Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Seorang Anak usia 1 tahun 8 bulan dengan Kejang


Demam

Nama : Chatrine Wijanarko


Nim : 11.2017.134
Pembimbing :
dr. Dwi haryadi , Sp.A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RS BAYUKARTA, Karawang
Periode 01 October – 8 Desember 2018
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian / Presentasi Kasus:


RUMAH SAKIT : RS BAYUKARTA

Nama : Chatrine Wijanarko Tanda Tangan


Nim : 112017134 ......................

Dr. Pembimbing/Penguji: dr. Dwi haryadi Sp.A ………………

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : An.M NY Jenis kelamin : Laki-laki


Tempat / tanggal lahir : Jakarta / 28 feb 2017 Umur: 1 tahun 8 bulan
Suku bangsa: Sunda Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah Alamat :

Hubungan dengan orang tua: Anak kandung

ORANG TUA
Ayah
Nama lengkap : Tn S Agama : Islam
Tanggal lahir (umur) : 32 tahun Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Sunda Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :
Ibu
Nama lengkap : Ny SJ Agama : Islam
Tanggal lahir (umur) : 33 tahun Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Sunda Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat :

2
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dari ibu
Tanggal: 8 Nov 2018 Jam: 15.55

Keluhan utama:
Kejang

Keluhan tambahan:
Demam mendadak tinggi dan batuk .

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak Pagi sebelum masuk rumah sakit pasien demam, demam mendadak tinggi.
Demam terus-menerus, mengigil tidak ada , pasien kejang , kejang berlangsung 1 kali
selama  3-5 menit , kejang terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata
melirik ke atas. Setelah kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga,
pasien dibawa ke RS Bayukarta, suhu tubuh pasien mencapai 38,4 derajat celcius, di
sana pasien hanya di berikan obat penurun panas dan anti kejang. Selama perjalanan,
pasien tidak kejang tetapi masih demam. Pasien batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk
kering, tidak disertai pilek , Pasien BAB cair tidak ada. Buang air kecil sering dan warna
kuning jernih. Nafsu makan berkurang, minum banyak dan Os tidak ada riwayat
kejang sebelumnya, Os tidak ada riwayat ruam pada kulit. Os tidak ada riwayat
mimisan dan perdarahan gusi.

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya ( + ), bila tidak ( - ) )


(-) Sepis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang demam
(-) Tuberkulosis (-) Pneumoni (-) Alergi lainnya
(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (-) Gastritis
(+) Diare akut (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri
(-) Tifus Abdominalis (-) DHF (-) Polio
(-) Cacar air (-) Campak (-) Peny. Jantung Bawaan
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) ISK
(-) Demam Rematik Akut (-) Penyakit Jantung Rematik (-) Kecelakaan

3
(-) Glomerulonephritis (-) Sindroma Nefrotik (-) Operasi

Riwayat Keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - -
Asma - -
Tuberkulosis - -
Hipertensi - -
Diabetes - -
Kejang Demam + - ibunya
Epilepsy - -

Silsilah Keluarga (Family’s Tree)

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki sakit

Riwayat Sosial Personal (Socio-personal history)


OS tinggal bertiga dengan kedua orang tua dan saudaranya. Di rumah tempat tinggal
OS, terdapat satu WC dan dapur sendiri. Pencahayaannya juga mencukupi dan
ventilasi cukup baik. Sumber air bersih berasal dari sumur. OS tinggal di lingkungan
perumahan, sampah dibuang pada tempatnya, lokasi perumahan tidak banyak asap
dan debu.
Riwayat Kehamilan
Perawatan antenatal : Cukup dan rutin periksa ke dokter
Penyakit kehamilan : Tidak ada

Riwayat Kelahiran (Birth History)


Tempat Lahir : ( ) Di bidan ( ) Rumah bersalin (+) RS Bersalin
( ) Puskesmas
Ditolong oleh : (+) Dokter ( ) Bidan

4
( ) Lain-lain
Cara Persalinan : (+) Spontan ( ) SC
Masa Gestasi : ( ) Kurang bulan (+ ) Cukup bulan ( )Lebih bulan
Berat Badan Lahir : 3400 gram
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : Tidak ingat
Menangis : Langsung menangis
Warna kulit : Merah muda
Nilai APGAR : Tidak tahu
Kelainan bawaan : Tidak ada

