Anda di halaman 1dari 39

Bagian Ilmu Rehabilitasi Medik Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Keterlambatan Bicara (Speech Delay)

Disusun oleh:
Ni Nyoman Novia Candra Dwipa (1710029038)

Pembimbing:
dr. Waode Sri Nikmatiah, Sp.KFR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
OKTOBER 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan yang berjudul “Keterlambatan Bicara (Speech Delay)”.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan kasus ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Waode Sri Nikmatiah, Sp.KFR, sebagai dosen pembimbing laporan kasus
selama proses pembuatan laporan kasus.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2017 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Demikian penulis sampaikan dengan membuka diri untuk berbagai saran
dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi semuanya.

Desember, 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................................ 1

Tujuan……………………………………………………………………………..2

BAB 2 KASUS ....................................................................................................... 3

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Penyakit katup jantung yang secara klinis paling umum ditemui yaitu
regurgitasi mitral (MR), baik dalam studi populasi dan studi berbasis masyarakat
di Amerika Serikat.1 Pada Euro heart survey terhadap penyakit jantung katup, MR
merupakan penyakit katup asli tunggal nomor dua paling sering dan menyumbang
sebanyak 31,6% dari pasien penyakit jantung katup dengan etiologi degeneratif
sebanyak 61,3%, rematik 14,2%, endokarditis 3,5%, inflamasi 0,8%, kongenital
4,8%, iskemik 7,3%, lain-lain 8,1%.2 Pada pasien yang menjalani intervensi bedah
untuk MR berat, etiologi yang paling umum adalah MVP (20%-70% kasus), MR
iskemik (13%-30% kasus), penyakit rematik (3%-40% kasus), dan endokarditis
(10%-12% kasus).2
Regurgitasi mitral adalah kondisi dimana terjadi aliran darah balik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik. MR terjadi akibat abnormalitas
berbagai komponen katup mitral, seperti daun katup, anulus, chorda tendinae dan
muskulus papilaris.3 Penyebab utama dari MR termasuk mitral valve prolapse
(MVP), penyakit jantung rematik, endokarditis infektif, kalsifikasi annulus,
kardiomiopati, dan penyakit jantung iskemik.4 Pada MR sekitar 50% isi sekuncup
ventrikel kiri masuk kedalam atrium kiri sebelum katup aorta membuka. Besaran
volume regurgitan tergantung dari ukuran mulut katup yang mengalami
abnormalitas dan perbedaan tekanan antara ventrikel dan atrium kiri saat sistolik.4
Pada penderita MR terjadi beban volume (preload) dan juga beban
tekanan/resistensi (afterload) yang berlebihan, sehingga amat membebani
ventrikel kiri. Kondisi ini dikompensasi dengan menambah massa otot/hipertrofi
ventrikel kiri. Lambat laun ventrikel kiri akan mengalami dilatasi dan annulus
mitral juga melebar. Kondisi ini tentu akan memperberat derajat MR. Oleh karena
itu, penentuan derajat keparahan mitral regurgitasi menjadi sangat penting terkait
dengan tatalaksana dan prognosis dari penyakit tersebut.3

1
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, pasien penyakit
katup terutama rematik kebanyakan berasal dari tingkat sosial dan pendidikan
yang rendah, maka tak jarang mereka terlambat mencari pertolongan kesehatan.
Seringkali mereka sampai ke tangan dokter jantung pada kondisi yang sudah
lanjut sehingga risiko operasi sudah tinggi dan luaran klinis pasca intervensi
menjadi kurang optimal. Pada kondisi lanjut, penentuan apakah tindakan
intervensi bedah sudah terlambat atau tidak, harus didasari oleh pertimbangan
antara keuntungan dan risiko. Tidak jarang dokter dihadapkan pada pilihan antara
tindakan pembedahan dengan risiko tinggi atau terapi konservatif dengan alasan
kondisi jantung yang sedemikian buruk sehingga risiko operasi menjadi terlalu
tinggi dengan prediksi mortalitas/morbiditas perioperatif yang tinggi. Pada
umumnya penderita penyakit jantung katup dengan tampilan klinis gagal jantung
kanan dan fungsi ventrikel kanan yang buruk, hipertensi pulmoner berat, resistensi
vaskular paru yang tinggi, serta regurgitasi trikuspid berat akan meningkatkan
morbiditas/mortalitas yang lebih tinggi dan menghasilkan luaran klinis pasca
operasi yang tidak baik.4

2
BAB II
KASUS

A. Identitas Pasien:
 Nama : An. HAS
 Umur : 12 tahun
 Alamat : Handil
 Status : Belum Menikah
 Pekerjaan : Tidak bekerja
 Kontrol Poli : 30 Agustus 2018

B. Anamnesis: (30 Agustus 2018)


Keluhan Utama: Sesak nafas
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 bulan terakhir. Pasien
merasakan sesak yang makin lama makin betambah berat. Sesak
diperberat oleh aktivitas dan posisi berbaring dan diperingan oleh istirahat
dan posisi duduk tegak. Penderita tidur memakai 2 bantal untuk
mengurangi sesak yang dirasakan saat berbaring. Sesak yang dirasakan
saat ini terjadi meskipun pasien hanya melakukan aktivitas ringan seperti
berjalan ke kamar mandi yang berjarak kurang lebih 10 meter. Terkadang
pasien juga dapat terbangun saat tidur malam hari karena merasa sesak
nafas. Nyeri dada juga dirasakan pada dada kiri dan kanan, namun lebih
dominan terasa sakit pada sebelah kiri, nyeri tidak menjalar dan tidak
dipengaruhi aktivitas. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk yang hilang
timbul. Batuk terasa berdahak namun dahak sulit untuk dikeluarkan dan
cenderung terjadi pada malam hari saat pasien tidur. Pasien juga
mengeluhkan lelah dan kehilangan tenaga untuk beraktivitas yang terjadi
sejak 1 tahun terakhir namun semakin terasa dalam 1 bulan terakhir.

3
Pasien sudah tidak mampu melakukan aktivitas ringan seperti bersih-
bersih rumah atau mencuci pakaian. Jantung berdebar debar juga kadang
dirasakan pasien. Demam (-), nyeri sendi (-), muncul kemerahan pada kulit
(-), bengkak pada anggota badan (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu:
Saat umur 10 tahun pasien pernah dirawat di RS AWS karena
keluhan demam yang berlangsung selama 5 hari, pasien awalnya sering
mengalami demam dimana pasien pasti pernah mengalami minimal 1 kali
episode demam disertai batuk pilek namun hilang sendiri tanpa diberi
pengobatan. Demam tidak disertai keluhan muntah atau diare, juga tidak
disertai nyeri sendi, nyeri tenggorokan, sesak nafas, kemerahan di kulit,
gerakan yang tidak disadari ataupun kejang. Kemudian sekitar 1 tahun
yang lalu (Mei 2017) pasien masuk ICCU rumah sakit AWS karena
keluhan sesak. Pasien menjalani perawatan selama 1 bulan. Hasil lab
menunjukkan LED dan ASTO yang meningkat, serta foto dada
menggambarkan jantung yang membesar. Pasien diberitahu dokter
menderita gagal jantung dan juga kelainan katup jantung yang berat.
Sekitar 5 bulan yang lalu (Mei 2018) pasien kembali dirawat di RS
dengan keluhan yang sama. Pasien sudah direncanakan untuk operasi
katup jantng namun sempat tertunda karena perbaikan kondisi. Sampai
saat ini pasien rutin kontrol di poli namun operasi masih belum dilakukan
karena harus mengantri jadwal operasi.
Saat lahir pasien mengatakan lahir secara normal dan cukup bulan.
Riwayat penyakit jantung bawaan (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
asma bronkial (-), tuberkulosis paru (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga:
o Riwayat sakit serupa pada keluarga tidak didapatkan
o Tidak ada keluarga dengan sakit jantung bawaan.
 Riwayat pengobatan :
Pasien mengonsumsi obat untuk jantung yang didapat saat kontrol
ke poliklinik dan obat-obatan jantung saat rawat inap di RS
 Riwayat kebiasaan :

4
o Merokok (-)
o Konsumsi alkohol (-)

