Anda di halaman 1dari 13

Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Iceu Dimas Kulsum, Faisal Yunus

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


RSUP Persahabatan, Jakarta

Abstrak
Sindrom metabolik adalah kumpulan kelainan metabolik yang terdiri dari obesitas abdominal, hipertrigliseridemia, dislipidemia, hipertensi,
hiperglikemia dan/atau resistensi insulin. Prevalensi sindrom metabolik pada pasien PPOK 1,5-3 kali lebih sering dibandingkan pada populasi
umum. Hal ini berhubungan dengan beberapa faktor risiko yang sama seperti: merokok, penurunan aktivitas fisis, obesitas, inflamasi
sistemik dan terapi kortikosteroid, yang merupakan predisposisi untuk terjadinya resistensi insulin. Komorbiditas sindrom metabolik pada
pasien PPOK menyebabkan peningkatan inflamasi sistemik yang berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas dan frekuensi eksaserbasi
serta perawatan rumah sakit yang lebih lama. Tatalaksana pasien PPOK dengan sindrom metabolik meliputi olahraga, pengaturan diet dan
farmakoterapi untuk menurunkan resistensi insulin. Tatalaksana ini terbukti dapat menurunkan mortalitas, morbiditas serta memperbaiki
prognosis dan menurunkan risiko terjadinya infark miokard akut dan kelainan metabolik lainnya. (J Respir Indo. 2016; 36: 47-59)
Kata kunci: Sindrom metabolik, PPOK, komorbiditas.

Metabolic Syndrome in Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)


Abtract
Metabolic syndrome is a complex disorder and an emerging clinical challenge, recognized clinically by the findings of abdominal obesity,
elevated triglycerides, atherogenic dyslipidemia, elevated blood pressure, high blood glucose and/or insulin resistance. Metabolic syndrome
is 1.5-3 times more common in COPD than in the general population. This association is accounted for by common risk factors, such as
smoking, physical inactivity, obesity, systemic inflammation and corticosteroid treatment, all of which increase insulin resistance. COPD
patients with metabolic syndrome have increased systemic inflammation, which may contribute to increased mortality, more frequent and
prolonged respiratory exacerbation and hospitalization. Modification of standard exercise programs, nutritional advice, pharmacotherapy
for insulin resistance and management of all others comorbidities have potential to improve COPD outcomes and decrease risk for
cardiovascular event and others metabolic diseases. (J Respir Indo. 2016; 36: 47-59)
Keywords: Metabolic syndrome, COPD, comorbidity.

Korespondensi: Iceu Dimas Kulsum


Email: iceu_dk@yahoo.com; Hp: 087823427161

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 47


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PENDAHULUAN perjalanan alami penyakit sehingga dapat mem­


perbaiki prognosis. Tatalaksana PPOK dan sindrom
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
metabolik yang menyertainya dilaporkan dapat
menjadi salah satu masalah kesehatan utama
menurunkan mortalitas, morbiditas dan frekuensi
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
eksaserbasi dari PPOK.3-5 Tinjauan pustaka ini
Kematian akibat PPOK menduduki peringkat
akan membahas mengenai komorbiditas pada
ke-4 dunia saat ini dan World Health Organization
PPOK, diagnosis sindrom metabolik, prevalensi,
(WHO) memperkirakan kematian akibat PPOK akan
faktor risiko, mekanisme, dampak, pencegahan dan
menjadi peringkat ketiga, setelah penyakit jantung
tatalaksana sindrom metabolik pada PPOK.
koroner dan stroke, pada tahun 2020.1,2 Kondisi
patologis dan manifestasi klinis PPOK tidak terbatas KOMORBIDITAS PADA PPOK
pada inflamasi paru dan remodelling saluran nafas.
Komorbiditas merupakan kelainan atau penyakit
Beberapa penelitian melaporkan terjadinya berbagai
kronik lain yang menyertai suatu penyakit tertentu.
manifestasi sistemik kronik yang merupakan
Penya­kit paru obstruktif kronik merupakan salah satu
komorbiditas dari PPOK. Komorbiditas ini ada
penyakit yang memiliki banyak komorbiditas. Komor­
yang tidak berhubungan dengan PPOK, tetapi ada
biditas dapat terjadi pada semua derajat PPOK.1,4,5
juga yang berhubungan secara kausal akibat
Prevalensi komorbiditas pada PPOK dilaporkan
faktor risiko yang sama atau salah satu penyakit
bervariasi oleh beberapa penelitian. Komorbiditas
akan meningkatkan risiko penyakit lain.1-3 Sindrom
PPOK yang tercantum di dalam rekomendasi Global
metabolik merupakan salah satu komorbiditas
initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD)
dari PPOK yang cukup sering. Prevalensi sindrom
adalah penyakit kardiovaskular, hipertensi, osteoporosis,
metabolik dilaporkan meningkat 1,5-3 kali pada
kanker paru, infeksi terutama infeksi paru, sindrom
pasien PPOK dibandingkan pada populasi umum.3
metabolik, diabetes dan bronkiektasis.1 Vanfletern
Sindrom metabolik dan komorbiditas lain pada
dkk melaporkan komorbiditas dengan frekuensi lima
PPOK penting untuk dievaluasi. Pendekatan yang terbanyak adalah hiperglikemia (54%), aterosklerosis
lebih komprehensif dalam evaluasi pasien PPOK (53%), hipertensi (48%), dislipidemia (36%) dan
dapat memberikan kesempatan untuk memodifikasi osteoporosis (31%) (dapat dilihat pada Gambar 1).6

Gambar 1. Frekuensi komorbiditas pada PPOK


Dikutip dari (6)

