Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Pengertian sampel
Arikunto (1998) mengatakan bahwa “ sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang
diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.
Sugiyono (1997) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa; Sampel adalah bagian dari
populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti.
2. Cara random/acak.
Cara kedua dengan menggunakan tabel angka random . Gunakanlah tabel, di mana telah
dikumpulkan angka-angka secara random, yang dinamakan tabel angka random. Misalnya,
dalam sebuah kampung terdapat 900 petani. Kita ingin menarik sebuah sampel keperluan.
Jika kita menggunakan sistem undian, maka kita menyediakan 900 gulungan kertas dan
masing-masing kertas kita tuliskan nama petani. Tentu kerja ini melelahkan. Tapi jika
digunakan tabel angka random, maka dapat menghemat waktu. Caranya; karena N=900,
maka bilangan harus terdiri dari tiga angka (digit). Pertama-tama nomorilah tiap satu
elementer populasi (petani) dari 001 sampai 900, yaitu;
001, 002, 003, 004, ......., 898, 899, 900
Kemudian bukalah tabel angka random. Dengan menutup mata tusuklah sebuah angka
dengan pensil, dan catatlah angka tersebut pada baris berapa dan kolom berapa.
b. Systematic sampling
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat
pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini
menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur
populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Pada cara ini ditentukan bahwa
tiap subyek nomor ke sekian dimasukkan dalam sampel. Bila kita ingin mengambil 1/n dari
populasi, maka setiap pasien nomor n dimasukkan ke dalam sampel.
Contoh;
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien yang ada dengan cara sampling sistematik. Dengan demikian
diperlukan 20/200=1/10 bagian dari populasi yang akan diikutsertakan sebagai sampel,
karenanya maka setiap pasien nomor 10 akan dipilih. Mula-mula tiap subyek diberi nomor,
dari 1 sampai dengan 200. Tiap pasien ke-10 diambil sebagai sampel, sehingga pada akhirnya
yang diikutsertakan dalam sampel adalah pasien bernomor 10,20,30,40,s/d 200.
c. Stratified random sampling
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti
yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel
dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu
kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya
terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya
harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan
teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer
di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer
bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara
(a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah
sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut.
Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada
45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh
manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka
untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 =
63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen
di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum
manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer
dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan
manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
d. Cluster Sampling
Proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi
secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini
sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar
seluruh populasi tersebut.
Contohnya; Kita ingin meneliti karakteristik bayi dengan atresia billier di rumah sakit
pendidikan diseluruh Indonesia. Bila diinginkan hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di
rumah sakit tersebut, dilakukan cluster sampling yaitu dengan melakukan random sampling
pada tiap rumah sakit tanpa berusaha menjumlahkan pasien yang terdaftar pada seluruh
rumah sakit.
Contoh berikutnya; Dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap
departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis
kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat
manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui
tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan,
maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel
hanya dari satu atau dua departemen saja.
e. Area Sampling
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya
tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin
mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik
pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya : Susun sampling frame
yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan,
Desa. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?,
Kecamatan?, Desa?). Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya..
Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random. Kalau ternyata
masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang
terpilih ke dalam sub wilayah.
1. Convenience Sampling
Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.Dalam memilih sampel, peneliti tidak
mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil
sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang
tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling –
tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik
jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian
lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang
menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
Contohnya:
Ingin diketahui kadar imunoglobulinpasien yang menderita penyakit jantung bawaan.
Ditetapkan besar sampel 40 kasus. Peneliti, demi mudahnya, suatu hari mengambil kasus di
Poliklinik Jantung sebanyak 9 kasus. Kemudian peneliti cuti, dan waktu masuk kembali ia
mengambil lagi sampai terkumpul pasien sejumlah 40. Cara ini jelas sangat mudah, tidak
memerlukan metode tertentu, namun sulit dapat dikatakan bahwa subyek yang terkumpul
dapat dianggap mewakili semua pasien Penyakit Jantung Bawaan. Yang berobat di Poliklinik
tersebut.
2. Consecutive sampling
Consecutive sampling ini merupakan jenis non probability terbaik, dan seringkali
merupakan cara yang paling mudah. Pada consecutive sampling, setiap pasien yang
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu
tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi. Agar consecutive sampling
dapat menyerupai probability sampling, maka jangka waktu pemilihan pasien tidak
terlalu pendek, khususnya apabila suatu penyakit bersifat musiman. Contohnya;
pengambilan pasien demam berdarah dengue selama bualn Agustus dan September
mungkin tidak menggambarkan karakteristik pasien demam berdarah secara
keseluruhan, mengingat puncak insidens demam berdarah dengue biasanya pada bulan
April-Juni.
Consecutive sampling merupakan suatu teknik yang mengambil semua subyek yang
datang dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subyek yang dibutuhkan
terpenuhi.
3. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau
sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu
tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal
dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk
dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu
proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan
orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya
memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information
rich”.
Misalnya; untuk meneliti pendapat ibu tentang perbandingan pemberian ASI dan susu botol,
dipilih ibu-ibu yang pernah memberikan ASI dan pernah pula memberi susu formula kepada
bayinya. Atau yang pendidikannya cukup sehingga dapat memberikan keterangan yang
akurat.
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu
sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau bisa saja secara kebetulan
Misalnya; Peneliti ingin mengetahui informasi tentang penempatan karyawan yang tinggal di
perumahan Pondok Hijau, dalam kategori jabatan tertentu dan pendapatannya termasuk kelas
tertentu pula. Dalam pemilihan orangnya (pengambilan sampel) akan ditentukan
pertimbangan oleh peneliti sendiri atau petugas yang diserahkan mandat..
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika
seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia
harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai
perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak
dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.
Sumber
Nazir M. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia;Bogor;2005.
Budiarto E. Metodologi penelitian kedokteran. EGC; Jakarta;2004.
Riyanto Y. Metodologi penelitian pendidikan. SIC; Surabaya; 2001.
Riduwan. Metode dan teknik menyusun tesis. Alfabeta; Bandung;2008.
sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa
aksara;Jakarta;1995.