Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanjut Usia

1. Pengertian

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh

kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua,

tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia

kronologis 70 tahun mungkin dapat memiliki usia

fisiologis seperti orang usia 50 tahun. Atau

sebaliknya, seseorang dengan usia 50 tahun mungkin

memiliki banyak penyakit kronis sehingga usia

fisiologisnya 90 tahun (Darmojo & Martono, 2006).

Lanjut usia adalah sesuatu yang harus diterima

sebagai suatu kenyataan, dan fenomena biologis.

Kehidupan akan diakhiri dengan proses penuaan yang

berakhir dengan kematian (Stanley, M & Beare, 2006).

Lanjut usia tidak saja ditandai dengan

kemunduran fisik, tetapi dapat pula mengalami

pengaruh kondisi mental. Semakin lanjut usia

seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin

berkurang. Hal ini akan dapat mengakibatkan

berkurangnya integrasi dengan lingkungan. Kondisi ini

dapat berdampak pada kebahagiaan seseorang (Nugroho,

2008).

9
10

Lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya

mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan

sosial. Perubahan ini akanmemberikan pengaruh

keseluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya

(Fatimah, 2010).

2. Batasan lanjut usia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2003),

Lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia

45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) adalah kelompok usia 60

sampai 75 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) adalah kelompok usia 76

sampai 90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old) adalah di atas 90

tahun.

Menurut Depkes RI (2003), batasan-batasan lanjut usia

meliputi:

1) Pra lanjut usia (prasenilis): Seseorang yang

berusia 45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih.

3) Lanjut usia resiko tinggi: Seseorang yang berusia

70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih dengan masalah.


11

4) Lanjut usia potensial: Lanjut usia yang masih

mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang

dapat menghasilkan barang/jasa.

5) Lanjut usia tidak potensial: Lanjut usia yang

tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

3. Karakteristik lanjut usia

Menurut Jubaedi, A. (2008), lanjut usia memiliki

karakteristik sebagai berikut :

1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1

ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).

2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang

sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial

sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptif.

3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Tipe lanjut usia

Beberapa tipe pada lanjut Usia bergantung pada

karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi

fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho,

2008).

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan

diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,


12

memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang

baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul

dengan teman, dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah

tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan

banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan

diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh-tak acuh.

5. Proses menua

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai

titik perkembangan yang maksimal.Setelah itu tubuh

mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-

sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh

juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-

lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam,

R. dkk. 2008).

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi


13

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun

demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai

penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang

mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya

kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf, dan

jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi

sedikit (Azizah, 2011).

Proses menua merupakan proses yang terus menerus

(berlanjut) secara alamiah. Menua bukanlah suatu

penyakit melainkan proses berkurangnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam maupun

luar tubuh. Menuanya manusia seperti halnya suku

cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks

yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara

fisik atau somatik dan psikologik. Proses menua

setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama

cepatnya dan sangat individual. Adakalanya seseorang

yang masih muda umurnya, namun terlihat sudah tua dan

begitu juga sebaliknya.Banyak faktor yang

mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik

(keturunan), asupan gizi, kondisi mental, pola hidup,

lingkungan, dan pekerjaan sehari-hari (Azizah, 2011).

Menurut Azizah (2011), ada beberapa teori yang

berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,

teori psikologis, teori sosial dan teori spiritual.


14

1) Teori biologi

Teori Biologi mencakup teori genetik dan

mutasi, immunology slow theory, teori stress,

teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

a) Teori genetik dan mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi, menua

terprogram secara genetik untuk spesies-

spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat

dari perubahan biokimia yang diprogram oleh

molekul-molekul DNA dan setiap sel pada

saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh

yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin

(terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).

Terjadi pengumpulan pigmen atau lemak

dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari

produk sisa, sebagai contoh adalah adanya

pigmen lipofusin di sel otot jantung dan sel

susunan saraf pusat pada lanjut usia yang

mengakibatkan terganggunya fungsi sel itu

sendiri.

b) ImmunologySlow theory

Menurut Immunology slow theory, sistem

imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia

dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh.


15

c) Teori stress

Teori stres mengungkapkan menua terjadi

akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal,

kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan

sel-sel tubuh lelah terpakai.

d) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam

bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok

atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-

bahan organik seperti karbohidrat dan protein.

Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat

melakukan regenerasi.

e) Teori rantai silang

Teori rantai silang diungkapkan bahwa

reaksi kimia sel-sel yang tua atau usang

menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya

jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastisitas, kekacauan, dan

hilangnya fungsi sel.

2) Teori psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi

secara alamiah seiring dengan penambahan usia.

Perubahan psikologis yang terjadi dapat


16

dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan

keadaan fungsional yang efektif.

Kepribadian individu yang terdiri atas

motivasi dan inteligensi dapat menjadi

karakteristik konsep diri dari seorang lansia.

Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang

lanjut usia mampu berinteraksi dengan mudah

terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan

status sosialnya.

Memori adalah kemampuan daya ingat lanjut

usia terhadap suatu kejadian/peristiwa baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Memori terdiri atas

tiga komponen sebagai berikut :

a) Ingatan yang paling singkat dan segera.

Contohnya pengulangan angka.

b) Ingatan jangka pendek. Contohnya peristiwa

beberapa menit hingga beberapa hari yang lalu.

c) Ingatan jangka panjang.

Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi

karena banyak hal. Selain keadaan fungsional organ

otak, kurangnya motivasi pada lanjut usia juga

berperan. Motivasi akan semakin menurun dengan

menganggap bahwa lanjut usia sendiri merupakan

beban bagi orang lain dan keluarga.


17

3) Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan

dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi

sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas,

teori kesinambungan, teori perkembangan, dan teori

stratifikasi usia.

a) Teori interaksi sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa

lanjut usia bertindak pada suatu situasi

tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang

dihargai masyarakat.

Pada lanjut usia, kekuasaan dan

prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan

interaksi sosial mereka juga berkurang, yang

tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan

mereka untuk mengikuti perintah.

b) Teori penarikan diri

Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan

menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan

seorang lanjut usia secara perlahan-lahan

menarik diri dari pergaulan disekitarnya.

Menurut teori ini seorang lanjut usia

dinyatakan mengalami proses penuaan yang

berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan

terdahulu dan dapat memusatkan diri pada


18

persoalan pribadi serta mempersiapkan diri

dalam menghadapi kematiannya.

c) Teori aktivitas

Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore

(1965) dan Lemon et al. (1972) yang menyatakan

bahwa penuaaan yang sukses bergantung dari

bagaimana seorang lanjut usia merasakan

kepuasan dalam melakukan aktivitas serta

mempertahankan aktivitas tersebut lebih

penting dibandingkan kualitas dan aktivitas

yang dilakukan.

d) Teori kesinambungan

Teori ini dianut oleh banyak pakar

sosial. Teori ini mengemukakan adanya

kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut

usia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu

saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia

menjadi lanjut usia. Hal ini dapat terlihat

bahwa gaya hidup, prilaku, dan harapan

seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia

telah menjadi lanjut usia.

e) Teori perkembangan

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana

proses menjadi tua merupakan suatu tantangan

dan bagaimana jawaban lanjut usia terhadap

berbagai tantangan tersebut yang dapat


19

bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi,

teori ini tidak menggariskan bagaimana cara

menjadi tua yang diinginkan atau yang

seharusnya diterapkan oleh lanjut usia

tersebut.

f) Teori stratifikasi usia

Keunggulan teori stratifikasi usia adalah

bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat

deterministik dan dapat dipergunakan untuk

mempelajari sifat lanjut usia secara kelompok

dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat

ditinjau dari sudut pandang demografi dan

keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya.

Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat

dipergunakan untuk menilai lanjut usia secara

perorangan, mengingat bahwa stratifikasi

sangat kompleks dan dinamis serta terkait

dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik.

4) Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk

pada pengertian hubungan individu dengan alam

semesta dan persepsi individu tentang arti

kehidupan.

James Fowler mengungkapkan tujuh tahap

perkembangan kepercayaan (Wong, et. al, 1999).

Fowler juga meyakini bahwa kepercayaan/demensia


20

spiritual adalah suatu kekuatan yang memberi arti

bagi kehidupan seseorang.

Fowler menggunakan istilah kepercayaan

sebagai suatu bentuk pengetahuan dan cara

berhubungan dengan kehidupan akhir. Menurutnya,

kepercayaan adalah suatu fenomena timbal balik,

yaitu suatu hubungan aktif antar seseorang dengan

orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta

kasih, dan harapan.

6. Tugas perkembangan usia lanjut

Menurut Azizah (2011), Sebagian besar tugas

perkembangan usia lanjut banyak berkaitan dengan

kehidupan pribadi dari pada kehidupan orang lain.

Tugas perkembangan masa tua adalah sebagai

berikut :

a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik

dan kesehatannya.

b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan

berkurangnya income (penghasilan) keluarga.

c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

d) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.

e) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang

memuaskan.

f) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara

luwes.
21

7. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Menurut Fatimah (2010), Perubahan pada lanjut

usia sebagai berikut:

1) Perubahan Fisik

Penuaan intrinsik mengacu pada perubahan yang

diakibatkan oleh proses menua normal yang telah

diprogram secara genetik dan pada dasarnya

universal dan spesies yang bersangkutan. Sedangkan

penuaan ekstrinsik terjadi akibat pengaruh dari

luar seperti penyakit, polusi udara dan sinar

matahari merupakan penuaan yang abnormal yang

dapat dihilangkan atau dikurangi dengan intervensi

perawatan kesehatan yang efektif.

a) Perubahan sel

Perubahan sel pada ekstra sel pada lanjut

usia mengakibatkan penurunan tampilan dan

fungsi fisik. Lanjut usia menjadi lebih pendek

akibat adanya pengurangan lebar bahu dan

pelebaran lingkar dada dan perut, serta

diameter pelvis. Kulit menjadi tipis dan

keriput, masa tubuh berkurang dan masa lemak

bertambah. Kemampuan tubuh memelihara

hemostatik menjadi berkurang seiring dengan

penuaan seluler. Sistem organ tidak efisien

lagi akibat berkurangnya sel dan jaringan.


22

b) Perubahan kardiovaskuler

Perubahan struktur jantung dan sistem

vaskuler mengakibatkan penurunan kemampuan

untuk berfungsi secara efisien. Katub jantung

menjadi lebih tebal dan kaku, jantung dan

arteri kehilangan elastisitasnya, timbulnya

kalsium dan lemak berkumpul didalam dinding

arteri, vena menjadi sangat berkelok-kelok.

Pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang

yang bertambah usianya mengakibatkan

meningkatnya tekanan darah sesuai peningkatan

usia.

c) Perubahan pernapasan

Perubahan pernapasan yang berhubungan

dengan usia yang mempengaruhi kapasitas dan

fungsi paru meliputi peningkatan diameter

anterioposterior dada, kolaps ostiopotic

vertebra yang mengakibatkan kifosis,

kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan

mobilitas kosta, penurunan efisiensi otot

pernapasan, peningkatan regiditas paru atau

hilangnya recoil paru mengakibatkan

peningkatan residu paru dan penurunan

kapasitas paru, penurunan luas permukaan

alveoli. Penurunan efisiensi batuk,

berkurangnya aktifitas silia dan peningkatan


23

ruang rugi pernapasan membuat lanjut usia

lebih rentan terhadap infeksi pernapasan.

d) Perubahan integument

Bertambahnya usia mempengaruhi fungsi dan

penampilan kulit, dimana epidermis dan dermis

menjadi lebih tipis, jumlah serat elastik

berkurang dan kolegen menjadi lebih kaku.

Lemak subkutan terutama diekstermitas

berkurang, hilangnya kapiler dikulit

mengakibatkan penurunan suplai darah, kulit

menjadi hilang kekenyalannya, keriput dan

menggelambir, pigmentasi rambut menurun dan

rambut menjadi beruban, distribusi pigmen

kulit tidak rata dan tidak beraturan terutama

pada bagian yang selalu terpancar sinar

matahari. Kulit menjadi lebih kering dan

rentang terhadap iritasi karena menurunnya

aktivitas kelenjar sabaseal dan kelenjar

keringat sehingga mengakibatkan kulit lebih

rentan terdapat iritasi dan gata-gatal.

e) Perubahan sistem reproduksi

Saat menopaus produksi estrogen dan

progesteron oleh ovarium menurun. Pada wanita

terjadi penipisan pada dinding vagina dangan

pengecilan ukuran dan hilangnya elastisitas,

penurunan sekresi vagina mengakibatkan kering,


24

gatal dan menurunnya keasaman vagina, uterus

dan ovarium mengalami atropil, tonus otot

pubokoksigeus, menurun sehinga vagina dan

perineum melemas, akibat perubahan tersebut

vagina dapat mengalami perdarahan dan nyeri

saat senggama, sedangkan pada lanjut usia

laki-laki, ukuran penis dan testil mengecil

dan kadar androgen menurun.

f) Perubahan genitourinaria

Sistem genitourinaria tetap berfungsi

secara adekuat pada individu lanjut usia,

meskipun terjadi penurunan masa ginjal akibat

hilangnya beberapa nefron. Perubahan fungsi

ginjal meliputi penurunan laju infiltrasi,

penurunan fungsi tubuler dengan penurunan

efisiensi dan reabsorsi dan pemekatan urine,

perlambatan restorasi keseimbangan asam basa

terhadap stress.

g) Perubahan gastrointestinal

Saluran gastrointestinal masih tetap

adekuat pada lanjut usia, tetapi pada beberapa

lanjut usia dapat terjadi ketidaknyamanan

akibat melambatnya metonitas. Sekitar populasi

telah habis giginya saat berusia 60 tahun.

Meskipun merupakan konsekuensi proses menua

yang tidak dapat dihindari, sering kali


25

terjadi penyakit periodontal yang menyebabkan

gigi berkurang dan ompong, aliran ludah

berkurang sehingga lanjut usia mengalami mulut

kering.

h) Perubahan musculoskeletal

Pada wanita pasca menopaus mengalami

kehilangan densitas tulang yang massif akan

mengakibatkan osteoporosis dan berhubungan

dengan kurang beraktivitas, masukan kalsium

yang tidak adekuat dan kehilangan estrogen,

pengurangan dan penyusutan tinggi tubuh akibat

dari perubahan osteoporotic pada tulang

punggung, kifosis, dan fleksi pinggul serta

lutut, perubahan ini menyebabkan penurunan

mobilitas, keseimbangan dan fungsi organ

internal, ukuran otot berkurang dan otot

hilang kekuatan, fleksibilitas dan ketahanan

sebagai akibat penurunan aktivitas dan

penuaan.

i) Perubahan sistem persarafan

Pada lanjut usia terjadi perubahan

struktur dan fungsi sistem saraf. Masa otak

berkurang secara progresif akibat dari

kurangnya sel saraf yang rusak dan tidak dapat

diganti, penurunan sistem dan metabolisme

neorotransmiter utama, implus saraf dihantar


26

lebih lambat,sehingga lanjut usia memerlukan

waktu yang lebih lama untuk berespon dan

bereaksi, kelenjar sistem saraf otonom

berkurang efisiensinya dan mudah terjadi

hipotensi postural yang menyebabkan seseorang

merasa pusing saat berdiri dengan cepat,

hemostatisis juga lebih sulit dijaga,

perubahan sistem saraf sering dengan penurunan

aliran darah otak, walaupun dalam kondisi

normal glukosa dan oksigen masih tercukupi.

j) Perubanan sensorik

Kehilangan sensorik akibat menua mengenai

organ sensorik penglihatan, pendengaran,

pengecapan, peraba, penghidu, serta dapat

mengancam interaksi dan komunikasi dengan

lingkungan. Pada penglihatan, sel tengah lensa

tidak pernah digantikan dengan sel baru akan

menjadi kuning, kaku dan berkabut, sedangkan

pada permukaan lensa yang selnya selalu baru

membuat bagian luar lensa mata tetap elastic

untuk akomodasi yang berfokus pada jarak jauh

dan dekat, kemampuan membedakan warna hijau

dan biru juga berkurang, pupil berdilatasi

dengan lambat. Kehilangan kemampuan

mendengarkan nada frekuensi tinggi terjadi

pada usia pertengahan, kehilangan pendengaran


27

yang berhubungan dengan usia ini disebut

presbikusis, disebabkan karena perubahan

telinga dalam yang irreversible, seringkali

lanjut usia tidak mampu melakukan percakapan

karena nada konsonan frekuensi tinggi seperti

huruf f,s, th, ch, sh, b, t, p semuanya

terdengar sama. Indra peraba memberikan pesan

yang paling mudah diterjemahkan. Meskipun

respon sensorik akan menumpul seiring waktu

bertambahnya usia, namun tidak menghilang,

lanjut usia senang disentuh dan disentuh.

Diantara rasa manis, asam, asin, dan pahit

hanya rasa manis yang paling tumpul pada

lansia. Mereka sering menggunakan gula secara

berlebihan, juga makan asin yang berbumbu.

2) Perubahan psikososial

Lanjut usia yang sehat secara psikososial

dapat dilihat dari kemampuannya beradaptasi

terhadap kehilangan fisik, sosial, dan emosional

serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan

kepuasaan hidup. Ketakutan menjadi tua dan tidak

mampu memproduksi lagi memunculkan gambaran yang

negatif tentang proses menua. Banyak culture dan

budaya yang ikut menumbuhkan anggapan negatif ini,

dimana lanjut usia dipandang sebagai individu yang


28

tidak mempunyai sumbangan apapun terhadap

masyarakat dan memboroskan sumberdaya ekonomi.

3) Perubahan kognitif

Banyak mitos yang berkembang dimasyarakat

pada penurunan intelegensia lanjut usia dan

anggapan bahwa lanjut usia sulit untuk diberikan

pelajaran karena proses pikir yang mulai melambat,

mudah lupa, bingung dan pikun. Padahal peneliti

memperhatikan bahwa lingkungan yang memberikan

stimulus, tingkat pendidikan yang tinggi, status

pekerjaan, dan kesehatan kardiovaskuler yang baik

dapat memberikan efek positif terhadap angka

intelegensia lanjut usia. Kemampuan belajar dan

menerima keterampilan serta informasi baru akan

menurun pada individu yang telah melewati 70

tahun.

8. Permasalahan pada lanjut usia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan

pencapaian kesejahteraan lanjut usia antara lain

(Nugroho, 2008) :

1) Permasalahan umum :

a) Makin besarnya jumlah lanjut usia yang berada

di bawah garis kemiskinan.

b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga

anggota keluarga yang berusia lanjut kurang

diperhatikan, dihargai dan dihormati.


29

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga

profesional pelayanan lanjut usia.

e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan

pembinaan kesejahteraan lanjut usia.

2) Permasalahan khusus :

a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat

timbulnya masalah baik fisik, mental maupun

sosial.

b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

c) Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia.

d) Banyaknya lanjut usia yang miskin, telantar

dan cacat.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang

mengarah pada tatanan masyarakat

individualistik.

f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan

yang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut

usia.

9. Pendekatan perawatan lanjut usia

1) Pendekatan fisik

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut

usia ada 2 bagian yaitu:

a) Klien lanjut usia yang masih aktif yang masih

mampu bergerak tanpa bantuan orang lain.


30

b) Klien lanjut usia pasif atau tidak dapat

bangun yang mengalami kelumpuhan atau sakit.

2) Pendekatan psikis

Perawatan mempunyai peranan yang panjang

untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien

lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai

supporter, interpreter terhadap segala sesuatu

yang asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan

sebagai sahabat yang akrab.

3) Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan

bercerita merupakan upaya perawatan dalam

pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul

bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk

menciptakan sosialisasi mereka.

4) Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan

kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau

agama yang dianutnya.terutama jika klien dalam

keadaan sakit atau mendekati kematian (Nugroho,

2008).
31

B. Konsep Activity Daily Living (Aktivitas Sehari-hari)

Pada Lansia

1. Pengertian

Aktivitas kehidupan sehari-hari adalah kegiatan

sehari-hari yang dilakukan oleh seseorang dalam

penghidupannya berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhannya (Kementerian Sosial RI, 2011).

Menurut wallace (dalam Trisandari, 2008) avtivity

daily living adalah fungsi dan aktivitas individu

yang normalnya dilakukan tanpa bantuan orang lain.

Kegiatan ADL antara lain mandi, continance,

berpakaian, makan, toileting, dan berpindah tempat

dari atau ketempat tidur atau kursi. Menurut Kingston

et al (2012) kegiatan yang diperlukan untuk berfungsi

secara independen dalam kehidupan sehari-hari disebut

aktivitas hidup sehari-hari/ADL.

Aktivitas sehari-hari adalah keterampilan dasar

dan tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang

untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan

seseorang untuk memenuhi atau berhubungan dengan

perannya sebagai peribadi dalam keluarga dan

masyarakat (Sugiarto, dalam Suprayitno, 2012).

ADL (Activity Daily Living) adalah kegiatan

melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan

aktivitas pokok bagi peraatan diri. ADL meliputi

antara lain: ke toilet, makan, berpakaian


32

(berdandan), mandi, dan berpindah tempat.

(Hardwinito, dalam Suparyanto, 2012).

2. Manfaat kemampuan sehari-hari pada lansia

Menurut Darmojo, (dalam Margi, 2014) manfaat

aktivitas sehari-hari pada lansia yaitu:

a. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia.

Terdapat banyak faktor yang dapat membatasi

dorongan dan kemauan seksual pada lanjut usia

khussunya pria. Sejunlah masalah organik dan

jantung serta sistem peredaran darah, sistem

kelenjar dan hormon serta saraf dapat menurunkan

kapasitas dan gairah seks.

b. Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses

penuaan.

c. Meningkatkan keelestisan tulang sehingga tulang

tidak mudah patah.

d. Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau

mengurang kecepatanpenurunan kekuatan otot.

Pembatasan atas lingkup gerak sendi banyak terjadi

pada lanjut usia, yang sering terjadi akibat

kekakuan otot dan tendon dibanding sebagai akibat

kontraktur sendi. Kekakuan otot betis sering

memperlambat gerak dorso-fleksi dan timbulnya

kekuatan otot dorsoflektor sendi lutut yang

diperlukan untuk mencegah jatuh ke belakang.


33

e. Self efficacy (keberdayagunaan mandiri) yaitu

suatu istilah untuk menggambarkan rasa percaya

diri atas keamanan dalam melakukan aktivitas. Hal

ini berhubungan dengan ketidak ketergantungan

terhadap instrumen ADL (IADL). Dengan

keberdayagunaan mandiri ini seorang lanjut usia

mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas

atau olahraga.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi activity daily living

pada lansia.

a. Usia

Meningkatnya usia maka semakin berkurangnya

kemampuan lansia dalam beraktivitas sehari-hari.

Dengan meningkatnya usia maka secara alamiah akan

terjadi penurunan kemampuan fungsi untuk merawat

diri sendiri maupun berinteraksi dengan masyarakat

sekitarnya dan akan semakin bergantung pada orang

lain (Papilia, dalam Ranajumita, 2011).

b. Jenis kelamin

Lansia laki-laki memiliki tingkat

ketergantungan lebih besar dibanding wanita, dan

ini akan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Kehidupan dalam suasana

keluarga (family living arrangement) dapat dilihat

bahwa wanita lebih banyak yang mandiri. Dapat

dilihat dalam masyarakat bahwa lebih banyak wanita


34

yang ditinggalkan suaminya, yang membesarkan

anaknya sampai berhasil (Darmojo, dalam

Rinajumita, 2011)

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu unsur penting

untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam

mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan

pendidikan yang semakin tinggi dapat menghasilkan

keadaan sosial ekonomi makin baik dan kemandirian

yang semakin baik (Komnaslansia, 2009 dalam

Rinajumita, 2011).

d. Kondisi kesehatan

Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian

tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan

psikis meiliki kesehatanyang cukup prima. Dengan

kesehatan yang baik mereka bisa melakukan

aktivitas apa saja dalam kehidupan sehari-hari

seperti mengurus dirinya sendiri, bekerja dan

rekreasi. Kemandirian bagi orang lanjut usia dapat

dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

(Darmojo, dalam Rinajmita, 2011).

e. Kondisi ekonomi

Kondisi lanjut usia akan menyebabkan

kemunduran dibidang ekonomi. Masa pensiun akan

berakibat turunnya pendapatan, hilangnya


35

fasilitas-fasilitas, kekuasaan, wewenang dan

penghasilan. Masalah ekonimi yang dihadapi orang

lanjut usia adalah tentang pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang,

pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial.

Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun

menyebabkan mereka kurang mampu menghasilkan

pekerjaan yang produktif. Jika tidak bekerja

berarti bantuan yang diperoleh mereka dari bantuan

keluarga, kerabat dan orang lain (Nugroho, dalam

Rinajumita, 2011).

f. Kehidupan beragama

Agama memainkan peran mendukung bagi banyak

lansia, hal ini antara lain dukungan soial,

keinginan akan gaya hidup yang sehat, persepsi

tentang kontrol terhadap hidup mereka melalui doa,

mendorong kondisi emosi positif, penurun stres dan

keimanan terhadap tuhan sebagai cara hidup yang

baik. Agama memiliki pengaruh positif pada

kesehatan mental secara fisik dan usia (Hill,

dalam Rinajumita, 2011)

g. Dukungan keluarga

Bagi usia lanjut keluarga merupakan sumber

kepuasan, umumnya mereka ingin tinggal ditengah-

tengah keluarga, mereka tidak ingin tinggal di

Panti Werda. Para lanjut usia merasa bahwa


36

kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai

orang tua dan juga sebagai kakek dan nenek. Mereka

dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya

formal, gaya bermain, gaya pengganti orang tua,

gaya bijak, gaya orang luar (Suhartini, dalam

Rinajumita, 2011).

4. Macam-macam Activity Daily Living

a. ADL (Activity Daily Living) dasar, sering disebut

ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi

berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi,

berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang

air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL

dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan

kemampuan mobilitas (Sugiarto, dalam Suparyanto,

2012).

b. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan

dengan penggunann alat atau benda penunjang

kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,

menggunakan telepon, menulis, mengetik, mengelola

uang kertas (Sugiarto, dalam Suparyanto,2012).

c. ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan

pekerjaan atau kegiatan sekolah (Suparyanto,

2012).
37

d. ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat

rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang

(Suparyanto, 2012).

5. Pengaruh ADL (Activity Daily Living) terhadap depresi

Lansia yang menemukan dirinya dengan banyak

keterbatasan dalam proses berfikir, daya ingat,

kecepatan gerak, kekuatan fisik, penurunan fungsi

indra dan kondisi fisik yang tidak semenarik dahulu

akan mempengaruhi kondisi psikososialnya. Tanpa

disadari hal ini akan menimbulkan permasalahan

tersendiri bagi lansia yang kalau kurang atau tidak

bisa mengantisipasi dapat menimbulkan depresi

(Kuntjoro, 2002 dalam Murtutik, 2012).

Menurut Hawari (2001) dalam Apriani (2009),

depresi merupakan gangguan alam perasaan yang

ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang

mendalam dan berkelanjutan sehingga kehilangan gairah

hidup, tetapi tidak mengalami gangguan dalam menilai

realita, dan perilaku dapat terganggu tetapi dalam

batas-batas normal. Ketergantungan lansia dalam

memenuhi aktivitas kehidupan sehari-hari dapat

menjadi salah satu faktor penyebab munculnya depresi.


38

6. Skala Pengukuran ADL (Activity Daily Living)

Indeks Barthel merupakan suatu instrument

pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian

fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas

serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam

menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang

mengalami gangguan keseimbangan (Saryono, 2011).

Indeks Barthel menggunakan 10 indikator, yaitu :

Tabel 2.1. Instrument Indeks Barthel.

No. Item yang Skor Nilai

dinilai

1. Makan 0 = Tidak mampu


(Feeding)
1 = Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega dll.

2 = Mandiri

2. Mandi
0 = Tergantung orang lain
(Bathing)
1 = Mandiri

3. Perawatan 0 = Membutuhkan bantuan orang


diri lain
(Grooming)
1 = Mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan
bercukur

4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain


(Dressing)
1 = Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)

2 = Mandiri
39

5. Buang air 0 = Inkontinensia atau pakai


kecil (Bowel) kateter dan tidak terkontrol

1 = Kadang Inkontinensia (maks,


1x24 jam)

2 = Kontinensia (teratur untuk


lebih dari 7 hari)

6. Buang air 0 = Inkontinensia (tidak teratur


besar atau perlu enema)
(Bladder)
1 = Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)

2 = Kontinensia (teratur)

7. Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang


toilet lain

1 = Membutuhkan bantuan, tapi


dapat melakukan beberapa hal
sendiri

2 = Mandiri

8. Transfer 0 = Tidak mampu

1 = Butuh bantuan untuk bisa


duduk (2 orang)

2 = Bantuan kecil (1 orang)

3 = Mandiri

9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu)

1 = Menggunakan kursi roda

2 = Berjalan dengan bantuan satu


orang

3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)

10. Naik turun 0 = Tidak mampu


tangga
1 = Membutuhkan bantuan (alat
40

bantu)

2 = Mandiri

Interpretasi hasil :

20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan Ringan

9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 : Ketergantungan Total

(Saryono, 2011).

C. Konsep Depresi

1. Pengertian

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi

manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan

gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola

tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

kelelahan, ras putus asa dan tak berdaya, serta

gagasan bunuh diri (Kap’an dan sadock, 1998 dalam

Reny, 2014)

Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis

yang berhubungan dengan suatu penderitaan, dapat

berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau

perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2000 dalam Reny,

2014).
41

Depresi adalah bentuk gangguan kejiwaan pada

alam perasaan (mood), yang ditandai dengan

kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup,

perasaan tidak berguna dan putus asa ( Hawaii, 1998

dalam Reny, 2014).

Sedangkan menurut (Hesti Widuri, 2010) depresi

adalah perasaan sedih, ketidak berdayaan dan pesimis

yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat

berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri

atau perasaan marah yang dalam.

2. Penyebab

Faktor penyebab depresi menurut (Stuart dan Sundeen,

1998 dalam Reny 2014) adalah:

a. Faktor predisposisi

1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi

transmisi gangguan afektif melalui riwayat

keluarga dan keturunan.

2. Teori agresi menyerang ke dalam, menunjukkan

bahwa depresi terjadi karena perasaan marah

yang ditunjukkan pada diri sendiri.

3. Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada

perpisahan traumatika individu dengan benda

atau yang sangat berarti.

4. Teori organisasi keperibadian, menguraikan

bagaimana konsep diri yang negatif dan harga


42

diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan

penilaian seseorang terhadap stressor.

5. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi

merupakan masalah kognitif yang didominasi

oleh evaluasi yang negatif seseorang terhadap

diri seseorang, dunia seseorang dan masa depan

seseorang.

6. Model ketidak berdayaan yang dipelajari

(learned helplessness), menunjukkan bahwa

semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi

keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai

kendali terhadap hasil yang penting dalam

kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang

respon yang tidak adaptif.

7. Model perilaku, berkembang dari teori belajar

sosial, yang mengasumsi penyebab depresi

terletak pada kurangnyakeinginan positif dalam

berinteraksi dengan lingkungan.

8. Model biologik, merupakan perubahan kimia

dalam tubuh yang terjadi selama depresi,

termasuk definisi katekolamin, disfungsi

endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi

periodik dalam irama biologis.


43

b. Stressor Pencetus

Ada 4 sumber utama stressor yang dapat

mencetuskan gangguan alam perasaan (depresi)

menurut (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Reny

2014), yaitu:

1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau

dibayangkan, termasuk kehilangan cinta

seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga

diri. Karena elemen aktual dan simbolik

melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi

seseorang merupakan hal sangat penting.

2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini

sering dilaporkan sebagai pendahulu episode

depresi dan mempunyai dampak terhadap

masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan

kemampuan menyelesaikan masalah.

3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan

mempengaruhi perkembangan depresi, terutama

pada wanita.

4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-

obatan atau berbagai penyakit fisik. Seperti

infeksi, neoplasma dan gangguan keseimbangan

metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam

perasaan. Diantara obat-obatan tersebut

terdapat obat anti hipertensi dan

penyalahgunaan zat yang menyebabkan


44

kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang

melemahkan tubuh juga sering disertai

depresi.

3. Faktor-faktor resiko

Menurut Amir (2005) faktor-faktor resiko

terjadinya depresi adalah:

a. Jenis Kelamin

Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Ada

dugaan bahwa wanita lebih sering mencari

pengobatan sehingga depresi lebih sering

terdiagnosis. Selain itu ada pula yang menyatakan

bahwa anita lebih sering terpajan oleh stressor

lingkungan dan ambangnya terhadap stressor lebih

rendah dibandindingkan dengan pria. Adanya depresi

yang berkaitan dengan ketidak seimbangan hormon

pada wanita, misalnya adanya depresi prahaid,

postpartum, dan postmenopause.

b. Usia

Depresi lebih sering terjadi pada usia muda.

Umur rata-rata antara 20-40 tahun. Faktor sosial

sering menempatkan seseorang pada resiko yang

lebih tinggi. Predisposisi biologi seperti faktor

genetik juga sering memberikan pengaruh pada

seseorang yang berusia lebih muda. Walaupun

demikian, depresi dapat juga terjadi pada anak-

anak dan lanjut usia.


45

c. Status perkawinan

Gangguan depresi mayor lebih sering dialami

individu yang bercerai atau berpisah jika

dibandingkan dengan yang menikah atau lajang.

Status perceraian menempatkan seseorang pada

resiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi.

hal yang sebaliknya dapat pula terjadi, yaitu

depresi menempatkan seseorang pada resiko

perceraian. Wanita lajang lebih jarang menderita

depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah.

Sebaliknya pria yang menikah lebih jarang

menderita depresi dibandingkan dengan pria lajang.

Deprei lebih sering terjadi pada orang yang

tinggal sendiri dibandingkan dengan yang tinggal

bersama kerabat lain.

d. Geografi

Di negara maju depresi sering terjadi pada

wanita. Penduduk kota lebih sering menderita

depresi dibandingkan dengan penduduk desa. Depresi

lebih tinggi dalam institusi perawatan bila

dibandingkan dengan di alam masyarakat. Sekitar

10-15% penderita dalam perawatan akut menderita

depresi minor. Depresi di pusat kesehatan lebih

tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum.


46

e. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang menderita depresi lebih

tinggi pada subjek penderita depresi bila

dibandingkan dengan kontrol. Begitu pula, riwayat

keluarga bunuh diri dan menggunakan alokohol lebih

sering pada keluarga penderita depresi daripada

kontrol. Dengan perkataan lain, resiko depresi

semakin tinggi bila ada riwayat genetik dalam

keluarga.

f. Kepribadian

Seseorang dengan kepribadian yang lebih

tertutup, mudah cemas, hipersensitif, dan lebih

bergantung pada orang lain lebih rentan terhadap

depresi.

g. Stressor sosial

Stressor adalah keadaan yang dirasakan sangat

menekan sehingga seseorang tidak dapat beradaptasi

dan bertahan. Stressor sosial merupakan faktor-

faktor resiko terjadinya depresi. peristiwa-

peristiea kehidupan baik yang akut maupun yang

kronik dapat menimbulkan depresi. stressor kronik

mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya

depresi. seseorang lebih sulit mengatasi stressor

kronik dari peristiwa-peristiwa akut.


47

h. Tidak bekerja

Tidak mempunyai pekerjaan atau penganggur

juga merupakan faktor resiko terjadinya depresi.

Suatu survey yang dilakukan terhadap wanita dan

pria di bawah 65 tahun yang tidak bekerja sekitar

enam bulan melaporkan bahwa depresi tiga kali

lebih sering pada pengangguran daripada yang

bekerja.

4. Penyebab depresi pada lanjut usia

Depresi pada lansia merupakan permasalahan

kesehatan jiwa (mental health) yang serius dan

kompleks, tidak hanya dikarenakan aging process

tetapi juga faktor lain yang saling terkait sehingga

dalam mencari penyebab depresi pada lansia harus

dengan multiple approach. Menurut (Samiun, 2006 dalam

Reny, 2014) ada 5 pendekatan yang dapat menjelaskan

terjadinya depresi pada lansia yaitu:

a. Pendekatan psikodinamik

Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan

mencintai dan dicintai, rasa aman dan terlindung,

keinginan untuk dihargai, dihormati dan lain-lain.

Menurut Hawari (1996), seseorang yang kehilangan

akan kebutuhan afeksional tersebut (loss of love

object) dapat jatuh dari kesedihanyang dalam

Depresi yang terjadi pada lanjut usia adalah

dampak negatif kejadian penurunan fungsi tubuh dan


48

perubahan yang terjadi terutama perubahan

psikososial. Perubahan-perubahan tersebut sering

kali menjadi stressor bagi lanjut usia yang

membutuhkan adaptasi biologis dan psikologis.

Menurut maramis(1995), pada lanjut usia

permasalahan yang menarik adalah kurangnya

kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis

terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya.

Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan

dan stres lingkungan yang sering menyebabkan

depresi.

b. Pendekatan perilaku belajar

Salah satu hipotesis untuk menjelaskan

depresi pada lansia adalah individu yang kurang

menerima hadiah (reward) atau penghargaan dan

hukuman (punishment) yang lebih banyak

dibandingkan individu yang tidak depresi

(Lewinson, 1974; Libert & Lewinsohn, 1997; Samiun,

2006 dalam reny, 2014).

Faktor lain dari lingkungan yang berkenaan

dari hadiah dan hukuman adalah seseorang jika

pindah ke tempat lain yang dapat mengakibatkan

kehilangan sumber-sumber hadiah dan perubahan dari

tingkah laku yang mendapat hadiah sehingga

aktifitas yang sebelumnya dihadiahi menjadi tidak

berguna. (Reny, 2014)


49

c. Pendekatan kognitif

Menurut Beck (1967;1976), samiun (2006),

seseorang yang mengalami depresi karena memiliki

kemampuan kognitif yang negatif (negative

cognitive sets) untuk menginterpretasikan diri

sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya,

seseorang yang berhasil mendapatkan pekerjaan akan

mengabaikan keberhasilan tersebut dan

menginterpretasikan sebagai suatu yang kebetulan

dan tetap memikirkan kegagalannya. Akibat dari

persepsi yang negatif itu individu akan memiliki

self-concept sebagai seorang yang gagal,

menyalahkan diri, merasa masa depannya suram dan

penuh dengan kegagalan. Masalah utama pada lansia

yang depresi adalah kurangnya rasa percaya diri

(self-confidence) akibat persepsi diri yang

negatif (Townsend,1998 dalam Reny, 2014).

d. Pendekatan humanistik-eksistensial

Teori humanistik dan eksistensial berpendapat

bahwa depresi terjadi karena adanya ketidak

cocokan antara reality self dan ideal self.

Individu yang menyadari jurang yang dalam antara

reality self dan ideal self dan tidak dapat

dijangkau, sehingga menyerah dalam kesedihan dan

tidak berusaha mencapai aktualisasi diri.


50

e. Pendekatan fisiologis

Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi

terjadi karena aktifitas neurologis yang rendah

(neurotransmitter nonepinefrin dan serotonin) pada

sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur

kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan

penting dalam fungsi hypothalamus seperti

mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah

laku motor (Sachar, 1982: Samiun, 2006), sehingga

seringkali seseorang yang mengalami depresi

disertai dengan keluhan-keluhan tersebut.

5. Tanda dan gejala depresi

Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut

kelliat (1996) dalam Reny (2014) meliputi beberapa

aspek seperti:

a. Afektif

Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan,

penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah,

ketidak berdayaan, keputusasaan, kesepian, harga

diri rendah, kesedihan.

b. Fisiologi

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung,

konstipasi, pusing, keletihan, gangguan

pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan


51

berlebih/kurang, gangguan tidur, dan perubahan

berat badan.

c. Kognitif

Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan

berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi,

menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri,

pesimis, ketidakpastian.

d. Perilaku

Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat

aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah

tersinggung, kurang spontanitas, sangat

tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi

social, mudah menangis dan menarik diri.

Menurut PPGDJ-III (Maslim, 1997) dalam Reny,

2014), tingkat depresi ada 3 berdasarkan gejala-

gejalanya yaitu:

1) Depresi ringan:

a) Kehilangan minat dan kegembiraan

b) Berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas

c) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

2) Depresi sedang:

a) Kehilangan minat dan kegembiraan


52

b) Berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas

c) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

d) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

e) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

3) Depresi berat

a) Mood depresif

b) Kehilangan minat dan kegembiraan

c) Berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa

lelah yang nyata sesudah kerja sedikit

saja) dan menurunnya aktivitas

d) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

e) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak

berguna

f) Pandangan masa depan yang suram dan

pesimistis

g) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri

atau bunuh diri

h) Tidur terganggu

i) Disertai waham, halusinasi dan lamanya

gejala tersebut berlangsung selama 2

minggu.
53

6. Skala pengukuran depresi pada lanjut usia

Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan

aktivitas seseorang terhadap lingkungannya. Gejala

depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai

dengan gejala termanifestasi. Jika dicurigai terjadi

depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat

pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai

serta valid dan memang dirancang untuk diujikan

kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan

untuk diinterpretasikan di berbagai tempat, baik oleh

peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric

Depression Scale (GDS). Alat ini terdiri dari 30 poin

pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada

lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang

diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak”

(Reny, 2014).

Assasment Tool Geriatric Depresions Scale (GDS) untuk

mengkaji depresi pada lansia sebagai berikut:

Tabel 2.2. Assasment Tool Geriatric Depressions Scale

(GDS)

No Pernyataan Ya Tidak
(1) (2) (3) (4)
Apakah bapak/ibu sekarang ini
1
merasa puas dengan kehidupannya?
Apakah bapak/ibu telah
2 meninggalkan banyak kegiatan atau
kesenangan akhir-akhir ini?
54

Apakah bapak/ibu sering merasa


3
hampa/kosong didalam hidup ini?
Apakah bapak/ibu sering merasa
4
bosan?
Apakah bapak/ibu merasa mempunyai
5
harapan yang baik dimasa depan?
Apakah bapak/ibu merasa mempunyai
6 pikiran jelek yang menganggu terus
menerus?
Apakah bapak/ibu memiliki semangat
7
yang baik setiap saat?
Apakah bapak/ibu takut bahwa
8 sesuatu yang buruk akan terjadi
pada anda?
Apakah bapak/ibu merasa bahagia
9
sebagian besar waktu?
Apakah bapak/ibu sering merasa
10
tidak mampu berbuat apa-apa?
Apakah bapak/ibu sering merasa
11
resah dan gelisah?
Apakah bapak/ibu lebih senang
12 tinggal dirumah daripada keluar
dan mengerjakan sesuatu?
Apakah bapak/ibu sering merasa
13
khawatir tentang masa depan?
Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini
14
sering pelupa?
Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup
15 bapak/ibu sekarang ini
menyenangkan?
Apakah bapak/ibu sering merasa
16
sedih dan putus asa?
17 Apakah bapak/ibu merasa tidak
55

berharga akhir-akhir ini?


Apakah bapak/ibu sering merasa
18
khawatir tentang masa lalu?
Apakah bapak/ibu hidup ini
19
menggembirakan?
Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk
20
memulai kegiatan yang baru?
Apakah bapak/ibu merasa penuh
21
semangat?
Apakah bapak/ibu merasa situasi
22
sekarang ini tidak ada harapan?
Apakah bapak/ibu berpikir bahwa
23 orang lain lebih baik keadaannya
daripada bapak/ibu?
Apakah bapak/ibu sering marah
24
karena hal-hal sepele?
Apakah bapak/ibu sering merasa
25
ingin menangis?
Apakah bapak/ibu sulit
26
berkonsentrasi?
Apakah bapak/ibu merasa senang
27
waktu bangun tidur dipagi hari?
Apakah bapak/ibu tidak suka
28
berkumpul dipertemuan sosial?
Apakah mudah bagi bapak/ibu
29
membuat suatu keputusan?
Apakah pikiran bapak/ibu masih
30 tetap mudah dalam memikirkan
sesuatu seperti dulu?
Keterangan:

Skor 0-10 : Tidak Depresi

Skor 11-20 : Depresi Ringan

Skor 21-30 : Depresi Sedang/Berat


56

D. Kerangka Konsep

Lansia

Penurunan fungsi seluruh


organ secara fisiologis

Pemenuhan ADL,
Faktor-faktor yang berdasarkan indeks
mempengaruhi ADL: Barthel yaitu:
- Usia - Makan (Feeding)
- Jenis kelamin - Mandi (Bathing)
Masalah Psikososial
- Pendidikan - Perawatan diri
- Kondisi kesehatan (Grooming)
- Kondisi ekonomi - Berpakaian Depresi, berdasarkan
- Kehidupan beragama (Dressing) penilaian GDS(
- Dukungan keluarga - Buang air kecil Geriatric Depression
(Bowel) Scale), dengan
- Buang air besar indikator:
(Bladder)
- Minat aktivitas
- Penggunaan toilet
- Perasaan sedih
- Transfer
- Perasaan sepi dan
- Mobilitas bosan
- Naik turun tangga - Perasaan tidak
berdaya
- Perasaan bersalah
- Perhatian/konsentrasi
- Semangat atau harapan
terhadap masa depan

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pemenuhan ADL


(Activity Daily Living) Dengan Tingkat Depresi
Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Puspakarama Mataram
57

E. Hipotesis

Hipotesis adalah penjelasan sementara yang diajukan

untuk menerangkan fenomena problematik atau persoalan

penelitian yang dihadapi (Arif Sumantri, 2011).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha: Ada hubungan pemenuhan ADL (Activity Daily Living)

dengan tingkat depresi lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Puspakarama Mataram.

Anda mungkin juga menyukai