C. Pemeriksaan Fisik:
 Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
 Kesadaran:
o Compos mentis
o GCS: E4-V5-M6
 Tanda Vital:
o Tekanan darah: 100/60 mmHg
o Nadi:
 Frekuensi: 102 kali/menit
 Reguler, kuat angkat, simetris
o Frekuensi nafas : 22 kali/menit
o Suhu: 36.6 oC
 Tinggi badan: 150 cm, Berat badan: 30 kg, IMT: 13,3
 Kepala
 Mata: Konjungtiva palpebra anemis - | - , Sklera ikterik - | - ,
eksolftalmus - | -
 Bibir : Sianotik (-)
 Pernapasan Cuping Hidung (-)
 Leher:
o JVP : 5cm dari angulus ludovici pada sudut 30o dari posisi
berbaring
o Hepatojugular reflux (-)
o Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nodul (-), nyeri tekan (-)
o Kelenjar getah bening : pembesaran (-), nodul (-), nyeri tekan (-)
 Dada: bentuk dan gerak simetris
o Jantung:
 Inspeksi : Ictus cordis tampak di intercostal V pada linea
midclavicula kiri

5
 Palpasi:
- Ictus kordis terletak di intercostal V pada linea
midclavicula kiri, diameter 1.5 cm, seperti tepukan ringan
- Pulsasi parasternal (+)
- Pulsasi epigastrial (+)
- Thrill (+)
 Auskultasi:
- S1 intensitas meningkat
- S2 intensitas meningkat, splitting (-)
- Opening snap (-), ejection click (-)
- S3 (-), S4 (-)
- Mid-systolic click, murmur sistolik grade 4/6, punctum
maximum di apeks kiri bagian bawah (ICS 4-5)
o Paru:
 Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
 Palpasi : Fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi:
- Suara Nafas: vesikuler di kedua lapang paru
- Suara tambahan : ronki (-), wheezing (-)
 Abdomen:
o Inspeksi: datar
o Palpasi:
 Supel
 Nyeri tekan epigastrium (-)
 Hepar dan lien tidak teraba.
o Perkusi:
 Timpani
 Shifting dullness (-)
o Auskultasi: Bising usus (+), kesan normal
 Ekstremitas:
o Clubbing : tidak didapatkan

6
o Sianosis: tidak didapatkan
o Pitting oedema: (-)
o Akral hangat, CRT < 2”

D. Pemeriksaan Penunjang:
 Elektrokardiografi (EKG): (25 Mei 2017)

Deskripsi EKG:
o Rate: 110 kali/menit
o Irama : sinus
o Aksis frontal : left axis deviation (LAD)
o Morfologi QRS: normal
o T inverted di lead V1,V2,V3
Kesan EKG: Sinus takikardia, hipertrofi ventrikel kiri
 Foto Thoraks

7
E. Follow Up:
 Ekokardiografi: (30 Agustus 2018):
o Dimensi ruang-ruang jantung dilatasi LA & LV
o Kontraktilitas LV cukup (EF: 67% dengan severe MR)
o Prolaps AML, severe MR (Ecentric Jet), mild TR (TVG: 17
mmHg) PH (-)
Kesimpulan: Prolaps AML, severe MR

F. Diagnosis:
 Diagnosis fungsional : CHF functional class NYHA III
 Diagnosis anatomis : Prolaps AML, severe mitral regurgitation
 Diagnosis etiologis : Mitral Valve Prolaps
G. Penatalaksanaan:
 Digoksin tab : 1 x 0,25 mg
 Captopril : 2 x 12,5 mg
 Spironolakton : 2 x 25 mg
 Eritromisin : 2 x 250 mg

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Mitral Valve Prolaps


3.1.1 Definisi
Prolaps katup mitral atau mitral valve prolapse (MVP) adalah kondisi
berbaliknya satu atau lebih apparatus katup mitral, daun katup, korda tendinea,
muskulus papilaris, dan anulus katup dengan atau tanpa regurgitasi mitral (RM).
Nama lain dari prolaps katup mitral adalah sindrom murmur klik sistolik, sindrom
Barlow, katup mitral miksomatosa, billowing mitral cusp syndrome, dan
redundant cusp syndrome 9.10.
MVP didefinisikan sebagai penonjolan abnormal dari salah satu atau
kedua daun katup mitral terdesak lebih superior kedalam ruang atrium kiri (LA)
selama fase sistol. Saat ini prolaps katup mitralis paling sering didiagnosis sebagai
kelainan katup jantung, dan degenerasi progresif dari katup ini sekarang
merupakan penyebab utama disfungsi katup mitral (MV) yang membutuhkan
penggantian atau perbaikan 9.10.

3.1.2 Struktur dan Fungsi Komponen Katup Mitral


Katup mitral terdiri dari empat komponen utama yaitu :
1. Anulus katup mitral. Terdiri dari bagian yang kaku ("fixed") yang
berhubungan dengan annulus katup aorta. Terdiri dari jaringan fibrosa dan
merupakan bagian dari pangkal katup mitral bagian anterior. Bagian
annulus mitralis yang lain yaitu bagian yang dinamik, bagian yang terbesar
dan tempat pangkal dari daun katup mitral bagian posterior.
2. Kedua daun katup. Terdiri dari daun katup anterior dan posterior.
Keduanya simetris. Celah dari kedua katup ini disebut komisura, bagian
antero medial dan postero lateral.
3. Chorda tendinea. Terdiri dari dua berkas, berpangkal pada muskulus
papilaris. Berkas chorda tendinae ini menempel pada masing-masing daun
katup, yang berfungsi untuk menopang daun katup mitral dalam

9
berkoaptasi. Setiap berkas chorda terdiri dari beberapa serabut yang
"flexible".
4. Muskulus papillaris. Terdiri dari dua buah, tempat berpangkalnya kedua
chorda tendinea, dan berhubungan langsung dengan dinding ventrikel kiri.
Berfungsi untuk menyanggah kedua chorda. Muskulus papillaris adalah
bagian dari endokardium yang menonjol , satu di medial, dan satu lagi di
dinding lateral. Kelainan pada apparatus mitral ini pada keadaan
regurgitasi bisa saja hanya satu dari keempat komponen tadi, misalnya
pada anulus yang melebar, pada penyakit jantung degeneratif seperti
penyakit jantung koroner, namun bisa saja mengenai dua atau lebih,
seperti katup mitral memendek, mengapur dan kelainan pada chordae, fusi
dan memendek seperti pada penyakit jantung rematik. Pada akut infark,
dapat terjadi muskulus papilaris.

Gambar 1. Anatomi Jantung

3.1.3 Epidemiologi
Prolaps mitral terjadi dari anak usia dini. Namun, pengakuan klinis yang
paling umum terjadi di decade kelima. Lebih dari dua-pertiga dari pasien yang
lebih muda adalah perempuan. tapi distribusi jenis kelamin tampak bahkan di usia
pertengahan dan usia lanjut. Meskipun insiden telah bervariasi, tergantung
terutama pada metode diagnosis, dalam kebanyakan studi, ditemukan bahwa

10
sekitar 5% dari populasi memiliki MVP, dengan kejadian yang sedikit lebih tinggi
pada wanita. Dalam studi Framingham, MVP ditemukan pada 17% wanita usia
20-29 tahun, meskipun dalam penelitian lain, tingkat kejadian di antara wanita
adalah serendah 2%. Seperti disebutkan dalam tinjauan sebelumnya, ada
penurunan mencolok dalam prevalensi perempuan pada dekade ketiga, sekitar 1%
pada wanita dalam dekade kesembilan. Tidak ada perubahan insiden pada laki-
laki setelah masa remaja. Pini et al. menunjukkan bahwa MVP terjadi dalam dua
pola fenotipik: pertama, bentuk anatomi, ditandai dengan penebalan, mengepul
daun katup mitral, yang menyumbang patologi katup progresif, dan kedua, bentuk
fungsional, di mana ada ekspansi sistolik dinamis dari annulus mitralis 11.12.

