Anda di halaman 1dari 49

MODEL KONSELING PSIKOANALISTIK, BEHAVIORISTIK DAN

PENDEKATAN GESTALT

makalah

diajukan untuk memenuhi bahan presentasi semester enam


mata kuliah jurusan bimbingan dan konseling
Konseling Individual

oleh
kelompok 1

Dika Fadhila 1206104030014


Syufiyatuddin Indah Haqqun 1206104030032
Irhamiati 1206104030035
Sarah Mauliana 1206104030050
Nuryasinta 1206104030053
Shedati Zakiah 12061040300

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. Karena atas rahmat dan

hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun

dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Konseling Individual, “Model

Konseling Psikoanalistik, Behavioristik Dan Pendekatan Gestalt”.

Sholawat serta salam semoga selalu teercurahkan kapada junjungan kita


nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju ke
jalan terang benderang, yakni Addinul Islam.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.Dahliana Abd.,
M.Pd. Kons. selaku dosen pengampu mata kuliah Konseling Individual yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu dari
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis tentunya dan bagi seluruh acivitas akademika
Universitas Syiah Kuala.

Darussalam, Februari 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................2
1.3 TUJUAN MAKALAH............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 MODEL KONSELING PSIKOANALISTIK.......................................3
A. Tokoh dan Sejarah Psikoanalistik.........................................................3
B. Konsep Dasar Teori.................................................................................5
C. Pemahaman Individu..............................................................................7
D. Tujuan Konseling..................................................................................10
E. Karakteristik..........................................................................................11
F. Teknik Konseling...................................................................................12
G. Tahap Konseling....................................................................................14
H. Peran Konselor dan Konseli.................................................................15
I. Kelemahan dan Kelebihan...................................................................16
J. Contoh - contoh Kasus..........................................................................16
2.2 MODEL KONSELING BEHAVIORISTIK.......................................18
A. Tokoh dan Sejarah Behavioristik........................................................18
B. Konsep Dasar Teori Behavioristik.......................................................20
C. Pemahaman Individu............................................................................21
D. Teknik Konseling...................................................................................24
E. Proses dan Tahapan Konseling Kelompok Behavioral......................28
F. Peran Konselor dan Konseli.................................................................30
G. Kelemahan dan Kelebihan...................................................................32
H. Contoh - contoh Kasus..........................................................................32
2.3 MODEL KONSELING GESTAL........................................................34
A. Tokoh dan Sejarah Gestalt...................................................................34
B. Konsep Dasar Teori...............................................................................35
C. Pemahaman Individu............................................................................36
D. Tujuan Konseling..................................................................................38
ii
E. Teknik Konseling...................................................................................38
F. Proses dan Fase Konseling....................................................................40
G. Peran dan Tugas Konselor....................................................................42
H. Kelemahan dan Kelebihan...................................................................43
I. Contoh - contoh Kasus..........................................................................44
BAB III PENUTUP..............................................................................................45
3.1 KESIMPULAN......................................................................................45
3.2 SARAN...................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di era globalisasi yang semakin kompleks ini, banyak tercipta


permasalahan yang mengakibatkan manusia berbuat salah yang berdampak pada
kesehatan mentalnya. Dengan demikian peran konseling sangat penting untuk
membantu masyarakat atau individu memulihkan kesehatan mentalnya. Maka dari
itu kemampuan dan keterampilan konselor sangat diharuskan untuk diasah dan
memahami tehnik-tehnik dan model-model konseling yang akan membantunya
dalam kelancaran praktek konselingnya nanti.

Dalam hal ini, penulis memaparkan tiga model konseling dari Sembilan
model konseling yang dapat digunakan konselor untuk melaksanakan praktik
konselingnya terhadap konseli. Model konseling ini diantaranya ada model
konseling psikoanalistik, behavioristic dan pendekatan gestalt.

Pendekatan psikoanalisis dikenal dengan istilah psikodinamik yang di


kembangkan oleh Sigmund Freud. Pendekatan – pendekatan psikoanalisa atau
psikodinamik menganggap bahwa tingkah laku abnormal disebabkan oleh faktor –
faktor intrapsikis ( konflik tak sadar, represi, mekanisme defensive ) yang
mengganggu penyesuaian diri. Konseling Behavioral pada mulanya disebut
dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari
Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan
oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan terapi
adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon
(S-R) sedapat mungkin.

Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari


suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori
psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang
paling dasar dalam psikologi Gestalt.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana model konseling psikoanalistik?

2. Bagaiana model konseling behavioristik?

3. Bagaimana model konseling gestalt?

1.3 TUJUAN MAKALAH

1. Mengetahui dan memahami model konseling psikoanalistik.

2. Mengetahui dan memahami model konseling behavioristik.

3. Mengetahui dan memahami model konseling gestalt.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 MODEL KONSELING PSIKOANALISTIK

A. Tokoh dan Sejarah Psikoanalistik

a. Tokoh

Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat


psikologis dengan cara-cara fisik. Psikoanalisis jelas terkait dengan tradisi Jerman
yang menyatakan bahwa pikiran adalah wujud yang aktif, dinamis dan bergerak
dengan sendirinya. Psikoanalisis merupakan psikologi ketidaksadaran.
Perhatiannya tertuju kearah bidang motivasi, emosi, konflik, mimpi-mimpi, dan
sifat-sifat karakter. Psikoanalisa dahulu lahir bukan dari psikologi melainkan dari
kedokteran, yakni kedokteran bidang sakit jiwa. Tokoh utama psikoanalisa ialah
Sigmund Freud (1896).

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat


tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi, berorientasi untuk berusaha
membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada
rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety). Menurut
pandangan Freud, setiap manusia didorong oleh kekuatan-kekuatan irasional di
dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari dan oleh kebutuhan-
kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri.

b. Sejarah

Dimulai dari suatu metode penyembuhan penderita sakit jiwa, hingga


menjadi sebuah gagasan baru tentang manusia, psikoanalisis dianggap salah satu
gerakan revolusioner dalam bidang psikologi. Peletak dasar teori ini adalah
Sigmund Shlomo Freud yang dilahirkan di Moravia, Cekoslovakia pada tanggal 6
mei 1856, pada usia 4 tahun bersama keluarganya Freud pindah ke Wina, Austria.
Kondisi politik Austria saat itu membatasi ruang geraknya untuk bisa meneruskan
cita-citanya kuliah di fakultas hukum, sehingga Freud memutuskan untuk
mengambil jurusan kedokteran, dan pada usia 25 tahun dia telah lulus dan bekerja
di sebuah rumah sakit di kota Wina. Di sini Freud bertemu dengan seorang dokter

3
dokter spesialis syaraf bernama Josef Breuer, yang sedang merawat seorang
pasien dengan gejala-gejala histeria bernama Bertha Pappenheim.

Pada tahun 1885 Freud mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Paris


selama 4 bulan dan bertemu dengan Jean Charchot, seorang ahli syaraf dan
hipnotis berkebangsaan Jerman. Dari beliau, Freud belajar tentang penggunaan
hipnotis untuk menyembuhkan gejala-gejala histeria. Sepulangnya dari Paris, di
Wina Freud kembali bekerja sama dengan Breuer dan menghasilkan sebuah buku
yang sangat terkenal Studies of Hysteria (Freud & Breuer, 1895).

Buku ini kemudian menjadi dasar bagi penelitian-penelitian Freud


selanjutnya, beliau pertama kali memperkenalkan istilah psikoanalisa pada tahun
1896. Tulisan-tulisan Freud berikutnya pada periode tahun 1890-an banyak
membahas tentang pentingnya peningkatan kesadaran individu tentang kehidupan
seksualitasnya. Menurut Freud gejala-gejala histeria dan neurosis disebabkan oleh
pengalaman seksual yang traumatis pada masa kecil.

