Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS DI


RUANG MAWAR RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI
JEMBER

OLEH:
Handita Diani Ratri, S. Kep
NIM 182311101032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Review Anatomi Fisiologi
Apendiks memiliki panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa
sekitar 5-15 cm. Pangkal apendiks keluar dari aspek posteromedial sekum; akan
tetapi, arah apendiks itu sendiri sangat bervariasi. Pada sebagian besar orang
apendiks terletak pada posisi retrosekal namun sering juga ditemukan posisi lain.
Apendiks memiliki gambaran karakteristik berikut (Faiz dan Moffat, 2004):
a. Memiliki mesenterium kecil yang menurun di belakang ileum
terminalis. Satu-satunya pasokan darah apendiks, arteri apendikularis
(salah satu cabang ileokolika), berjalan dalam mesenterium. Pada kasus
apendisitis, akhirnya terjadi thrombosis arteri apendikularis. Bila terjadi
hal ini, komplikasi gangrene dan perforasi apendiks tidak terelakkan.
b. Apendiks memiliki lumen yang relatif lebar padaa bayi dan perlahan-
lahan menyempit dengan bertambahnya usia, seringkali menghilang
pada manula.
c. Teniae koli sekum mencapai pangkal apendiks
d. Lipatan treves tak berdarah (lipatan ileosekal) adalah nama yang
diberikan pada refleksi peritoneal kecil yang berjalan dari ileum
terminal anterior ke apendiks.

Gambar 1. Anatomi Appendix


Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymfoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi, namun
demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab
jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah jaringan limfa
di saluran cerna, dan seluruh tubuh (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004).

2. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
penyakit di daerah perut akut yang paling sering (Librianty, 2015). Apendisitis
adalah penyakit yang ditimbulkan akibat tersumbatnya lumen apendiks oleh
berbagai hal seperti cacing, feses penderita yang mengeras, benda asing (biji), dan
tumor usus. Sumbatan ini menyebabkan produksi lendir apendiks tidak
tersalurkan ke usus besar, dan berakibat pada pembengkakan serta terjadinya
infeksi di apendiks. apendiks hanya mempunyai satu saluran pembuangan yaitu
usus besar, jadi jika salurannya tersumbat maka produksinya akan menumpuk.
Radang usus buntu bersifat akut atau kronis, bila tidak diatasi akan berakibat pada
pecahnya usus buntu dan berakhir dengan kematian penderita. Pada kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (NIH, 2004).
Gambar 2. Apendisitis

3. Epidemilogi
Apendisitis adalah kedaruratan bedah paling sering di Negara-negara Barat.
Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun, banyak pada decade kedua dan ketiga,
tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace dan Borley, 2006).

4. Etiologi
Grace dan Borley (2006) mengungkapkan penyebab apendisitis adalah:
a. Obstruktif adalah infeksi yang tumpang tindih dengan obstrusi lumen
akibat berbagai penyebab
b. Flegmon yaitu infeksi virus, hyperplasia, limfoid, ulserasi, invasi
bakteri tanpa penyebab yang jelas
Librianty (2015) mengungkapkan apendisitis biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh peradangan, benda asing, penyempitan, atau
neoplasma. Penyumbatan tersebut menyebabkan cairan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan. Pada saat inilah terjadi akut fokal yang
ditandai oleh nyeri ulu hati.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, edema bertambah dan
kuman akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Bila kemudian aliran darah arteri
terganggu akan terjadi kerusakan dinding. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi (Librianty, 2015).
Adapun faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut
ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi 3 faktor, yaitu faktor biologi, faktor
lingkungan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, ras
sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi
bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik. Selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan
rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan
obstruksi lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi
(Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004).

5. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004):
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut
ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, Muntah
dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Apendisitis akut
dibagi menjadi :
1) Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
(Rukmono, 2011).
3) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi
dan kenaikan cairan peritoneal yang purulent (Rukmono, 2011).
4) Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
5) Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
6) Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).

b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-
5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut
apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya
pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

6. Patofisiologi/Patologi
Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang belum diketahui
fungsinya pada manusia. Struktur ini berupa tabung yang panjang, sempit (sekitar
6-9 cm), dan mengandung arteria apendikularis yang merupakan suatu arteria
terminalis (end-artery). Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding
abdomen di bawah titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka
superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal
apendiks (Price dan Wilson, 2006).
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tesebut. Pathogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi
lumen, yang biasanya disebabkan fekalit (feses keras yang terutama disebabkan
oleh serat). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan terjadinya
pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat
menyebabkan terjadinya oklusi arteria terminalis (end-artery) apendikularis. Bila
keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya megakibatkan nekrosis,
gangren, dan perforasi (Price dan Wilson, 2006).