48 J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Van manen dkk melakukan penelitian terhadap Komorbiditas PPOK yang menyebabkan lama rawat
1145 pasien PPOK, mendapatkan >50% pasien lebih panjang adalah anemia, kandidiasis, depresi,
PPOK memiliki 1-2 komorbid, 15,8% memiliki 3-4 fibrilasi atrium disertai gagal jantung, gagal nafas
komorbid dan 6,8% memiliki ≥5 komorbid. Penelitian
7
dan kaheksia. Komorbiditas dengan peningkatan
lain oleh Mapel dkk terhadap 200 pasien dengan frekuensi rawat ulang dalam jangka pendek adalah
PPOK melaporkan jumlah rata-rata komorbid pada kanker paru hazard ratio (HR) 1,47 (1,33-1,64),
pasien PPOK adalah 3,7 sedangkan pada pasien p<0,001, tumor kelenjar getah bening HR 1,65 (1,54-
tanpa PPOK adalah 1,8 dan hanya 6% pasien PPOK 1,78), ketergantungan terhadap alat bantu nafas
yang tidak disertai penyakit komorbid. Manino dkk
8
HR 1,86 (1,64-2,10), obesitas patologis dengan
melaporkan peningkatan prevalensi DM odds ratio hipoventilasi alveolar HR 1,42 (1,29-1,57), pneumonia
(OR) 1,5, 95% confidence interval (CI), hipertensi akibat infeksi Pseudomonas HR 1,42 (1,20-1,67) dan
(OR 1,6, 96% CI) dan penyakit kardiovaskular (OR polisitemia sekunder HR 1,48 (1,34-1,64).11
2,4, 95% CI) pada pasien PPOK stadium 3 dan 4.9
Inflamasi sistemik berperan penting dalam SINDROM METABOLIK

patogenesis komorbiditas pada PPOK. Penyebab Sindrom metabolik bukan suatu diagnosis
awal inflamasi sistemik pada PPOK belum banyak penyakit spesifik, tetapi merupakan kumpulan
diketahui. Penelitian tentang efek dari merokok meru ­
kelainan metabolik yang kompleks dan menjadi
pakan model terbaik untuk mengungkap meka­nisme predisposisi berbagai penyakit kronik terutama
inflamasi sistemik pada PPOK. Pajanan asap rokok penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik diper­
menyebabkan inflamasi lokal pada paru, inflamasi kirakan terjadi pada 20-25% populasi dewasa di
sistemik yang melibatkan beberapa organ, stres seluruh dunia. Pasien dengan sindrom metabolik
oksidatif sistemik, perubahan vasomotor, perubahan memiliki risiko kematian dua kali lebih tinggi dan
fungsi endotel dan peningkatan kadar beberapa faktor risiko serangan jantung atau stroke tiga kali lebih
prokoagulan. Efek sistemik pajanan asap rokok disertai tinggi dibandingkan pasien tanpa sindrom metabolik.
berbagai faktor risiko lain seperti usia tua, penurunan Pasien dengan sindrom metabolik juga memiliki risiko
aktivitas fisis, hipoksia kronik dan penggunaan diabetes melitus (DM) lima kali lebih tinggi. Kelainan
kortikosteroid melatarbelakangi perkembangan ber­ pada sindrom metabolik menyebabkan disfungsi
bagai komorbiditas pada pasien PPOK. 4,5,10
endotel yang memfasilitasi proses aterosklerosis
Komorbiditas pada pasien PPOK akan mening­ dan pembentukan trombus sehingga meningkatkan
katkan mortalitas. Beberapa penelitian mela­
porkan risiko kejadian infark miokard dan stroke.3-5,9
penyebab kematian tersering pada pasien PPOK Istilah lain dari sindrom metabolik adalah
adalah komorbiditas yang menyertainya seperti sindrom X, sindrom kardiometabolik, sindrom
penyakit kardiovaskular (25%), kanker terutama resistensi insulin, sindrom Reaven atau sindrom
kanker paru (20-33%) dan penyebab lainnya (30%). 5
CHAOS (koroner, hipertensi, aterosklerosis, obesitas
Penelitian Manino dkk melaporkan risiko kematian dan stroke). Pemikiran modern mengenai sindrom
dipengaruhi derajat PPOK dan jumlah komorbid yang metabolik dikemukakan pertama kali oleh Reaven
menyertainya. Pasien PPOK stadium 3 dan 4 yang pada tahun 1988. Reaven menggunakan istilah
disertai 3 komorbid (penyakit kardiovaskular, DM sindrom X untuk menggambarkan kumpulan faktor
dan hipertensi) meningkatkan risiko kematian 20 kali risiko kardiovaskular dan menduga mekanisme
lebih tinggi dibandingkan individu dengan fungsi paru resistensi insulin sebagai dasar perkembangan
normal dan tanpa komorbid. 9
berbagai kelainan pada sindrom metabolik. Hipotesis
Komorbiditas pada PPOK juga akan mem­ Reaven mengenai resistensi insulin baru dibuktikan
pengaruhi lama rawat dan kejadian rawat ulang. dan diakui 20 tahun kemudian.6,11

