Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140mg/dL.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa
oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

1
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1. Tujuan penatalaksanaan
 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro angiopati,
makro angiopati, dan neuropati.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatanmandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011)
2.5.2. Pilar penatalaksanaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. (PERKENI,2011)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.

2
2. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian daripenatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap
penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur),
disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20
menit dan olahraga berat misalnya joging. (Sudaryono et.al 2006)
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
2. Suntikan
A. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik

3
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
• Insulin kerja pendek (short acting insulin)
• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
• Insulin kerja panjang (long acting insulin)

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah
ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau

4
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi
pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin. (PERKENI,2011)

2.6. Komplikasi
2.6.1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
2.6.2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati

–Retinopati, katarak : penurunan penglihatan

–Nefropati :gagal ginjal

– Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak

– Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis

– Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati

B. Makrovaskular

– Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard

– Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok

–Sirkulasi :claudication, iskemik

2.8.Pencegahan
5
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu (Suyono,
2006) :
Pencegahan primer: Semua aktifitas ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan sekunder: Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikiandapat dilakukan upaya
untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. (cegah
kompilkasi)
Pencegahan tersier: Semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang sudah
ada. Usaha ini meliputi:
- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalanorgan (jangan
sampai timbul chronic kidney disease)
- Mencegah kecacatan tubuh

6
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JilidIII,
Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L.Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-HillCompanies. 2008.
4. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006.
5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Hiswani. Peranan Gizi Dalam Diabetes Mellitus.2009
7. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 : PERKENI 2011
8. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
9. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005
10. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
11. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi
Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam
FKUI; 2006; hal. 1920
12. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
13. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. Patofisiologi :
Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa,
Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259

Anda mungkin juga menyukai