7. Manifestasi Klinis
Grace dan Borley (2006) mengungkapkan tanda gejala pada penderita
apendisitis adalah
a. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah
b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan
c. Pireksia ringan
d. Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis
e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik Mc Burney
f. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal
g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi
h. Massa apendiks jika pasien datang terlambat

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
apendisitis adalah (Grace dan Borley, 2006):
a. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu
leukositosis) dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu
b. Ulrtasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan
untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium)
c. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan
ovarium sebelum dilakukan apendikstomi pada wanita muda
d. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain
masih mungkin

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


Setelah diagnosis apendisitis ditegakkan, maka pasien dipersiapkan untuk
menjalani pembedahan, dan apendiks segera dibuang setiap saat, siang maupun
malam. Bila pembedahan dilakukan sebelum terjadi rupture dan tanda
peritonisitis, perjalanan pasca bedah umumnya tanpa disertai penyulit. Pemberian
antibiotik biasanya diindikasikan. Waktu pemulangan pasien bergantung pada
seberapa dini penegakan diagnosis apendisitis, derajat inflamasi, dan penggunaan
metode bedah terbuka atau laparoskopi (Price dan Wilson, 2006).
Grace dan Borley (2006) mengungkapkan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada pasien apendisitis adalah:
a. Apendisitis akut: apendisektomi, terbuka atau laparoskopik
b. Massa apendiks: cairan i.v., antibiotik, observasi tertutup. Jika gejala
membaik: apendisektomi interval setelah beberapa bulan
c. Jika gejala berlanjut: apendisektomi segera ± drainase
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
(Oswari, 2000):
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
b. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase.
B. Clinical Pathway

Faktor biologi (usia, Faktor lingkungan Faktor perilaku


jenis kelamin, ras) (infeksi bakteri, virus, (asupan rendah serat)
parasit, cacing)

Konstipasi
Sumbatan fungsional apendiks

Pertumbuhan kuman flora


Pengosongan apendiks terhambat normal meningkat
Nyeri abdomen (terus
menerus, kaku)
Resiko kekurangan volume
Apendiks tersumbat
Demam cairan
Peritonitis
Denyut nadi cepat
Mucus terperangkap di lumen apendiks Ketidakseimbangan nutrisi
Nafas dangkal kurang dari kebutuhan tubuh
Tidak segera
ditangani Mual muntah
Nyeri Inflamasi lumen Ansietas

Infeksi Apendisitis Apendiktomi


Pintu masuk kuman Resiko infeksi

Hipertermia Suhu tubuh meningkat luka insisi


C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pola manajemen kesehatan : saat mengeluh nyeri perut, pasien periksa
ke rumah sakit untuk mendapat perawatan dan pengobatan
b) Pola metabolik nutrisi : mual, muntah, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan
c) Pola eleminasi : tidak ada nyeri saat BAK, nyeri bisa muncul saat
mengejan
d) Pola aktivitas dan latihan : mudah lelah dan berkeringat, terdapat
gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
e) Pola istirahat tidur : terdapat gangguan tidur karena nyeri
f) Pola persepsi kognitif : fungsi panca indra normal, nyeri dapat
dirasakan, dapat sembuh dengan pengobatan dan deteksi dini yang baik
g) Pola konsep diri dan persepsi diri : muncul rasa cemas tentang kondisi
penyakit
h) Pola hubungan peran : terdapat masalah dalam hubungan dan peran
karena penurunan kondisi fisik
i) Pola reproduksi dan seksualitas : tidak terdapat gangguan fungsi
reproduksi dan seksualitas
j) Pola toleransi terhadap stress dan koping : terkadang mudah emosi
karena perubahan status kesehatan
k) Pola keyakinan dan nilai : tidak terdapat gangguan, klien dapat
menjalankan kegiatan ibadah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
2. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (Domain 12 Kenyamanan, Kelas 1 Kenyamanan
Fisik, Kode 00132)
Definisi pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.
Batasan karakteristik
a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (missal
neonatal infant pain scale, pain assessment checklist for senior
with limited ability to communicate)
b. Diaphoresis
c. Dilatasi pupil
d. Ekspresi wajah nyeri (missal mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus
meringis)
e. Fokus menyempit (missal persepsi waktu, proses berpikir,
interaksi dengan orang dan lingkungan)
f. Fokus pada diri sendiri
g. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
(missal skala Wong-Baker Faces, skala analog visual, skala
penilaian numerik)
h. Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
instrument nyeri (missal McGill Pain Questionnaire, Brief Pain
Inventory)
i. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misal
anggota keluarga pemberi asuhan)
j. Perilaku distraksi
k. Perubahan pada parameter fisiologis (misal tekanan darah,
frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan
end-tidal karbon dioksida)
l. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
m. Perubahan selera makan
n. Putus asa
o. Sikap melindungi area nyeri
p. Sikap melindungi tubuh
q. Agens cedera biologis (misal infeksi, iskemia, neoplasma)
r. Agens cedera fisik (misal abses, amputasi, luka bakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olah raga
berlebihan)
s. Agens cedera kimiawi (misal luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)
2. Hipertermia (Domain 11 Keamanan/Perlindungan, Kelas 6
Termoregulasi, Kode 00007)
Definisi suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena
kegagalan termoregulasi)
Batasan Karakteristik
a. Apnea
b. Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
c. Gelisah
d. Hipotensi
e. Kejang
f. Koma
g. Kulit kemerahan
h. Kulit terasa hangat
i. Letargi
j. Postur abnormal
k. Stupor
l. Takikardia
m. Takipnea
n. Vasodilatasi
Faktor yang berhubungan
a. Agens farmaseutikal
b. Aktivitas berlebihan
c. Dehidrasi
d. Iskemia
e. Pakaian yang tidak sesuai
f. Peningkatan laju metabolism
g. Penurunan perspirasi
h. Penyakit
i. Sepsis
j. Suhu lingkungan tinggi
k. Trauma
3. Ansietas (Domain 9 Koping/Toleransi Stres, Kelas 2 Respons
Koping, Kode 00146)
Definisi perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik
Perilaku
a. Agitasi
b. Gelisah
c. Gerakan ekstra
d. Insomnia
e. Kontak mata yang buruk
f. Melihat sepintas
g. Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup
h. Penurunan produktivitas
i. Perilaku mengintai
j. Tampak waspada
Afektif
a. Berfokus pada diri sendiri
b. Distress
c. Gelisah
d. Gugup
e. Kesedihan yang mendalam
f. Ketakutan
g. Menggemerutukkan gigi
h. Menyesal
i. Peka
j. Perasaan tidak adekuat
k. Putus asa
l. Ragu
m. Sangat khawatir
n. Senang berlebihan
Fisiologis
a. Gemetar
b. Peningkatan keringat
c. Peningkatan ketegangan
d. Suara bergetar
e. Tremor
f. Tremor tangan
g. Wajah tegang
4. Resiko infeksi (Domain 11 Keamanan/Perlindungan, Kelas 1.
Infeksi, Kode 00004)
Definisi rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme yang
dapat mengganggu kesehatan.
Faktor resiko
a. Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
b. Malnutrisi
c. Obesitas
d. Penyakit kronis (misal diabetes mellitus)
e. Prosedur invasive
Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat
a. Gangguan integritas kulit
b. Gangguan peristalsis
c. Merokok
d. Pecah ketuban dini
e. Pecah ketuban lambat
f. Penurunan kerja siliaris
g. Perubahan pH sekresi
h. Stasis cairan tubuh
Pertahanan Tubuh Sekunder Tidak Adekuat
a. Imunosupresi
b. Leukopenia
