LP Apendisitis Tata
LP Apendisitis Tata
LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Handita Diani Ratri, S. Kep
NIM 182311101032
2. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
penyakit di daerah perut akut yang paling sering (Librianty, 2015). Apendisitis
adalah penyakit yang ditimbulkan akibat tersumbatnya lumen apendiks oleh
berbagai hal seperti cacing, feses penderita yang mengeras, benda asing (biji), dan
tumor usus. Sumbatan ini menyebabkan produksi lendir apendiks tidak
tersalurkan ke usus besar, dan berakibat pada pembengkakan serta terjadinya
infeksi di apendiks. apendiks hanya mempunyai satu saluran pembuangan yaitu
usus besar, jadi jika salurannya tersumbat maka produksinya akan menumpuk.
Radang usus buntu bersifat akut atau kronis, bila tidak diatasi akan berakibat pada
pecahnya usus buntu dan berakhir dengan kematian penderita. Pada kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (NIH, 2004).
Gambar 2. Apendisitis
3. Epidemilogi
Apendisitis adalah kedaruratan bedah paling sering di Negara-negara Barat.
Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun, banyak pada decade kedua dan ketiga,
tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace dan Borley, 2006).
4. Etiologi
Grace dan Borley (2006) mengungkapkan penyebab apendisitis adalah:
a. Obstruktif adalah infeksi yang tumpang tindih dengan obstrusi lumen
akibat berbagai penyebab
b. Flegmon yaitu infeksi virus, hyperplasia, limfoid, ulserasi, invasi
bakteri tanpa penyebab yang jelas
Librianty (2015) mengungkapkan apendisitis biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh peradangan, benda asing, penyempitan, atau
neoplasma. Penyumbatan tersebut menyebabkan cairan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan. Pada saat inilah terjadi akut fokal yang
ditandai oleh nyeri ulu hati.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, edema bertambah dan
kuman akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Bila kemudian aliran darah arteri
terganggu akan terjadi kerusakan dinding. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi (Librianty, 2015).
Adapun faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut
ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi 3 faktor, yaitu faktor biologi, faktor
lingkungan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, ras
sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi
bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik. Selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan
rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan
obstruksi lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi
(Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004).
5. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004):
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut
ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, Muntah
dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Apendisitis akut
dibagi menjadi :
1) Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
(Rukmono, 2011).
3) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi
dan kenaikan cairan peritoneal yang purulent (Rukmono, 2011).
4) Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
5) Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
6) Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah
perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-
5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut
apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya
pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
6. Patofisiologi/Patologi
Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang belum diketahui
fungsinya pada manusia. Struktur ini berupa tabung yang panjang, sempit (sekitar
6-9 cm), dan mengandung arteria apendikularis yang merupakan suatu arteria
terminalis (end-artery). Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada dinding
abdomen di bawah titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka
superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal
apendiks (Price dan Wilson, 2006).
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tesebut. Pathogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi
lumen, yang biasanya disebabkan fekalit (feses keras yang terutama disebabkan
oleh serat). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan terjadinya
pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat
menyebabkan terjadinya oklusi arteria terminalis (end-artery) apendikularis. Bila
keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya megakibatkan nekrosis,
gangren, dan perforasi (Price dan Wilson, 2006).
7. Manifestasi Klinis
Grace dan Borley (2006) mengungkapkan tanda gejala pada penderita
apendisitis adalah
a. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah
b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan
c. Pireksia ringan
d. Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis
e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik Mc Burney
f. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal
g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi
h. Massa apendiks jika pasien datang terlambat
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
apendisitis adalah (Grace dan Borley, 2006):
a. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu
leukositosis) dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu
b. Ulrtasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan
untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium)
c. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan
ovarium sebelum dilakukan apendikstomi pada wanita muda
d. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain
masih mungkin
Konstipasi
Sumbatan fungsional apendiks