Riwayat Perkembangan
Psikomotor :
Angkat kepala : 2 bulan
Tengkurap : 2 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri :-
Berjalan : 1 tahun
Berbicara : belum lancar

Riwayat Imunisasi
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 4 6 9 15 6
Hepatitis B
Polio
BCG
DPT  
Campak
MMR
Kesimpulan : Riwayat Imunisasi tidak lengkap

5
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal: 8 Nov 2018 Jam: 15.55

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keterangan lain : Pasien terbaring lemas dengan infus terpasang di tangan kiri

Tanda-tanda vital:
Suhu tubuh : 38,4 °C
Frekuensi napas : 28x/menit
Frekuensi nadi : 154x/menit
Saturasi O2 : 98%

Antropometrik:
Berat badan : 12,7 kg
Tinggi badan : 70 cm
Lingkar kepala : 51 cm
Lingkar lengan : 19 cm
12,7
Interpretasi menurut CDC BB/U : 10,2 × 100% = % (BB kurang)
70
TB/U : 75 × 100% = % (TB normal)
7,5
BB/TB : × 100% = % (gizi kurang)
9

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kulit: Akral hangat di ekstrimitas, turgor kulit normal, tidak terdapat ruam
Kepala: Normocephali, ubun-ubun tertutup, rambut hitam, utuh
Mata: Pupil isokor, tidak terdapat sekret, mata tidak cekung, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga: Eutia, tidak terdapat sekret, tidak ada serumen
Hidung: Tidak terdapat septum deviasi, terdapat sekret bening di meatus
inferior kiri dan kanan, mukosa hidung hiperemis.
Bibir: Mukosa bibir tidak tampak kering, tidak terdapat sariawan

6
Gigi-geligi: Gigi geligi utuh, simetris
Mulut: Mukosa mulut tidak terlihat pucat, tidak terdapat perdarahan
Lidah: Lidah simetris, coated tongue (-), atrofi (-)
Tenggorokan: Tonsil T1-T1, simetris, faring hiperemis(+)
Leher: KGB dan tiroid tidak membesar
Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi sela iga
Palpasi: Tidak teraba massa dan benjolan
Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru, vokal fremitus normal
Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri
Auskultasi: Bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi: Mendatar, tidak terlihat lesi
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan dan lepas, turgor kulit normal
Hati: Tidak teraba
Limpa: Tidak teraba
Ginjal: Tidak teraba
Perkusi: Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi: Bunyi usus normoperistaltik

Anus dan rectum: Tidak dilakukan


Genitalia: Tidak dilakukan
Anggota gerak (lengan & tungkai):
Tonus: hipotonus
Massa: eutrofi
Sendi: normal

Kekuatan : 2/2 2/2 Sensori : + +


2/2 2/2 + +

Edema : - - Sianosis : - -
- - - -

7
Tulang belakang: Skoliosis (-). lordosis (-), kifosis (-)
Kel. getah bening: Tidak terdapat pembesaran KGB
Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran : Compos mentis
Delirium :-
Orientsi tempat, waktu, orang :-

Refleks
Kanan Kiri
Refleks Tendon Dalam + +
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Achiles + +
Refleks Patologis - -
Refleks Primitif - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hematologi Tanggal 8 Mei 2018


Darah Rutin
Haemoglobin : 12,2 g/dL
Jumlah Leukosit : 25.41 μL
Hematokrit : 36,9 %
Jumlah Trombosit : 349.000 μL

RINGKASAN (RESUME)
Seorang anak laki-laki usia 1 tahun 8 bulan datang ke IGD RS Bayukarta dibawa orang
tua nya dengan keluhan kejang 1 kali sejak 1 jam SMRS. Pasien juga mengeluh ada
demam sejak pagi hari SMRS, batuk kering. Riwayat mimisan dan perdarahan gusi
disangkal. BAB 3 kali ampas lembek warna kuning dan BAK normal. Nafsu makan
menurun.

8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,4°C, nafas 28x/menit, nadi 154x/menit dan
satO2 98%, Turgor kulit normal, tidak terdapat ruam pada kulit, faring hiperemis. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis.