c. Penurunan hemoglobin
d. Supresi respon inflamasi
e. Vaksinasi tidak adekuat
5 Kekurangan volume cairan (Domain 2 Nutrisi, Kelas 5
Dehidrasi, Kode 00044)
Definisi penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau
intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja
tanpa perubahan kadar natrium.
Batasan karakteristik
a. Haus
b. Kelemahan
c. Kulit kering
d. Membran mukosa kering
e. Peningkatan frekuensi nadi
f. Peningkatan hematrokit
g. Peningkatan konsentrasi urin
h. Peningkatan suhu tubuh
i. Penurunan berat badan tiba-tiba
j. Penurunan haluaran urin
k. Penurunan pengisian vena
l. Penurunan tekanan darah
m. Penurunan tekanan nadi
n. Penurunan turgor kulit
o. Penurunan turgor lidah
p. Penurunan volume nadi
q. Perubahan status mental
r. Faktor yang berhubungan
a. Kegagalan mekanisme regulasi
b. Kehilangan cairan aktif
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
(Domain 2 Nutrisi, Kelas 1 Makan, Kode 00002)
Definisi asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Batasan Karakteristik
a. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
b. Bising usus hiperaktif
c. Cepat kenyang setelah makan
d. Diare
e. Gangguan sensasi rasa
f. Kehilangan rambut berlebihan
g. Kelemahan otot pengunyah
h. Kelemahan otot untuk menelan
i. Kerapuhan kapiler
j. Kesalahan persepsi
k. Ketidakmampuan memakan makanan
l. Kram abdomen
m. Kurang informasi
n. Kurang minat pada makanan
o. Membran mukosa pucat
p. Nyeri abdomen
q. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
r. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
s. Sariawan rongga mulut
t. Tonus otot menurun
Faktor yang Berhubungan
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Gangguan psikososial
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmampuan mencerna makanan
f. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
g. Kurang asupan makanan
c. Perencanaan/Nursing Care Plan
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Paraf dan
Keperawatan Nama
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam Manajemen Nyeri (1400) H
menunjukkan kriteria hasil a. Lakukan pengkajian nyeri Handita
Kontrol nyeri (1605) komprehensif yang meliputi
No. Indikator Awal Tujuan lokasi, karakteristik, durasi,
1 2 3 4 5
frekuensi, kualitas, intensitas,
1. Mengenali kapan 3
dan faktor pencetus
nyeri terjadi
2. Menggambarkan 3 b. Observasi adanya petunjuk
faktor penyebab nonverbal mengenai
3. Menggunakan 3 ketidaknyamanan
tindakan c. Perawatan analgesik bagi pasien
pencegahan dilakukan dengan pemantauan
4. Menggunakan 3
yang ketat
tindakan
d. Kendalikan faktor lingkungan
pengurangan nyeri
yang dapat mempengaruhi respon
tanpa analgesik
5. Melaporkan nyeri 3 klien terhadap ketidaknyamanan
yang terkontrol e. Anjurkan pasien untuk
Keterangan memonitor nyeri dan menangani
1. Tidak pernah menunjukkan nyeri dengan tepat
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan Pemberian analgesik (2210)
4. Sering menunjukkan a. Tentukan lokasi, karakteristik,
5. Secara konsisten menunjukkan kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
Tingkat nyeri (2102) b. Cek adanya riwayat alergi obat
No. Indikator Awal Tujuan c. Pilih analgesik atau kombinasi
1. Nyeri yang 3 1 2 3 4 5
analgesik yang sesuai ketika
dilaporkan
lebih dari satu diberikan
2. Panjangnya 3
d. Berikan analgesik sesuai waktu
episode nyeri
3. Mengerang dan 3 paruhnya, terutama pada nyeri
menangis yang berat
4. Ekspresi nyeri 3 e. Cek perintah pengobatan
wajah meliputi obat, dosis dan frekuensi
5. Berkeringat 3
obat analgesik yang diresepkan
berlebihan
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Hipotermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, Perawatan Demam (3740) H
menunjukkan kriteria hasil a. Pantau suhu dan tanda-tanda vital Handita
Termoregulasi (0800) lainnya
No. Indikator Awal Tujuan b. Anjurkan konsumsi cairan
1 2 3 4 5
c. Tingkatkan sirkulasi udara
1. Berkeringat saat
d. Fasilitasi istirahat, terapkan
panas
2. Tingkat pembatasan aktivitas, jika
pernapasan diperlukan
3. Menggigil saat e. Tutup pasien dengan selimut tipis
dingin atau pakaian ringan
4. Denyut nadi
Pengaturan Suhu (3900)
radial
5. Melaporkan a. Monitor suhu paling tidak setiap
kenyamanan 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
suhu b. Monitor tekanan darah, nadi dan
Keterangan respirasi, sesuai dengan
1. Sangat terganggu kebutuhan
2. Banyak terganggu c. Sesuaikan suhu lingkungan untuk
3. Cukup terganggu kebutuhan pasien
4. Sedikit terganggu d. Berikan pengobatan antipiretik
5. Tidak terganggu
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, Pengurangan Kecemasan (5820) H
menunjukkan kriteria hasil a. Gunakan pendekatan yang tenang Handita
Tingkat kecemasan (1211) dan meyakinkan
No. Indikator Awal Tujuan b. Berada di sisi klien untuk
1 2 3 4 5
meningkatkan rasa aman dan
1. Tidak dapat
mengurangi ketakuta
beristirahat
2. Meremas-remas c. Dorong verbalisasi peraas,
tangan persepsi dan ketakutan
3. Perasaan gelisah d. Dengarkan klien