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 49


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Beberapa organisasi dan kelompok ahli telah trigliserida (≥1,7 mmol/L, atau dalam pengobatan);
membuat kriteria diagnosis sindrom metabolik. Kriteria 3. penurunan kolesterol HDL (≤1,0 mmol/L pada
diagnosis yang banyak digunakan adalah kriteria dari laki-laki, ≤1,3 mmol/L pada perempuan, atau dalam
World Health Organization (WHO), the European pengobatan); 4. peningkatan tekanan darah (sistolik
Group for the Study of Insulin Resistance (EGIR) ≥130 mmHg dan atau diastolik ≥85 mmHg, atau
dan the National Cholesterol Education Program – dalam pengobatan); 5. kenaikan kadar gula darah
Third Adult Treatment Panel (NCEP ATP-III). Kriteria puasa (>5,5 mmol/L, atau dalam pengobatan).14
diagnosis sindrom metabolik dari ketiga kelompok Adult Treatment Panel III (ATP-III) membagi
ini berbeda dalam penentuan komponen dengan komponen sindrom metabolik menjadi faktor risiko
bobot tertinggi tetapi jenis komponen sama terdiri dasar, utama dan pemberat berdasarkan risiko
dari: obesitas, resistensi insulin, shipertrigliseridemia, ter­jadinya penyakit kardiovaskular. Faktor risiko
dislipidemia dan hipertensi.11,12 Kriteria diagnosis dari dasar adalah obesitas (terutama obesitas sentral/
International Diabetic Federation (IDF) dilaporkan abdominal), penurunan aktivitas fisis dan dislipidemi
bersifat lebih universal dan komprehensif, dapat aterogenik. Faktor risiko utama terdiri dari merokok,
digunakan untuk kepentingan penelitian dan mudah hipertensi, peningkatan kolesterol LDL, penurunan
digunakan dalam aplikasi klinis. Kriteria diagnosis kolesterol HDL, riwayat keluarga dengan penyakit
sindrom metabolik yang dikeluarkan oleh IDF dapat jantung koroner prematur dan usia tua. Faktor
dilihat pada Tabel 1. 13
risiko pemberat terdiri dari peningkatan trigliserida,
resistensi insulin, toleransi glukosa terganggu, kondisi
Tabel 1. Kriteria diagnosis sindrom metabolik dari IDF
proinflamasi dan kondisi protrombotik.14
Kriteria Keterangan
Obesitas sentral (lingkar pinggang* lebih dari nilai berdasarkan etnis)
Ditambah minimal 2 dari 4 faktor-faktor dibawah ini:
PREVALENSI SINDROM METABOLIK PADA PPOK
Peningkatan kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl (1,7
mmol/L)
Sindrom metabolik menjadi salah satu komor­
Atau dalam terapi bid utama PPOK. Sindrom metabolik terjadi pada
dyslipidemia
Penurunan kadar kolesterol < 40 mg/dl (1,03 21-53% pasien PPOK. Prevalensi sindrom metabolik
High Density Lipoproteine (HDL) mmol/L) pada pada PPOK meningkat 1,5-3 kali dibandingkan pada
perempuan
< 50 mg/dl (1,29 tanpa PPOK.3 Prevalensi sindrom metabolik pada
mmol/L) pada laki-laki
Atau dalam terapi PPOK di berbagai negara dapat dilihat pada Tabel
dyslipidemia 3. Lam dkk melaporkan peningkatan risiko sindrom
Peningkatan tekanan darah Sistolik ≥ 130 atau
diastolik ≥ 85 mmHg metabolik berbanding lurus dengan peningkatan
Atau dalam terapi obat
anti hipertensi
derajat obstruksi dari PPOK.14 Penelitian Arliny dkk di
Peningkatan kadar gula darah puasa GDP ≥ 100 mg/dl (5,6 RSUP Persahabatan melaporkan sindrom metabolik
(GDP) mmol/L)
Atau sudah didiagnosis terjadi pada 34,9% pasien PPOK stabil dengan 53%
DM diantaranya terjadi pada PPOK GOLD II, 33,3% pada
*Jika Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 30 kg/m2, dapat diasumsikan PPOK GOLD III dan 13,3% pada PPOK GOLD IV.15
sebagai obesitas sentral dan lingkar pinggang tidak perlu diperiksa.
Beberapa penelitian melaporkan frekuensi sin­
Dikutip dari (13)
drom metabolik lebih rendah pada PPOK derajat berat.
Pertemuan internasional beberapa organisasi Penelitian Akpinar dkk terhadap 91 orang pasien PPOK
dan kelompok ahli pada tahun 2009 telah membuat stabil dan 42 orang kontrol mendapatkan prevalensi
konsen­sus terbaru untuk menyatukan definisi sin­ sindrom metabolik pada pasien PPOK mencapai
drom metabolik, yaitu terdapat minimal 3 dari faktor 44,6% sedangkan pada bukan PPOK sebesar 17,1%
risiko berikut: 1. peningkatan lingkar pinggang (laki- (p=0,004) dengan distribusi ber­dasarkan stadium GOLD
laki ≥ 102 cm, perempuan ≥ 88 cm); 2. peningkatan I-IV berturut-turut adalah 38,5, 52,8, 30 dan 33,3%.3

50 J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Tabel 2. Prevalensi sindrom metabolik pada pasien PPOK

Prevalensi sindrom metabolik pada


Negara Subjek penelitian Hubungan PPOK dan sindrom metabolik
PPOK
Korea 133 pasien PPOK Laki-laki 33% Kontrol: laki-laki 22%, perempuan 30%
1082 populasi kontrol Perempuan 49%
Yunani 114 pasien PPOK 21%
Turki 106 pasien PPOK eksaserbasi 27%
Kanada 38 pasien PPOK, 34 kontrol 47% 21%
Jerman 30 pasien bronkitis kronik, 170 pasien GOLD stadium I: 50%, II: 53%, III: 37%, Bronkitis kronik 53%
PPOK IV: 40%
Prancis 16 pasien PPOK dengan obesitas, 12 50% : 0% Pasien obesitas: kadar TNF-α, IL-6,
pasien PPOK berat badan normal leptin lebih tinggi, adiponektin lebih
rendah.
Jepang 7189 laki-laki usia 45-88 tahun pada 9% dengan obstruksi saluran nafas OR (95% CI) Sindrom metabolik pada
pemeriksaan rutin pasien PPOK GOLD II-IV1,33 (1,01-
1,76)
China Penelitian berbasis populasi terhadap OR (95% CI) sindrom metabolik pada
7358 dewasa usia ≥ 50 tahun: 6,7% pasien dengan obstruksi saluran nafas:
dengan obstruksi saluran nafas 1,47 (1,12-1,92) dibandingkan tanpa
obstruksi
GOLD: Global Obstructive Lung Disease, TNF: Tumor Necrosis Factors, IL-6: interleukin-6, OR: odds ratio, CI: confidence interval

Dikutip dari (13)

Penelitian lain di Jerman, oleh Watz dkk aktif. Watz dkk melaporkan rerata tingkat aktivitas
melaporkan frekuensi sindrom metabolik pada fisis pasien sindrom metabolik dengan PPOK pada
pasien bronkitis kronik dan PPOK GOLD I-IV derajat GOLD I-IV berturut-turut adalah 1,63, 1,62,
berturut-turut adalah 53%, 50%, 53%, 37%, 44%.2 1,45 dan 1,27.2
Analisis subgrup dari penelitian Watz dkk ini
Pajanan asap rokok
mendapatkan inflamasi sistemik lebih tinggi pada
16 pasien berat badan lebih disertai PPOK derajat Pajanan asap rokok merupakan faktor risiko
sedang dibandingkan kelompok pasien berat badan utama untuk PPOK tetapi pajanan asap rokok
normal yang disertai PPOK derajat berat.2 juga dilaporkan dapat meningkatkan rasio lingkar
pinggang dengan pinggul yang merupakan indikator
FAKTOR RISIKO SINDROM METABOLIK PADA peningkatan jaringan adiposa visceral. Pajanan
PPOK asap rokok dapat secara langsung mengganggu
kerja insulin dan menurunkan ambilan glukosa di
Penurunan aktivitas fisis
jaringan sehingga konsentrasi glukosa plasma lebih
Aktivitas fisis pasien PPOK menurun bermakna tinggi pada perokok dibandingkan bukan perokok.
dibandingkan individu sehat. Penurunan aktivitas Merokok juga berhubungan dengan manifestasi
fisis pada pasien PPOK ini menjadi predisposisi sindrom metabolik lain: kadar kolesterol HDL rendah,
berkembangnya sindrom metabolik.2,14,16 Pasien PPOK trigliserida tinggi dan peningkatan Plasminogen
menghabiskan lebih banyak waktu untuk duduk dan Activator Inhibitor (PAI).14,16 Studi epidemiologis
berbaring, yaitu sekitar 82% dari waktunya. Aktivitas menunjukkan kejadian sindrom metabolik pada
fisis dinilai dengan menghitung total pengeluaran perokok lebih tinggi dibandingkan pada bukan
energi harian dibagi dengan energi saat istirahat perokok (8,7% vs 1,2%). Risiko DM juga lebih tinggi
(rumus tingkat aktivitas fisis), pemantauan selama yaitu mencapai 70% pada individu yang merokok > 20
5-6 hari. Nilai tingkat aktivitas fisis ≥1,7 berarti aktif, batang per hari. Resistensi insulin dan risiko DM
1,4-1,69 berarti kurang aktif dan <1,4 berarti tidak menurun dengan berhenti merokok.14

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 51


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Terapi kortikosteroid Hipoksia

Terapi kortikosteroid oral jangka pendek Penyakit respirasi dengan hipoksia kronik
untuk PPOK eksaserbasi dihubungkan dengan seperti PPOK sering disertai gangguan toleransi
peningkatan lima kali lipat risiko hiperglikemia akut. glukosa. Mekanisme terjadinya gangguan toleransi
Penggunaan kortikosteroid oral jangka panjang glukosa pada hipoksia belum banyak diketahui tetapi
pada PPOK dihubungkan dengan peningkatan risiko sering dihubungkan dengan inflamasi sistemik. Kadar
toleransi glukosa terganggu. Efek kortikosteroid dan reseptor TNF-α meningkat bermakna pada PPOK
oral terhadap aspek lain dari sindrom metabolik dan berhubungan kuat dengan beratnya hipoksemia
belum diteliti. 14,16
Penggunaan kortikosteroid inhalasi arteri. Penelitian Oltmanns dkk melaporkan terjadinya
pada pasien DM dengan penyakit saluran nafas gangguan toleransi glukosa bersamaan dengan
dihubungkan dengan sedikit peningkatan glukosa peningkatan kadar epinephrin dan gejala ansietas
plasma, tetapi tidak berdampak pada kontrol pada kondisi hipoksia. Hasil penelitian ini belum
gula darah jangka panjang yang dinilai dari kadar dapat menyimpulkan apakah gangguan toleransi
hemoglobin terglikosilasi (HbA1c). Penelitian acak glukosa sebagai dampak sekunder dari hipoksia
terkontrol terhadap pasien yang mendapat terapi atau peningkatan epinephrine. Pasien PPOK dengan
budesonide inhalasi 400 µg dua kali sehari tidak hipoksia kronik juga mengalami peningkatan lipolisis.
meningkatkan risiko DM dibandingkan pasien yang Gangguan toleransi glukosa dan peningkatan lipolisis
mendapat placebo. 14
diduga bersama-sama menyebabkan penurunan sen­
si­
tivitas insulin. Normalisasi saturasi oksigen pada
Stres oksidatif PPOK akan memperbaiki toleransi glukosa dan
Stres oksidatif meningkat pada pasien PPOK, meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.5,14
sindrom metabolik dan DM. Kondisi proinflamasi
dan protrombotik pada pasien sindrom metabolik PATOGENESIS SINDROM METABOLIK PADA

dengan PPOK akan meningkatkan stres oksidatif. PPOK

Aktivasi jalur biokimia oleh stres oksidatif akan Inflamasi sistemik


meningkatkan pembentukan reactive oxygen species
Peran inflamasi sistemik sangat penting
(ROS), menurunkan perlindungan antioksidan dan
dalam patogenesis komorbiditas pada PPOK. Istilah
meningkatkan lipid peroksidasi. Peningkatan stress
sindrom inflamasi sistemik kronik mulai digunakan
oksidatif mengakibatkan inaktifasi antiprotease, keru­
sejak beberapa tahun terakhir untuk menggambarkan
sakan epitel alveoli, hipersekresi mukus, pening­
inflamasi sistemik pada pasien PPOK. Sindrom
katan influx netrofil ke jaringan paru dan peningkatan
inflamasi sistemik kronik terdiri dari komponen: usia >
mediator proinflamasi.5,14
40 tahun, merokok > 10 pak/tahun, gejala dan hasil tes
Stres oksidatif pada PPOK dapat menye­
fungsi paru sesuai dengan PPOK, gagal jantung kronik,
babkan sindrom metabolik atau DM melalui mekanisme
sindrom metabolik dan peningkatan kadar CRP.3
resistensi insulin persisten. Stress oksidatif yang
Berbagai faktor risiko PPOK (seperti merokok dan usia
dihasilkan oleh sindrom metabolik/DM sebaliknya juga
tua) dan komponen sindrom metabolik (dislipidemia,
dapat memperburuk PPOK melalui aktifasi inflamasi dan
obesitas dan hipertensi) menggunakan jalur inflamasi
kerusakan respons terapi terhadap glukokortikoid.14,16
sistemik untuk menyebabkan berbagai komorbiditas.
Penelitian Genc dkk melaporkan terjadi peningkatan
Penelitian mengenai efek merokok merupakan model
kadar oksidan total pada PPOK 5,38±1,86 dibandingkan
terbaik untuk mempelajari hubungan inflamasi sistemik
kelompok kontrol 4,24± 1,89 (P=0,039) dan penurunan
dengan dengan PPOK dan komorbiditasnya, dapat
kadar antioksidan pada PPOK 2,01±0,49 sedangkan
dilihat pada Gambar 2.2,3,5,10
pada kelompok kontrol 2,49±0,56 (P=0,002).16

52 J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Gambar 2. Peran inflamasi dalam patogenesis komorbiditas pada PPOK


Dikuti dari (3)

Peningkatan mediator inflamasi pada sirkulasi nilai high-sensitivity CRP (hs-CRP) pada pasien
sistemik pasien PPOK dengan sindrom metabolik PPOK dibandingkan dengan pasien tanpa PPOK,
terutama berasal dari 2 sumber yaitu dari proses yaitu 53,8 vs 26,2% (p=0,005). Kadar CRP pada
inflamasi di paru dan dari jaringan adiposa. Sumber pasien PPOK dibandingkan dengan pasien bukan
pertama mediator inflamasi pada PPOK ini masih PPOK yang keduanya disertai sindrom metabolik
menjadi perdebatan, apakah inflamasi lokal di adalah 85,4 vs 29,4%, sedangkan pada pasien
paru masuk ke dalam sirkulasi (spill over) diikuti PPOK dibandingkan bukan PPOK, tanpa sindrom
peningkatan mediator inflamasi di kompartemen metabolik, adalah 57,1 vs 17,6%.3
ekstra paru, atau inflamasi sistemik yang melibatkan Penelitian Stanciu dkk terhadap 64 pasien
beberapa organ termasuk paru. Pendekatan untuk PPOK dengan sindrom metabolik mendapatkan kadar
mencari jawaban terhadap pertanyaan ini masih hs-CRP 1,9±0,01 vs 0,9±0,01 mg/dl pada 69 pasien
menjadi tantangan. Gambaran lebih jelas mengenai PPOK (P<0,05), kadar TNF-α 6,4±0,1 pg/ml pada
hubungan PPOK dan obesitas dengan inflamasi PPOK dengan sindrom metabolik dan 3,9±0,01 pg/ml
sistemik dapat dilihat pada Gambar 3.5,10,11 pada PPOK saja (p<0,05).18 Penelitian metaanalisis
Bukti epidemiologi, patogenesis dan klinis melaporkan kadar rerata CRP 0,53 unit lebih tinggi
inflamasi sistemik kronik pada PPOK sudah banyak (95% CI, 0,34-0,72), kadar fibrinogen 0,47 unit lebih
dipublikasikan. Protein inflamasi C-reactive protein tinggi (95% CI, 0,29-0,65), kadar leukosit sirkulasi 0,44
(CRP), TNF-α, IL-6 dan IL-8 dilaporkan meningkat unit lebih tinggi (95% CI, 0,20-0,67) dan kadar TNF-α
pada semua pasien PPOK, termasuk pada PPOK 0,59 unit lebih tinggi (95% CI, 0,29-0,89) pada pasien
stabil. 3,17
Akpinar dkk melaporkan terjadi peningkatan PPOK dibandingkan kontrol.17,18

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 53


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

(spill over)

Gambar 3. Hubungan obesitas dan PPOK dengan inflamasi sistemik

Dikutip dari (10)

Obesitas asam lemak bebas (non-esterified fatty acids /


NEFA). Asam lemak bebas akan terdeposit di dalam
Obesitas sentral/abdominal merupakan kom­
sel hepar dan otot skelet dan merusak jalur sinyal
ponen utama sindrom metabolik karena menjadi
(signaling pathway) yang selanjutnya menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya resistensi insulin.
resistensi insulin. Resistensi insulin menciptakan
Resisitensi insulin merupakan keadaan penurunan
kondisi hiperglikemia dan dislipidemia. Hiperglikemia
sensitifitas sel (terutama sel hepar, otot skelet dan
akan direspons dengan pembentukan lebih banyak
jaringan adiposa) terhadap kerja insulin. Insulin
insulin oleh sel beta pankreas yang disebut sebagai
merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta
hipersekresi insulin reaktif. Hipersekresi insulin
pankreas untuk memasukkan glukosa kedalam
reaktif akan merangsang reabsorpsi natrium di ginjal
sel. Resistensi insulin menyebabkan berkurangnya
dan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik
glukosa yang masuk kedalam sel sehingga kadar
sehingga terjadi hipertensi.13,14
glukosa di dalam darah meningkat. Resistensi
Obesitas sentral juga menyebabkan gangguan
insulin menjadi predisposisi berkembangnya ber­
produksi adipocytokines. Adipocytokines terdiri dari
bagai kelainan yang tergabung dalam sindrom
hormon yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan
metabolik.2,13,14
glukosa dan energi (leptin, adiponektin dan resistin),
Jaringan adiposa yang berlebih pada pasien
kemokin proinflamasi seperti monocyte chemotactic
obesitas sentral menyebabkan peningkatan produksi

54 J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

protein-1 (MCP-1), interleukin-8 (IL-8) dan sitokin Obesitas banyak terjadi pada pasien PPOK
(TNF-α, IL-6, IL-1). Obesitas sentral menyebabkan terutama PPOK derajat ringan-sedang. Penelitian di
penurunan sekresi adiponektin sedangkan sekresi Belanda mendapatkan 18% dari 317 pasien PPOK
resistin dan PAI-1 (plasminogen activator inhibitor-1) disertai obesitas sedangkan prevalensi obesitas
meningkat. Penurunan sekresis adiponektin akan pada populasi umum sebesar 10-12%. Penelitian
memperburuk resistensi insulin akibat tidak ada efek lain di Amerika mendapatkan obesitas terjadi pada
anti-inflamasi dan anti-aterogenik dari adiponektin. 54% dari 355 pasien PPOK dibandingkan dengan
Peningkatan PAI-1 dan faktor-faktor koagulasi 36% pada populasi umum. Enam puluh satu persen
menciptakan kondisi protrombotik. Peningkatan pasien PPOK yang datang ke pusat rehabilitasi
sitokin proinflamasi pada obesitas sentral akan kardiopulmoner mengalami obesitas sentral diban­
mengganggu sinyal reseptor insulin, baik secara dingkan 32% pada kelompok kontrol. Obesitas
langsung atau melalui aktivasi kinase serin, sehingga lebih banyak terjadi pada PPOK GOLD I (16%) dan
lebih memperburuk kondisi resistensi insulin. 17,18
II (24%), sedangkan pada GOLD IV hanya 6%.2,14
Obesitas sentral ditandai dengan penumpukan Penelitian Watz dkk melaporkan obesitas sentral
lemak di abdomen dan dinilai dengan mengukur pada pasien PPOK GOLD I-IV berturut-turut adalah
lingkar pinggang. Batasan nilai lingkar pinggang 28%, 47%, 33% dan 25%.2
untuk diagnosis obesitas sentral ini berbeda-beda
tergantung etnis dan jenis kelamin, dapat dilihat DAMPAK SINDROM METABOLIK TERHADAP PPOK

pada tabel 3. Nilai lingkar pinggang memiliki nilai Mortalitas


diagnosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Hubungan sindrom metabolik dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk mendiagnosis
angka tahan hidup belum pernah diteliti, tetapi
sindrom metabolik. Resistensi insulin banyak terjadi
sindrom metabolik menjadi predisposisi penyakit
pada pasien sindrom metabolik. Resistensi insulin
kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular ini terjadi
berperan penting dalam patogenesis sindrom
pada 20-22% pasien PPOK dan meningkatkan
metabolik dan menjadi predisposisi terjadinya
risiko kematian dalam 5 tahun secara bermakna.
komponen sindrom metabolik yang lain.13,14
Pemantauan selama 24 bulan pada pasien-
Tabel 3. Nilai lingkar pinggang pada beberapa etnis. pasien pasca perawatan untuk eksaserbasi PPOK

Etnis/Negara Jenis kelamin Lingkar


mendapatkan peningkatan risiko kematian dua
pinggang kali lebih tinggi pada pasien PPOK yang disertai
Eropa (di USA, nilai ATP III 102 Laki-laki ≥ 94 cm
cm laki-laki, 88 cm perempuan,
komorbiditas DM dibandingkan dengan tanpa DM.
Perempuan ≥ 80 cm
dapat digunakan untuk aplikasi Penelitian lain melaporkan pasien PPOK memiliki
klinis.
Asia (berdasarkan populasi Laki-laki ≥ 90 cm risiko kematian 27% lebih tinggi ketika disertai
China, Malaysia, dan India) Perempuan ≥ 80 cm komorbid DM.9,14
China Laki-laki ≥ 90 cm
Perempuan ≥ 80 cm
Fungsi paru
Jepang Laki-laki ≥ 90 cm
Perempuan ≥ 80 cm Penelitian berbasis populasi melaporkan
Amerika selatan Menggunakan nilai terjadinya penurunan kapasitas vital dan kelainan
rekomendasi asia sampai
didapat data spesifik restriktif pada pemeriksaan spirometri pasien sindrom
Afrika sub-sahara Menggunakan nilai metabolik dan DM. Mekanisme yang mendasari hal
rekomendasi eropa, sampai
didapat data spesifik ini adalah peningkatan inflamasi, efek mekanik dan
Mediterania dan Timur Tengah Menggunakan nilai efek lainnya dari obesitas abdominal. Kapasitas
rekomendasi eropa, sampai
didapat data spesifik difusi juga menurun pada pasien DM terutama pada
Dikutip dari (13)

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 55


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

pasien dengan komplikasi mikrovaskular. Gambaran di dalam serum. Target penurunan BMI pada pasien
mikroskopik dari epitel alveolar dan endotel kapiler PPOK berat tidak kurang dari 21 kg/m2 (rekomendasi
pada paru pasien DM menunjukkan terjadinya GOLD).1,12,13
penebalan laminar basal. Penyakit mikrovaskular Olahraga aerobik pada pasien PPOK
paru juga diduga berkontribusi pada gangguan dilaporkan dapat meningkatkan toleransi latihan dan
fungsi respirasi pada pasien PPOK dan DM. 14
kualitas hidup. Manfaat olahraga menjadi lebih besar
apabila intensitas tinggi dan frekuensi sering. Latihan
Eksaserbasi dan perawatan rumah sakit aerobik intensitas menengah dan terus menerus
Penelitian terhadap 29 pasien PPOK dengan sampai mencapai denyut jantung 60-75% dari denyut
sindrom metabolik mengalami eksaserbasi lebih jantung maksimal, dan latihan aerobik intensitas
sering dibandingkan 77 pasien tanpa sindrom tinggi dengan waktu istirahat diantara latihan, sampai
metabolik (rerata 2,4±0,8 vs 0,7±0,6, P<0,001). Lama mencapai denyut jantung 85-95% dari denyut jantung
eksaserbasi juga lebih lama pada pasien PPOK maksimal, selama 30 menit dan frekuensi 3 kali per
dengan sindrom metabolik (7,5±1,5 vs 5,0±2,4 hari). minggu, dilaporkan dapat menurunkan berat badan,
Frekuensi eksaserbasi berkorelasi dengan kadar lingkar pinggang, kadar glukosa darah dan tekanan
CRP (r =0,31, P=0,001), trigliserida (r=0,251, P=0,01) darah, tetapi tidak dapat memperbaiki dislipidemia
dan glukosa darah puasa (r=0,55, P<0,001). Pasien pada pasien sindrom metabolik.12,14
PPOK dengan DM meningkatkan risiko perawatan, Latihan resistensi yang progresif dengan
hasil biakan sputum banyak disebabkan oleh kuman melatih kontraksi otot melawan beban eksterna
gram negatif, dan membutuhkan lama perawatan dapat meningkatkan massa otot, sensitifitas insulin
lebih lama dibandingkan pada tanpa DM.14 dan toleransi glukosa. Latihan resistensi pada pasien
DM dilaporkan dapat menurunkan HbA1c 18% lebih
PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA SINDROM
rendah dibandingkan dengan olahraga aerobik.
METABOLIK PADA PPOK
Latihan resistensi juga dapat menurunkan kadar
Penurunan berat badan kolesterol low density lipoprotein (LDL) sebesar

Obesitas merupakan komponen utama 5-23%. Kombinasi latihan aerobik dan resistensi

dari sindrom metabolik. Pencegahan obesitas bermanfaat lebih besar terhadap profil lipid, dapat

dapat dilakukan dengan menghindari pola hidup menurunkan kadar kolesterol LDL dan menaikkan

tidak aktif, olahraga dan pengaturan diet dapat kadar kolesterol HDL.12,14

menurunkan risiko sindrom metabolik. Program Pola diet membantu menjaga berat badan ideal

rehabilitasi komprehensif selain dapat memperbaiki dan mengkontrol sindrom metabolik. Pola diet yang

fungsi fisis juga dilaporkan dapat menurunkan berat disarankan pada pasien sindrom metabolik, adalah:

badan, termasuk pada individu dengan obesitas asupan kalori yang sesuai untuk mempertahankan

patologis.19 Adult Treatment Panel III (ATP-III) atau menurunkan berat badan, asupan karbohidrat-

merekomendasikan obesitas sebagai target utama protein-lemak yang seimbang (umumnya 40:30:30%),

dalam tatalaksana sindrom metabolik. Penurunan meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks

berat badan dilaporkan dapat menurunkan kadar dengan indeks glikemik rendah dan mengandung

kolesterol total dan trigliserida, meningkatkan kadar serat tinggi dan menghindari konsumsi lemak jenuh.

kolesterol HDL, menurunkan tekanan darah dan Manfaat dari berbagai upaya untuk mempertahankan

glukosa darah serta memperbaiki resistensi insulin. berat badan ideal pada pasien sindrom metabolik

Penelitian terbaru melaporkan penurunan berat dengan PPOK telah dibuktikan oleh banyak penelitian,

badan juga dapat menurunkan kadar CRP dan PAI-1 tetapi implementasinya masih menjadi tantangan.12,14

56 J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Terapi terhadap resistensi insulin Angiotensin-converting enzyme inhibitors

Terapi farmakologis untuk menurunkan (ACEI) dan angiotensin receptor blocking (ARB)
sebagai obat antihipertensi, juga memiliki efek
resistensi insulin terus diteliti dan dikembangkan.
meningkatkan sensitifitas insulin dengan cara
Obat-obat yang dapat menurunkan resistensi insulin
memperbaiki penyampaian sinyal insulin dengan
dan sudah tersedia saat ini adalah metformin,
diperantarai bradikinin dan menurunkan aktivitas
thiazolidinediones (TZDs) dan acarbose. Metformin
angiotensin II, juga dapat memperbaiki dislipidemia.
telah lama digunakan untuk terapi DM tipe 2. Terapi
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa ACEI dan
metformin dilaporkan dapat mencegah atau menunda
ARB dapat menurunkan kejadian DM pada pasien risiko
onset DM tipe 2 pada pasien dengan toleransi
tinggi sebesar 20-34%. Penelitian prospektif terhadap
glukosa terganggu, sebesar 31%. Metformin juga
Ramipril (salah satu obat golongan ACEI) melaporkan
dapat menurunkan berat badan dan kadar HbA1c,
perbaikan kondisi toleransi glukosa terganggu
memperbaiki dislipidemia dan memiliki efek anti
menjadi normal tetapi tidak mencegah terjadinya DM
inflamasi dan antitrombotik. Terapi metformin untuk
secara bermakna. Valsartan (golongan ARB) dapat
pasien sindrom metabolik sebagai upaya mencegah menurunkan kejadian DM sebesar 14%.12,14
penyakit kardiovaskular belum diteliti sehingga belum Penggunaan kortikosteroid meningkatkan
direkomendasikan penggunaannya sebagai terapi resistensi insulin dan sindrom metabolik, sehingga
pencegahan pada pasien sindrom metabolik, hanya penggunaan kortikosteroid oral jangka lama harus
direkomendasikan untuk pasien PPOK yang disertai dihindarkan atau dihentikan untuk mengurangi efek
DM. 12,14
samping metabolik. Kortikosteroid inhalasi tidak
Thiazolidinedione (glitazone/TZDs) berkerja terbukti meningkatkan resistensi insulin secara
dengan mengaktifkan peroxisome proliferator- bermakna. Obat-obat untuk komorbid lain seperti
activated receptors (PPARs). Thiazolidinedione dapat obat anti psikosa dan beta-blockers generasi pertama
meningkatkan sensitifitas insulin melalui perubahan dapat meningkatkan resistensi insulin sehingga
pada transkripsi gen. Rosiglitazone, salah satu disarankan untuk diganti dengan pilihan obat lain
obat golongan TZDs, dilaporkan dapat menurunkan yang efek metaboliknya lebih rendah. Vitamin D
risiko toleransi glukosa terganggu berkembang juga dilaporkan dapat menurunkan resistensi insulin
menjadi DM sebesar 60%. Efek samping dari TZDs tetapi belum direkomendasikan untuk menjadi
adalah menaikkan berat badan, tetapi tetap dapat suplemen pada semua pasien PPOK. 13,14
menurunkan HbA1c, mengkontrol tekanan darah,
Terapi terhadap kelainan metabolik lain
memperbaiki dislipidemia dan memiliki efek anti-
inflamasi dan anti-trombotik.12,14 Peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida
Golongan acarbose menghambat enzim serta penurunan HDL merupakan risiko utama

α-glucosidase pada usus halus, memperlambat proses terjadinya penyakit kardiovaskular. Terapi pilihan
pertama untuk dislipidemia adalah golongan statin.
digesti karbohidrat. Acarbose menurunkan insidens
Target penurunan kolesterol tergantung derajat risiko
DM pada pasien dengan toleransi glukosa terganggu
kardiovaskular. Pasien risiko kardiovaskular rendah,
sebesar 36%, juga menurunkan berat badan, HbA1c,
kolesterol total harus kurang dari 5 mmol/L dan
trigliserida dan kolesterol dan kolesterol total serta
LDL kurang dari 3 mmol/L. Target LDL 1,8 mmol/L
menurunkan risiko thrombosis pada penelitian
untuk pasien risiko tinggi. Statin dilaporkan dapat
terhadap hewan coba.12,14 Terapi PPOK pada pasien
meningkatkan risiko DM, terutama pada pasien
dengan DM sama dengan pada pasien PPOK tanpa
dengan sindrom metabolik, obesitas dan toleransi
DM. Bukti bahwa PPOK stabil harus diterapi berbeda
glukosa terganggu, tetapi hal ini tidak menghalangi
apabila disertai DM belum ada sampai saat ini.1
penggunaan statin pada pasien risiko kardiovaskular

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 57


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

tinggi. Penggunaan statin dikombinasikan dengan 2. Watz H, Waschki B, Kirsten A, Muller KC,
nicacin atau fibrat dapat lebih meningkatkan HDL Kretschmar G, Meyer T, et al. The metabolic
dan menurunkan trigliserida. 1,13,14 syndrome in patients with chronic bronchitis and
Target tekanan darah sistolik adalah ≤ 140 COPD: frequency and associated consequences
mmHg dan diastolik ≤ 90 mmHg. Efek penurunan for systemic inflammation and physical inactivity.
tekanan darah tidak berbeda bermakna antara Chest. 2009;136(4):1039-46.
beberapa obat anti hipertensi, tetapi ACEI dan 3. Akpinar EE, Akpinar S, Ertek S, Sayin E,
ARB memiliki efek tambahan dapat meningkatkan Gulhan M. Systemic inflammation and metabolic
sensitifitas insulin pada sindrom metabolik dan syndrome in sable COPD patients. Tuberk
mencegah nefropati DM. Beta-blockers dan diuretik Toraks. 2012;60(3):230-7.
dilaporkan dapat meningkatkan risiko terjadinya DM 4. Chatila WM, Tomashow BM, MInai OA, Criner
pada pasien dengan faktor risiko sindrom metabolik, GJ, Make BJ. Comorbidities in chronic obstructive
sehingga lebih disarankan pemberian beta-blockers pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc. 2008;
selektif. Terapi PPOK pada pasien dengan hipertensi 5:549-55.
sama seperti pada pasien PPOK tanpa hipertensi.
5. Fabbri LM, Luppi F, Beghe B, Rabe KF. Complex
Kondisi protombotik diatasi dengan pemberian terapi
chronic comorbidities of COPD. Eur Respi J.
antiplatelet, seperti aspirin dosis rendah. Rasio manfaat
2008;31:204-12.
untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular
6. Vanfleteren LEGW, Spruit MA, Groenen M, Gaffron
dalam 10 tahun dibandingkan dengan efek samping
S, Empel VPM, Bruijnzeel PLB et al. Clusters f
terapi aspirin dosis rendah adalah ≥ 10.1,13,14
comorbidities based on validated objective measu­
KESIMPULAN rements and systemic inflammation in patients
with chronic obstructive pulmonary disease. Am J
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki
Respir Crit Care Med. 2013;187:728-35.
banyak komorbiditas. Sindrom metabolik merupakan
7. Manen V, Bindels PJ, Ijzermans CJ., Vanderzee
kumpulan kelainan metabolik yang terdiri dari obesitas
JS, Bottema BJ, Schade E. Prevalence of
sentral/abdominal, hipertrigliseridemia, dislipidemia,
comorbidity in patients with a chronic airway
hipertensi dan gangguan toleransi glukosa. Prevalensi
obstruction and controls over the age of 40. J
sindrom metabolik pada PPOK meningkat 1,5-3 kali
Clin Epidemiol. 2001;54:287–93.
dibandingkan pada populasi umum.
8. Mapel DW, Hurley JS, Frost FJ, Petersen HV,
Patogenesis komorbiditas sindrom metabolik
Picchi MA, Coultas DB.Health care utilization in
terutama diperankan oleh inflamasi sistemik dan
chronic obstructive pulmonary disease: a case-
resistensi insulin. Sindrom metabolik menurunkan
control study in a health maintenance organization.
kapasitas vital dan meningkatkan mortalitas, morbiditas
serta frekuensi ekasaserbasi pada pasien PPOK. Arch Intern Med. 2000;160:2653–8.

Pencegahan dan tatalaksana sindrom metabolik pada 9. Mannino DM, Thorn D, Swensen A, Holguin

PPOK terdiri dari: program penurunan berat badan, F. Prevalence and outcomes of diabetes,
farmakoterapi untuk menurunkan resistensi insulin dan hypertension and cardiovascular disease in
terapi terhadap kelainan metabolik lainnya. COPD. Eur Respir J. 2008;32:962-9.
10. Tkacova R. Review Article: Systemic Inflam­
DAFTAR PUSTAKA mation in Chronic Obstructive Pulmonary
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease, May Adipose Tissue Play a Role?
Diseases. Global strategy for the diagnosis, mana­ Review of the Literature and Future Perspectives.
gement and prevention of chronic obstructive Mediators of Inflammation. 2010;585989:1-11.
pulmonary disease update 2015.p.2-50.

58 J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016


Iceu Dimas Kulsum: Sindrom Metabolik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

11. Baty F, Putora PM, Isenring B, Blum T, Brutsche 16. Genc A, Ucok K, Sener U, Koyuncu T, Akar O,
M. Comorbidities and burden of COPD: a Celik S, Unlu M. Association analysis of oxidative
population based case-control study. Plos One. stress, aerobic capacity, daily physical activity
2013;8(5):1-9. and body composition parameters in patients
12. Grundy SM, Brewer B, Cleeman JI, Smith SC, with mild to moderate COPD. Turk J Med Sci.
Lenfant C. Definition of Metabolic Syndrome: Report 2014;44:972-9.
of the National Heart, Lung and Blood Institute/ 17. Gan WQ, Man SFP, Senthilselvan A, Sin
American Heart Association Conference on scientific DD. Association between chronic obstructive
issues related to definition. Circulation 2004.p.433-8. pulmonary disease and systemic inflammation: a
13.
International Diabetic Federation. The IDF systematic review and a meta-analysis. Thorax.
consensus worldwide definition of the metabolic 2004;59:574-80.
syndrome. Belgium. 2006.p.4-24. 18. Stanciu S, Marinescu R, Iordache M, Dumitrecu
14, Weels CE, Baker EH. Metabolic syndrome and S, Muresan M, Bogdan MA. Are systemic
diabetes mellitus in COPD. Eur Respir Monogr. inflammatory profiles different in patients with
2013;59:117-34. COPD and metabolic syndrome as compared
15. Arliny Y, Yunus F, Wiyono WH, Rochsismandoko. to those with COPD alone?. Rom J Intern Med.
Kadar fibrinogen dan faktor-faktor risiko sindrom 2009;47(4):381-6.
metabolik pada pasien penyakit paru obstruktif 19. Clini E, Crisafulli E, Radaeli A, Malerba M. COPD
kronik (PPOK) stabil. Tesis bagian Pulmonologi dan and the metabolic syndrome: an intriguing
Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta 2010.p.1-55. association. Intern Emerg Med. 2013;8:283-9.

J Respir Indo Vol. 36 No. 1 Januari 2016 59

Anda mungkin juga menyukai