POST TREPANASI
Oleh:
Pengertian
Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang diberikan oleh otak,
darah, dan cairan cerebrospinal (cerebrospinal fluid/ CSF) di dalam ruang kranium yang
kaku. Sebagai respon terhadap peningkatan volume intrakranial, kompensasi awal terjadi
melalui perpindahan CSF dari ventrikel ke ruang subaraknoid serebral, dan meningkatkan
penyerapan CSF. Kisaran nilai tekanan intrakranial (intracranial pressure/ ICP) normal
bervariasi sesuai dengan usia.
Peningkatan tekanan intrakranial biasanya disebabkan oleh peningkatan volume
otak (edema serebral), darah (perdarahan intrakranial), lesi desak ruang, atau CSF
(hidrosefalus). Pemantauan ICP dapat berupa teknik invasif dan memiliki beberapa risiko
yang terkait.
Pengukuran ICP adalah standar baku pada neurocritical care. Manajemen yang
efektif terhadap hipertensi intrakranial diawali dengan menghindari secara ketat faktor-faktor
yang memicu atau memperburuk peningkatan tekanan intrakranial. Ketika tekanan
intrakranial menjadi tinggi, penting untuk menyingkirkan lesi massa baru yang harus
dievakuasi melalui pembedahan.
Variasi kontraktil curah jantung memiliki dua efek yang berbeda pada dinamika
intrakranial, perubahan berkala pada tekanan dan perubahan berkala pada aliran cairan
dalam otak. Sementara tekanan dan aliran cairan terkait fenomena fisik, mereka harus
dianggap terpisah untuk satu alasan utama: pulsasi tekanan menyebar melalui otak pada
kecepatan suara dan titik yang tepat untuk pengukurannya bukanlah suatu masalah,
sementara aliran cairan membutuhkan perpindahan cairan dari satu kompartemen ke
kompartemen yang lain dan pulsasi arus bervariasi secara dramatis tergantung pada lokasi
Kisaran nilai tekanan intrakranial (intracranial pressure/ ICP) normal bervariasi
sesuai dengan usia. Nilai normal adalah kurang dari 10 sampai 15 mmHg untuk orang
dewasa dan tua, anak yang lebih besar, 3 sampai 7 mmHg untuk anak-anak yang lebih
muda, dan 1,5-6 mmHg untuk bayi. ICP dapat bernilai ‘sub-atmosfer’ pada bayi baru lahir.
Batas normal yang biasa digunakan adalah 5 sampai 15 mmHg. Nilai ICP lebih besar
dari 40 mmHg yang berkelanjutan menunjukkan hipertensi intrakranial berat yang
mengancam nyawa
Jika penyebab primer peningkatan ICP berasal dari intrakranial, normalisasi ICP
tergantung pada kecepatan mengatasi gangguan otak yang mendasarinya. Peningkatan
ICP juga dapat terjadi setelah prosedur bedah saraf. Hipertensi intrakranial yang terjadi
setelah cedera otak traumatis (traumatic brain injury/ TBI) bersifat multifaktorial:2 trauma
akibat hematoma epidural atau subdural, kontusio hemoragik, dan fraktur depresi tengkorak,
edema serebral (penyebab paling penting setelah hematoma), hiperemia akibat hilangnya
autoregulasi, hipoventilasi yang menyebabkan hiperkarbia dan vasodilatasi serebral,
hidrosefalus akibat terhalangnya aliran CSF atau penyerapannya, peningkatan tekanan
intra-toraksik atau intra-abdomen sebagai akibat dari ventilasi mekanik, posturing, agitasi,
atau manuver Valsava.
Gambar 1. Tekanan intrakranial akan tetap normal dengan peningkatan volume sampai titik
dekompensasi tercapai. Di atas volume kritis ini, TIK akan meningkat dengan cepat.1
Sumber: fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (Human physiology and mechanism of
disease). Ed. 33.
Aliran darah otak normalnya 50 - 60 mL/100 gr jaringan otak/menit. Bila aliran darah
otak menurun sampai 20-25 mL/100gr/menit maka aktifitas EEG akan hilang dan pada nilai
5 mL/100gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan terjadilah kerusakan sel yang
menetap. Pada penderita non trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan aliran darah
pada tingkat yang konstan apabila MAP (mean arterial pressure) berada dikisaran 50-160
mmHg. Bila MAP dibawah 50 mmHg, aliran darah otak sangat berkurang dan bila MAP
diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
meningkat.Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera
otak sekunder karena iskemia akibat hipotensi yang tiba-tiba.
KONSEP TREPANASI
Pengertian
Indikasi
a. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup
kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring
kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi)
misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
b. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi
betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah
kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.
c. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik,
sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma –
sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus
sampai dengan canthus lateralis orbita).
d. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
e. Operasi
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) :
Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,
tanda-tanda papil edema.
Perubahan bicara, msalnya: aphasia
Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
Perubahan dalam seksual
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).
Sakit kepala
Nausea atau muntah proyektil
Pusing
Perubahan mental
Kejang
Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian
dilakukan.
a. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas
tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
b. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor
didalam batang otak dan daerah hipofisis.
c. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk
mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar
pengobatan dan informasi prognosis.
d. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan
letak tumor serebral.
e. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor
dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
Komplikasi Post Operasi
a. Edema cerebral.
b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.
c. Hypovolemik syok.
d. Hydrocephalus.
e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).
f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
c. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini
d. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
Penatalaksanaan
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien.
e. Mempersiapkan pasien pulang.
Kriteria Evaluasi
a. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
b. Luka insisi normal tanpa infeksi.
Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening
digunakan sebagai kerangka.
Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel
timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka :
Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
Pencegahan infeksi.
Pengembalian Fungsi fisik.
c. Tidak timbul komplikasi.
d. Pola eliminasi lancar.
e. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
f. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
g. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
· Pengobatan lanjutan.
· Jenis obat yang diberikan.
· Diet.
· Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah
·
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST TREPANASI
1. Pengkajian
Primary Survey
a. Airway
- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
- Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
- Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit à
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovasculair atau rata-rata
metabolisme yang meningkat.
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating:
- Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
- Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-
tanda vital.
- Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan
atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
a. Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan
pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan
pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB =
9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
c. Blader
Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
f. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
g. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
h. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
i. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.