Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Anemia merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika jumlah sel darah merah
(eritrosit) dan jumlah hemoglobin yang ditemukan dalam sel-sel darah merah menurun
dibawah normal. Sel darah merah dan hemoglobin yang terkandung di dalamnya
diperlukan untuk tranportasi dan pengiriman oksigen dari paru-paru keseluruh
tubuh.Anemia dapat ringan, sedang atau berat tergantung pada sejauh mana menghitung
tingkat hemoglobin yang menurun (Liesmayani, 2014)
Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya bila didapatkan hasil
pemeriksaan darah kadar Hemoglobin < 1 0 g/dl, Hemotokrit < 30 % dan Eritrosit < 2,8
juta/mm3. Derajat anemia pada ibu hamil berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO
dikatakan ringan sekali bila Hb 1 0 g/dl – batas normal, ringan Hb 8 g/dl - 9,9 g/dl,
sedang Hb 6 g/dl– 7,9 g/dl dan berat pada Hb < 6 g/dl. Departemen Kesehatan
menetapkan derajat anemia sebagai berikut ringan sekali bila Hb 11 g/dl – batas normal,
ringan Hb 8 g/dl – 11 g/dl, sedang Hb 5 g/dl – 8 g/dl, dan berat Hb < 5 g/dl. Pada
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli,
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. (Tarwoto &
Wasnidar dalam Rooselyn, 2016).
2.2. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada populasi melibatkan
interaksi kompleks dari faktor-faktor sosial, politik, ekologi, dan biologi (Balarajan,
2011).Kekurangan zat besi juga dapat diperburuk oleh status gizi yang buruk, terutama
ketika dikaitkan dengan kekurangan asam folat, vitamin A atau B12, seperti yang sering
terjadi di negara-negara berkembang (Kaur, 2014). Hal ini juga di dukung oleh
Hardinsyah dalam Prapitasari (2013), kekurangan zat besi yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin.Kekurangan zat besi didalam tubuh disebabkan oleh
kekurangan konsumsi zat besi yang berasal dari makanan atau rendahnya absorpsi zat
besi yang ada dalam makanan.Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil di
Indonesia mengkonsumsi pangan pokok, pangan hewani, sayur dan buah dalam jumlah
yang tidak memadai, padahal kesemua jenis pangan tersebut adalah sumber zat besi. Di
samping itu kondisi sosial ekonomi rumahtangga juga terkait dengan kejadian
anemia.Beberapa penelitian menunjukkan angka kejadian anemia yang cenderung lebih
tinggi pada rumah tangga miskin (Siteti, 2014; Sanku, 2010).
Beberapa faktor penyebab lain anemia dalam Rooselyn (2016) adalah:
a. Genetik; yaitu beberapa penyakit kelainan darah yang dibawa sejak lahir antara lain
Hemoglobinopati, Thalasemia, abnormal enzim Glikolitik, dan Fanconi anemia,
b. Nutrisi; keadaan anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi, defisiensi asam folat,
desifiensi vitamin B 12, alkoholis, dan kekurangan nutrisi/malnutrisi
c. Perdarahan
d. Imunologi
e. Penyakit infeksi seperti hepatitis, Cytomegalovirus, Parvovirus, Clostridia, sepsis
gram negatif, malaria, dan Toksoplasmosis
f. Pengaruh obat-obatan dan zat kimia; antara lain agen chemoterapi, anticonvulsi,
kontrasepsi, dan zat kimia toksik
g. Trombotik Trombositopenia Purpura dan Syndroma Uremik Hemolitik
h. Efek fisik seperti trauma, luka bakar, dan pengaruh gigitan ular
i. Penyakit kronis dan maligna; di antaranya adalah gangguan pada ginjal dan hati,
infeksi kronis dan Neoplasma.
2.3. Patofisiologi

2.4. Klasifikasi
a. Anemia Defisiensi Besi
Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, sediaan
apus darah tepi., pengukuran konsentrasi besi serum, dan/atau ferritin serum.
Gambaran morfologi eritrosit mikrositik hipokrom lebih jarang ditemukanpada
wanita hamil daripada wanita biasa dengan Hbsama. Diagnosis pada wanita dengan
anemia sedang biasanya berdasarkan penghapusan penyebab anemia yan lain. Jika
wanita dengan anemia sedang biasanya berdasarkan penghapusan penyebab anemia
yang lain. Jika wanita tersebut diberikan terapi besi adekuat, terdapat peningkatan
hitung retikulosit. (Mansjoer, 2000)
b. Anemia Akibat Perdarahan
Biasanya lebih jelas ditemukan pada masa nifas, dapat disebabkan plasenta previa
atau solusio plasenta, atau anemia sebelum melahirkan. Pada awal kehamilan sering
disebabkan aborsi, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. (Mansjoer, 2000)
c. Anemia Megaloblastik
Biasanya disebabkan defisiensi asam folat, sering ditemukan pada wanita yang
jarang mengkonsumsi sayuran hijau segar satau makanan dengan protein hewan
tinggi. Gejalanya meliputi mual, muntah, dan anoreksia yang bertambah berat.
Pada pemeriksaan sediaan apus darah, ditemukan tanda awal berupa
hipersegmentasinneutrofil. Sesuai perkembangan anemia, produksi eritrosit
menurun, makrositik, meskipun bila sebelumnya terdapat mikrositik karena anemia
defisiensi besi. Dalam keadaan demikian, makrositik yang baru terbentuk tidak
dapat dideteksi dengan pengukuran HER, tapi melalui pemeriksaan sediaan apus
darah tepi. Pada sumsum tulang belakang terjadi eritropoesis megaloblatik dan bila
anemia bertambah berat, dapat terjadi trombositopenia dan leukopenia. Fetus tidak
terpengaruh oleh anemia yang diderita ibu, namun dapat menderita cacat bawaan.
(Mansjoer, 2000)

2.5. Manifestasi Klinis


Menurut Sudoyo (2009) manifestasi klinis dari anemia terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia di sebut juga sebagai syndrome anemia, timbul karna
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb <7g/dl). Syndrom anemia terdiri darii rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang,
kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak
pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan
jaringan di bawah kuku. Syndrome anemia bersifat tidak spesifik karena dapat
ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah
penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7g/dl).
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh :
- Anemia defisiensi besi : Disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis, kuku
sendok (koilonychia).
- Anemia megaloblastik : Glositis, gangguan neurologi pada defisiensi vitamin
B12
- Anemia hemolitik : Ikterus, splenomegali, dan hepatomegali
- Anemia Aplastik : Perdarahan dan tanda-tanda infeksi
c. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi
cacing tambang : sakit perut, pembangkakan parotis dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti
misalnya anemia akibat penyakit kronok oleh karena Artritis Reumatoid. Meskipun
tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus anemia. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboraturium.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboraturium
Menurut Sudoyo (2009) pemeriksaan laboraturium merupakan penunjang
diagnostik pokok pada diagnostik anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari :
- Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan
adanya anemia serta jenis morphologi anemia tersebut, yang sangat berguna
untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
- Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung
retikulosit, dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic
hematologi analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
- Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan susmsung tulang memberikan informasi yang berharga
mengenai sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis
efinitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak
diperlukan diagnostik anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada
kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid.
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus seperti :
- Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (Total Iron binding Capacity),
saturasi transferin eretrosid, feritin serum, reseptor tranferin dan pengecatan
besi pada bsumsum tulang (Pearl’s stain).
- Anemia megaloblastik : Folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoxsiuridin, dan tes schilling.
- Anemia hemolitik : Bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dll.
- Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang, (Sudoyo, 2009) Pemeriksaan sumsum
tulang yaitu melalui aspirasi dan biopsy pada sumsum tulang, biasanya dalam
sternum, prosesus spinosus vertebra, Kristailiaka anterior atau posterior.
Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan jika tidak cukup data-data
yangdiperoleh untuk mendiagnosa penyakit pada sistem hemolitik. (Roselyn,
2016)
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada anemia disesuaikan dengan penyebab dari timbulnya
anemia.
a. Pada anemia akibat defisiensi besi, penatalaksanaannya berupa pemberian FE
sulfat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x 200 mg. tidak perlu diberikan
asam askorbat atau sari buah. Jika tidak dapat secara oral, berikan secara parental.
Untuk memenuhi cadangan besi, berikan terapi sampai 3 bulan setelah anemia
diperbaiki. Jarang dilakukan transfuse kecuali terdapat juga hypovolemia atau harus
dilakukan operasi darurat.
b. Pada anemia akibat perdarahan, perdarahan massif harus harus segera ditangani
untuk mengembalikan dan mempertahankan perfusi organ vital. Setelah
hypovolemia teratasi dan Hb- nya > 7G/DL, tidak demam, dan stabil tanpa resiko
perdarahan berikutnya. Tetapi Fe selama 3 bulan lebih baik daripada transfuse
darah. Suplementasi tablet besi dianggap merupakan cara yang efektif karena
kandungan besinya padat dan dilengkapi dengan asam folat yang sekaligus dapat
mencegah dan menanggulangi anemia akibat kekurangan asam folat. Cara ini juga
efisien karena tablet besi harganya relatif murah dan dapat dijangkau oleh
masyarakat kelas bawah serta mudah didapat
a. Pada anemia megaloblastik Penatalaksanaannya berupa pemberiamn asam folat
1mg/hari secara oral, diet yang bergizi, dan besi. Biasanya 4-7 hari setelah terapi
dimulai, hitung retikulosit mulai meningkat dan leukopenia serta trombositopenia
yang terjadi terkoreksi. Pencegahannya melalui pemberian asam folat 4mg/hari
sebelum dan selama kehamilan.
b.

2.8. Komplikasi
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
3.1.1. Pengkajian Primer
1. Airway (A)
2. Breathing (B)
3. Circulation (C)
4. Dissability (D)
5. Exposure (E)
3.1.2. Pengkajian Sekunder
3.2. Analisa Data
3.3. Diagnosa Keperawatan
3.4. Intervensi Keperawatan

Liesmayani, Elvi Era. (2014). Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) Di RSU Kabanjahe Tahun 2014. Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku
Tambusai Riau. http://journal.stkiptam.ac.id/index.php/doppler/article/view/338/185

Anda mungkin juga menyukai