PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
a. Terhadap yang hukumnya disebutkan secara pasti (qath’i) dalam nash, tidak
ada peranan nalar,
b. Terhadap kejadian yang sama sekali tidak terdapat dalam nash, nalar dapat
menjalankan fungsi reformulasi
c. Terhadap kejadian yang hukumnya disebutkan dalam nash secara penunjukan
yang tidak pasti, nalar dapat menjalankan fungsi reformulasi.
Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro’yu
mencakup dua pengertian:
Tujuan adanya ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan
pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah SWT di tempat dan waktu
tertentu. Fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-
ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Meski
Al-Quran diturunkan secara sempurna dan lengkap, bukan berarti kehidupan
manusia diatur secara detil oleh Al-Quran dan Hadits. Selain itu ada perbedaan
keadaan pada saat turunnya Al-Quran dengan kehidupan modern, sehingga setiap
saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan aturan baru dalam
melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Jika terjadi persoalan
baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau disuatu masa waktu
tertentu, maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu
sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits. Sekiranya sudah
ada, maka persoalannya harus mengikuti ketentuan yang ada berdasarkan Al-
Quran dan Hadits. Namun jika persoalannya merupakan perkara yang tidak jelas
atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits maka umat Islam
memerlukan ijtihad, tapi yang berhak membuat ijtihad adalah mereka yang
paham Al-Quran dan Hadits yang disebut dengan
Mujtahid.
1. Al-Qur’an
2. Al-Hadits –
Hadits yang menerangkan dialog Rasulullah SAW dengan Mu’adz bin Jabal,
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan
yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia
yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan
daripada suatu ijtihad pun adalah relatif,
b. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan
yang mutlak absolut.. Berlaku untuk satu masa/tempat tapi tidak berlaku
pada masa/tempat yang lain,
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah (murni).
Sebab urusan ibadah mahdhah hanya oleh Allah SWT dan Rasulullah,
5. Urf , adalah sesuatu yang telah biasa berlaku, diterima, dan dianggap
baik oleh masyarakat. Juga didefinisikan sebagai tindakan menentukan
masih bolehnya suatu adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat
selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan
prinsipal dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat,
Nikmat, serta Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Filsafat Hukum Islamyang berjudul “Metode Ijtihad (Epistemologi
Hukum Islam)”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai hari
pembalasan..
Dan pada akhirnya, kritik dan saran yang sifatnya membangun akan
selalu kami nantikan dari teman-teman khususnya para pembaca, apabila dalam
pembuatan tugas ini jauh dari kesempurnaan dan tidak sesuai sebagaimana tugas
mestinya.
Lebih dan kurangnya mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis, Amiiin.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengertian “ijtihad” menurut bahasa ialah mengerahkan segala
kesanggupann untuk mengerjakan sesuatu yang sulit. Menurut konsepsi ini kata
ijtihad tidak diterapkan pada “pengerjaan sesuatu yang mudah atau ringan”. Kata
ijtihad berasal dari bahasa Arab ialah daei kata “al-jahdu” yang berarti “daya
upaya atau usaha yang keras”.
Ijtihad berarti “berusaha keras unutk mencapai atau memperoleh sesuatu”.
Dalam kaitan ini pengertian ijtihad : adalah usaha maksimal dalam melahirkan
hukum-hukum syariat dari dasar-dasarnya melalui pemikiran dan penelitian yang
sungguh-sungguh dan mendalam.
Hukum berijtihad adalah wajib ain dan wajib kifayah. Sebagai imbalan
jerih payah seorang mujtahid dalam berijtihad, sekalipun ijtihadnya tidak tepat, ia
akan diberi Tuhan satu pahala, akan tetapi, kalau ijtihadnya tepat dan benar ia
akan dapat pahala ganda. Satu pahala sebagai imbalan jerih payahnya dan satu
pahala yang lain sebagai imbalan ketepatan hasil ijtihadnya.
Syarat-syarat berijtuhad adalah : Mengetahui bahasa arab, mempunyai
pengetahuan yang mendalam tentang Al Quran, memiliki pengetahuan yang
memadai tentang Al Sunnah, mengetahui letak ijma’ dan khilaf, mengetahui
Maqashid al-Syariah, memiliki pemahaman dan penalaran yang benar, memiliki
pengetahuan tentang Ushul Fiqih, niat dan i’tikad yang benar.
3.2 SARAN
Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh
dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh
pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun
demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kamisemoga dapat dijadikan
suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Al-Ushul min ‘Ilmil Ushuli, Alih bahasa
Tim Media Hidayah, Ushul Fiqih, Jogjakarta, Media Hidayah, 2008,
- Razak Nasaruddin, Dienul Islam, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1985
- Saiban Kasui, Metode Ijtihad Ibnu Rusyd, Malang:Kutub Minar, 2005
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Makalah
IJTIHAD PADA SUMBER AJARAN ISLAM
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
MAKASSAR
2018