tebal, ukuran ketebalan
dapat dinilai dengan meletakkan sediaan darah tebal di atas arloji. Bila
jarum arloji masih dapat dilihat samar-samar menunjukkan ketebalan
yang tepat. Selain menggunakan arloji dapat juga dengan cara
meletakkan sediaan darah tebal di atas koran, kalau tulisan di bawah
koran sediaan masih terbaca, berarti tetesan tadi cukup baik.
(Sandjaja, 2007)
2. Hasil sediaan darah tebal yang baik :
Inti sel darah putih biru lembayung tua, granula biasanya tidak
tampak, hanya granula eosinofil. Trombosit berwarna lembayung
muda dan sering berkelompok. Parasit tampak kecil, batas sitoplasma
sering tidak nyata. Titik Maurer dan titik Ziemen (P. malariae)
biasanya hilang. Titik Scuffner sering masih terlihat sebagai zona
merah. Bentuk cincin sering tampak sebagai “koma”, “tanda seru”,
atau “burung terbang”, terutama pada P. falciparum. Tropozoit yang
sudah agak besar tampak pigmen. Sitoplasma P. Vivax dapat terlihat
jelas seperti amuboid. Sitoplasma pada malariae mulai mengumpul
disekitar inti, dan bentuk schizon tampak jelas. (Irianto, 2009)
3. Parasit yang ada dalam sediaan darah tebal
1) Plasmodium Vivax
Ciri khas dari Plasmodium vivax yaitu eritrosit yang
dihinggapi membesar, bila tropozoid tumbuh maka bentuknya
tidak teratur, berpigmen halus. Tropozoid yang sedang
berkembang biak dari Plasmodium vivax berbeda-beda dan tidak
beratur bentuknya. Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini
mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan
hemoglobin.Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti
pada satu sisi.Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat
penebalan sitoplasma yang tidak merata. Dalam waktu 36 jam
parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang
membesar.
Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami
pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang berisi merozoit
berjumlah antara 16 – 18 buah. Gametosit mengisi hamper seluruh
eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa
akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru.
Makrogametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya
di pinggir. Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik
Schuffner pada eritrosit yang terinfeksi parasit ini. ( Sungkar S,
1994 )

Gambar 1. Plasmodium Vivax


2) Plasmodium Malariae
Plasmodium malariae ukurannya lebih kecil, berbentuk
cincin apabila dicat dengan giemsa mirip cincin Plasmodium vivax
hanya sitoplasma lebih biru dan parasit lebih kecil, teratur serta
padat. Parasit ini juga dapat berbentuk pita yang melintang pada
sel darah merah bentuk kromatin seperti benang (Sungkar S, 1994)

Gambar 2. Plasmodium malariae


3) Plasmodium Falciparum
Pasmodium falciparum, dapat menyebabkan penyakit
tertian maligna (malaria tropica), infeksi oleh spesies ini
menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat
dibandingkan spesies lain dan merozoitnya menginfesi sel darah
merah dari segala umur (baik muda maupun tua ). Hanya
ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darah tepi, kecuali
pada kasus infeksi yang berat. Schizogoni terjadi di dalam kapiler
organ dalam termasuk jantung. Sedikit schizont di darah tepi,
terkait berat ringannya infeksi. Schizont berisi merozoit berjumlah
16 – 20 buah.
Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran. Bisa
terjadi multiple infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit
dalam eritrosit), bentuk acolle (inti menempel dinding eritrosit)
dan spliting (inti parasit terpecah dua). Gametosit berbentuk
pisang, makrogametosit inti kompak (mengumpul) biasanya di
tengah sedangkan makrogametosit intinya menyebar. Sitoplasma
eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yang tidak teratur
disebut titik Maurer.

Gambar 3. Plasmodium Falciparum


4) Plasmodium Ovale
Plasmodium ovale merupakan parasit yang jarang terdapat
pada manusia bentuknya mirip dengan plasmodium vivax sel
darah merah yang dihinggapi akan sedikit membesar, bentuknya
lonjong dan bergerigi pada satu ujungnya adalah khas plasmodium
ovale. Plasmodium ovale menyerupai plasmodium malariae pada
bentuk skizon dan tropozoid yang sedang tumbuh. (Sungkar S,
1994)