4. Mengeluarkan
e. Puji/kuatkan perilaku yang baik
perasaan marah
secara tepat
secara
Peningkatan koping (5230)
berlebihan
5. Rasa takut yang a. Gunakan pendekatan yang tenang
disampaikan dan memberikan jaminan
secara lisan b. Berikan suasana penerimaan
Keterangan : c. Evaluasi kemampuan pasien
1. Berat dalam membuat keputusan
2. Cukup berat d. Dukung kesabaran dalam
3. Sedang mengembangkan suatu hubungan
4. Ringan e. Instruksikan pasien untuk
5. Tidak ada menggunakan teknik relaksasi
sesuai dengan kebutuhan
4. Resiko infeksi Selama dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak Kontrol Infeksi (6540) H
mengalami infeksi, menunjukkan kriteria hasil: a. Anjurkan pasien mengenai teknik Handita
Keparahan infeksi (0703) cuci tangan dengan tepat
No. Indikator Awal Tujuan b. Tingkatkan intake nutrisi yang
1 2 3 4 5
tepat
1. Kemerahan
2. Demam c. Berikan terapi antibiotic yang
3. Nyeri sesuai
4. Malaise
5. Hilang nafsu d. Anjurkan untuk beristirahat
makan e. Ajarkan pasien dan keluarga
Keterangan : mengenai tanda dan gejala
1. Berat infeksi dan kapan harus
2. Cukup berat melaporkannya kepada penyedia
3. Sedang perawatan kesehatan
4. Ringan
5. Tidak ada
5. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam, Manajemen Cairan (4120) H
volume cairan menunjukkan kriteria hasil: a. Distribusikan asupan cairan Handita
Keseimbangan Cairan (0601) selama 24 jam
No. Indikator Awal Tujuan b. Monitor tanda-tanda vital pasien
1 2 3 4 5 c. Dukung pasien dan keluarga
1. Tekanan darah
2. Denyut perifer untuk membantu dalam
3. Berat badan pemberian makan dengan baik
stabil d. Berikan penggantian nasogastric
4. Turgor kulit
5. Edema perifer yang diresepkan berdasarkan
Keterangan : output
1. Sangat terganggu e. Berikan terapi IV, seperti yang
2. Banyak terganggu ditentukan
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
6. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam, Manajemen nutrisi (1100) H
nutrisi: kurang dari menunjukkan kriteria hasil: a. Tentukan status gizi pasien dan Handita
kebutuhan tubuh Status Nutrisi (1004) kemampuan pasien untuk
No. Indikator Awal Tujuan memenuhi kebetuhan gizi
1 2 3 4 5
b. Identifikasi adanya alergi atau
1. Asupan
intoleransi makanan yang
makanan
2. Asupan cairan dimiliki pasien
3. Rasio berat c. Tawarkan makanan ringan yang
badan/tinggi padat gizi
badan d. Anjurkan keluarga untuk
4. Hidrasi
5. Energi membawa makanan favorit
Keterangan : pasien sementara pasien berada
1. Sangat menyimpang dari rentang normal dirumah sakit
2. Banyak menyimpang dari rentang normal e. Beri obat-obatan sebelum makan
3. Cukup menyimpang dari rentang normal (misalnya, penghilang rasa sakit,
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal antiemetik), jika diperlukan
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
D. Discharge Planning
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembalian fungsi
tubuh dan mengurangi nyeri pada pasien apendiktomi, pasien dianjurkan
melakukan mobilisasi dini, yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan, dan
toleransi aktivitas sesuai kemampuan. Ambulasi dini dapat dilakukan secara
bertahap setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring
terlebih dahulu. Mobilisasi dini yang dilakukan adalah menggerakkan lengan,
tangan, menggerakkan ujung jari kaki, dan memutar pergelangan kaki.
Setalah 6-10 jam pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan
untuk mencegah thromboemboli, setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk
dapat mulai belajar duduk setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk
belajar berjalan. Hal tersebut dapat meningkatkan sirkulasi darah yang
memicu penurunan nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat, serta
memulihkan fungsi tubuh tidak hanya pada bagian yang mengalami cedera
tapi pada seluruh anggota tubuh (Widianto, 2014). Faktor–faktor tersebut
mempengaruhi proses perawatan serta hal-hal tersebut dapat dikendalikan
dengan melaksanakan discharge planning dengan baik pada pasien pasca-
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth
Edition. United State of America: Mosby Elsevier
Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing
Interventions Clarifications. Fifth Edition. United State of America: Mosby
Elsevier.
Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at A Glance. Jakarta: Erlangga
Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Librianty, Nurfanida. 2015. Panduan Mandiri Melacak Penyakit. Jakarta: Lintas
Kata
National Institut of Health. 2004. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease U.S. Department of Health and Human Service. Diakses
https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive-diseases pada
tanggal 07 Oktober 2014
Oswari. 2000. Bedah dan Keperawatannya. Jakarta: PT Gramedia
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Rukmono. 2011. Bagian patalogok anatomik. Depok: FK UI
Sjamsuhidajat, R dan De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai