Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai
penerus keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena
itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila
anaknya mengalami kejang demam.

Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan
hingga 5 Tahun (ME. Sumijati 2000; 72-73) dengan durasi kejang selama beberapa
menit. Namun begitu, walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya
sangat mencemaskan, menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih
lama dibanding yang sebenarnya.

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab/ SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang
demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan
tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang
demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas
menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan


segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering.
Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang
utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan yang


diberikan kepada Klien dengan Masalah kejang Demam.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mengetahui tentang definisi dari kejang demam.

b. Mahasiswa mengetahui penyebab dari kejang demam.

c. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala dari kejang demam.

d. Mahasiswa mengetahui Penatalaksanaan kejang demam.

e. Mahasiswa mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Fokus intervesi,


dan Evaluasi klien kejang demam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi padausia antara 3 bulan hingga 5
tahun yang berkaitan dengan demam, namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi
intracranial atau penyebab yang jelas. (Roy, Meadow, 2005)

Jadi kejang demam merupakan akibat dari pembebasanlistrik yang tidak


terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba,
terjadi gangguan kesadaran ringan, aktifitas motorik atau gangguan fenomena
sensori. (Doenges, 2000)

Kejang demam menurut Judha & Nazwar (2011) merupakan kelainan


neurologis akut yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang
ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di
sebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi
saluran pernafasan bagian atas di susul infeksi saluran pencernaan.

B. ETIOLOGI

Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) penyebab dari kejang demam adalah
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.

Menurut Nurarif & Hardhi (2013) penyebab Kejang demam dibedakan menjadi
intrakranial dan ekstrakranial.
1. Intrakranial, meliputi :
a. Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler.
b. Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
c. Kongenital : disgenesis, kelainan serebri.
2. Ekstrakranial, meliputi :
a. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
b. Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat.
c. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin

Menurut Kristanty, dkk (2009) faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang


demam antara lain:
1. Umur.
2. Kenaikan suhu tubuh.
Kenaikan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit saluran napas
bagian atas, radang telinga tengah, radang paru-paru, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih. Kejang dapat pula terjadi padabayi yang mengalami
kenaikan suhu sesudah vaksinasi terutama vaksin pertussis.
3. Faktor genetic.
4. Gangguan sistem saraf pusat sebelum dan sesudah lahir.

Kejang demam biasanya dicetuskan oleh infeksi serupa, infeksi virus pada
telinga, faring atau saluran cerna. (Merenstein Gerald, 2001: 638)
C. PATOFISIOLOGI

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media
akut, bronkitis, penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
yang di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen.

Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan di respon oleh hipotalamus dengan


menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami
bahaya secara sistemik naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang
kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di
sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron.
Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion
Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di
duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan
nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013)
D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Riyadi & Sukarmin (2013) manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam;
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38ºC.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran).

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone dapat


di pakai sebagai pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam,
yaitu;
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang di buat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.

E. KLASIFIKASI
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu;
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik
fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang
ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi
besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan
saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada
bayi tidak spesifik.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif & Hardhi (2013), yang dapat di lakukan
adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap elektrolit,
dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan
kelainan yang berarti.
2. Indikasi Lumbal Pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indkasi lumbal pungsi pada pasien
kejang demam meliputi:
a. Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
b. Bayi antara 12 bulan sampai 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal
pungsi kecuali pasti bukan meningitis.
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan / atau MRI tidak di anjurkan pada anak
tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran
normal. CT Scan atau MRI direkomendaskan untuk kasus kejang fokal untuk
mencari lesi organik di otak.

G. KOMPLIKASI

Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien kejang demam antara lain:
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
4. Terjadi gangguan tumbuh kembang

Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian
obat antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital
kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurut Judha & Nazwar (2011) dalam penanggulangan


kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan, yaitu: Pemberantasan kejang
secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka:
1. Segera diberikan diazepam. Pemberian diazepam 0,5 mg/kgbb per rectal atau
jika terpasang infus 0,2 mg/kgbb.
2. Pengobatan penunjang. Saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat di
buka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen,
pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat. Fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg BB di bagi 2
dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada
hari berikutnya.
4. Mencari dan mengobati penyebab. Penyebab kejang demam adalah infeksi
respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang
adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang di ketahui kejang
lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magesium,
kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,
ensefalografi, dan lain-lain.