DIAGNOSIS KERJA :
1. Kejang Demam Simpleks ec faringitis
Dasar diagnosis KDS : Pada OS sesuai dengan gejala yaitu adanya kejang 1 kali
selama 3-5 menit yang didahului oleh demam dari pagi hari, gambaran kejang
berupa badan kaku, mata melirik keatas, kejang tidak berulang selama 24 jam
dan tidak disertai penurunan kesadaran. OS tidak memiliki riwayat kejang
demam sebelumnya.
Dasar diagnosis faringitis: demam, batuk, faring hiperemis. OS demam dahulu
sebelum terjadi kejang, hasil laboratorium OS mempunyai kadar leukosit yang
tinggi.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL :
2. Kejang Demam Sederhana ec gangguan elektrolit
Dasar diagnosis: demam, terdapat gangguan elektrolit
3. Kejang demam sederhana ec ISK
Dasar diagnosis : demam, kejang, leukosit meningkat.
4. Kejang demam Kompleks
 Kejang berlangsung >15 menit
 Kejang fokal/parsial satu sisi atau kejang umum yang di dahului kejang
parsial
 Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam dalam angkitan kejang anak
tidak sadarkan diri.

PENATALAKSANAAN :
Medika mentosa
- Diazepam IV 3,75 mg dengan kecepatan 0,75 mg/menit
- IVFD KAEN 1B 750 cc 8 tpm
- Paracetamol syrup 3x1cth

9
- Rhindovect syrup 2x1cth
- Ceftriaxon IV 20 mg/ml
Non-medika mentosa
- O2 nasal kanul 2 lpm
- Kompres hangat dilipat ketiak dan jidat untuk mengurangi demam
- Minum air putih secukupnya
- Tirah baring
- Hindari minuman terlalu panas atau terlalu dingin

Lanjutan
- Pantau keadaan umum dan tanda-tanda virtal
- Observasi kejang
- Balance cairan
- Konsul dokter spesialis anak
Edukasi
- Asupan makanan harus cukup dan seimbang dengan kebutuhan seharian
- Konsumsi obat sesuai aturan yang diberikan
Rencana Pemeriksaan Lanjutan
- Foto rontgen toraks
- Tes urin lengkap
- Pemeriksaan elektrolit

Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad fungtionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam

Follow Up
8 Mei 2018 9 mei 2018 10 mei 2018
S Kejang (-), demam Kejang (-), demam Demam(-), kejang
(+), batuk dan (-),muntah (-), pilek (+), batuk
pilek (+), muntah 1 (+),batuk pilek (+) jarang
kali
O Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM
Conjungitva Conjungitva Conjungitva
anemis (-) anemis (-) anemis (-)

10
,sklera ikterik (-) sklera ikterik (-) sklera ikterik (-)
N : 110x/menit N : 120x/menit N : 110x/menit
RR : 26x/menit RR: 25x/menit RR : 25x/menit
S: 36,7ºc S:36,8ºc S : 36,5ºc
A Kejang demam Kejang demam Kejang demam
simpleks simpleks
P Ceftriaxon 1x600 Cefrtiaxon IV Ceftriaxon IV
IV drip Paracetamol syrup Paracetamol sirup
Dexamethason 5
mg IV
Aminofilin
Paracetamol IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang
demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada
anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.1,3 Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang
demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini
mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

11
2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua
kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3 Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI,
kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,5

2.) KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

5. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan
kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18
bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah
saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5

12
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks.5

6. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada
permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :


a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.2
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
13
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat
biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi.5

7. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat
dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
14
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak.4

8. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
1.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak
15
rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal. 5
2.
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
papil edema.5

9. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis
dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.
2

10. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,2 -0,5 mg/kgBB/hari
perlahan –lahan dengan kecepatan maksimal 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 12 kg. Atau 5