Gambar 4. Plasmodium Ovale

C. Faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai pewarnaan yang


baik
1. Kualitas dari stock giemsa yang digunakan standar mutu
a) Stock giemsa yang belum tercemar air
b) Zat warna giemsa masih aktif
2. Kualitas dari air pengencer giemsa
a) Air pengencer harus jernih dan tidak berbau
b) Derajat keasaman pengencer hendaknya berada 6,8 - 7,2
perubahan pH pada larutan giemsa berpengaruh pada sel-sel darah
3. Kualitas pembuatan sediaan darah
Dalam pembuatan sediaan darah tebal yang perlu diperhatikan
adalah tebalnya sediaan. Ketebalan dikatakan memenuhi syarat
apabila disetiap lapang pandang terdapat 10 – 20 sel darah putih.
4. Kebersihan sediaan darah
Zat warna yang mengendap dipermukaan pada akhir pewarnaan
tertinggal pada sel darah dan akan mengotorinya. Oleh karna itu pada
akhir pewarnaan larutan giemsa harus dibilas dengan air yang
mengalir .
5. Syarat sediaan Kaca
Kaca sediaan dipakai untuk menempelkan darah yang sering
kali diambil dari tempat yang jauh, sediaan darah ini kemudian
diproses, diperiksa dan kemudiaan disimpan atau dicuci kembali,
maka penting sekali penggunaan kaca sediaan yang baik dan bermutu.
Syarat untuk kaca sediaan yang baik adalah :
a) Bening atau jernih
b) Permukaan licin, tidak tergores-gores
c) Bersih ( bebas dari lemak, debu, asam, atau alkalis )
d) Tebal antara 1,1 dan 1,3 mm
e) Ukurannya sama ( Depkes RI, 1993)
6. Prosedur pewarnaan darah tebal :
a) Teteskan darah pada sebuah slide bersih.
b) Tetesan darah dilebarkan sambil dengan kaca secara berputar,
sampai menjadi sediaan darah dengan diameter 1 - 2 cm.
c) Biarkan mengering di udara .
7. Pengecatan sediaan darah tebal :
a) Rendam apusan darah dalam air untuk melisiskan sel darah
merah.
b) Setelah darah lisis rendam atau genangi dengan giemsa selama
15-20 menit.
c) Biarkan sampai kering, periksa sediaan darah dibawah
mikroskop.
8. Pemeriksaan darah tebal dilakukan dengan cara :
a) Siapkan mikroskup yang sudah dibersihkan dengan xylol.
b) Pasang sediaan dengan perbesaran 100x dengan diberi anisol.
c) Catat hasil pengamatan.
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pewarnaan giemsa :
a) Perhatikan agar metanol tidak mengenai sediaan tetes tebal karena
akan membuat bagian tersebut terfiksasi dan hasil pewarnaan
tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan.
b) Hati-hati pada saat membilas sediaan tetes tebal karena bagian
tersebut tidak difiksasi dan tidak menempel dengan kuat ke slide
kaca.

D. Sumber Kesalahan
Dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan hasil yang
akurat harus mengacu kepada GLP ( Good Laboratory Procedure ) yaitu
melalui 3 tahap prosedure antara lain:
1. Pre Analitik
Dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini
sangat menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan
dan mempengaruhi proses kerja berikutnya . Faktor yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan seperti penyakit, puasa / tidak, diet,
variasi diurnal, aktifitas fisik, obat – obatan serta labeling.
Sampel yang diambil haruslah sampel yang sesuai/tepat dengan
jenis pemeriksaannya, cara pengambilan sampel pun harus benar.
Penggunaan bahan pembantu yang tidak tepat tentunya akan merusak
sampel. Kondisi lingkungan seperti suhu, kebersihan tentunya
mempengaruhi stabilitas dan kualitas sampel sehingga dapat
berakibat terhadap hasil pemeriksaan.
Kualitas bahan pembantu juga mempengaruhi hasil karena jika
kualitasnya tidak baik tentunya dapat merusak sampel dan atau
menurunkan kualitas yang ada.
2. Analitik
adalah tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh
hasil pemeriksaan. Spesimen yang tepat mengenai jenis dan volume
sampel, alat sesuai standar, reagen yang berkualitas, standar dan tidak
kadaluarsa, giemsa yang digunakan pada proses pewarnaan adalah
giemsa yang sesuai standar, penggunaan air sesuai dengan standar,
pemeriksaan sesuai suhu, kalkulasi dan pelaporan yang tepat.
3. Pasca Analitik
ialah tahap akhir pemeriksaan yang dikeluarkan untuk
meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar –
benar valid atau benar,meliputi :
a) Pencatatan hasil
b) Pelaporan hasil
c) Pengiriman hasil dari keluarnya hasil pemeriksaan, proses
penyalinan hasil sampai diberikan kepada pasien. (Buletin
PRODIA, 2007)
E. Proses Pembuatan metode Apus
Langkah yang penting di dalam pembuatan sediaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Tebal film harus diperhatikan.
2. Film kemudian difiksasi agar melekat erat pada gelas benda sehingga
yakin bawa sel-sel yang ada di dalamnya tetap normal bentuknya.
3. Memberi warna.
4. Menutup dengan gelas penutup.
Biasanya yang sering dibuat sediaan apus adalah darah, walaupun
cairan yang lain juga dapat dibuat sediaan apus, misalnya nanah
(eksudat) atau jaringan-jaringan tertentu. Preparat apusan darah sangat
diperlukan untuk pengamatan secara mikroskopis darah. Preparat apusan
darah digunakan untuk menentukan perbedaan leukosit, untuk
menyelidiki adanya eritrosit, platelet dan leukosit serta perhitungan
leukosit (Medic, 2008).
Prosedur kerja pembuatan apus darah melalui dua tahapan utama
yaitu tahap pembuatan film darah tipis dan tahap pewarnaan dengan
metode Romanowski.

 Tahapan metode film darah tipis


1. Ujung jari kiri bagian tengah atau manis disiapkan dan dikipas-
kipaskan ke arah kaki kemudian diurut dengan tangan kanan ke
arah ujung jari.
2. Ujung jari tengah atau manis dan jarum franke steril (blood
lancet) disterilkan dengan alcohol 70%.
3. Ujung jari tersebut ditusuk dengan jarum franke steril (blood
lancet), darah dikeluarkan.
4. Tetesan darah pertama diusap menggunakan kapas beralkohol.
5. Tetesan berikutnya diteteskan pada gelas benda A yang bebas
lemak pada posisi 0,5 cm dari sisi pendek atau tepi kanan gelas
benda A.
6. Gelas benda B yang sisi pendeknya rata diambil dan ditegakkan
disebelah kiri tetesan darah dengan kemiringan gelas benda B
sebesar 450C.
7. Gelas benda B ditarik ke arah tetesan darah sehingga terjadi
kapilaritas.
8. Gelas benda B didorong ke arah kiri gelas benda A dengan kuat
dan kecepatan yang konstan, sehingga terbentuk film darah yang
tipis dan rata.
9. Film darah tersebut dikeringkan pada rak pewarnaan datar yang
bersih.
 Tahapan Metode Romanowski
1. Film darah pada rak pewarnaan dipastikan sudah kering.
2. Semua permukaan film darah difiksasi dengan meneteskan
fiksatif (metil alcohol) selama 5 menit.
3. Permukaan film darah yang sudah difiksasi dikeringkan sampai
kering.
4. Film darah yang sudah kering diwarnai dengan cara meneteskan
zat warna Giemsa 3% selama 30-40 menit.
5. Film darah yang sudah diwarnai kemudian dicuci smapai bersih
dengan tetesan aquades dingin yang sudah didihkan terlebih
dahulu.
6. Film darah yang sudah dicuci kemudian dikeringkan.
7. Film darah tersebut kemudian diberi label sesuai identitas
preparat yang bersangkutan pada ujung kanan gelas benda A
dengan posisi memanjang.
8. Preparat diamati dengan perbesaran kuat, kemudian difoto dan
dianalisis.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Darah adalah suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat
dianggap sebagai jaringan pengikat. Pembuatan preparat apus sel darah
dengan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear) yang
merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film)
dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan diatas gelas benda yang
bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup
dengan gelas penutup dan diwarnai dengan HE (hemotoksin dan eosin) dan
juga digunakan methanol dan pewarna giemsa fluka dan buffer giemsa /
etanol. Hasil yang telah jadi di lihat dengan menggunakan miksroskop dengan
perbesaran yang sesuai, dan hasilnya pun berhasil bahkan hampir sama
dengan preparat yang aslinya.

B. Saran
Sebaiknya ketika dalam melakukan percobaan membuat sediaan apus
ini, praktikan harus lebih berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam
percobaan membuat preparat apus sel darah dan juga harus berhati-hati dalam
menggunakan alat dan bahannya agar hasil yang didapat bagus dan
memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://biozestschool.blogspot.co.id/2018/01/laporan-praktikum-mikroteknik-
preparat.html
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Sediaan_apus_darah
3. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/144/jtptunimus-gdl-rosmayulia-7181-3-
babiit-k.pdf
4. http:/Cara.Mudah.Mengidentifikasi.Parasit.Malaria.AAK.Pemda.Aceh.html
5. http://asiiahw.blogspot.co.id/2013/11/pembuatan-preparat-apus-sel-darah.html

Anda mungkin juga menyukai