PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena
itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila
anaknya mengalami kejang demam.
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan
hingga 5 Tahun (ME. Sumijati 2000; 72-73) dengan durasi kejang selama beberapa
menit. Namun begitu, walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya
sangat mencemaskan, menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih
lama dibanding yang sebenarnya.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab/ SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang
demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan
tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang
demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas
menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kejang demam adalah kejang yang terjadi padausia antara 3 bulan hingga 5
tahun yang berkaitan dengan demam, namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi
intracranial atau penyebab yang jelas. (Roy, Meadow, 2005)
B. ETIOLOGI
Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) penyebab dari kejang demam adalah
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.
Menurut Nurarif & Hardhi (2013) penyebab Kejang demam dibedakan menjadi
intrakranial dan ekstrakranial.
1. Intrakranial, meliputi :
a. Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler.
b. Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
c. Kongenital : disgenesis, kelainan serebri.
2. Ekstrakranial, meliputi :
a. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
b. Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat.
c. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin
Kejang demam biasanya dicetuskan oleh infeksi serupa, infeksi virus pada
telinga, faring atau saluran cerna. (Merenstein Gerald, 2001: 638)
C. PATOFISIOLOGI
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis, penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
yang di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di
sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion
Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di
duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan
nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013)
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Riyadi & Sukarmin (2013) manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam;
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38ºC.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).
E. KLASIFIKASI
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu;
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik
fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang
ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi
besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan
saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada
bayi tidak spesifik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif & Hardhi (2013), yang dapat di lakukan
adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap elektrolit,
dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan
kelainan yang berarti.
2. Indikasi Lumbal Pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indkasi lumbal pungsi pada pasien
kejang demam meliputi:
a. Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
b. Bayi antara 12 bulan sampai 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal
pungsi kecuali pasti bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan / atau MRI tidak di anjurkan pada anak
tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran
normal. CT Scan atau MRI direkomendaskan untuk kasus kejang fokal untuk
mencari lesi organik di otak.
G. KOMPLIKASI
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien kejang demam antara lain:
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
4. Terjadi gangguan tumbuh kembang
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian
obat antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital
kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (2005) cara mencegah jangan sampai timbul kejang bisa
menjelaskan kepada orang tua, seperti:
1. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatkan atas resep dokter
yang telah mengandung antikonvuslan.
2. Jangan menunggu suhu meningkat lagi. Langsung beri obat jika orang tua
tau anak panas, dan pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun
selam 24 jam berikutnya.
3. Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun telah di
berikan obat, segera bawa anak ke rumah sakit.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata/ Identitas. Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit. (Gerakan kejang anak, terdapat demam sebelum kejang,
lama bangkitan kejang, pola serangan, frekuensi serangan, keadaan
sebelum, selama dan sesudah serangan).
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep atau vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-
lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
e. Riwayat Perkembangan
Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga menderita kejang, anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf, anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA,
diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis.
h. Pola nutrisi
Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan
yang disukai, selera makan, dan pemasukan cairan.
i. Pemeriksaan tanda-tanda vital.
1) Suhu Tubuh. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, axila, dan
oral yang digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang
dapat digunakan untuk membantu menentukan diagnosis dini suatu
penyakit.
2) Denyut Nadi Dalam melakukan pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan
dalam posisi tidur atau istirahat, pemeriksaan nadi dapat disertai
dengan pemeriksaan denyut jantung
3) Tekanan Darah. Dalam melakukan pengukuran tekanan darah, hasilnya
sebaiknya dicantumkan dalam posisi atau keadaan seperti tidur, duduk,
dan berbaring. Sebab posisi akan mempengaruhi hasil penilaian
tekanan darah.
j. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kepala. Keadaan ubun-ubun dan tanda kenaikan
intrakranial.
2) Pemeriksaan rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta katakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Pemeriksaan wajah. Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah,
sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga
wajah tertarik ke sisi sehat, tanda rhesus sardonicus, opistotonus, dan
trimus, serta gangguan nervus cranial.
4) Pemeriksaan mata. Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
5) Pemeriksaan telinga. Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta
tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Pemeriksaan hidung. Pernapasan cuping hidung, polip yang
menyumbat jalan nafas, serta secret yang keluar dan konsistensinya.
7) Pemeriksaan mulut. Tanda-tanda cyanosis, keadaan lidah, stomatitis,
gigi yang tumbuh, dan karies gigi.
8) Pemeriksaan tenggorokan. Tanda peradangan tonsil, tanda infeksi
faring, cairan eksudat.
9) Pemeriksaan leher. Tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid,
pembesaran vena jugularis.
10) Pemeriksaan Thorax. Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi, adakah
intercostale pada auskultasi, adakah suara tambahan.
11) Pemeriksaan Jantung. Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung, serta
irama jantung, adakah bunyi tambahan, adakah bradicardi atau
tachycardia.
12) Pemeriksaan Abdomen. Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot
pada abdomen, bagaimana turgor kulit, peristaltik usus, adakah tanda
meteorismus, adakah pembesaran lien dan hepar.
13) Pemeriksaan Kulit. Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
warnanya, apakah terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan
turgor kulit.
14) Pemeriksaan Ekstremitas. Apakah terdapat oedema, atau paralise,
terutama setelah terjadi kejang. Bagaimana suhu pada daerah akral.
15) Pemeriksaan Genetalia. Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang
16) keluar dari vagina, adakah tanda-tanda infeksi pada daerah genetalia.
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Kristanty, Paula dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. TIM: Jakarta.
Nurarif, Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Media Action Publising: Yogyakarta.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Mencegah Kejang Demam Pada Anak
Anda dapat melakukan pencegahan ketika anak anda demam sehingga tidak disertai
dengan kejang, berikut adalah beberapa pencegahan kejang demam :
Hindari menggunakan baju yang terlalu tebal sehingga membuat keluarnya panas
terhambat.
Apabila anak mengalami kejang jangan berikan makanan ataupun minuman. Ketika
anak anda mengalami kejang sebaiknya kepala anak dimiringkan agar air liur tidak
membuatnya tersedak.
Tidak dianjurkan untuk memberikan obat anti kejang tanpa pengawasan dokter.
Sumber : Penyebab Kejang Demam Pada Anak - Bidanku.com
http://bidanku.com/penyebab-kejang-demam-pada-anak#ixzz4RNT8v8aa