Menurut Ngastiyah (2005) cara mencegah jangan sampai timbul kejang bisa
menjelaskan kepada orang tua, seperti:
1. Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatkan atas resep dokter
yang telah mengandung antikonvuslan.
2. Jangan menunggu suhu meningkat lagi. Langsung beri obat jika orang tua
tau anak panas, dan pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun
selam 24 jam berikutnya.
3. Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun telah di
berikan obat, segera bawa anak ke rumah sakit.

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata/ Identitas. Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit. (Gerakan kejang anak, terdapat demam sebelum kejang,
lama bangkitan kejang, pola serangan, frekuensi serangan, keadaan
sebelum, selama dan sesudah serangan).
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep atau vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-
lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
e. Riwayat Perkembangan
 Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
 Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
 Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
 Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga menderita kejang, anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf, anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA,
diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
g. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis.
h. Pola nutrisi
Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan
yang disukai, selera makan, dan pemasukan cairan.
i. Pemeriksaan tanda-tanda vital.
1) Suhu Tubuh. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, axila, dan
oral yang digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang
dapat digunakan untuk membantu menentukan diagnosis dini suatu
penyakit.
2) Denyut Nadi Dalam melakukan pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan
dalam posisi tidur atau istirahat, pemeriksaan nadi dapat disertai
dengan pemeriksaan denyut jantung
3) Tekanan Darah. Dalam melakukan pengukuran tekanan darah, hasilnya
sebaiknya dicantumkan dalam posisi atau keadaan seperti tidur, duduk,
dan berbaring. Sebab posisi akan mempengaruhi hasil penilaian
tekanan darah.
j. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kepala. Keadaan ubun-ubun dan tanda kenaikan
intrakranial.
2) Pemeriksaan rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta katakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Pemeriksaan wajah. Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah,
sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga
wajah tertarik ke sisi sehat, tanda rhesus sardonicus, opistotonus, dan
trimus, serta gangguan nervus cranial.
4) Pemeriksaan mata. Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
5) Pemeriksaan telinga. Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta
tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6) Pemeriksaan hidung. Pernapasan cuping hidung, polip yang
menyumbat jalan nafas, serta secret yang keluar dan konsistensinya.
7) Pemeriksaan mulut. Tanda-tanda cyanosis, keadaan lidah, stomatitis,
gigi yang tumbuh, dan karies gigi.
8) Pemeriksaan tenggorokan. Tanda peradangan tonsil, tanda infeksi
faring, cairan eksudat.
9) Pemeriksaan leher. Tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid,
pembesaran vena jugularis.
10) Pemeriksaan Thorax. Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi, adakah
intercostale pada auskultasi, adakah suara tambahan.
11) Pemeriksaan Jantung. Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung, serta
irama jantung, adakah bunyi tambahan, adakah bradicardi atau
tachycardia.
12) Pemeriksaan Abdomen. Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot
pada abdomen, bagaimana turgor kulit, peristaltik usus, adakah tanda
meteorismus, adakah pembesaran lien dan hepar.
13) Pemeriksaan Kulit. Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun
warnanya, apakah terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan
turgor kulit.
14) Pemeriksaan Ekstremitas. Apakah terdapat oedema, atau paralise,
terutama setelah terjadi kejang. Bagaimana suhu pada daerah akral.
15) Pemeriksaan Genetalia. Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang

16) keluar dari vagina, adakah tanda-tanda infeksi pada daerah genetalia.
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI

a. hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan dan ketidak seimbangan


thermoregulator.
Tujuan : suhu dalam batas normal
Kriteria hasil :
1) Anak tidak demam lagi
2) Suhu tubuh klien normal
Rencana Tindakan :
1) Kaji pertubahan tanda-tanda vital, terutama suhu tubuh.
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat menandakan adanya tanda
infeksi pada tubuh.
2) Awasi suhu tubuh, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan
demam dan menggigil.
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat menandakan adanya tanda
infeksi pada tubuh. Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan
oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
3) Beri kompres hangat pada lipatan.
Rasional : Peralihan perpindahan panas secara konduksi dan membantu
tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas
4) Libatkan keluarga dalam tindakan perawatan.
Rasional : Keluarga dapat belajar cara perawatan anak sehingga klien
dapat segera melakukan tindakan jika terjadi kenaikan suhu tubuh yang
tiba-tiba
5) Kolaborasi pemberian anti piretik misalnya paracetamol.
Rasional : Penggunaan obat sesuai indikasi membantu menurunkan
panas tubuh.
b. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2) Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak), Nadi 110 – 120x/menit
(bayi) 100-110 x/menit (anak), Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 –
28 x/menit (anak), Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat.
2) Berikan kompres hangat
Rasional : perpindahan panas secara konduksi.
3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional: saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional ; Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan
dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan panas.
6) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai
propilaksis.
c. Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2) Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3) Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur
yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2) Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3) Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4) Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
5) Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6) Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1) Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2) Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3) keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki
keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga.
3) Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4) Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam, antara lain :( Jangan panik saat kejang,
baringkan anak ditempat rata dan lembut, kepala dimiringkan, Pasang
gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan
ke mulut, Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres hangat dan beri
banyak minum, Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama).
Rasional : Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5) Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila
anak panas.
Rasional ; mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan
kejang ulang.
6) Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat
menyebabkan kejang demam
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering


di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di sebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan
bagian atas di susul infeksi saluran pencernaan. Penyebab dari kejang demam
adalah kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media
akut, bronchilitis. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kejang demam
adalah dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan
dengan gigi, terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada
di sekitar anak, terjadi perlukaan akibat terjatuh, terjadi gangguan tumbuh
kembang

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran:


1. Perawat diharapkan lebih meningkatkan ketelitian dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan kejang demam.
2. Perawat dapat lebih meningkatkan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan kejang demam.
3. Diharapkan penulis dapat lebih memahami tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA

Judha, Mohammad. 2011. Sistem Persyarafan (Dalam Asuhan Keperawatan). Gosyen


Publishing: Yogyakarta.

Kristanty, Paula dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. TIM: Jakarta.

Marilyn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I


Made. EGC: Jakarta.

Nurarif, Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Media Action Publising: Yogyakarta.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Ed 2. EGC: Jakarta.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Mencegah Kejang Demam Pada Anak

Anda dapat melakukan pencegahan ketika anak anda demam sehingga tidak disertai
dengan kejang, berikut adalah beberapa pencegahan kejang demam :

Anda dapat memantau dengan menggunakan termometer suhu tubuh anak.

Hindari menggunakan baju yang terlalu tebal sehingga membuat keluarnya panas
terhambat.

Anda dapat mengkompres dengan menggunakan air hangat.

Berikan obat pereda demam sesuai dengan resep dokter.

Mengatasi Kejang Demam Pada Anak

Apabila anak anda mengalami kejang demam, berikut cara mengetasinya :

Anda dapat segera membawanya ke dokter untuk diberikan evaluasi dan


menyingkirkan kemungkinan penyakit bahkan apabila anak anda telah berhenti
kejang. Pemeriksaan sangat diperlukan.

Apabila anak mengalami kejang jangan berikan makanan ataupun minuman. Ketika
anak anda mengalami kejang sebaiknya kepala anak dimiringkan agar air liur tidak
membuatnya tersedak.

Hindari anak anda dari benda yang dapat melukainya.

Tidak dianjurkan untuk memberikan obat anti kejang tanpa pengawasan dokter.
Sumber : Penyebab Kejang Demam Pada Anak - Bidanku.com
http://bidanku.com/penyebab-kejang-demam-pada-anak#ixzz4RNT8v8aa

Anda mungkin juga menyukai