Freud melakukan penelitian dan ditulis dalam karya terbesar Freud yaitu
Interpretation of Dreams, yang diselesaikannya pad tahun 1899, berisi tentang
konsep bahwa mimpi merefleksikan harapan-harapan yang ditekan, dan bahwa
proses mental dan fisik itu saling berhubungan satu sama lain, sebuah konsep
yang saat itu banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat luas

Seiring dengan penolakan tersebut, respon positif mulai berdatangan dari


beberapa simpatisan, dimulai dengan mengadakan forum the Wednesday
Psychological Society (1902) hingga menjadi the Vienna Psychoanalytic Society
(1908). Pada tahun-tahun itu Fr eud juga menjadi semakin produktif dalam
menulis, beberapa buku berhasil diterbitkannya antara lain : the Psychopathology
of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes and Their
Relation to the Unconscious (1905). Sebuah peristiwa penting yang akhirnya
memberikan pengakuan terhadap psikoanalisa dan membawanya ke Amerika
adalah undangan dari Stanley Hall untuk memberikan kuliah umum di Clark
University di Worcester, Massachusetts pada tahun 1909. Setelah itu perhatian
dunia semakin besar terhadap teori Psikoanalisa, ditambah dengan terbitnya buku

4
penting Freud yang lain seperti Introductory Lectures on Psycho-Analysis (1917)
dan the Ego and the Id (1923).

Sigmund Freud terus aktif berkarya hingga maut menjemputnya pada


tahun 1939 karena penyakit kanker mulut dan rahang yang telah dideritanya
selama 16 tahun terakhir, dan melewati 33 kali operasi. Beliau meninggal dunia di
London pada usia 83 tahun dan meninggalkan warisan yang tidak ternilai bagi
dunia psikoterapi modern.

B. Konsep Dasar Teori

Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,


mekanistik, dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-
kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa
psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud
menekankan peran naluri-naluri yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga
menekankan pada naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan
segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan
melingkar ke arah kematian.

Sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran


dan ketidaksadaran yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah
laku dan masalah kepribadian. Dengan kepercayaannya bahwa sebagian besar
fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran, maka sasaran terapi
psikoanalitik adalah membuat motif-motif tidak sadar menjadi disadari. Dari
perspektif ini, terapi adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala, sebab-sebab
tingkah laku, dan bagian-bagian yang direpresi yang menghalangi fungsi
psikologis yang sehat.

Selain kesadaran, kecemasan juga menjadi hal yang esensial untuk


menggambarkan tentang sifat manusia. Apabila tidak dapat mengendalikan
kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung maka ego akan
mengandalkan cara-cara yang tidak relistis yaitu tingkah laku yang berorientasi
pada pertahanan ego. Freud menyakini bahwa individu yang hati nuraninya

5
berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang
berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya.

Beberapa konsep dasar dari psikoanalisa diantaranya:

a. Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-


dorongan instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke
arah dorongan itu.
b. Manusia bersifat tidak rasional, tidak sosial dan destruktif terhadap
dirinyadan orang lain. Libido mendorong manusia ke arah pencarian
kesenangan.
c. Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional,
motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-
dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa psikoseksual
yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan.
d. Alam sadar adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat,
menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki
ruang yang terbatas dan saat individu menyadari berbagai rangsangan
yang ada di sekitar kita.
e. Alam prasadar yaitu bagian dasar yang menyimpan ide, ingatan dan
perasaan yang berfungsi mengantarkan ide, ingatan dan perasaan tersebut
ke alam sadar jika kita berusaha mengingatnya kembali.
f. Alam bawah sadar adalah bagian dari dunia kesadaran yang terbesar dan
sebagian besar yang terpenting dari struktur psikis, karena segenap pikiran
dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari
lagi akan tersimpan didalamnya.
g. Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang
lain.
h. Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-perasaan benci
dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan
kekurangan perasaan-perasaan otonom.
i. Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan seksual
diri sendiri.

C. Pemahaman Individu

a. Hakikat Manusia

6
Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-
kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa
psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud
menekankan peran naluri-naluri yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga
menekankan pada naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan
segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan
melingkar ke arah kematian.

Berdasarkan dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip


psikonalisis tentang hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :

a. Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada masa dewasa


b. Proses mental yang tidak disadari mengintegrasi perilaku-perilaku
c. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan mengembangkan diri
melalui dorongan libido dan agresivitasnya sejak lahir
d. Secara umum perilaku manusia bertujuan untuk meredakan ketegangan,
menolak kesakitan dan mencari kenikmatan
e. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku
neurosis
f. Apa yang terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan pada sebab-sebab di
masa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan di masa
yang akan datang
g. Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting pada
perilaku masa dewasa dan diulangi dalam transferensi selama proses
terapi.

b. Perkembangan Perilaku
a) Struktur Kepribadian

Menurut pandangan Psikoanalisis, struktur kepribadian manusia tersusun


secara struktural, dimana terdapat subsistem yang berinteraksi secara dinamis,
yaitu id, ego, dan superego.

7
1) Id, atau biasa disebut struktur kepribadian primitif adalah sistem
kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir, yang dihubungkan dengan
faktor biologis dan hereditas. Digerakkan oleh libido, yaitu energi psikis
untuk dapat beradaptasi secara fisiologis dan sosial untuk
mempertahankan dan mengembangkan spesiesnya. Prinsip kerjanya selalu
mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan.
Tempatnya ada pada alam bawah sadar dan secara langsung berpengaruh
terhadap perilaku seseorang tanpa disadari.
2) Menurut Freud terdapat dua insting dasar dalam Id, yaitu Eros dan
Thanatos. Eros merupakan insting untuk bertahan hidup, dengan libido
sebagai dorongan utama. Sedangkan Thanatos merupakan insting yang
mendorong individu untuk berperilaku agresif dan destruktif.
3) Ego, adalah strukutur kepribadian yang tidak diperoleh saat lahir, tetapi
dipelajari sepanjang berinteraksi dengan lingkungannya. Ego memiliki
kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan, merupakan eksekutif dari
struktur kepribadian yang bertugas memerintah, mengendalikan, dan
mengatur. Ego mempunyai tugas sebagai “penengah” antara dorongan-
dorongan biologis (Id) dan tuntutan atau hati nurani yang terbentuk dari
orang tua, budaya, dan tradisi ( superego). Ego bertindak realistis dan
berfikir logis dalam merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan
kebutuhan. Hubungan antara ego dengan id, adalah bahwa ego adalah
tempat bersemayamnya inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi dan
mengendalikan impuls buta id, sementara id hanya mengenal kenyataan
yang subyektif.
4) Superego, adalah struktur kepribadian yang berhubungan dengan tindakan
baik-buruk, benar-salah. Superego dikembangkan dari kebudayaan dan
nilai sosial, terbentuk karena adanya interaksi dengan orang tua dan
masyarakat, merepresentasikan hal-hal yang ideal, dan mendorong
individu kepada kesempurnaan, bukan kesenangan semata. Dapat
dikatakan superego merupakan kata hati seseorang dan sebagai alat
kontrol dari dalam individu untuk menentang kehendak Id. Tempatnya
pada alam sadar dan terbentuk sejak kanak-kanak lalu terus berkembang
hingga dewasa.

8
Sehingga menurut Freud, struktur kepribadian merupakan sistem yang
kompleks, karena adanya interaksi antara tuntutan Id, dunia realitas yang dimiliki
Ego dan harapan moral Superego.

b) Perkembangan kepribadian
o Kepribadian berkembang sehubungan dengan empat macam pokok
sebagai sumber ketegangan, yaitu: proses pertumbuhan fisiologis
(kedewasaan), Fermustasi, Konflik, dan Ancaman.
o Perekembangan kepribadian anak mempunyai tingkatan yang
berbeda-beda dari sejak lahir sampai berumur 5 tahun, adalah
merupakan periode dasar yang masih belum stabil, maju meningkat
pada masa pemuda dan menuju ketenangan pada masa dewasa.
o Fase-fase perkembangan tersebut adalah:
o Fase oral (0-1 tahun) pada fase ini mulut merupakan daerah pokok
dari pada aktivitas dinamis
o Fase anal (1-3 tahun) pada fase ini kateksis dan anti kateksis
berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
o Fase Phallis (3-5 tahun) pada fase ini alat kelamin merupkan
daerah erogen terpenting
o Fase latent (5-13 tahun) pada fase ini implus-implus cenderung
untuk ada dalam keadaan tertekan
o Fase pubertas (12-20 tahun) Pada fase ini menonjol dan membawa
aktivitas dinamis kembali.Fase geital (20-keatas) Pada fase ini
individu telah berubah dari mengejar kenikmatan, menjadi orang
dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas.
c) Pribadi sehat dan bermasalah

Manusia yang memiliki kepribadian sehat menurut pandangan


psikoanalisa antara lain:

1. Orang yang bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah


2. Dapat mengatasi kecemasan dan tekanan yang ada dalam hidupnya
3. Kinerja yang seimbang antara id, ego dan super ego
4. Pada alam pikiran tidak sadar dan kreativitas sebagai kompensasi
untuk masa anak-anak yang traumatis
5. Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah
laku sekarang

9
Sedangkan manusia yang memiliki kepribadian yang menyimpang atau
tidak sehat menurut psikoanalisa antara lain:

1. Individu bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak mau tahu


kenyataan
2. Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan
keinginan
3. Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif
4. Masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa
kanak-kanak yang direpresi atau proses belajar yang tidak benar
pada masa anak-anak
5. Adanya dinamika yang tidak efektif antar super ego.

D. Tujuan Konseling

Menurut Corey (2005), tujuan terapi psikoanalisa adalah untuk


membentuk kembali struktur karakter individu, dengan cara merekonstruksi,
membahas, menganalisa, dan menafsirkan kembali pengalaman-pengalaman masa
lampau, yang terjadi di masa kanak-kanak. Membantu konseli untuk membentuk
kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal-hal yang tidak disadari
menjadi disadari oleh konseli. Secara spesifik, membawa konseli dari dorongan-
dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah
perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan kembali masa lalu konseli
dengan menembus konflik yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli
untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.

Tujuan konseling pendekatan psikoanalisis adalah untuk membentuk


kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal yang tidak
disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling dititik beratkan pada usaha
konselor agar konseli dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-
pengalaman masa kecilnya terutama antara umur 2-5 tahun. Pengalaman-
pengalaman tersebut ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan
agar kepribadian konseli dapat direkontruksi kembali.

10
Jadi penekanan konseling adalah pada aspek afektif sebagai pokok
pangkal munculnya ketidaksadaran manusia. Sudah barang tentu tilikan kognitif
tetap diperhatikan, akan tetapi tidak sepenting aspek afektif.

E. Karakteristik

Terapi freud lebih berpengaruh lebih bila dibadingkan teknik terapi yang
dikembangkan oleh ahli lainnya. Teknik terapi Freud memiliki karakteristik
tertentu :

a. Dilaksanakan dalam suasana santai

Terapi dilakukan Freud dalam suasana santai. Suasana seperti itu


diciptakan Freud melalui penataan ruang, warna dinding, pecahayaan dst yang
dibuat dengan sedemikian rupa sehingga klien betul-betul merasa nyaman dan
betah berada diruang tersebut. Dengan suasana santai Frued berharap konflik-
konflik yang telah ada di alam tidak sadar akan mudah ke alam sadar.

b. Klien diberikan kebebasan

Dalam terapi Freud, klian dibebaskan untuk bicara apa saja termasuk
menangis, menjerit, mengumpat, dst. Jika klien mengalami bloking atau
kebuntuan Freud berusaha membantu sehingga terjadilah asosiasi antara apa yang
ada dalam alam tak sadar dengan apa yang diberikan oleh terapis

c. Waktu pelaksanaan

Pertemuan terapeutik, pertemuan antara klien dan terapis dalam


psikoterapi, biasa dilakukan 4 atau 5 kali seminggu (1-2 jam pertemuan), selama 2
sampai 3 tahun.

F. Teknik Konseling
a. Asosiasi bebas

Teknik pokok dalam terapai psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor


memerintahkan klien untuk menjernihkan pikiranya adari pemikiran sehari-hari
dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya.

11
Yang pokok, adalah klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau
pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor.
Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan
penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.

Asosiasi bebas adalah satu metode pengungkapan pengalaman masa


lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatic di
masa lalu. Hal ini dikenal sebagai kataris. Kataris secara sementara dapat
mengurangi pengalaman klient yang menyakitkan, akan tetapi tidak memegang
peranan utama dalam proses penyembuhan. Sebagai suatu cara membantu klient
memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri, konselor menafsirkan makna-
makna yang menjadi kunci dari asosiasi bebas. Selama asosiasi bebas tugas
konselor untuk mengidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam
ketidaksadaran. Urutan asosiasi membimbing konselor dalam pemahaman kaitan
klient membuat peristiwa-peristiwa. Konselor menafsirkan materi kepada klient,
membimbing kearah peningkatan tilikan kedalam dinamika dirinya yang tidak
disadari.

b. Interpretasi

Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas,


analisi mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas
penetapan analisis, penjelasan, dan mengajarkan klien tentang makna perilaku
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik
itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi
baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. Interpretasi
mengarahkan tilikan dan hal-hal yang tidak disadari klient.

Hal yang penting adalah bahwa interpretasi harus dilakukan pada waktu-
waktu yang tepat karena kalau tidak klient dapat menolaknya. Ada tiga hal yang
harus diperhatikan dalam interpretasi sebagai teknik terapi. Pertama, interpretasi
hendaknya disajika pada saat gejala yang diinterpretasikan berhubungan erat
dengan hal-hal yang disadari klient. Kedua, interpretasi hendaknya selalu dimulai
dari permulaan dan baru menuju ke hal-hal yang dalam yang dapat dialami oleh

12
situasi emosional klient. Ketiga, menetapkan resistensi atau pertahanan sebelum
menginterpretasikan emosi atau konflik.

c. Analisis mimpi

Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak


disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah
yang belum terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lebih lemah dan
perasaan-perasaan yang tertekan muncul kepermukaan. Freud melihat bahwa
mimpi sebagai “royal road to the uncouncious” dimana didalam mimpi semua
keinginan, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari diekspresikan. Beberapa
motivasi yang tidak diterima oleh orang lain, dinyatakan dalam simbolik daripada
secara terbuka dan langsung.

d. Resistensi

Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari


yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan.
Interpretasi konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk
menyadari alasan timbulnya resistensi.

e. Transferensi

Transferensi (pemindahan).transferensi muncul dengan sendirinya dalam


proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak
terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan
mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya
ataupun siapapun.

G. Tahap Konseling
a. Tahap pembukaan
Tahap ini terjadi pada permulaan interview hingga masalah klien di
tetapakan.
b. Pengembangan tranferensi

13
Perkembangan dan analisis transferensi merupakan inti dalam
psikoanalisis. Pada fase ini perasaan klien mulai di tunjukan kepada
konselor, yang di anggap sebagai orang yang telah menguasainya di masa
lalunya.
c. Bekerja melalui transferensi
Tahap ini mencakup mendalami pemecahan dan pengertian klien sebagi
orang yang terus melakukan transferensi. Tahap ini dapat tumpang tindih
dengan tahap sebelumnya, hanya saja transferensi terus berlangsung, dan
konselor berusaha memahami tentang dinamika kepribadian kliennya.
d. Resolusi transferensi
Tujuan pada tahap ini adalah memecahkan perilaku neoretik klien yang di
tunjukan kepada konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor juga
mulai mengembangan hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian
pada klien dan menghindari adanya ketergantungan klien kepada
konselornya.
Jika klien dan konselor berkeyakinan bahwa transferensi bekerja terus,
konseling dapat di akhiri untuk menghindari klien melawan konselor. Jika
hubungan konseling tidak di akhiri maka konselor dapat mengikuti
transferensi itu untuk mengembangkan secara objektif sehingga tercapai
otonomi klien.

H. Peran Konselor dan Konseli


a. Peran Konselor

Karakteristik konselor dalam psikoanalisa adalah membiarkan dirinya


anonim serta hanya berbagi sedikit saja perasaan dan pengalaman pribadinya
kepada konseli. Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu
konseli dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang
lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis, serta
dalam rangka memperoleh kembali kendali atas tingkah lakunya yang impulsif
dan irasional.

Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian


melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor juga
memberikan perhatian kepada resistensi konseli untuk mempercepat proses
penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran. Sementara konseli
14
berbicara, konselor berperan mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran-
tafsiran terhadap informasi konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat-
isyarat non verbal dari konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah
mengajarkan proses arti proses kepada konseli agar mendapatkan pemahaman
terhadap masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara
berubah, sehingga konseli mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional atas
hidupnya sendiri.

b. Peran Konseli

Konseli harus bersedia terlibat dalam proses konseling secara intensif, dan
melakukan asosiasi bebas dengan mengatakan segala sesuatu yang terlintas dalam
pikirannya, karena produksi verbal konseli merupakan esensi dari kegiatan
konseling psikoanalisa. Pada kasus-kasus tertentu konseli diminta secara khusus
untuk tidak mengubah gaya hidupnya selama proses konseling. Dalam
pelaksanaan konseling psikoanalisis, klien menelusuri apa yang tepat dan tidak
tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk membangun tingkah laku
baru.

I. Kelemahan dan Kelebihan


a. Kelemahan
 Terlalu banyak menekankan pada masa kanak-kanak dan menganggap
kehidupan seolah-olah sepenuhnya ditentukan masa lalu
 Terlalu meminimalkan rasionalitas
 Perilaku hanya ditentukan oleh energy psikis
 Penyembuhan dalam psikoanalisanterlalu rasional
 Penelitian kurang banyak medukung data.

b. Kelebihan
 Menggunakan interview sebagai terapi
 Pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian
 Adanya motivasi yang tidak selamanya disadari
 Adanya penyesuaian antara teori dan teknik
 Keterbatasan

J. Contoh - contoh Kasus

Kepribadian Perspektif Psikoanalisa Dalam Studi Kasus Pada Lesbian


Cerita Seorang Mira

15
Disebuah perumahan didaerah depok timur ada seorang anak kecil yang
bernama mira dia adalah seorang gadis yang lucu dan ceria , dia hidup bersama
kedua orang tuanya dan ke2 kakaknya , namun diusianya yang beranjak 6thn ada
kejadian yang membuatnya ini sering sekali merasa ketakutan apalagi pada saat
dekat ayahnya , karna dia sering melihat perlakuan ayahnya yang tidak senonoh
pada kedua kakanya dan juga terlebih-lebih pada ibunya . pada saat itu ayahnya
sering sekali memukuli tanpa segan-segan benda tajam pun sering ia pakai untuk
menyiksa ibunya jika ibunya memiliki sedikit kesalahan. Setelah kejadian pahit
yang telah dialaminya bertahun-tahun hingga mira beranjak dewasa dengan usia
15tahun. ada banyak rasa kekecewaan hingga membuatnya sering mengalami
ketakutan yang berlebihan.Dia tidak menyangka sesosok pria yang slama ini dia
banggakan hanya dapat menyakiti seorang wanita lemah . karna rasa sakit yang
timbul dalam hatinya mulai merasuk kedalam jiwa dan menjadikan dia traumatis
atau ketakutan yang berlebihan dbawah alam sadar akan sesuatu hal. Semenjak
kejadian itu akhirnya mira pun mulai menutup dirinya terlebih lebih pada seorang
pria.

Disaat mira mulai memasuki bangku SMU dia mulai mempunyai banyak
teman dan salah satu teman terbaik dia disekolah adalah shisha . karna saat
bersama shisha , mira merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan
sebelumnya. Saat bersama shisha dia bisa berbagi semua beban yang selama ini
dia pendam seorang diri . dimata dia shisha adalah sesosok wanita yang sangat
mengerti dia saat ini dan selalu menemani dia kapan pun dia butuh namun
ternyata dibalik semua itu terjadi sesuatu hal yang tanpa ia sadari telah menyentuh
hatinya karna kenyamanan yang dia rasakan pada shisha membuat dia menyukai
shisha . Dia pun akhirnya menikmati setiap saat bersama shisha dan semenjak
kejadian itu mira semakin hari semakin membenci pria disekeliling dia apalagi
jika pria itu mulai menyukai dia maka dengan sinis pula dia menanggapi pria-pria
yang ingin mendekati dia , karena mira masih sering kali terbayang-bayang akan
masa lalu dia sehingga dia takut untuk menjalin hubungan dengan berbagai pria ,
dia takut kejadian yang dialami ibunya juga ke2 kakak perempuanya terjadi pada
dirinya juga.

16
Kepribadian Mira Dalam Perspektif Psikoanalisis

Dalam pandangan psikoanalisa yang menyebabkan seseorang menjadi


lesbian adalah adanya trauma dimasa lalu yang dalam perkembangan selanjutnya
berpengaruh pada kepribadian khususnya struktur kepribadian yang terdiri dari id,
ego, dan superego. Id yang merupakan komponen biologis dan berprinsip pada
kesenangan (pleasure principle), ego merupakan komponen psikologis yang
berpirinsip kenyataan, sedangkan superego memiliki fungsi, sifat, komponen,
prinsip kerja, dinamisme, dan mekanisme sendiri. Dominasi energi id yang terjadi
dalam diri mira disebabkan oleh lemahnya energi ego dan superego, karena pada
dasarnya kemunculan perilaku menurut Freud selalu dilatar belakangi oleh dialog
antara id, ego dan superego.Apabila ego dan superego yang dimiliki mira tidak
kuat maka dalam proses dialog akan selalu dimenangkan oleh id dan perilaku
yang muncul akan selalu didominasi oleh tujuan tujuan untuk memperoleh
kesenangan,yangmerupakanprinsipkerjaid.

Dalam menjalin hubungan dengan teman perempuannya mira sangat


menikmati dan tanpa rasa bersalah karena rasa bersalah telah dibuangnya, dan
menurut Mira membangun suatu hubungan yang intens dengan teman
perempuannya lebih mendapat kepuasan dan kenyamanan batin dan lebih
mengetahui titik-titik kepuasan perempuan dan kenikmatan seksual mudah
tercapai. Kondisi seperti ini, id mendominasi karena sifat id yang instingtual
mengeksternalisasikan diri melalui sebuah prinsip kenikmatan (pleasure principle)
dan agar tujuan prinsip kesenangan tercapai maka id memproduksi libido
kesenangan yang disebut hasrat seksual. Meskipun ego sebenarnya menyangkal
untuk melindungi diri dari kenyataan yang tidak menyenangkan bahwa lawan
jenis tidak bisa memberikan kenyaman batin dan tidak bisa berkomitment namun
superego tidak bisa menghalangi impuls-impuls dari id dan tidak bisa mendorong
ego yang berprinsip realita menjadi prinsip moralistis sehingga ia melanggar
aturan yang telah ada di lingkungannya, bahwa seorang perempuan tidak boleh
menyukai sesama jenisnya. Rasa malu, bersalah dan minder sebenarnya bukan
dibuang tetapi direpresi dalam bawah sadarnya (unconciousness) karena id lebih

17
mendominasi dalam tingkah lakunya, membutuhkan rasa nyaman dan dimengerti
oleh orang lain

2.2 MODEL KONSELING BEHAVIORISTIK


A. Tokoh dan Sejarah Behavioristik

a. Tokoh

Teori pendekatan Behavioristik adalah aliran psikologi kedua terbesar saat


ini. Aliran ini diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958). Pada dasarnya,
aliran ini mencoba untuk mengilmiahkan semua perilaku manusia, yang pada
akhirnya memunculkan paradigma bahwa semua perilaku manusia dapat diamati,
sehingga dapat dilakukan penilaian secara objektif. Watson dalam (Hartono dan
Soedarmadji, 2012 : 117) menyatakan bahwa kau behavioris mencoret dari kamus
istilah mereka semua peristilahan yang bersifat subjektif seperti sensasi, persepsi,
hasrat, termasuk berpikir dan emosi sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan
secara subjektif.

Tokoh dalam aliran behavioristic, diantaranya Edward, Thorndike, Clark


Hull, John Dolard, Bandura, Kazdin, Pavlov, Neal Miller dan BF Skinner. Sampai
saat ini, banyak karya Skinner yang masih digunakan dalam membantu konseli
melalui proses terapi konseling.

b. Sejarah

Perkembangan koseling behavioral bertolak dari perkembanngan aliran


behavioristik dalam perkembangan psikologi yang menolak pendapat aliran
strukturalisme yang berpendapat bahwa mental, pikiran dan perasaan
hendaknya ditemukan terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin difahami, maka
munculah teori introspeksi. Aliran Behaviorisme menolak metode introspeksi
dari aliran strukturalisme dengan sebuah keyakinan bahwa menurut para
behaviorist metode introspeksi tidak dapat menghasilkan data yang objektif,
karena kesadaran menurut para behaviorist adalah sesuatu yang tidak dapat
diobservasi secara langsung, secara nyata (Walgito, 2002 : 53 ). Bagi aliran
Behaviorisme yang menjadi focus perhatian adalah perilaku yang tampak, karena

18
persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi
mengenai kesadaran dan mentalitas.

Pada awalnya behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov,


namun pada saat yang hampir bersamaan di Amerika behaviorisme muncul
dengan salah satu tokoh utamanya John B. Watson. Watson memandang Inti dari
behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku. Karyanya diawali
dengan artikelnya psychology as the behaviorist views it pada tahun 1913. Di
dalam artikelnya tersebut Watson mengemukakan pandangan behavioristiknya
yang membantah pandangan strukturalisme dan fungsionalisme tentang
kesadaran. Menurut Watson (behaviorist view) yang dipelajari adalah perilaku
yang dapat diamati, bukan kesadaran, kaena kesadaran adalah sesuatu yang tidak
dapat diobservasi secara langsung, secara nyata. Metode-metode obyektif
Watson lebih banyak menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak, seperti
sebuah studi yang ia lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada anak-anak.

B. Konsep Dasar Teori Behavioristik

Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi


behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak.
Muhamad Surya (1988:186) memaparkan bahwa dalam konsep behavioral,
perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan
memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses
konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk
membantu individu untuk mengubah perilakunya agar dapat memecahkan
masalahnya. Hal yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah
penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti
konsep reinforcement, yang nerupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian
klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner.

Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral


adalah suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Sejak perkembangannya tahun
1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang

19
menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling
behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik
pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku,
maupun kognitif (Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963)
mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai
dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi
gejala neurosis.

Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami


sebagai hasil kombinasi : (1) belajar di waktu yang lalu dalam hubungannya
dengan keadaan yang sekarang, (2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya
terhadap kepekaan terhadap lingkungan, (3) perbedaan-perbedaan biologik baik
genetik atau karena gangguan fisiologik.

Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya
pandangan tersendiri mengenai perilaku, yaitu :

a) Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat
oleh pengaruh reinforcement (penguatan).
b) Lebih menekankan pada studi subjek individual ketimbang generalisasi
kencenderungan kelompok.
c) Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya
perilaku ketimbang motivasi di dalam diri.

Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan


awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang
dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh
behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam
tingkah laku manusia.

C. Pemahaman Individu
c. Hakikat Manusia

Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan


mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram
sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi

20
Muhamad Surya (1988:186) menjelaskan tentang hakikat manusia dalam
pandangan teori behavioristiksebagai berikut: dalam teori ini menganggap
manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol
terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam
memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi
terhadap lingkungannya,dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang
kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak
dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Konseling
behavioral ini berpandangan bahwa manusia itu:

a) Lahir dalam mempunyai bawaan netral, artinya manusia itu hak untuk
berbuat baik/buruk/jahat.
b) Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi oleh interaksi
dengan lingkungan.
c) Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi dengan
lingkungannya.
d) Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan belajar.
e) Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan.

b. Perkembangan Perilaku
a) Struktur Kepribadian

Kaum behavioris tidak menjelaskan struktur kepribadian seperti pada


aliran lain seperti psikoanalis, tetapi menurut teori kepribadian behavioristik
bahwa kepribadian manusia adalah perilaku organisme itu sendiri. Dengan kata
lain bahwa kerpribadian manusia dapat di ketahui melalui tingkahlaku yang
tampak dan diamati (observable behavior).Selain itu ada pandangan dualiasme
yang berkembang dalam pendekatan behavior bahwa manusia memiliki jiwa,
raga, mental, fisik, sikap, perilaku dan sebagainya (Latipun, 2005). Seperti yang
dijabarkan dibawah ini:

1) Lingkungan dan pengalaman menjelaskan bagaimana kepribadian


seseorang dibentuk.
2) Dualisme, seperti jiwa-raga, raga-semangat, raga-pikiran bukan
merupakan validitas keilmuan pada pembentukan, prediksi dan control
dari perilaku manusia.

21
3) Walaupun pembentukan kepribadian memiliki batsan genetis namun
efek dari lingkungan dan stimulus dari dalam memiliki pengaruh
dominan.
4) Dalam membentuk sebuah teori dari kepribadian prediksi dan control
dan perilaku merupakan hal terpenting. Tidak ada yang lebih penting
selain kebebasan dalam penentuan respon.
5) Semua perilaku dapat dipisah menjadi operant respondent yaitu
individual respon yang berbeda dalam pengaruh control dari stimulus
lingkungan.
b) Pribadi sehat dan bermasalah
1) Pribadi sehat

Dalam pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai
berikut;

o Dapat merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.


o Tidak kurang dan tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi
kebutuhan.
o Mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau bertingkah
laku dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
o Dapat mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang dihadapi.
o Mempunyai self control yang memadai

2) Pribadi bermasalah

Kepribadian yang dipandang bermasalah menurut teori ini adalah sebagai


berikut;

o Tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.


o Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah.
o Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat.
o Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan
lingkungan
o Tingkah laku yang tidak wajar menurut standard nilai, yang kemudian
menimbulkan konflik dengan lingkungan

22
Adapun ciri-ciri dari karakteristik konseling behavioral antara lain adalah,
yaitu :
 Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat
dirubah.
 Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat
membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-
prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang
relevan dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
 Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “sosial
modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur
konseling.
 Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-
perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari layanan
konseling yang diberikan.
 Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan
sebelumnya, tetapi dapat secara khusus di desain untuk membantu konseli
dalam memecahkan masalah khusus.

D. Teknik Konseling
a. Self-Management

Istilah Self-Management mengacu pada harapan agar konseli dapat lebih


aktif dalam proses terapi. Cormier & Cormier (Hartono dan Soedarmadji, 2012 :
125) menyatakan, bahwa keaktifan ini ditunjukkan untuk mengatur atau
memanipulasi lingkungan sesuai dengan perilaku apa yang akan dibentuk. Ada
beberapa catatan untuk melaksanakan teknik ini, yaitu :

1) Konseli harus aktif berperan dalam setiap bagian proses konseling


2) Konseli didorong untuk melakukan instropeksi diri dan mengajari
aspek-aspek konseling dengan cara mengembangkan tindakan yaitu
keterampilan yang spesifik.
3) Konseli harus berpikir bahwa proses konseling berhubungan dengan
kejadian internal
4) Konseli mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap hasil yang
akan dicapai
5) Konseli belajar teknik self-reinforcement

23
6) Konselor bertindak sebagai mentor

William dan Long (1979) memberikan beberapa langkah yang dapat


digunakan untuk menjalankan teknik self-managenment, yaitu :

1) Menyeleksi tujuan konseling


2) Memonitor perilaku yang menjadi target
3) Mengubah setting kejadian
4) Mengembangkan konsekuensi yang efektif
5) Konsolidasi tujuan yang ingin dicapai

Cormier& Cormier (1958) menyatakan bahwa agar pelaksanaan strategi


self-management ini dapat dilaksanakan secara efektif, aka ada beberapa factor
yang perlu diperhatikan, yaitu :

1) Kombinasi beberapa strategi konseling dimana beberapa diantaranya


berfokus pada antecedent dan yang lainnya pada konsekuensi dari
perilaku tertentu
2) Konsistensi penggunaan salah satu strategi dalam kurun waktu
tertentu
3) Bukti evaluasi diri konseli, penentuan sasaran dengan standar tinggi
4) Gunakan self-reinforcement secara tertutup, verbal atau dengan
bentuk materi-materi tertentu
5) Adanya dukungan eksternal/lingkungan

b. Disensitisasi Sistematik

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang


memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami
dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah
menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan
pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan
secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi
yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif
biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

24
Tahapan yang harus dilakukan oleh konseli dalam menjalankan teknik ini
antara lain :

1) Konselor menjelaskan konseli bahwa proses perubahan tingkah laku


tidak akan berhasil jika konseli tidak mempunyai keyakinan bahwa
masalahnya itu merupakan hasil belajar, maka dapat pula dihilangkan
melalui prses belajar.
2) Konseli diajak untuk tenang. Untuk menenangkan konseli ini bias
diajarkan oleh konselor (relaksasi) atau atas inisiatif konselor sendiri.
3) Konselor bersama konseli mulai menyususn suatu daftar kejadian
yang berhubungan dengan masalah (ketakutan) konseli. Kejadian-
kejadian yang mungkin tidak berurutan itu kemudian diurutkan dari
yang tidak menakutkan hingga yang paling menakutkan.
4) Dalam mengurutkan peristiwa itu, konselor memberikan angka secara
berurutan (0-10).
5) Konselor meminta konseli untuk mengepalkan tangan, jika ia merasa
tidak enak saat konselor menyatakan urutan peristiwa. Apabila
konseli bisa mengatasi rasa tidak enak tersebut, maka konseli diminta
untuk mengangkat telapak tangannya. Perlu diingat bahwa konseli
perlu dijaga suasana santainya. Pada saat konseli merasa tidak enak
perasaannya, konselor sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan ke
hal-hal lain yang sifatnya tidak menakutkan diri konseli.

Walker (1997) menyatakan bahwa strategi ini dapat diberikan kepada


konseli yang memiliki kecemasan tinggi. Pada terapi ini, hal-hal yang perlu
diperhatikan konselor antara lain :

1) Konseli diminta untuk membayangkan tingkatan kecemasan yang


paling rendah.
2) Jika tingkatan terendah konseli tidak memengaruhi perilakunya, maka
konseli diminta untuk membayangkan tingkat kecemasan berikutnya.
3) Konseli diminta untuk mengangkat tangan atau menunjukkan jari jika
dia merasakan kecemasan untuk kembali ke tingkat kecemasan yang
lebih rendah
4) Perlakuan ini dilakukan sampai konseli bias beradaptasi dengan
kecemasan yang lebh tinggi

25
c. Latihan asertif

Teknik ini sangat efektif bila dipakai untuk mengatasi masalah-masalah


yang berhubungan dengan rassa percaya diri, pengungkapan diri, atau ketegasan
diri. Corey (1986) menyatakan bahwa latihan aserfatif akan sangat berguna bagi
mereka yang mepunyai masalah tentang :

1) Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau rasa tersinggung


2) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong
orang lain untuk mendahuluinya
3) Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”
4) Kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respo-respon positif
lainnya
5) Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan
pikirannya sendiri.

Hjelle & Ziegler (1994) menyatakan langkah-langkah yang harus


dilakukan, yaitu :

1) Beri instruksi kepada konseli dengan jelas (eksplisit) tentang peran


konseli yang ingin dilatihkan.
2) Demonstrasikan perilaku apa yang diinginkan oleh konseli dan minta
konseli untuk mengikuti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
perhatian konseli terhadap perilaku yang akan dilatihkan.
3) Minta konseli untuk menetapkan permainan peran yang akan
diamatinya. Permainan peran ini dapat dilaksanakan secara overtly
(dilakukan/dipraktikkan) atau cpvertly (hanya dalam benak konseli).
4) Berikan feed back terhadap tiap perilaku yang dimunculkan oleh
konseli, dan berikan instruksi baru atau demonstrasikanketerampilan-
keterampilan baru yang dibutuhkan konseli.
5) Berikan petunjuk dan lakukan penetapan permainan peran sebagai
upayauntuk mendorong konseli agar dapat bermain peran berikutnya.

d. Memberi contoh

Modeling dapat digunakan sebagai pembentukan perilaku baru dan


mempertahankan atau memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam teknik
ini peran konselor difungsikan sebagai penunjuk perilaku model yang harus ditiru.

26
Sarana yang bisa dipakai sebagai model dapat dilakukan dengan model audio,
model fisik, model hidup atau model lainnya yang dapat dicontoh. Setelah itu
klien diberi reinforcement jika dia dapat meniru perilaku model tersebut.

E. Proses dan Tahapan Konseling Kelompok Behavioral

Untuk memberikan gambaran singkat tentang proses konseling secara


umum, berikut urutan proses pelaksanaannya :

1) Konselor memperkenalkan diri, kemudian mempersilahkan masing-


masing anggota kelompok untuk memperkenalkan diri mereka.
2) Konselor menjelaskan aturan main dalam konseling kelompok.
3) Konselor menyuruh setiap anggota kelompok mengemukakan
persoalan yang saat ini dihadapi.
4) Setelah semua anggota sudah menyampaikan permasalahan, maka
konselor bersepakat dengan semua anggota kelompok untuk
membahas satu permasalahan yang dianggap paling mendesak untuk
dipecahkan.
5) Mempersilahkan setiap anggota kelompok untuk menanggapi
persoalan yang dibahas.
6) Setelah menemukan solusi terhadap persoalan, konselor menanyakan
kesanggupan anggota kelompok untuk melaksanakan kesepakatan
bersama.
7) Menutup pertemuan dengan kalimat yang baik dan doa.

Guna mencapai perubahan yang menjadi tujuan penyelenggaraan


konseling behavioral, maka tahap-tahap pelaksanaan konseling harus sistematis.
Hal ini disebabkan konseling behavioral berbasis pada tingkah laku khusus yang
akan dirubah. Berikut merupakan tahapannya :

a) Memulai Kelompok (Beginning The Group)

Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk


menentukan apakah individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam
kelompok dan memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas
dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan pada pengorganisasian

27
kelompok, serta mengorientasikan konseli ke proses kelompok dan memulai
membangun sebuah kebersamaan kelompok.

b) Pembatasan atau Penentuan masalah (Definition of the Problem)

Masalah konseli yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih


dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku
dengan melakukan analisis yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah
tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli dan mengeksplorasi lebih
lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu.

c) Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History)

Pada tahap ini, konselor dapat meminta konseli untuk mengungkapkan


keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya,
hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dan konflik-konflik yang dialami.

d) Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal)

Konseli harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam


bentuk behavioral. Tujuan yang spefisik ini merupakan tujuan bagi perilaku
khusus yang akan diubah.

e) Strategi Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change)

Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak
behavioral yang spefisik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota.

f) Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku yang Dikehendaki (Transfer


and Maintenance of Desired Behavior)

Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan


kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu
membangun situasi di mana anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku yang
dikehendaki dalam situasi kelompok sehingga mereka dapat memperoleh balikan
(feedback) atas usaha mereka.

28
F. Peran Konselor dan Konseli

c. Peran Konselor

Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap


aktif dalam proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali
bertingkah laku tertentu. Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan,
guru, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa juga memberi instruksi atau
mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan konseli yang
membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral yang efektif
beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli dalam setiap
fase konseling (Gladding, 2004).

Fungsi dan tugas konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan prinsip


dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku
maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif. Kemudian menyediakan sarana
untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan seseorang dari perilaku
yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang
hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran
itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.

Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling ini,


antara lain adalah :

1) Konselor berperan sebagai mediator, pengarah, dan ahli dalam


mendiagnosis tingkah laku yang ditunjukan oleh konseli.
2) Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau
mengkritik.
3) Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan
memberikan kebebasan bagi konseli untuk mengekspresikan diri.
4) Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan
anggota untuk melakukan perubahan.
5) Konselor harus memberikan reinforcement.
6) Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam
kehidupan nyata.

d. Peran Konseli

29
Keberadaan konseli dalam konseling behavioral diberikan kesempatan
untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi. Adapun peranan atau hak
seorang konseli dalam proses konseling behavioral, antara lain adalah :

1) konseli mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel


eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan menguatkan
perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang
diharapkan.
2) Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam
terapeutik.
3) Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.

Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan


langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah
untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada
perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral sangat
terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.

Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus


memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan
aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.

Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus
dilakukan, yaitu :

 Konselor memahami dan menerima konseli.


 Antara konselor dan konseli saling bekerjasama dalam satu kelompok.
 Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.

G. Kelemahan dan Kelebihan

a. Kelemahan
o Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan
keseluruhan penemuan diri atau aktualisasi diri
o Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami
“depersonalized” dalam interaksinya dengan konselor.

30
o Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien
yang memiliki permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan
tingkah laku yang jelas.
o Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti
dan tujuan hidup mereka, tidak dapat berharap banyak dari
konseling behavioral.

b. Kelebihan
o Mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang
penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses
koseling
o Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling
yang dapat diukur
o Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku
sekarang dan bukan pada perilaku yang terjadi dimasa datang.

H. Contoh - contoh Kasus

a. Kasus 1 (Dengan Menggunakan Teknik Disensitisasi Sistematik)

Konseli adalah mahasiswa semester I pada suatu perguruan negri. Konseli


menceritakan kepada konselor bahwa setiap kali dia akan mengikuti ujian, dia
merasa cemas. Bahkan kecemasan ini ditunjukkan dengan perilaku nonverbal
seperti badan berkeringat dingin dan rasa mual pada perut.

Hal-hal yang perlu dilakukan oleh konselor antara lain :

a) Membuat hiratki kecemasan yaitu saat satu minggu sebelum ujian


sampai dengan saat konseli menempuh ujian.
b) Mengajak konseli untuk rileks.
c) Mengajak konseli untuk membayangkan tujuh harisebelum ujian
dilaksanakan. Dalam hal ini, konseli diminta untuk melaporkan apa
yang dirasakan kepada konselor.
d) Jika konseli tidak merasakan kecemasan, maka konselor akan
mengajak konseliuntuk membayangkan hari kedua sebelum ujian
dilaksanakan dan seterusnya.
e) Jika konseli mengalami keceasan pada hari kelima sebelum ujian
dimulai biasanya ditandai dengan keringat dingin dan rasa mual pada

31
perut, maka konselor segera memberhentikan proses membayangkan
tersebut. Konseli diminta untuk rileks kembali. Setelah konseli
merasa nyaman, kemudian konseli diajak untuk membayangkan
kembali situasi pada hari kelima. Hal ini diulang-ulang sampai
konseli dapat belajar untuk mengatasi kecemasan pada hari kelima.
f) Setelah konseli dapat melewati hari kelimanya, maka konseli diminta
untuk membayangkan situasi pada hara keenam. Jika konseli
mengalami kecemasan, maka prosedur diatas dapat diulang kembali.

b. Kasus 2 (Dengan Menggunakan Teknik Latihan Asertif)


Konseli setiap harinya selalu dimarahi oleh Ibu kos nya. Konseli merasa
tidak bias menyatakan dengan tegas bahwa apa yangdilakukannya adalah benar.
Berikut penanganannya :
1) Konseli diminta untuk berperan menjadi ibu kosnya. Konseli
menjelaskan kepada konselor bagaimana ibu kosnya marah pada
dirinya. Pada saat yang sama konselor berusaha untuk memahami cara
berpikir dan cara konselidalam menghadapi ibu kosnya.
2) Antara konselor dan konseli bertuka peran. Konselor bertindak sebagai
ibu kos dan konseli sebagai diri sendiri.
3) Dalam bertukar peran ini, konseli boleh mengajarkan kepada konselor
untuk menjadi ibu kosnya, sedang konselor mengajarkan konseli
bagaimana cara bersikap tegas kepada ibu kosnya.
4) Konselor meminta konseli untuk dapat memahami perilaku baru yang
diajarkan konselor.

2.3 MODEL KONSELING GESTAL


A. Tokoh dan Sejarah Gestalt

Konseling gestalt (Gestalt Therapy)dikembangkan oleh Federick Perls


yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fritz Perls. Pada awalnya Perls dikenal
sebagai siswa yang agak malas belajar, namun ia berhasil meraih gelar doktor
dalam bidang psikiatri pada saat pindah ke Wina untuk belajar praktek
psikoanalisa bersama dengan beberapa murid Freud yang lain. Fritz juga belajar
tentang penggunaan tubuh (body) untuk mendorong pemahaman dan
perkembangan pribadi. Berdasarkan pengalaman klinisnya, Perls menemukan
bahwa kemandirian dan konfrontasi merupakan aspek penting dalam terapi. Dari

32
istrinya, Laura Posner, ia memperoleh anjuran untuk menggunakan dukungan
(support) dan hubungan atau kontak (connections).

Penggunaan kata gestalt dimaksudkan untuk menegaskan bahwa konseling


gestalt menekankan pada keutuhan (unity), kebulatan (wholleness), dan integrasi
(integtation). Dalam bahasa jerman gestalt berarti utuh.

Di Berlin, konseling gestalt memiliki banyak penyokong antara lain adalah


Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler. Berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dilakukannya, para ahli tersebut memiliki keyakinan bahwa
memahami pengetahuan dalam arti ”unit dan wholes, gestalten” adalah lebih
berguna untuk mengembangkan pengetahuan alih-alih memotong atau
memisahkan bagian-bagian.

Hasil kerja Fritz yang paling krusial adalah penggunaan ”kursi kosong ”
(empty chair) dalam konseling yang juga dikenal dengan kursi panas. Teknik ini
diperkenalkan oleh Fritz ketika ia bekerja di Esalen Institute, Big Fur, California
anatara tahun 1962 s.d 1969. Sejak saat itu ia menjadi populer dan dipandang
sebagai sosok yang inovatif dan karismatik dalam bidang pengembangan potensi
manusia.

Konseling gestalt menekankan pada peran perasaan dalam mempengaruhi


perilaku dan potensi manusia untuk mengarahkan dirinya sendiri. Oleh karena
itukonseling gestalt dikelompokkan ke dalam pendekatan afektif atau humanistik.
Secara konseptual konseling gestal mengambil posisi fenomenologis. Kesadaran
dipandang sebagai kondisi yang esensial yang memampukan individu untuk
memecahkan berbagai kesulitan yang dialami. Konseling gestalt dikembangkan
oleh banyak ahli, tetapi yang paling banyak dikenal sebagai pendiri
(founder) adalah Fritz Perls dan isterinya, yaitu Laura Perls. Mereka
menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat
dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh

33
B. Konsep Dasar Teori

Pendekatan konseling Gestalt berpandangan bahwa manusia dalam


kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan
semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati,
jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua
bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi
pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya

Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab


pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan
mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat
manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :

a. tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya,


b. merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan lingkungannya itu,
c. aktor bukan reaktor,
d. berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan
pemikirannya,
e. dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab,
f. mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.

Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan


Konseling Gestalt memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”.
Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang
menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.

Dalam pendekatan Konseling Gestalt ini, kecemasan dipandang sebagai


“kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari
saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka
mengalami kecemasan.

Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai
(unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak
terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan,

34
kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan,
perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi
tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu
tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan
cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan
orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan
menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.

C. Pemahaman Individu
a. Hakikat Manusia

Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam


kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong
kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap
individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.

Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :

1) Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.


2) Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
3) Aktor bukan reaktor
4) Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi,
dan pemikirannya.
5) Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6) Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif

b. Perkembangan Perilaku
1) Manusia Sehat/ Tidak Sehat\

Manusia Sehat

o Percaya pada kemampuan sendiri. Orang sehat mampu mengatur diri


sendiri tanpa ada campur tangan pihak luar.

35
o Bertanggung jawab. Mereka yang sehat mampu
mempertanggungjawabkan serta mengambil resiko yang terjadi sebagai
hasil dari perbuatannya.
o Memiliki kematangan. Seseorang dikatakan sehat apabila mempunyai
kematangan. Kematangan ini didasarkan pada kesadaran seseorang
terhadap sesuatu hal.
o Memiliki keseimbangan diri. Keseimbangan yang dimaksud adalah
kesimbangan antara dirinya saat ini dengan keseimbangan lingkungan
sekitar

Manusia Tidak Sehat

o Introjektion, tidak bisa membedakan antara kenyataan dengan hayalan.


o Projection, menyalahkan orang lain
o Retroflection, mengalihkan keinginan diri kepada orang lain
o Confluence, individu tidak dapat menerima perbedaan antara dirinya
sendiri dengan orang lain.

D. Tujuan Konseling

Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani


mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi.
Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat
berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

o Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya


secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang
dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang
baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara
optimal. Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
Membantu konseli agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami
kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.
o Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
o Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan
orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)

36
o Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku
menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines)
yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

E. Teknik Konseling

Dalam ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja


teknik konseling Gestalt yaitu:
a. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu klien
tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien
mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali
(mengulang) masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan
sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang
c. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri
sendiri dan masalah-masalahnya.

Dalam buku Gerald Corey tahun 1995. Teknik-teknik yang biasanya


dipakai yaitu:

a. Permainan Dialog

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan


dua kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil,
menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak
berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong,
yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under
dog sehingga klien dapat merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang
dari keduanya.

b. Teknik Pembalikan

Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun
ke dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan,
dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau

37
diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan
pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta
klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.

c. Bermain Proyeksi

Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak


mau melihat atau menerimanya.

d. Tetap dengan Perasaan

Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau
suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya.
Terapi mendesak klien untuk tetap atau menahan perasaan yang ia ingin hindari
itu.

F. Proses dan Fase Konseling


a. Proses Konseling
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan
konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya.
Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli untuk dapat melihat
kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal
ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya secara
penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan
menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa
yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.

Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,


keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun
memberi nasihat.

Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar konseli


menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang

38
menyebabkan konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor
adalah membantu konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya
terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini
dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.

Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli menyatakan


kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya,
dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat
perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga
potensinya dapat berkembang lebih optimal.

b. Fase-fase proses konseling


1) Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar
tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang
diharapkan pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap
konseli berbeda, karena masing-masing konseli mempunyai keunikan
sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada
masalah yang harus dipecahkan.
2) Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan
konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan
kondisi konseli. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini,
yaitu :
 Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli diberi
kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau
ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli terhadap
ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai
perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
 Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan
menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-
saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara
bertanggung jawab.
3) Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan perasaan-
perasaannya pada saat ini, konseli diberi kesempatan untuk mengalami

39
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi
di sini dan saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan
memproyeksikan dirinya kepada konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah
kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
4) Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan
penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor
mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling.
 Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang
mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang
unik dan manusiawi.
 Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari
keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab
atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya
dan tingkah lakunya.
 Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab
memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk
mengembangan potensi dirinya.

G. Peran dan Tugas Konselor


a. Peran Konselor
 Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta
hambatanterhadap kesadaran.2.
 Tugas terapis adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera
mereka sepenuhnyadan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.3.
 Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunjuk non verbal.4.
 Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi
sadar akan akibat dari bahasa mereka.
b. Tugas Konselor
 Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
 Konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti
prosedur yang telahditetapkan sesuai dengan kondisi klien
 Konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini
 Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan,
dan tingkahlakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling

40
H. Kelemahan dan Kelebihan

Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku


Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan
Kelemahan pendekatan Gestalt adalah:

a. Kelebihan
 Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
 Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang
memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
 Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi
mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
 Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-
teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis
sebagai pribadi tetap tersembunyi.
 Para konseli sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt
karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada
kerangka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-
muslihat.
c. Kelebihan
 Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek
masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
 Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal
dan pesan-pesan tubuh.
 Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan
untuk tidak berubah.
 Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada konseli untuk menemukan
makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
 Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan
langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah konseli.

I. Contoh - contoh Kasus

Angel adalah seorang mahasiswi yang menganggap bahwa semua laki-laki


itu tidak baik. Ia menganggap bahwa semua laki-laki selalu menyakiti dan
bersikap kasar. Perilaku Angel cenderung menjauhi laki-laki. Hal ini membuat
ibunya cemas apabila anaknya tidak mendapatkan pasangan hidu pada akhirnya.
Merekapun mendatangi konselor dengan pendekatan gestalt, ternyata diketahui

41
bahwa pada masa lalunya, Angel mengalami perlakuan yang buruk dari ayahnya,
sewaktu berusia sekolah dasar, ia seringkali dipukuli dihardik dengan sangat
kasar. (unfinished bussines).

Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu Angel merasakan apa


yang terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi Angel untuk menunjukkan
situasi yang terjadi saat ini. Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu
atau berusaha untuk mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan Angel
berperilaku menjauhi laki-laki. Sebab, jika itu dilakukan, maka Angel ini akan
berusaha untuk meraih masa lalunya yang hilang, dan dia akan berpikir menjadi
anak kecil. Ini adalah proses yang tidak produktif.

Angel akan dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif


dan kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif. Akhirnya, klien
didorong untuk langsung mengalami perjuangan disini-dan-sekarang terhadap
urusan yang tak selesai di masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik,
meskipun hanya membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas
kasadarannya.

42
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Psikoanalisa berkembang dari ilmu kedokteran dan konsepnya dipakai


tidak haya dalam bidang psikologi tetapi juga bidang lain di luar psikologi. Teori
Psikoanalisa dari freud dapat berfungsi sebagai 3 macam teori, yaitu teori
kepribadian, sebagai teknik analisa kepribadian, sebagai metode terapi
( penyembuan).

Pada dasarnya psikoanalisa yaitu pendekatan yang membahas kepribadian.


Dalam tiga aspek yaitu: Struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, superego.
Aspek kedua yaitu dinamika kepribadian, serta yang ketiga perkembangan
kepribadian.

Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada
pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran
psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang
tampak. Hal yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah
penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, .

Tujuan konseling behavioral yaitu membantu menciptakan kondisi dan


lingkungan baru agar klien mampu belajar merubah perilakunya dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi. Klien menghadapi masalah karena salah
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau masalah itu timbul karena
terjadi penyimpangan perilaku dari apa yang seharusnya ia lakukan. Maka melalui
konseling behavioral ini klien diharapkan mampu untuk meningkatkan
ketrampilan sosial, memperbaiki tingkah lakunya yang menyimpang dan
mengembangkan keterampilan self manajemen dan self control.

Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari


suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori
psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Oleh karena itu, mempelajari
teori ini sangat penting untuk menunjang segala aspek kehidupan.

43
3.2 SARAN

Bentuk terapi konseling yang dibahas dalam makalah singkat ini dapat
digunakan untuk terapi klien yang mengalami permasalahan dalam bertingkah
laku. Dalam penerapan model konseling ini hendaknya konselor memiliki
keahlian dan kerampilan yang benar-benar sesuai dan profesional pada bidangnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Hartono & Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta : Kencana


Koeswara, E. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, bandung : PT
Rafika Aditama
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung :
Refika Aditama.
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT
Indeks.
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti. (2005). Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta : Media Abdi.

45

Anda mungkin juga menyukai