3.1.4 Etiologi
MVP dapat terjadi secara primer dan sekunder. MVP primer umumnya
kongenital atau karena faktor genetik, dimana terjadi penebalan dan penonjolan
pada daun katup mitral ke annulus mitral (disebabkan degenerasi myxoma dari
daun katup, chordae, atau keduanya). MVP ini umumnya berhubungan dengan
gangguan jaringan ikat seperti sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom
stickler dan osteogenesis imperfekta. 18,19,23
Pada MVP sekunder dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi lain, misalnya
disfungsi m. papillaris pada penyakit jantung koroner, atau ruptur cordae
tendineae pada endocarditis infektif18. Beberapa penelitian juga mengatakan
perubahan yang tejadi pasca inflamasi pada demam reumatik dan penyakit jantung
reumatik dapat menyebabkan prolaps katup mitral.19,20,23

3.1.5 Patofisiologi
Mitral valve prolapse (MVP) terjadi ketika katup antara bilik jantung kiri
atas (atrium kiri) dan ruang kiri bawah (ventrikel kiri) tidak menutup dengan baik.
Selama prolaps katup mitral, terjadi penonjolan daun katup mitral ke atas atau ke
atrium kiri ketika jantung berkontraksi. Prolaps katup mitral kadang-kadang
menyebabkan darah bocor ke dalam atrium kiri, suatu kondisi yang disebut
regurgitasi mitral. Pada kebanyakan orang, MVP tidak mengancam jiwa dan tidak

11
memerlukan pengobatan atau perubahan gaya hidup. Beberapa orang dengan
prolaps katup mitral, memerlukan pengobatan[14].

Gambar 2. Jantung normal vs MVP


Tergantung pada asal prolaps katup mitral dibagi menjadi idiopatik
(primer) dan sekunder. Prolaps primer terjadi pada displasia jaringan ikat.
Displasia jaringan ikat menyebabkan perubahan dalam struktur otot papiler dan
katup, gangguan distribusi, tidak terpasang dengan benar, memperpendek atau
perpanjangan korda, penampilan korda tambahan 14.
MVP sekunder biasanya menyertai dan mempersulit penyakit jantung,
penyakit rematik, penyakit endokrin. Katup mitral sekunder dapat terjadi pada
kerusakan inflamasi pada struktur katup, disproporsi katup-ventrikel 14.
Mitral valve prolapse dapat berkembang sebagai akibat dari disfungsi dari
sistem saraf otonom, gangguan metabolisme dan kekurangan elemen, khususnya
kalium dan magnesium ion perbedaan atau penutupan longgar daun katup disertai
dengan murmur sistolik intensitas yang berbeda. Pada auskultasi didapatkan klik
yang terjadi ketika ada tegangan corda tendineae yang berlebihan14.
Tergantung pada penonjolan daun katup adalah sebagai berikut derajat
prolaps katup mitral:
 tingkat pertama (2 sampai 3 mm);
 derajat kedua (3-6 mm);
 derajat ketiga (6-9 mm);
 derajat keempat prolaps katup mitral (lebih dari 9 mm).

12
Perjalanan penyakit ini biasanya jangka panjang. Gangguan fungsi
aparatus katup biasanya berkembang secara perlahan.13.14.15

3.1.6 Manifestasi klinis


Kebanyakan pasien MVP asimptomatik. Gejala MVP terbagi dalam 3
kategori : 1) Pasien dengan gejala disfungsi autonom. 2) Pasien dengan gejala
regurgitasi mitral. 3) Pasien dengan gejala penyakit lain atau komplikasi. Pasien
dengan sindrom MVP terbukti secara klinis sering memiliki gejala yang termasuk
nyeri dada, palpitasi, aritmia, kelelahan, dyspnea, dan ketidakseimbangan saraf
otonom yang bermanifestasi sebagai fenomena postural, yang meliputi sinkop dan
pra-sinkop. Nyeri dada dari MVP sering digambarkan sebagai angina pectoris
atipikal, prekordial, tajam, siklik, yang tidak terkait dengan aktivitas, dan nyeri
tidak berkurang oleh pemberian nitrogliserin. Penyebab nyeri dada ini akibat
peregangan berlebihan dari korda tendinae yang menyebabkan penurunan aliran
darah ke sub-endokardial, dan vasospasme koroner, microembolism pada sirkulasi
koroner, penurunan perfusi diastolik dengan takikardia dan peningkatan inotropik,
serta gangguan motilitas esofagus. Pasien dengan MVP didokumentasikan dengan
ekokardiografi. Namun demikian, kehadiran MVP dikaitkan dengan klik
auskultasi dan murmur, kelainan tulang dada, tekanan darah menurun, dan jantung
berdebar 16.17.

3.1.7 Diagnosis

Kehadiran klik sistolik non-ejeksi dengan atau tanpa murmur sistolik akhir
menggambarkan diagnosis auskultasi dari MVP, terlepas dari etiologi. Klik
biasanya mid-to-end sistolik, dengan murmur baik absen, akhir-sistolik, atau
seperti yang sering terjadi dalam bentuk anatomi yang parah, pansistolik. Ketika
fungsi katup memburuk dan berkembang menjadi MR parah, klik mungkin hilang.
Pemeriksaan fisik dan sejarah mungkin mengungkapkan S3 gallop, rales, dyspnea,
dan fatigability dan gejala lain dari gagal jantung kongestif yang menyiratkan
penyakit yang lebih berat atau lanjutan. Dalam sebagian kecil pasien, pemeriksaan
dapat mengungkapkan tulang atau lainnya kelainan jaringan ikat karakteristik dari
berbagai gangguan17.

13
Gambar 4. Berbagai kondisi yang berhubungan dengn MVP

Berat badan pasien biasanya menurun, tekanan darah normal atau rendah,
dan dapat terjadi hipotensi ortostatik. Prevalensi straight back syndrome sering
terjadi, juga skoliosis, pectus excavatum, dan menyempitnya diameter
anteroposterior tulang dada. RM dapat dideteksi pada palpasi di prekordium dan
pulsasi karotis sebagai tanda khas 17.
Penemuan auskultasi pada MVP dapat dilakukan bersamaan dengan
fonokardiografi. Gambaran auskultasi penting adalah klik midsistolik dan klik
sistolik 0,14 detik setelah S1. Multipel mid dan sistolik lanjut didengar sepanjang
sternum kiri bawah yang diartikan sebagai tekanan tiba-tiba dari perpanjangan
korda tendinea dan prolaps dari daun katup. Klik ini sering terjadi, tetapi tidak
bervariasi, diikuti dengan sistolik murmur kreskendo lanjut 17.
Ekokardiografi berperan penting dalam diagnostik MVP dan untuk
menentukan derajat regurgitasi mitral. Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat
ditemukan suara ‘klik’ pada midsistolik dan murmur pada fase sistolik akhir yang
terdengar paling jelas pada apeks jantung. Suara ‘klik’ tersebut diakibatkan oleh
tekanan tiba-tiba pada katup mitral atau korda tendinea ketika katup ditekan ke

14
arah atrium kiri, sedangkan suara murmur diakibatkan oleh aliran regurgitasi yang
melalui katup yang insufisiensi. Suara ‘klik’ dan murmur ini dapat berubah
dengan perubahan posisi pada auskultasi. Pada posisi berbaring yang cepat, terjadi
peningkatan venous return yang menyebabkan peningkatan volume pada ventrikel
kiri sehingga memperlambat terjadinya prolaps. Hal ini menyebabkan kedua
bunyi itu muncul terlambat, jauh dari bunyi S1. Sedangkan, pada posisi berdiri
tiba-tiba, prolaps terjadi lebih cepat sehingga kedua bunyi tersebut muncul lebih
awal pada sistol, yaitu dekat S118.19.
3.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Dengan memberikan gambar yang jelas dan non-invasif dari struktur dan
fungsi dari MV, ekokardiografi dua dimensi sangat berharga dalam evaluasi
MVP. Diagnosis klinis MVP dikonfirmasi oleh demonstrasi ekokardiografi
perpindahan dari daun katup mitral dari posisi normal mereka atau hubungan
dengan struktur sekitarnya. Dalam kasus prolaps murni, ada gerakan sistolik
posterior dari selebaran MV terus disandingkan di belakang garis yang
menghubungkan penutupan katup dan poin pembukaan. Kriteria yang berlaku
umum memerlukan sistolik posterior gerakan minimal 2 mm pada akhir sistol,
atau setidaknya 3 mm untuk prolaps holosistolik19.

Kelainan elektrokardiografi terjadi pada sampai dengan dua pertiga pasien


dengan mitral prolapse. Kelainan ini jatuh di bawah tiga judul utama: perubahan
dalam skalar tracing, gangguan irama saat istirahat dan pada latihan, dan
gangguan konduksi. Elektropsikologi saat studi berjanji untuk menjelaskan
setidaknya beberapa dari aritmia terkait. Yang paling khas elektrokardiografi
kelainan, hadir di sekitar sepertiga dari individu, 3 terdiri dari pipih atau terus
terang terbalik Gelombang T di lead II, III dan aVF. Kadang inversi T meluas ke
sadapan prekordial lateral. Kelainan repolarisasi ini sering berfluktuasi dan
mungkin mudah keliru untuk perubahan iskemik pada pasien dengan nyeri dada
atipikal19.

3.1.9 Penatalaksanaan

Pada pasien asimtomatik, dengan tidak adanya aritmia pada EKG rutin dan
auskultasi panjang, dengan segmen ST normal dan tanpa bukti MR, mempunyai

15
prognosis yang baik. Kemudian harus diikuti dalam 3-5 tahun. Hal ini termasuk
pemeriksaan ekokardiogram 2 dimensi dan Doppler. Pasien dengan murmur
sistolik yang panjang memperlihatkan frekuensi atau interval hampir 12 bulan [19].

Profilaksis endokarditis dianjurkan pada pasien dengan murmur sistolik


tipikal dengan karakteristik ekokardiografi menggambarkan MVP dan beberapa
bukti adanya MVP. Profilaksis tidak dianjurkan pada pasien wanita dengan klik
midsistolik tanpa murmur sistolik. Rekomendasi lain mengungkapkan, profilaksis
dilakukan pada pasien dengan karakteristik kompleks murmur klik sistolik yang
dihubungkan dengan adanya bakteriemia sehingga diobati dengan antibiotik
profilaksis endokarditis. Yaitu, pada pasien dengan klik sistolik isolasi
berdasarkan ekokardiografi MVP dengan MR berat. Beberapa rekomendasi lain
adalah pemberian antibiotik profilaksis pada pasien dengan klik sistolik isolasi
yang menunjukkan bukti risiko tinggi MVP melalui ekokardiografi tanpa adanya
MR 19.20.
Terapi harian aspirin direkomendasikan pada MVP dengan adanya fokal
neurologis yang memiliki irama sinus dengan atau tanpa trombus di atrium. Ini
diindikasikan pada pasien MVP pascastroke yang dikontraindikasikan mendapat
antikoagulan. Namun, pada pasien dengan MVP, kejadian serebral dan yang
timbul karena kasus lain, terapi antikoagulan dan atau aspirin dapat diberikan 20.21.
Terapi warfarin diberikan pada pasien MVP dengan fibrilasi atrial /
fibrilasi atrial paroksismal dan beberapa pasien yang mendapat serangan TIA
meskipun dalam pemberian terapi aspirin 22.
Pasien dengan riwayat palpitasi, sakit kepala, pingsan, aritmia ventrikel,
dan Q-T memanjang pada EKG rutin, seharusnya menjalani pemantauan EKG
ambulatori (24 jam) atau EKG latihan atau keduanya untuk mendeteksi aritmia.
Sekalipun risiko kematian mendadak rendah, penelitian elektrofisiologi terhadap
karakteristik aritmia pada pasien simtomatik harus dilakukan 22.

Penghambat beta berguna pada pengobatan sekunder palpitasi mengingat


seringnya ventrikular premature beat dan episode lanjut takikardi
supraventrikuler. Obat-obat ini berguna dalam pengobatan tidak enak di dada,
bersamaan pasien dengan PJK dan dengan pembuluh koroner normal yang gejala-
gejalanya mungkin disebabkan oleh iskemik regional sekunder pada MVP21.22.

16
Pembedahan katup mitral diperlukan pada pasien MVP dengan kegagalan
ventrikel kiri yang diakibatkan oleh MR berat yang tidak responsif dengan
pengobatan. Bedah rekonstruksi tanpa penggantian katup dimungkinkan. Hampir
setengah dari keseluruhan rekonstruksi katup mitral dengan MR pada pasien
dengan MVP 24.
Di antara 252 pasien yang menjalani operasi di Rumah Sakit Wanita
Brigham, reseksi pada banyak segmen katup yang deformitas dan insersi ring
annuloplasti untuk mengecilkan dilatasi anulus adalah prosedur yang paling
banyak dilakukan. Ruptur pada korda daun katup anterior kadang-kadang diobati
dengan transfer korda dari daun katup posterior. Pada kasus lain, pemendekan
korda dan atau muskulus papilaris diperlukan. Mortalitas operasi adalah 2%.
Degenerasi katup struktural terjadi pada 15 persen dalam 5 tahun 23.

Kepustakaan lain mengungkapkan manajemen pasien PKM yang


memerlukan tindakan bedah, terutama berkembangnya daun katup mitral akibat
ruptur dan elongasi korda tendinea. Pembedahan ini umumnya berhasil, terutama
jika predominan pada daun katup posterior. Pembedahan kurang
direkomendasikan pada pasien dengan RM dan gejala yang berat yang
memerlukan penggantian katup. Penggantian katup dengan mempertahankan
korda direkomendasikan pada pasien asimtomatik dengan RM berat dan atrial
fibrilasi kronik. Namun, sedikit data mendukung pembedahan pada pasien
asimtomatik dengan RM berat dan tekanan arteri pulmonalis di atas 50 mmHg
atau tekanan arteri pulmonalis latihan di atas 60 mmHg 23.24.
Bagaimanapun, pada klasifikasi III dan IV simtomatik harus dilakukan
tindakan pembedahan. Pasien dengan RM berat dan tromboemboli berulang,
meskipun mendapat antikoagulan direkomendasikan pembedahan katup mitral
jika perbaikan katup mitral dipertahankan. Pembedahan tidak direkomendasikan
pada pasien dengan RM berat dan rekuren aritmia ventrikel meskipun mendapat
pengobatan 24.

3.2 Regurgitasi mitral


3.2.1 Definisi

17
Regurgitasi mitral (mitral regurgitation) adalah suatu keadaan di mana
terdapat aliran darah balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol,
akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara sempurna. Dengan demikian
aliran darah saat sistol akan terbagi dua, disamping ke aorta yang seterusnya ke
aliran darah sistemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan
tetapi daya pompa jantung jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya,
mulai dari yang asimtomatis sampai gagal jantung berat. Dari segi proses
terjadinya mitral regurgitasi dapat dibagi menjadi mitral regurgitasi yang akut,
transient, atau bersifat sementara, dan kronik. Sedangkan etiologi regurgitasi
mitral sangat banyak.

3.2.2 Etiologi
Etiologi regurgitasi mitral sangat banyak, erat hubungannya dengan
klinisnya regurgitasi mitral akut atau regurgitasi mitral kronik, regurgitasi mitral
akut secara garis besar ada tiga bentuk :
 Regurgitasi mitral akut non iskemia yang terdiri dari :
a. Ruptur korda spontan
b. Endokarditis infektif
c. Degerasi miksomatous dari valvular
d Trauma
e. Hipovolemia pada mitral valve prolapse (MVP)
 Regurgitasi mitral karena iskemia akut
Regurgitasi mitral yang terjadi karena iskemia akut dapat dijelaskan
sebagai berikut. Akibat adanya iskemia akut, maka akan terjadi gangguan fungsi
ventrikel kiri, annular geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris. Pada
infark akut, dapat terjadi rupture dari muskulus papilaris, satu atau keduanya.
Selanjutnya timbul edema paru, syok dan kematian. Namun apabila hanya satu
muskulus papilaris yang ruptur, biasanya walau klinisnya berat, namun
kemungkinan masih bisa diatasi. Ruptur muskulus papilaris pada infark akut
biasanya timbul antara hari kedua sampai hari kelima, klinisnya berat, biasanya
perlu tindakan operasi. Regurgitasi mitral juga bisa timbul sebagai kelanjutan dari
infark akut, dimana terjadi remodelling miokard, gangguan fungsi muskulus

18
papilaris, dan dilatasi annulus, gangguan koaptasi katup mitral, selanjutnya timbul
regurgitasi mitral.

 Regurgitasi mitral akut sekunder pada kardiomiopati.


Pada kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak
proporsional dan bias asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris berobah
posisi, akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya penutupan katup
mitral tidak sempurna.

3.2.2.1 Etiologi dan Mekanisme Regurgitasi Mitral Kronik


Etiologi regurgitasi mitral kronik sangat banyak. Regurgitasi mitral kronik
dapat terjadi pada penyakit jantung valvular yang berlangsung secara "slowly
progressive", seperti pada penyakit jantung rematik. Dapat juga terjadi sebagai
konsekuensi lesi akut seperti perforasi katup atau ruptur korda yang tidak pernah
memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat diadaptasi sampai timbul bentuk
kronik dari regurgitasi mitral. Beberapa jenis etiologi regurgitasi mitral kronik
terdiri dari hal-hal sebagai berikut.

Gambar 4. Etiologi akut dan kronik MR

Regurgitasi Mitral karena Reumatik

19
Biasanya disertai juga dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi
dari "commisura", hanya sekitar 10% kasus rematik mitral murni regurgitasi
mitral tanpa ada stenosis. Regurgitasi mitral berat karena rheuma yang
memerlukan tindakan operasi masih sering ditemukan pada negara-negara yang
sedang berkembang, tetapi sudah jarang di negara-negara yang sudah maju.
Biasanya lesi reumatik dapat berupa retraksi fibrosis pada apparatus valvuler,
yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi secara sempurna.
Pada kasus-kasus regurgitasi mitral yang mengalami koreksi operasi, terdapat 3-
40% karena atas dasar rematik.

Regurgitasi Mitral Degeneratif


Penyebab yang paling sering adalah mitral valve prolapse (MVP), dimana
terjadi gerakan abnormal dan daun katup mitral ke dalam atrium kiri saat sistol,
diakibatkan oleh tidak adekuatnya sokongan ("support") dari korda, memanjang
atau ruptur, dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan. Di negara-negara
maju, lesi MVP merupakan lesi yang terbanyak didapatkan 20-70% dari kasus-
kasus regurgitasi mitral yang mendapat tindakan koreksi dengan operasi.
Regurgitasi Mitral karena Endocarditis Infective
"Infective endocarditis" dapat menyebabkan destruksi dan perforasi dari
daun katup.

Regurgitasi Mitral karena Iskemia atau Regurgitasi Mitral Fungsional


Timbul sebagai akibat adanya disfungsi muskulus papilaris yang bersifat
transient atau permanen akibat adanya iskemia kronis. Iskemia kronik dan
regurgitasi mitral fungsional dapat juga terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri,
aneurisme ventrikel, miokardiopati atau miokarditis.

Penyebab Lain Regurgitasi Mitral Kronik


Masih sangat banyak, walau sangat jarang ditemukan, seperti penyakit
jaringan ikat ("connective tissue dissorders"), seperti sindrom Marfan, sindrom
antikardiolipin, SLE, dan lain-lain.

3.2.3 Patofisiologi

20
3.2.3.1 Patofisiologi Regurgitasi Mitral Akut
Pada regurgitasi mitral akut, atrium kiri dan ventrikel kiri yang
sebelumnya normalnormal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan. Pada
saat sistol atrium kiri akan mengalami pengisian yang berlebihan, di samping
aliran darah yang biasa dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah
tambahan dari ventrikel kiri akibat regurgitasi tadi. Sebaliknya pada saat diatsol,
volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang
berasal dari atrium kiri yang mengalami volume overload tadi. Dinding ventrikel
kiri cukup tebal tidak akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan
mekanisme Frank-Starling akan berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya
pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau
volume ventrikel kiri yang berlebih diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-
vena pulmonalis dan timbulah edema paru yang akut. Pada saat yang bersamaan
pada fase sistol dimana ventrikel kiri mengalami volume overload dan tekanan di
ventrikel kiri meningkat, tekanan after load berkurang akibat regurgitasi ke atrium
kiri yang bias mencapai 50% dari stroke volume ventrikel kiri. Aliran darah ke
aorta (sistemik) akan berkurang karena berbagi ke atrium kiri. Akibatnya cardiac
output akan berkurang walaupun fungsi ventrikel kiri sebelumnya masih normal
atau bahkan diatas normal. Pada keadaan seperti ini, pasien akan memperlihatkan
gejala-gejala gagal jantung kiri akut, kongesti paru, dan penurunan cardiac output.

3.2.3.2 Patofisiologi Regurgitasi Mitral kronik


Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase sistol,
menimbulkan ada pintu atau celah terbuka ("regurgitant orifice") untuk aliran
darah balik ke atrium kiri. Adanya "systolic pressure gradient" antara ventrikel
kiri dan atrium kiri, akan mendorong darah balik ke atrium kiri. Volume darah
yang balik ke atrium kiri disebut "volume regurgitant", dan persentase regurgitasi
volume dibanding dari total ejection ventrikel kiri, disebut sebagai fraksi
regurgitan. Dengan demikian pada fase sistol, akan terdapat beban pengisian
atrium kiri yang meningkat, dan pada fase diastol, beban pengisian ventrikel kiri
juga akan meningkat, yang lama kelamaan akan memperburuk penampilan
ventrikel kiri ("remodelling").

21
Pada regurgitasi mitral kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih
ringan ketimbang pada regurgitasi aorta (AR), pada tingkat regurgitasi yang sama.
Tekanan volume akhir diastol ("end diastolic volume") dan regangan dinding
ventrikel ("wall stress") akan meningkat. Volume akhir sistol akan meningkat
pada regurgitasi mitral kronis, meskipun demikian, regangan akhir sistol dinding
ventrikel kiri biasanya masih normal. Selanjutnya massa ventrikel kiri pada
regurgitasi mitral akan meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri.
Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload dan after
load. After load lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah regurgitasi ke
atrium kiri, yang sedikit banyak akan mengurangi tahanan pengeluaran darah dari
ventrikel kiri, padahal pengukuran after load dan regangan akhir dinding ventrikel
kiri masih dalam batas normal. Bagaimanapun juga, terdapat korelasi terbalik
antara tekanan akhir dinding ventrikel dengan fraksi ejeksi pada regurgitasi mitral.
Petunjuk yang cukup kompleks dengan memakai after load seperti regangan akhir
sistolik dinding ventrikel kiri atau elastan maksimum yang disejajarkan dengan
volume ventrikel kiri, dapat dipakai sebagai pengukur perubahan fungsi ventrikel
kiri yang cukup sensitif. Disfungsi ventrikel kiri akibat regurgitasi mitral
merupakan pertanda prognosis yang tidak baik.
Fungsi diastolik pada regurgitasi mitral sangat sulit dianalisis akibat
peningkatan volume pengisian. Relaksasi ventrikel kiri biasanya memanjang dan
kekakuan ventrikel kiri juga biasanya berkurang akibat bertambahnya diameter
rongga ventrikel kiri. Pada pasien regurgitasi mitral fungsional akibat penyakit
jantung koroner atau kardiomiopati, kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri,
dimana kontraktilitas dinding ventrikel sangat berkurang, padahal daun katup
mitral itu sendiri masih normal. Regurgitasi mitral kebanyakan tidak sejajar
dengan derajat disfungsi ventrikel kiri, tetapi lebih berhubungan dengan
remodelling ventrikel kiri secara regional. Regurgitasi mitral fungsional agak
berbeda dengan regurgitasi mitral organik (valvular). Pada regurgitasi mitral
fungsional, volume regurgitasi biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri biasanya
tidak proporsional dengan derajat regurgitasi mitral. Tetapi regurgitasi mitral
fungsional punya arti klinis yang penting, berhubungan dengan peninggian
volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu pertanda penyakit miokardium yang

22
sudah lanjut. Regurgitasi mitral fungsional sangat efektif diobati dengan
vasodilator.

3.2.4 Manifestasi Klinis


A. Regurgitasi Mitral Berat Akut
Pasien regurgitasi mitral berat akut hampir semuanya simtomatik. Pada
beberapa kasus dapat diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya ditandai
oleh sesak napas dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba.
Kadang ruptur chordae ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, paroxysmal
nocturnal dispnea dan rasa capai kadang ditemukan pada regurgitasi mitral akut.
Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi dari
regurgitasi mitral akut. Regurgitasi mitral akut akibat iskemia berat, dapat
diperkirakan pada kasus dengan syok atau gagal jantung kongestif pada pasien
dengan infark akut, terutama bila didapatkan adanya murmur sistolik pada
regurgitasi mitral akut akibat iskemia, karena dapat terjadi keseimbangan tekanan
darah di dalam ventrikel kiri dan atrium kiri, yang dapat menimbulkan lamanya
murmur memendek sehingga pada auskultasi sulit dideteksi.

Tabel 1. Regurgitasi Mitral Berat Akut vs Berat Kronik

B. Regurgitasi Mitral Kronik


Manifestasi klinik regurgitasi mitral kronik termasuk simtom, pemeriksaan
fisis, perekaman EKG dan perubahan radiologi sangat tergantung dari derajat dan
kausa dari regurgitasi mitral, dan bagaimana performa atrium dan ventrikel kiri.

23
Pasien dengan regurgitasi mitral ringan biasanya asimtomatik. Regurgitasi mitral
berat dapat asimtomatik atau gejala minimal untuk bertahun-tahun. Rasa cepat
capai karena cardiac output yang rendah dan sesak napas rigan pada saat
beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas segera dihentikan. Sesak
napas berat saat beraktivitas, paroxysmal nocturnal dispnea, atau edema paru
bahkan hemoptisis juga dapat terjadi. Gejala-gejala berat tersebut dapat dipicu
oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau karena peningkatan derajat regurgitasi,
atau rupture korda atau menurunnya performa ventrikel kiri. Sedangkan periode
transisi dari akut menjadi kronik regurgitasi mitral, dapat juga terjadi misalnya
dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung dapat mereda secara
progresif akibat perbaikan performa ventrikel kiri atau akibat pemberian diuretika.

3.2.5 Pemeriksaan Fisik


Tekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks
biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill
pada apeks pertanda terdapatnya regurgitasi mitral berat. Juga bisa terdapat right
ventricular heaving, bisa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan. Bunyi
jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun
dapat mengeras pada regurgitasi mitral karena penyakit jantung rematik. Bunyi
jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung ketiga terdengar terutama pada
regurgitasi mitral akibat kelainan organik, dimana terjadi peningkatan volume dan
dilatasi ventrikel kiri. Murmur diastolik yang bersifat rumbling pada awal
diastolik bisa juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran darah pada fase
diastol, walau tidak disertai oleh adanya stenosis mitral. Namun prlu diingat
bahwa bunyi jantung ketiga dan murmur diastolik ini biasanya bunyinya bersifat
"low pitch", sulit dideteksi perlu auskultasi yang hari-hati, lebih jelas terdengar
pada posisi dekubitus lateral kiri, dan pada saat ekspirasi. Gallop atrial biasanya
terdengar pada regurgitasi mitral dengan awitan yang masih baru dan pada
regurgitasi mitral fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus.
Pada regurgitasi mitral karena MVP dapat terdengar mid systolic click
yang merupakan pertanda MVP, bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini
terjadi sebagai akibat peregangan yang tiba-tiba dari chorda tendinea. Pertanda
utama dari regurgitasi mitral adalah murmur sistolik minimal derajat sedang,

24
berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi
jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar
(harsh) terutama pada MVP. Pada regurgitasi mitral karena penykit jantung
valvular dan MVP dari daun katup anterior, punctum maximum terdengar di
apeks, menjalar ke aksila. Sedangkan pada MVP katup posterior arah "jet" dari
murmur menuju superior dan medial. Akibatnya murmur menjalar ke basis
jantung dan sulit dibedakan dengan murmur karena stenosis aorta atau
kardiomiopati obstruktif. Murmur juga bisa terdengar di punggung. Murmur
biasanya paralel dengan derajat regurgitasi mitral, namun tidak demikian pada
regurgitasi mitral karena iskemia atau fungsional.

3.2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Elektrokardiografi
Gambaran EKG pada regurgitasi mitral tidak ada yang spesifik, namun
fibrilasi atrial sering ditemukan pada regurgitasi mitral karena kelainan organik.
Regurgitasi mitral karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan
MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik. Pada keadaan
dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri (LAH) dan dilatasi atrium
kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat.
Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH) bisa juga ditemukan pada regurgitasi
mitral kronik.
 Foto Thoraks
Bisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel
kiri. Juga tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada
regurgitasi mitral kronik. Sedangkan regurgitasi mitral akut, biasanya pembesaran
jantung belum jelas walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung kiri.

 Ekokardiografi
Ekokardiografi doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utama
pada pemeriksaan pasien dengan regurgitasi mitral. Dengan echo Doppler, dapat
diketahui morfologi lesi katup mitral, derajat atau beratnya regurgitasi mitral. Juga
mengetahui beratnya regurgitasi mitral dan mengetahui fungsi ventrikel kiri dan
atrium kiri. Dengan echo juga bisa diketahui etiologi regurgitasi mitral. Color-
flow Doppler imaging merupakan pemeriksaan non-invasive yang sangat akurat

25
dalam mendeteksi dan estimasi dari MR. Atrium kiri biasanya dilatasi, sedangkan
ventrikel kiri cenderung hiperdinamik.

3.2.7 Penatalaksanaan
3.2.7.1 Terapi Medikamentosa
Terapi MR akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitan, yangs
eterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial dan
meningkatkan stroke volume. Vasodilator arterial seperti sodium nitropruside
merupakan terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator arterial dapat mengurangi
resistensi valvular, meningkatkan aliran pengeluaran (forward flow) dan
bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari aliran regurgitasi. Pada
saat bersamaan dnegan berkurangnya volume ventrikel kiri dapat membantu
perbaikan kompetensi katup mitral. Sodium nitropruside diberikan secara
intravena, sangat bermanfaat karena half life sangat pendek, sehingga mudah di
titrasi. Pada pasien MR berat dengan hipotensi, sebaiknya pemberian nitropruside
harus dihindari. Intra-aortic ballon counter pulsation dapat dipergunakan untuk
memperbaiki mean arterial blood pressure, dimana diharapkan dapat mengurangi
after load dan meningkatkan forward output (pengeluaran darah dari ventrikel
kiri). Penggantian katup mitral baru bisa dipertimbangkan sesudah hemodinamik
stabil.

3.2.7.2 Terapi Medikamentosa pada MR Kronik


Prevensi terhadap endokarditis infektif pada MR sangat penting. Pasien
usia muda dengan MR karena penyakit jantung rematik harus mendapat
profilaksis terhadap demam rematik. Untuk pasien dengan AF perlu diberikan
digoxin dan atau beta blocker untuk kontral frekuensi detak jantung (rate control).
Antikoagulan oral harus diberikan pada pasien dengan AF. Penyekat beta
merupakan obat pilihan pertama pada sindrom MVP, dimana sering ditemukan
keluhan berdebar dan nyeri dada. Diuretika sangat bermanfaat untuk kontrol gagal
jantung, dan untuk kontrol keluhan terutama sesak napas. ACE inhibitor
dilaporkan bermanfaat pada MR dengan disfungsi ventrikel kiri, memperbaiki
survival dan memperbaiki simtom. Juga MR fungsional sangat bermanfaat dengan
ACE inhibitor ini.

26
3.2.7.3 Terapi dengan Operasi
Ada dua pilihan, yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian dari
katup mitral (mitral valve replacement). Ada beberapa pendekatan dengan
rekonstruksi valvular ini, tergantung dari morfologi lesi dan etiologi MR, dapat
berupa valvular repair misalnya pada MVP, Annuloplasti, memperpendek korda
dan sebagainya. Sebelum rekonstruksi atau sebelum replacement perlu penilaian
apparatus mitral secara cermat, dan performa dari ventrikel kiri. Namun kadang
saat direncanakan rekonstruksi, sesudah dibuka ternyata harus diganti atau di
replacement. Penggantian katup mitral, dipastikan apabila dengan rekonstruksi
tidak mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk replacement, maka pilihan
adalah apakah pakai katup mekanikal dimana ketahanan dari valve mechanical ini
sudah terjamin, namun terdapat risiko tromboemboli dan harus minum
antikoagulan seumur hidup atau katup bioprotese (biologic valve) dimana umur
valve sulit diprediksi, namun tidak perlu pakai antikoagulan lama. Kapan tindakan
penggantian katup dilakukan masih banyak para ahli yang belum sepaham, namun
ada kecenderungan semakin cepat semakin baik, sebelum terjadi disfungsi
ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri biasanya ireversibel, walau katup sudah
diganti.
Sejak beberapa dekade terakhir terjadi perubahan paradigma terapi
definitif atau intervensi terhadap kelainan katup. Dengan semakin baiknya teknik
pembedahan perbaikan katup, maka para ahli bedah jantung cenderung untuk
melakukan perbaikan anatomi katup dibandingkan dengan penggantian dengan
katup prostetik terutama pada kelainan katup mitral. Keuntungan perbaikan katup
adalah lebih rendahnya morbiditas dan mortalitas perioperatif, fungsi ventrikel
kiri yang dipertahankan karena korda dipreservasi, bebas antikoagulan, dan
durabilitas yang relatif lebih baik. Belakangan ini perbaikan katup bahkan sudah
mulai dikerjakan pada kelainan katup mitral rematik. Bila perbaikan katup tidak
dapat dilakukan, maka penggantian katup akan dilakukan. 17
Seiring dengan perkembangan teknik pembedahan katup, bidang
kardiologi juga mengalami kemajuan pesat dalam intervensi terhadap kelainan
katup, berdasarkan data dari the EVEREST (Endovascular Valve Edge to Edge
Repair Study) trial dan hasil registri dari Eropa dan Amerika menunjukkan bahwa

27
pemasangan klips katup mitral memiliki keberhasilan sekitar 75% dan relatif
aman dan dapat ditolerir bahkan oleh pasien dengan risiko tinggi untuk dilakukan
pembedahan.17

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan CHF functional class NYHA III
e.c Mitral Valve Prolaps (MVP) dengan severe MR berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Penyebab
dari gagal jantung pasien ini adalah prolaps katup mitral karena ventrikel kiri juga
mengalami dilatasi akibat kompensasi terhadap peningkatan volume darah.
Namun, peningkatan ini kembali dikompensasi menurut hukum Frank-Starling
sehingga SV meningkat. Jika mitral regurgitasi kronik terus berlanjut, dapat
terjadi penurunan fungsi sistolik, penurunan curah jantung, dan menyebabkan
gagal jantung. Euro heart survey melaporkan, pada pasien yang menjalani
intervensi bedah untuk MR berat, etiologi yang paling umum adalah MVP (20%-
70% kasus), MR iskemik (13%-30% kasus), penyakit rematik (3%-40% kasus),
dan endokarditis (10%-12% kasus).18
Pada kasus ini pasien adalah seorang perempuan usia 12 tahun dengan
riwayat demam reumatik (berdasarkan kriteria Jones terdapat 1 kriteria mayor dan
2 kriteria minor: saat usia 10 tahun pasien pernah dirawat di RS AWS karena
keluhan demam yang berlangsung selama 5 hari, pasien awalnya sering
mengalami demam dimana pasien pasti pernah mengalami minimal 1 kali episode
demam disertai batuk pilek yang hilang sendiri tanpa diberi pengobatan. Hasil lab
saat masuk rumah sakit didapatkan adanya peningkatan LED dan ASTO, serta
adanya kardiomegali), tidak ada riwayat penyakit jantung koroner, penyakit
jantung bawaan, ataupun penyakit lain sebelumnya. Sehingga dapat diperkirakan
bahwa penyebab dari MVP pada kasus ini adalah demam reumatik.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Texas bahwa
ditemukan 25 dari 30 pasien yang memiliki penyakit jantung reumatik terdapat
regurgitasi mitral dan 80% mengalami MVP. Dalam penelitian tersebut dikatakan
penyakit jantung reumatik dapat menyebabkan kerusakan apparatus penyangga
katup mitral sehingga terjadi prolaps. Meskipun belum banyak penelitian yang
dapat menjelaskan mekanisme terjadinya MVP akibat penyakit jantung reumatik,

29
namun banyak data medis operasi menunjukkan tingginya insidens MVP pada
kasus penyakit jantung reumatik yang memberi kesan bahwa demam reumatik
dapat menjadi penyebab MVP.20
Pada anamnesis, didapatkan keluhan sesak yang semakin lama semakin
memberat, diperberat oleh aktivitas dan tidur terlentang, terkadang hingga
terbangun dari tidur, terdapat intoleransi aktivitas dan batuk yang hilang timbul.
Nyeri dada juga dirasakan pada dada kiri dan kanan, namun lebih dominan terasa
sakit pada sebelah kiri, nyeri tidak menjalar dan tidak dipengaruhi aktivitas.
Keluhan nyeri dada MVP dikatakan dapat berhubungan dengan komplikasi
kardiovaskular yang berat seperti regurgitasi mitral dan gagal jantung.19 Keluhan
pada pasien ini juga sesuai dengan keluhan pada pasien MR kronik berat dengan
manifestasi gagal jantung kongestif (CHF), ditegakkan menggunakan kriteria
Framingham dimana adanya 2 kriteria mayor pada pasien ini yaitu sesak saat tidur
terlentang (ortopneu), sesak hingga terbangun dari tidur (paroxysmal nocturnal
dyspnea), serta terdapat 2 kriteria minor yaitu sesak saat aktivitas, dan batuk-batuk
pada malam hari. Berdasarkan gejala sesak napas yang terjadi, kelas fungsional
gagal jantung kongestif pada pasien in adalah kelas III, dimana adanya
keterbatasan pada aktivitas fisik dengan sedikit aktivitas dapat menyebabkan
fatigue, dispneu, palpitasi atau nyeri angina; yang hilang dengan istirahat.
Pasien merasa cepat capai karena cardiac output yang rendah dan sesak
napas ringan pada saat beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas segera
dihentikan. Pada regurgitasi mitral dapat terjadi peningkatan tekanan dan volume
ventrikel kiri yang diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-vena pulmonalis
hingga terjadi bendungan paru yang menyebabkan transudasi cairan ke alveoli
sehingga muncul keluhan sesak dan batuk. Pada fase sistol pasien MR kronik,
beban pengisian atrium kiri meningkat, dan pada fase diastol, beban pengisian
ventrikel kiri juga akan meningkat, yang lama kelamaan akan memperburuk
penampilan ventrikel kiri ("remodelling") yang kemudian akan menurunkan curah
jantung dan menimbulkan intoleransi aktivitas.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien didapatkan
kelainan yaitu murmur sistolik dengan mid-systolic click, murmur sistolik, grade
4/6, punctum maximum di apeks kiri bagian bawah (ICS 4-5), dan adanya thrill

30
(+). Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada pasien regurgitasi mitral karena
MVP, yaitu dapat terdengar mid-systolic click yang merupakan pertanda MVP,
bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat peregangan yang
tiba-tiba dari chorda tendinea. Pertanda utama dari regurgitasi mitral adalah
murmur sistolik minimal derajat sedang, berupa murmur holosistolik yang
meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua. Murmur biasanya
bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar (harsh) terutama pada MVP. Pada
regurgitasi mitral karena penykit jantung katup dan MVP dari daun katup anterior,
punctum maximum terdengar di apeks, menjalar ke aksila.didapatkan systolic
murmur, pada pemeriksaan palpasi apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai
dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya
regurgitasi mitral berat. Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan
murmur. Umumnya normal, namun dapat mengeras pada regurgitasi mitral karena
penyakit jantung rematik. Bunyi jantung kedua biasanya normal.
Gambaran EKG pada kasus ini yaitu sinus takikardia, hipertrofi ventrikel
kiri, dan adanya inversi gelombang T di lead V1,V2,V3. Hal ini sesuai dengan
teori dimana pada MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T, walaupun tidak
spesifik. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH) bisa juga ditemukan pada
regurgitasi mitral kronik. Terjadi peningkatan volume akhir sistol, selanjutnya
massa ventrikel kiri pada regurgitasi mitral akan meningkat sejajar dengan
besarnya dilatasi ventrikel kiri.
Pada pemeriksaan ekokardiografi pasien ini, didapatkan dilatasi LA dan
LV dengan LVEF 67% serta prolapse AML dan severe mitral regurgitation. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa dengan menggunakan ekokardiografi Doppler,
dapat diketahui morfologi lesi katup mitral, derajat atau beratnya regurgitasi
mitral. Selain itu juga dapat mengetahui beratnya regurgitasi mitral dan
mengetahui fungsi ventrikel kiri dan atrium kiri. Atrium kiri biasanya dilatasi,
sedangkan ventrikel kiri cenderung hiperdinamik atau dapat terjadi dilatasi, walau
lebih ringan ketimbang pada regurgitasi aorta (AR) pada tingkat regurgitasi yang
sama. Dari hasil pemeriksaan ekokardiografi juga menunjukkan adanya prolaps
AML sehingga menyebabkan adanya regurgitasi mitral.

31
Pada foto toraks pasien ini didapatkan gambaran kardiomegali dengan
gambaran paru dalam batas normal. Berdasarkan teori, gambaran foto toraks dapat
memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Juga
tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada regurgitasi
mitral kronik. Sedangkan regurgitasi mitral akut, biasanya pembesaran jantung
belum jelas walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung kiri.
Pada pasien ini telah direncanakan tindakan perbaikan katup mitral (mitral
valve repair). Keuntungan perbaikan katup adalah lebih rendahnya morbiditas dan
mortalitas perioperatif, fungsi ventrikel kiri yang dipertahankan karena korda
dipreservasi, bebas antikoagulan, dan durabilitas yang relatif lebih baik. Namun
pada kondisi jantung yang sedemikian buruk risiko operasi menjadi terlalu tinggi
dengan prediksi mortalitas/morbiditas perioperatif yang tinggi. Pada umumnya
penderita penyakit jantung katup dengan tampilan klinis gagal jantung kanan dan
fungsi ventrikel kanan yang buruk, hipertensi pulmoner berat, resistensi vaskular
paru yang tinggi, serta regurgitasi trikuspid berat akan meningkatkan
morbiditas/mortalitas yang lebih tinggi dan menghasilkan luaran klinis pasca
operasi yang tidak baik.
Penatalaksaan kardiovaskular yang diberikan pada pasien ini adalah
Captopril 2 x 12,5 mg, Spironolakton 2 x 25 mg, Digoksin tab 1 x 0,25 mg, dan
Eritromisin 2 x 250 mg. Terapi spironolakton (diuretik) diberikan untuk mencapai
status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu
harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resitensi.
Dosis yang diberikan sudah tepat yaitu 2x25 mg ditambah dengan ACE-inhibitor.
Terapi captopril (ACE inhibitor) ini sesuai dengan terapi yang dianjurkan untuk
regurgitasi mitral dengan gagal jantung dimana ACE-i harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, ACE-i
dilaporkan bermanfaat pada MR dengan disfungsi ventrikel kiri, memperbaiki
survival dan memperbaiki simptom. Dosis yang dianjurkan 6,25 mg tiap 8-12 jam
untuk untuk dosis awal, terapi menggunakan dosis target 50-75 mg tiap 8-12 jam.
Pasien dengan gejala yang berat, terapi diuretik, ACE-i, dan digoxin bisa
digunakan. Pemberian digoxin umumnya untuk mengontrol laju jantung pada
pasien dengan fibrilasi atrial, namun dapat pula diberikan pada pasien gagal

32
jantung dengan irama sinus, simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
dimana digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, namun tidak mempunyai efek terhadap
angka kelangsungan hidup. Pemberian eritromisin (antibiotik golongan makrolid)
diberikan sebagai terapi profilaksis sekunder untuk penyakit jantung reumatik bila
bila pasien ditemukan alergi terhadap antibiotik golongan penicillin. Terapi
profilaksis sekunder dalam pencegahan terhadap infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A yang berulang adalah metode yang paling efektif untuk
mencegah keparahan penyakit jantung reumatik. Dosis yang diberikan sudah tepat
yaitu 2x250 mg/hari.

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
MVP didefinisikan sebagai penonjolan abnormal dari daun katup mitral
anterior dan posterior ke dalam atrium kiri (LA) selama fase sistol. MVP ini
kemudian menimbulkan regurgitasi mitral yaitu suatu keadaan di mana
terdapat aliran darah balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat
sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara sempurna yang
bermanifestasi klinis sebagai gagal jantung kongestif atau CHF.
Penatalaksanaan MVP dapat berupa terapi konservatif maupun operatif.

5.2. Saran
Pencegahan perburukan hemodinamik dan komplikasi lain dari MVP
dapat dilakukan dengan cara penatalaksaan yang tepat dan evaluasi yang
terpadu. Masih dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk menjelaskan
mekanisme penyakit jantung rematik dan prolaps katup mitral.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Guy FC, MacDonald RPR, Fraser DB, Smith ER: Mitral valve prolapse as a
cause of hemodynamically important mitral regurgitation. Can J Surg 1980;
23:166-70.
2. Devereux RB, Kramer-Fox R, Kligfield P. Mitral valve prolapse: causes,
clinical manifestations, and management. Ann Intern Med 1989;11:305-317
3. Procacci PM, Savran SV, Schreiter SL, Bryson AL. Prevalence of clinical
mitral-valve prolapse in 1169 young women. N Engl J Med 1976;294:1086-
1088.
4. Savage DD, Garrison RJ, Devereux RB, et al. Mitral valve prolapse in the
general population. 1. Epidemiologic features: the Framingham Study. Am
Heart J 1983;106:571-576
5. Jeresaty RM, Edwards JE, Chawla SK: Mitral valve prolapse and ruptured
chordae tendineae. Am J Cardiol 1985; 55:138-42.
6. Hickey AJ, Wilcken DE, Wright JS, Warren BA: Primary (spontaneous)
chordal rupture: Relation to myxomatous valve disease and mitral valve
prolapse. J Am Coll Cardiol 1985; 5:1341-6.
7. Duren DR, Becker AE, Dunning AJ: Long-term follow-up of idiopathic mitral
valve prolapse in 300 patients: A prospective study. J Am Coll Cardiol 1988;
11:42-7.
8. Fontana ME, Sparks EA, Boudoulas H, Wooley CF: Mitral valve prolapse and
the mitral valve prolapse syndrome. Curr Probl Cardiol 1991; 16:311-75.
9. Boudoulas H, Kolibash AJ, Baker P, King BD, Wooley CF: Mitral valve
prolapse and the mitral valve prolapse syndrome: A diagnostic classification
and pathogenesis of symptoms. Am Heart J 1989; 118:796-818.
10. Levine RA, Triulzi MO, Harrigan P, Weyman AE. The relationship of mitral
annular shape to the diagnosis of mitral valve prolapse. Circulation
1987;75:756-767

35
11. Alpert MA, Carney RJ, Flaker GC, Sanfelippo JF, Webel RR, Kelly DL:
Sensitivity and specificity of two-dimensional echocardiographic signs of
mitral valve prolapse. Am J Cardiol 1984; 54:792-6.
12. Galland LD, Baker SM, McLellan RK: Magnesium deficiency in the
pathogenesis of mitral valve prolapse: Magnesium, stress and the
cardiovascular system. Magnesium 1986; 5:165-74.
13. Erbel R, Wagner G, Schweizer P, Schafer M, Merx W, Mutschler E, Effert S:
Efficacy of propranolol versus placebo in long-term treatment in patients with
mitral valve prolapse. Int J Clin Pharmacol Biopharmacol 1979; 17:457-63.
14. Salmela PI, Ikaheimo M, Jaustilo H: Ventricular fibrillation after treatment
with digoxin in a 27-year-old man with mitral leaflet prolapse syndrome. Br
Heart J 1981; 46:338-41.
15. Cohn LH, Di Sesa VJ, Couper GS, Peigh PS, Kowalker W, Collins JJ Jr:
Mitral valve repair for myxomatous degeneration and prolapse of the mitral
valve. J Thorac Cardiovasc Surg 1989; 98:987-93.
16. Cohn LH: Surgery for mitral regurgitation. Clin Cardiol 1988; 260:2883-7.
17. Devereux RB, Hawkins I, Kramer-Fox R, et al. Complications of mitral valve
prolapse: disproportionate occurrence in men and older patients. Am J Med
1986;81:751-758
18. Soesanto, AM. 2012. Penyakit jantung katup di Indonesia : masalah yang hamper
terlupakan. Jurnal Kedokteran Indonesia. 33:205-8. ISSN 01.26/3773
19. Jonkatiene R, Benetis, R. 2005. Mitral valve prolapse: diagnosis, treatment &
national course.
20. Lento NS, Dell’Italia LJ, Crauford MH, Miller JF. 1988. Mitral valve prolapse in
patients with prior rheumatic fever.
21. Lincoln J. 2014 . Etiology of valvular heart disease. Journal of the Japanese
Circulation Society.
22. Levine HJ, Isner JM. 1982. Primary versus secondary MVP: Clinical Features &
implication. Clinical cardiology publicity company. 5.371-375 USA
23. Myung, KP. 2015. Park’s Pediatric Cardiology for General practicioner : Mitral
Valve Prolapse. Elsevier.

36

Anda mungkin juga menyukai