Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KRISIS HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Siti Alya Zafira

1102014251

Pembimbing:

Dr. Herawati Isnanijah, Sp. JP (K) FIHA

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 19 NOVEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI - KEPANITERAAN KLINIK

RUMAH SAKIT UMUM DAEAH PASAR REBO JAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan

masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus

bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita

hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di

Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%.1

Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya

hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau

dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi

ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita

hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya.

Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent killer.1

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh

kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi

berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70

tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan

darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat

mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.2

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi

Krisis Hipertensi Merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah pada penderita hipertensi, dimana tekanan darah sistolik

> 180mmHg dan tekanan darah diastolic > 120 mmHg. Krisis Hipertensi dibagi

menjadi hipertensi urgensi dan Hipertensi emergensi berdasarkan ada atau tidaknya

kerusakaan target organ progresif.

Hipertensi Urgensi : kenaikan tekanan darah (sistolik ≥180 mm Hg dan /

atau diastolik ≥120 mm Hg) tanpa disertai kerusakan target organ yang bersifat

progresif.

Hipertensi darurat : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm

Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat

progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit

sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ,

sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam)

agar dapat membatasi kerus:akan yang terjadi. 3

2.2. Epidemiologi

Dalam sebuah baru-baru ini 1.000 kasus — dari 333.407 pasien — secara

berturut-turut dirawat di unit gawat darurat didiagnosis dengan krisis hipertensi .

Dari 1.546 kasus hipertensi, 25,3% dari mereka dilaporkan sebagai keadaan

hipertensi emergensi. Menariknya, 23% dari keadaan hipertensi emergensi terjadi

pada pasien dengan hipertem yang tidak diketahui sebelumnya Mengenai gejala,

mayoritas dari pasien krisis hipertensi melaporkan gejala tidak spesifik seperti sakit

3
kepala tanpa defisit neurologis, pusing, muntah, jantung berdebar. Selain itu, gejala

yang berhubungan dengan jantung (dispnea, nyeri dada, aritmia, dan sinkop) adalah

gejala yang kurang umum pada krisis hipertensi .Pada hipertensi emergensi,

mayoritas dari pasien mengalami edema paru akut, , dan infark miokard. Diagnosis

yang lebih jarang adalah diseksi aorta akut, gagal ginjal akut, dan ensefalopati

hipertensi .

2.3 Faktor Resiko Krisis Hipertensi

 Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
 Kehamilan
 Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
 Pengguna NAPZA
 Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)

4
2.4. Klasifikasi Hipertensi

Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi maligna)

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh

kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi

berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70

tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan

darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat

mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.

2.5. Patofisiologi

Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun

sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan

diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam.

Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta

hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas

terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan

5
eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan

klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi

maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun

penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-

160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga

tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak.

Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah

otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.

Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan

menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada

hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.

Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran

norefinefrin yang menetap atau berkala. Aliran darah ke otak pada penderita

hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP )

120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP

diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih

sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja

dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak.

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

 Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan

lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

6
 Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak

dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.

Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang

sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi

pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena

arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat

terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu

mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

 Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan

darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh

meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas

memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan

keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.

7
2.6. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang

terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan

diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan

kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan

ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah

umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Emergensi

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal

darah neurologi

> Perdarahan, Sakit Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah

180/120 eksudat, kepala, membesar, proteinuria

edema kacau, dekompensasi,

papilla gangguan oliguria

kesadaran,

kejang.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hany

dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya

kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat

mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai

contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati,

8
gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik >

140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita

hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi

ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul

walaupun TD 160/110 mmHg.

2.6. Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena
hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang
minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.
2.6.1 Anamnesis 2
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
a. Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.
d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem
paru, nyeri dada ).
g. Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi.

9
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua
lengan, mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah
jantung kongestif, diseksi aorta ). Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi
ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta
lain seperti penyakit jantung koroner.
2.6.3 Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula


darah dan elektrolit.
 Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak

 Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala,


ekokardiogram, ultrasonogram.

2.7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan

darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis

penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan

pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari

keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja

cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah

dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak

tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.

10
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak

terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan

iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1

menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi

yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, bukan injeksi). Obat yang

cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila

tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah

Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg,

Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus

dirawat inap.

Tabel 3: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi

Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sesak napas nokturia, dysarthria,
sering kali tanpa kelemahan, kesadaran
gejala menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
kerusakan organ target; muncul klinis insufisiensi ginjal, iskemia
target, tidak ada penyakit jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, pendek obat IV
naikkan dosis

11
Rencana Periksa ulang dalam Periksa ulang dalam 24 Rawat ruangan/ICU
3 hari jam

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak
(urgency) dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4: Obat hipertensi oral
Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg 15-30 min/6-8 jam Hipotensi, gagal ginjal,
PO; ulangi per ; SL 10-20 stenosis arteri renalis
30 min ; SL, 25 min/2-6 jam
mg
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk,
ulangi per jam mulut kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
ulangi setiap 30 jantung, hipotensi
min ortostatik
Nifedipine 5 - 10 mg PO; 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 gangguan koroner
menit
SL, Sublingual. PO, Peroral
Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk
pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat
dilihat pada tabel 5

Tabel 5: Obat hipertensi parenteral


Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan
nitroprusside kg / menit menit setelah jangka panjang dapat
sebagai infus infus menyebabkan keracunan
IV tiosianat, methemoglobinemia,
asidosis, keracunan sianida.
Selang infus lapis perak

12
Nitrogliserin 500-100 mg 2-5 min /5-10 Sakit kepala, takikardia,
sebagai infus min muntah, , methemoglobinemia;
IV membutuhkan sistem
pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15- Takikardi, mual, muntah, sakit
sebagai infus 30 min kepala, peningkatan tekanan
IV intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp 30-60 min/ Ensepalopati dengan gangguan
per 250 cc 24 jam koroner
Glukosa 5%
mikrodrip
5-15 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit
Diltiazem ug/kg/menit 30 min kepala, peningkatan tekanan
sebagi infus IV intrakranial; hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi

emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang

tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi

dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 6 : Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi


Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan

Darah

Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera

mungkin

13
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan

nicardipine iskemia

Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2

labetalol jam

Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3

labetalol jam

Kelebihan Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2

katekolamin jam

Hipertensi Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3

ensefalopati jam

Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3

hemorrhage nicardipine jam

Stroke Iskemik nicardipine 0% -20% dalam 6-12

jam

AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi


Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun
venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

14
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V
bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action
4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap
5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual,
muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1
jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus
: 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta
Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi
volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke
volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 –
60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20
mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10
menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset
of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi,
ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 –
10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.

15
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + )
demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of
actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam
atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa
sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma
putus obat.

Pengobatan khusus krisis hipertensi


1. Ensefalopati Hipertensi
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari
hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia.
Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-
muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan,
babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut menjadi stupor,
koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium
Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.
2. Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat
dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila
tensi telah terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV
akan mempercepat perbaikan
3. Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan
berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala,

16
palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.

4. Deseksi Aorta Anerisma Akut


Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang
meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya
adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah.
Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau cabangnya dan perbedaan
tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan dengan pembedahan, dimana
sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan :
Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
5. Toksemia Gravidarum Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan
kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
6. Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena
penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah
disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan. Penurunan
tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan sekitar
110-120 mmHg Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper, D., and friends (2005). Harrison’s principles of internal medicine.


USA: Mc Graw Hill
2. McPhee, S., Papadakis, M. (2009). Current medical diagnosis & treament
48th Edition. USA: Mc Graw Hill
3. Sudoyo, A., and friends (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V.
Jakarta: Internal Publishing

18

Anda mungkin juga menyukai