16
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila dalam 10
menit setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5
mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 20 mg/kg/kali di encerkan dalam 50 ml Nacl 0,9% selama 20 menit atau 2
mg/Kg/ menit dengan dosis maksimal 1000 mg. Dengan catatan dapat ditambahkan
fenitoin 5-10 mg/KgBB. Atau Fenobarbital 20 mg/Kg IV dengan kecepatan 10-
20mg/menit dengan dossi maksimal 1000 mg.lakukan observasi selama 20 menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 5- 10 mg/kg/hari di bagi dalam 2 dosis atau
fenobarbiotal 3-5 mg/Kg/hari di bagi dalam 2 dosis. Bila dengan fenitoin atau
fenobarbital kejang belum berlanjut 5-10 menit, berikan lagi Fenobarbital 20 mg/KgBB
IV dengan kecepatan 10-20mg/menit dengan dosis maksimal 1000 mg atau fenitoin 20
mg/KgBB IV diencerkan dalam 50 ml Nacl 0,9% selama 20 menit (2 mg/KgBB/menit)
dengan dosis maksimal 1000 mg. Lakukan observasi selama 30-60 menit. Bila kejang
belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif, berikan midazolam
bolus 100-200 mcg/KgBB IV maksimal dosis 10 mg dilanjutkan infus kontinyu 100
mcg/KgBB/jam dapat dinaikkan 50 mcg/KgBB setiap 15 menit (maksimal 2
mg/KgBB/jam). Atau dapat menggunakan propofol bolus 1-3 mg/KgBB di lanjutkan
dengan infus kontinyu 2-10 mg/KgBB/jam. Atau dapat menggunakan Fenobarbital
bolus 5-15 mg/KgBB di lanjutkan infus kontinyu 0,5-5 mg/KgBB/jam.5

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan
tiap 4-6 jam. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom
Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan

17
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -
60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg/kali
pada suhu 39oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang fokal
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan tidak perlu tapering off namun di lakukan pada
saat anak tidak demam.5

18
3.) EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5
hubungan antara umur dan prevalensi kejang pada masa bayi dan akan berulang
pada dekade ke-4 atau ke-5 dalam hidupnya. Dan kejadian kejang akan menurun
pada masa dewasa.
Angka kejadian kejang meningkat bukan semata-mata karena perkembangan otak
yang abnormal tetapi karena defek jantung, infeksi, maupun gangguan
neurotrasnmitter nya.

4.) VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
19
vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak
akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi
DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi
pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5 Sedangkan setelah vaksinasi
MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.5

5.) PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.5 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan
cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan
hipotensi.5

20
BAB III
KESIMPULAN

Kejang demam sederhana merupakan kejang akibat peningkatan suhu tubuh


yang umumnya terjadi bayi dan anak berusia 9 bulan – 5 tahun, dalam kurun waktu
yang singkat (kurang dari 15 menit) dan hanya terjadi satu kali dalam waktu 24 jam.
Kejang ini memiliki faktor genetik dan akan berhenti sendiri meskipun dibutuhkan
pengobatan untuk mencegah rekurensi. Keadaan kejang ini dapat dicegah dengan
mengusahakan agar suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi. Umumnya kasus ini
berprognosis baik dengan angka mortalitas yang sangat rendah.

BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosis kejang demam sederhana ec rinofaringitis pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 10 menit,
setelah kejang pasien menangis)
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 36,5oC per axiler, faring hiperemis, sekret bening
di rongga hidung, mukosa hidung hiperemis. Tidak didapatkan reflek patologis
maupun meningeal sign negatif.
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari
infeksi faring dan rongga hidung

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 100 mg untuk


mengatasi demam, kemudian diberikan juga injeksi diazepam 3 mg secara intravena
jika terjadi kejang.
Anak dengan sindrom down memiliki gangguan perkembangan dan gangguan
neurologi serta memiliki penyakit yang multipel. Kejadian kejang demam pada
21
anak dengan sindrom down akan beresiko terjadi kerusakan otak yang progresif
sehingga beresiko terkena epilepsi dikemudian hari.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.
Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan
resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2 bulan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Sofyan Ismael, Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo, Irawan
Mandunatmadja, Setyo Handryastuti. 2016. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
6. Frieda Handayani Kawanto, Soedjatmiko. Pemantuan Kembang Anak dengan
Sindrom Down. Divisi Tumbuh Kembang FKUI Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RS Dr. Ciptomangunkusumo. Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai