Anda di halaman 1dari 56

Seri Buku Saku UUDesa

PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DESA
Joko Purnomo & Tim Infest

Maju Perempuan Indonesia


untuk Penanggulangan Kemiskinan
Joko Purnomo & Tim Infest
Seri Buku Saku UU Desa
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Penulis:
Joko Purnomo
Penyunting :
Heru Prasetya &
M. Irsyadul Ibad
Reviewer:
Ahmad Affandi
Proof Reader:
Sofwan Hadi
Ilustrasi Sampul:
Dani Yuniarto
Sampul dan Isi:
Akbar Binbachrie
Wahyu Hidayat
Diterbitkan pertama kali Tahun 2016 oleh:

Didukung oleh:

Maju Perempuan Indonesia


untuk Penanggulangan Kemiskinan

ISBN: 978-602-14743-7-2
Buku ini dikembangkan dan diterbitkan oleh INFEST dengan dukungan dari Program Maju Perempuan
Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU). Program Mampu merupakan inisiatif bersama
antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui
pemberdayaan perempuan.
Informasi yang disampaikan dalam buku ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab tim penyusun
dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia.

Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan


tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk
kepentingan komersil.
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

SEKAPUR SIRIH

N afas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6


Tahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas
rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi
subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam
pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta
kebutuhan pada lingkup masing-masing.

Desa yang kini tidak lagi menjadi sub-pemerintahan kabupaten berubah


menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas
yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini
memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada
desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri.

Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu


yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah
dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar
menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah
muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan


desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka
UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang
terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing
community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).

Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang
problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan
pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan
bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan
perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang
partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam
pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli
atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas.

Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek, itulah alasan buku
ini hadir. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa.
Buku ini salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest
Yogyakarta. Serial Buku Saku UU Desa terdiri dari: Lebih Dekat dengan
Kewenangan Desa, Mengenal dan Mengelola Aset Desa, Pendirian dan
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan.

Terima kasih kami sampaikan kepada tim penulis yang telah menyelesaikan
penulisan buku ini. Untuk Desa dan Indonesia, pengetahuan ini kami
persembahkan.

Muhammad Irsyadul Ibad


Direktur Eksekutif Infest Yogyakarta

ii
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Sekapur Sirih

Pendahuluan 1
Kedudukan Desa dan Pemerintah Desa 3
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 6
Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 11
Mekanisme Pengelolaan Pemerintahan Desa 13

Satuan Organisasi
dan Tata Kerja Pemerintahan Desa 17
Kepala Desa 18
Perangkat Desa 23
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 26

Pemilihan Kepala Desa,


Pengangkatan Perangkat Desa dan
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 27
Pemilihan Kepala Desa 27
Pengangkatan Perangkat Desa 35
Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 37

Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa 40

Peran Masyarakat
dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa 43

Tentang Penulis 45

iii
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Pendahuluan

S ejarah mencatat berbagai regulasi telah ditetapkan dalam rangka


pengaturan desa. Mulai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan
Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, hingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Namun implementasi berbagai regulasi
tersebut ternyata belum menjawab kebutuhan pengaturan desa yang dapat
mewadahi kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan berbagai regulasi


turunannya hadir dengan semangat baru untuk mengembalikan kedaulatan,
otonomi, dan kewenangan desa. Dari kacamata politik, desa adalah arena
partisipasi publik warga untuk untuk ikut serta terlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan
kemasyarakatan. Dari sisi kewenangan, desa memiliki berbagai kewenangan

1
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan


potensi dan karakteristik lokal. Sedangkan dari sisi posisi, desa kini
ditempatkan sebagai pelaku utama (subyek) dalam melaksanakan
pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian
hadirnya UU Desa ini akan mengubah wajah tata kelola pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan, dan kemasyarakatan di desa. Desa
berpeluang untuk menata ulang sistem pemerintahan, mengembangkan
kelembagaan, dan memaksimalkan pengelolaan sumber daya secara mandiri.

Desa mandiri dibangun dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-


governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan
masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa,
ditata sedemikian rupa menjadi desa dan desa adat. Perbedaan antara desa
dan desa adat adalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut
pelestarian sosial, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang
perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi
masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan
berdasarkan susunan asli.

Desa adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan, pembangunan, serta


mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam
posisi seperti ini, desa dan desa adat mendapat perlakuan yang sama dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, di masa depan desa dan
desa adat dapat melakukan perubahan wajah tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna,
serta pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya.

Penyelenggaraan pemerintahan di desa merupakan kewenangan desa.


Pemerintahan desa memiliki kekuasaan untuk mengatur penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Dalam
konstruksi Permendesa Nomor 1 Tahun 2015, penyelenggaraan pemerintahan
desa merupakan kewenangan lokal skala desa. Dengan demikian desa dapat
mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan pemerintahan di
wilayahnya.

2
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Kedudukan Desa dan Pemerintah Desa

Menempatkan kedudukan desa dan kepala desa dalam ketatanegaraan


Indonesia perlu dipahami sebagai penyelenggaraan urusan yang dilaksanakan
dalam rangka pemerintahan dalam arti luas, yaitu untuk melayani masyarakat.
Perlekatan mengenai ketatanegaraan tampaknya lebih baik dikesampingkan
terlebih dahulu karena beberapa alasan. Salah satu yang utama adalah karena
urusan dan kelembagaan ketatanegaraan berbeda dengan urusan dan
kelembagaan pemerintahan. Hal ini dapat dikuatkan oleh penjelasan Bagir
Manan bahwa karena konstitusi/Undang-Undang Dasar merupakan kaidah
dasar bagi semua bidang hukum, belum tentu kaidah yang diatur merupakan
kaidah ketatanegaraan. Begitu pula lembaga-lembaga yang terdapat dalam
Undang-Undang Dasar belum tentu merupakan lembaga yang bersifat
ketatanegaraan (Manan, 2009).

Mengenai kedudukan desa (atau nama lainnya), Rosjidi Ranggawidjaja


menautkannya dari pengakuan dan penghormatan Pasal 18B ayat (2) UUD
1945 ; Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang (Ranggawidjaja, 2013).
Meskipun UUD 1945 tidak mengenal otonomi asli, tetapi konsep ini dikenal
luas dalam banyak literatur dan perbincangan tentang desa. Otonomi desa
merupakan otonomi asli, utuh serta bukan merupakan pemberian dari
pemerintah. Pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli berdasar
hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik
maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut
dan menuntut di muka pengadilan (Soetardjo kartohadikoesoemo, 1962; T.
Ndraha, 1991; HAW Widjaja, 2003).

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mengandung asas rekognisi dan


subsidiaritas untuk menegaskan kedudukan desa dalam sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan NKRI, sama halnya dengan konsep
desentralisasi. Desentralisasi merupakan konsep untk memahami dan

3
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

menjabarkan asas otonomi yang terdapat dalam Pasal 18 UUD 1945, terutama
untuk mendudukan daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan
rekognisi merupakan konsep pengakuan dan penghormatan negara terhadap
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, yang tidak lain adalah desa atau
nama lain. Penerapan asas rekognisi harus juga disertai asas subsidiaritas,
yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan
secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa.

Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU Desa tentu bersifat


kontekstual dan konstitusional. Sesuai amanat konstitusi, negara (presiden,
menteri, lembaga-lembaga negara, tentara, polisi, kejaksaan, perbankan dan
lembaga-lembaga lain), swasta atau pelaku ekonomi maupun pihak
ketiga(LSM, perguruan tinggi, lembaga donor dan sebagainya) wajib
melakukan pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum. Keberadaan desa dalam hal ini
mencakup hak asal-usul (bawaan maupun prakarsa lokal yang berkembang)
wilayah, pemerintahan, peraturan maupun pranata lokal, lembaga-lembaga
lokal, identitas budaya, kesatuan masyarakat, prakarsa desa, maupun
kekayaan desa. Rekognisi bukan hanya mengakui dan menghormati terhadap
keragaman desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun
susunan pemerintahan namun juga melakukan redistribusi ekonomi dalam
bentuk alokasi dana yang bersumber dari APBN maupun APBD.

Penerapan asas rekognisi juga disertai asas subsidiaritas. Makna asas


subsidiaritas antara lain: Pertama, urusan lokal atau kepentingan masyarakat
setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh desa yang paling dekat
dengan masyarakat. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan
melainkan menetapkan kewenangan desa secara langsung melalui undang-
undang tanpa melalui mekanisme penyerahan kewenangan dari
Kabupaten/Kota. Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan
(intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal skala desa, melainkan
memberikan dukungan dan fasilitasi terhadap desa.

4
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Dalam UU No. 6 Tahun 2016 dinyatakan bahwa:

“Desa adalah Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Pasal 1).

Kedudukan desa tercermin dalam bunyi Pasal 2 dan Pasal 5:

“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan


Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika” (Pasal 1).

“Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota” (Pasal 5).

Ketentuan di atas menegaskan kedudukan desa sebagai bagian dari


Pemerintahan Daerah. Hal ini pula yang menjadikan peraturan desa atas dasar
Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 (vide Pasal 3 ayat (7) huruf c) dan UU No. 10
Tahun 2004 (vide Pasal 7 ayat (2) huruf c) sebagai salah satu jenis peraturan
perundang-undangan sebagai bagian dari peraturan daerah. Dalam
perkembangan selanjutnya, peraturan desa tidak dikategorikan sebagai
peraturan daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, walaupun undang-undang tersebut
mengakui keberadaan “peraturan yang ditetapkan oleh… kepala desa atau
pejabat yang setingkat” (vide Pasal 8 ayat (1)).

5
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014, desa memiliki empat domain dan
kewenangan; pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Inilah yang
melahirkan perspektif yang melihat bahwa desa adalah entitas atau kesatuan
masyarakat hukum yang menyelenggarakan pemerintahan (mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat).

Menurut perspektif pemerintahan, desa merupakan organisasi pemeritahan


yang paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan
masyarakat. Paling “kecil” berarti bahwa wilayah maupun tugas-tugas
pemerintahan yang diemban desa mempunyai cakupan dan ukuran terkecil
dibanding dengan organisasi pemerintahan Kabupaten/Kota, provinsi
maupun pusat. Paling “bawah” berarti desa menempati susunan atau lapisan
pemerintahan yang terbawah dalam Tata Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Namun “bawah” bukan berarti desa merupakan
bawahan Kabupaten/Kota, atau kepala desa bukan bawahan bupati/walikota.
Desa tidak berkedudukan sebagai pemerintahan yang berada dalam sistem
pemerintahan kabupaten/kota sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 200 UU
No. 32 Tahun 2004. Menurut UU No. 6 Tahun 2014, desa berkedudukan dalam
wilayah kabupaten/kota. Hal ini sebangun dengan keberadaan
kabupaten/kota dalam wilayah provinsi.

“Bawah” juga berarti bahwa desa merupakan organisasi pemerintahan yang


berhubungan secara langsung dan menyatu dengan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat sehari-hari. Sebagian besar warga
masyarakat indonesia selalu datang kepada pemerintah desa setiap akan
memperoleh pelayanan maupun menyelesaikan berbagai masalah sosial.
Sedangkan istilah “dekat” berarti bahwa secara administratif dan geografis,
pemerintah desa dan warga masyarakat mudah saling menjangkau dan
berhubungan.

6
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Dua perspektif tersebut saling bersinggungan dan beririsan. Namun sesuai


dengan pertimbangan konstitusional, historis dan sosiologis, porsi desa
sebagai self governing community jauh lebih besar dan kuat daripada porsi
desa sebagai local self government. Desa sebagai self governing community
sangat berbeda dengan pemerintahan formal, pemerintahan umum maupun
pemerintahan daerah dalam hal kewenangan, struktur, dan perangkat desa,
serta tata kelola pemerintahan desa. Dalam hal tata pemerintahan, desa
memiliki Musyawarah Desa sebagai sebuah wadah kolektif antara pemerintah
desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, lembaga adat
dan komponen-komponen masyarakat luas, untuk menyepakati hal-hal
strategis yang menyangkut hajat hidup desa.

Desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan
pemegang kekuasaan (pemerintah desa). Pemerintah desa menjadi bagian
dari birokrasi negara yang mempunyai daftar tugas kenegaraan, yakni
menjalankan birokratisasi di tingkat desa, melaksanakan program-program
pembangunan, dan memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat. Tugas
pokok pemerintah desa adalah melaksanakan urusan pemerintahan (rumah
tangga maupun umum), pembangunan, pelayanan masyarakat, dan
pembinaan masyarakat berdasarkan kewenangannya serta menjalankan
tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan, atau
pemerintah kabupaten.

Penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa. Karena


dekatnya arena, secara normatif masyarakat desa dapat menyentuh langsung
serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan pembangunan di tingkat
desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa lebih mengedepankan
pendekatan rekognisi, fasilitasi, dan emansipasi guna menjamin efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah desa memberikan
pengakuan (rekognisi) terhadap kelembagaan, partisipasi, dan proses-proses
pemberdayaan yang sudah ada di masyarakat.

Rekognisi dilakukan dengan cara mendayagunakan kelembagaan ataupun


asosiasi kewargaan yang sudah ada untuk diakui dan didukung sebagai

7
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

peningkatan pemenuhan pelayanan publik. “Emansipasi” dari bawah dan dari


dalam, dengan mendorong desa untuk melibatkan masyarakat secara aktif
dalam perencanaan dan penganggaran guna mewujudkan pelayanan publik
yang berkualitas. Di samping itu, pemerintah desa memfasilitasi dan
mengakomodasi kebutuhan masyarakat terutama dalam pelayanan dasar dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kewenangannnya.

Penyelenggaraan pemerintahan desa harus dilandasi dengan semangat


menciptakan Good Governance (Tata Pemerintahan yang baik). Governance
merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan. Ada
tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Sementara itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya
berkembang adalah bahwa pemerintah merupakan satu-satunya
penyelenggara pemerintahan.

Selama ini, warga dan pamong desa mempunyai hubungan kedekatan secara
personal yang mungkin diikat dengan tali kekerabatan maupun ketetanggaan,
sehingga kedua unsur itu saling menyentuh secara personal dalam wilayah
yang lebih privat ketimbang publik. Batas-batas urusan privat dan publik di
desa seringkali kabur. Sebagai contoh, masyarakat desa umumnya menilai
kinerja pamong desa tidak menggunakan kriteria modern (transparansi dan
akuntabilitas), melainkan memakai kriteria tradisional dalam kerangka

8
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

hubungan klientelistik, terutama kedekatan pamong dengan warga yang bisa


dilihat dari kebiasaan dan kerelaan pamong untuk beranjangsana.

Jika pemerintah desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka kepala desa
(lurah) merupakan personifikasi dan representasi pemerintah desa. Semua
perhatian di desa ditujukan kepada kepala desa secara personal. Hitam dan
putihnya desa tergantung pada lurahnya. Kepala desa harus mengetahui
semua hajat hidup orang banyak. Karena itu kepala desa selalu sensitif
terhadap legitimasi di mata rakyatnya. Legitimasi berarti pengakuan rakyat
terhadap kekuasaan dan kewenangan kepala desa untuk bertindak mengatur
dan mengarahkan rakyat.

Kepala desa yang terpilih secara demokratis belum tentu memperoleh


legitimasi terus-menerus ketika menjadi pemimpin di desanya. Legitimasi
mempunyai asal-usul dan sumbernya. Legitimasi kepala desa bersumber
pada ucapan yang disampaikan, nilai-nilai yang diakui, serta tindakan yang
diperbuat.

Umumnya, para kepala desa yakin bahwa pengakuan rakyat sangat


dibutuhkan untuk membangun eksistensi dan menopang kelancaran
kebijakan maupun tugas-tugas yang diemban, meski setiap kepala desa
mempunyai ukuran dan gaya yang berbeda-beda dalam membangun
legitimasi. Kepala desa umumnya membangun legitimasi dengan cara-cara
yang sangat personal ketimbang institusional. Kepala desa dengan gampang
diterima secara baik oleh warga bila ringan tangan membantu dan
menghadiri acara-acara privat warga, sembada dan pemurah hati, ramah
terhadap warganya, dan lain-lain.

Sementara itu, konsep governance memandang bahwa negara (pemerintah)


dan masyarakat berada dalam posisi sejajar yang secara bersama-sama dan
belajar mengelola pemerintahan. Intinya adalah melibatkan masyarakat
dalam proses pemerintahan. Perhatian governance adalah pengelolaan
negara yang bersandar pada empat dimensi ganda: (1) kekuasaan-
kewenangan; (2) Pertukaran-resiprositas; (3) akuntabilitas-inovasi; (4)

9
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

kepercayaan-kerelaan. Keempat dimensi ini tidak dimainkan sendiri oleh


tangan-tangan negara, melainkan melibatkan juga elemen-elemen
masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat ekonomi.

Goran Heyden (1992) mengidentifikasi tiga dimensi empirik good governance:


(1) partisipasi warga negara dalam proses politik (partisipasi politik, agregasi
dan akuntabilitas publik); (2) kepemimpinan yang bertanggungjawab dan
responsif (penghormatan terhadap warga, keterbukaan pembuatan
keputusan; dan menjunjung tinggi rule of law); dan (3) resiprositas sosial
masyarakat (kesetaraan politik, toleransi antarkelompok; dan inklusivitas
keanggotaan asosiasional).

Dengan bergesernya paradigma dari government menjadi governance yang


menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil society), maka
dikembangkan pandangan atau paradigma baru administrasi publik yang
disebut dengan keperintahan yang baik (good governance). Good governance
mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara,
sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip – prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efesiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa.


Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan
yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain (Pasal
25 UU No. 6 Tahun 2014). Hal ini tentu tidak berimplikasi pada perubahan
status kepala desa menjadi “pejabat negara”. Walaupun memimpin satuan
pemerintahan yang bersifat otonom (desa), kepala desa tidak bertindak
untuk dan atas nama negara sebagaimana karakter yang melekat pada
“pejabat negara.” Namun tetap sebagai pejabat pemerintahan karena
merupakan salah satu penyelenggara pemerintahan desa yang
merepresentasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat desanya.

10
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik harus sejalan dengan asas


pengaturan desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, antara lain kepastian hukum, tertib
penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan,
proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi,
kearifan lokal, keberagaman serta partisipasi. Dalam melaksanakan
pembangunan desa, diutamakan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial. Secara
garis besar penjelasan asas penyelenggaraan pemerintahan desa adalah
sebagai berikut:
1. Kepastian hukum adalah asas di dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan desa.
2. Tertib penyelenggaraan pemerintahan adalah asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan pemerintahan desa.
3. Tertib kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan
selektif.
4. Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan
tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan desa.
6. Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian
berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan.
7. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus

11
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Efektivitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang
dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan
masyarakat desa. Efisiensi adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana
dan tujuan.
9. Kearifan lokal adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam
penetapan kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan
kepentingan masyarakat desa.
10. Keberagaman adalah penyelenggaraan pemerintahan desa yang
tidak boleh mendiskriminasi kelompok dan masyarakat tertentu.
11. Partisipatif adalah penyelenggaraan pemerintahan desa yang
mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa.

12
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Mekanisme Pengelolaan Pemerintahan Desa

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Kepala desa dan
perangkatnya bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan
masyarakat desa guna peningkatan pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki desa.

Pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan desa mencakup perencanaan


pemerintahan, pengorganisasian atau kelembagaan pemerintahan,
penggunaan sumber-sumber daya, pelaksanaan urusan rumah tangga
pemerintahan dan urusan pemerintahan umum, serta pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kewenangan dalam bidang
pemerintahan desa. Pasal 8, Permendesa No. 1 Tahun 2015 menyebutkan ada 21
kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dimiliki oleh desa.

Kewenangan lokal berskala desa di bidang pemerintahan desa meliputi:


1. Penetapan dan penegasan batas desa;
2. Pengembangan sistem administrasi dan informasi desa;
3. Pengembangan tata ruang dan peta sosial desa;
4. Pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja desa;
5. Pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non
pertanian;
6. Pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja,
pencari kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja;
7. Pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan;
8. Pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri;
9. Penetapan organisasi pemerintah desa;
10. Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa;
11. Penetapan perangkat desa;
12. Penetapan BUM Desa;

13
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

13. Penetapan APB Desa;


14. Penetapan peraturan desa;
15. Penetapan kerja sama antardesa;
16. Pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai desa;
17. Pendataan potensi desa;
18. Pemberian izin hak pengelolaan atas tanah desa;
19. Penetapan desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana,
konflik, rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan
kejadian luar biasa lainnya dalam skala desa;
20. Pengelolaan arsip desa;
21. Penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat desa.

Selain menjalankan kewenangan tersebut, pemerintah desa juga


menjalankan tugas-tugas rutin pemerintahan di tingkat desa, yaitu
pelayanan administrasi masyarakat desa (surat pengantar KTP, surat
keterangan tidak mampu, surat lainnya).

Kewenangan tersebut harus dikelola secara partisipatif, transparan dan


akuntabel dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Secara umum
pengelolaan pemerintahan desa mencakup beberapa aspek sebagai
berikut, antara lain:
1. Perencanaan pemerintahan desa.
Pemerintah desa harus merencanakan berbagai program dan
kegiatan yang berhubungan dengan rumah tangga pemerintahan,
pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, pembinaan
masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat melalui penyusunan
perencanaan pembangunan desa (RPJM Desa dan RKP Desa). Setelah
memiliki dokumen perencanaan pembangunan desa, selanjutnya
pemerintah desa menyusun perencanaan anggaran (RAPB Desa).
2. Pengorganisasian kelembagaan pemerintahan desa.
Pemerintah desa melakukan pengorganisasian kelembagaan yang ada
di desa, mengatur pola hubungan dengan pemerintah desa dengan

14
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

tujuan menjadi mitra dalam pelaksanaan pembangunan desa. Pelibatan


peran-peran kelembagaan masyarakat desa dalam pelaksanaan
pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat desa mutlak
diperlukan. Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan
permusyawaratan desa, dan lembaga kemasyarakatan desa) dalam
rangka penyusunan dan implementasi kebijakan berkaitan erat dengan
pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan. Pada era
reformasi hal tersebut semakin menguat dibandingkan era orde baru.
Perubahan ini sejalan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma
pembangunan dari “membangun desa” ke “desa membangun”.
3. Penggunaan sumber-sumber daya pemerintahan desa (sumber daya
aparatur, sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya sosial,
keuangan, dan peralatan). Dalam konteks ini, pemerintah desa mengelola
sumber-sumber daya yang ada di desa termasuk sumber daya aparatur
pemerintah desa. Pembagian tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah
desa sangat diperlukan untuk menunjang kinerja pemerintahan yang
optimal. Selain itu pengorganisasian sumber daya, aset dan potensi yang
ada di desa untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
4. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai representasi permusyawara-
tan masyarakat harus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai mitra
pemerintah desa dalam melaksakan tugas pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat. Musyawarah Desa sebagai
instrumen pengambilan keputusan bersama di tingkat desa harus
dijalankan untuk menciptakan suasana kehidupan pemerintahan yang
demokratis dan partisipatif.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 perangkat desa terdiri dari sekretaris


desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah (kadus). Dalam menjalankan otonomi
daerahnya, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda
pemerintahan secara efektif dan efisien, mampu mendorong peran serta
masyarakat dalam pembangunan serta peningkatan pemerataan dan
keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki masing-
masing daerah.

15
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Dalam Ketentuan umum Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32


Tahun 2004 dan diperbaharui lagi dengan UU No.12 tahun 2008, yang
dimaksud dengan otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Organisasi pemerintahan desa meliputi kepala desa, perangkat desa dan


Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peranan kelembagaan desa
(pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga
kemasyarakatan desa) dalam rangka penyusunan dan implementasi
kebijakan berkaitan erat dengan pembangunan, pemerintahan,
pengembangan kemasyarakatan. Pada era reformasi hal tersebut semakin
menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan dengan
tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan
pemerintahan abad 21, baik dalam lingkungan intra dan ekstra sosial.

Pemberian otonomi daerah tidak berarti permasalahan bangsa akan selesai


dengan sendirinya. Otonomi daerah tersebut harus diikuti dengan
serangkaian reformasi di sektor publik. Dimensi sektor publik tersebut tidak
saja sekedar perubahan format lembaga, akan tetapi mencakup perubahan
alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga
tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel
sehingga cita- cita reformasi yaitu menciptakan good governance benar-
benar tercapai.

16
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Satuan Organisasi dan Tata Kerja


Pemerintahan Desa

S ebagai organisasi kekuasaan dan organisasi pemerintahan, desa


memiliki sejumlah kewenangan melekat (atributif). Penetapan
organisasi pemerintah desa dan perangkat desa merupakan
kewenangan melekat yang dimiliki desa. Dengan demikian susunan
organisasi pemerintahan di setiap desa tidak selalu sama. Maka bukanlah hal
yang tabu jika sering dijumpai perbedaan susunan organisasi pemerintahan
di berbagai desa. Membentuk dan menetapkan susunan dan personel
perangkat desa harus menggunakan pendekatan pemenuhan pelayanan
yang efektif dan efisien bagi masyarakat.

Idealnya penyusunan organisasi perangkat desa didasarkan pada kebutuhan


pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat baik
dalam hal pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan
pembinaan kemasyarakatan serta kemampuan keuangan desa. Desa yang
memiliki jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas tentu
mempunyai kebutuhan personel perangkat desa berbeda dengan desa yang
jumlah penduduknya kecil dan wilayahnya tidak terlalu luas.

Penyusunan dan penetapan personel perangkat desa hendaknya


menggunakan paradigma “miskin struktur tapi kaya fungsi” atau dengan
kata lain struktur organisasi pemerintahan desa yang ramping. Dengan
stuktur pemerintahan yang ramping, efisiensi anggaran bisa optimal, dan
efektifitas kinerja perangkat desa akan mudah terdongkrak.
17
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Organisasi pemerintahan desa meliputi kepala desa, perangkat desa, dan


Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pasal 48, UU No. 6 Tahun 2014
tentang desa dan Pasal 61, PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
menyatakan bahwa perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana
kewilayahan, dan pelaksana teknis.
A. Kepala Desa
1. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa,
melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa, dan pemberdayaan masyarakat.
2. Dalam melakukan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenang:
a Ÿ Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
b Ÿ Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;
c Ÿ Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa;
d Ÿ Menetapkan peraturan desa
e Ÿ Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
f Ÿ Membina kehidupan masyarakat;
g Ÿ Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;
h Ÿ Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta
mengintegrasikan agar mencapai perekonomian skala produktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;
i Ÿ Mengembangkan sumber pendapatan desa;
j Ÿ Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kewenangan
negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
k Ÿ Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;
l Ÿ Memanfaatkan teknologi tepat guna;
m Ÿ Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
n Ÿ Mewakili desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
o Ÿ Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

18
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

3. Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala desa berhak:


a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja
pemerintah desa;
b. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa;
c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan dan
penerimaan lainya yang sah, serta mendapatkan jaminan
kesehatan;
d. Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang
dilaksanakan; dan
e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban
lainnya kepada perangkat desa.
4. Dalam melaksanakan tugasnya kepala desa berkewajiban:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;
d. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-
undangan;
e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan
gender;
f. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang
akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien,
bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme;
g. Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan seluruh
pemangku kepentingan desa;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang
baik;
i. Mengelola keuangan dan aset desa;
j. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa;
k. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;

19
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

l. Mengembangkan perekonomian masyarakat di desa;


m. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;
n. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di
desa;
o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup; dan
p. Memberikan informasi kepada masyarakat.
5. Dalam melaksanakan tugas, hak, dan kewajibannya, kepala desa wajib:
a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota;
b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;
c. M e m b e r i k a n l a p o r a n k e t e r a n g a n p e n y e l e n g g a r a a n
pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan
Desa setiap akhir tahun anggaran; dan
d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap
akhir tahun anggaran.

Selain tugas, hak dan kewajiban, juga ada larangan bagi kepala desa, yaitu:
a. Merugikan kepentingan umum;
b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota
keluarga, pihak lain dan/atau golongan tertentu;
c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau
kewajibannya;
d. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau
golongan masyarakat tertentu;
e. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;
f. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang,
barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi
keputusan atau tindakan yang akan dilakukanya;
g. Menjadi pengurus partai politik;
h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

20
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

i. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan


Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam
peraturan perundangan-undangan;
j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum
dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kepala desa yang tidak melaksanakan kewajibannya dan melanggar larangan,


dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran
tertulis. Manakala sanksi administratif tidak dilaksanakan oleh kepala desa
maka dapat dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat
dilanjutkan dengan pemberhentian.

Kepala desa selalu tampil dominan dalam urusan publik dan politik, dan harus
mengembangkan sebuah tata pemerintahan yang bersendikan transparansi,
akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan, dan kebersamaan. Untuk itu
pemerintah desa harus bekerja dengan semangat partisipatif dan
transparansi, atau harus mempertanggungjawabkan tindakan dan
kebijakannya di hadapan publik.

21
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Bagan di bawah ini menunjukkan struktur organisasi pemerintah desa


sesuai UU No. 6 Tahun 2014. Sekretaris desa memimpin sekretariat yang
membawahi sebanyak-banyaknya 3 urusan. Setiap urusan dipimpin oleh
kepala urusan (kaur), yang bertanggungjawab kepada sekretaris, dan
(dapat) memiliki 1 orang atau lebih staf sesuai kebutuhan dan kemampuan
keuangan desa. Salah seorang staf kaur ditetapkan sebagai bendahara
desa, umumnya kaur keuangan.

Pelaksana teknis merupakan unit baru yang diperkenalkan UU No. 6 Tahun


2014, terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 seksi. Setiap seksi dipimpin oleh
kepala seksi (kasi) yang langsung bertanggungjawab langsung kepada
kepala desa.
Struktur organisasi pemerintah desa
sesuai UU No. 6 Tahun 2014

KADES

SEKDES
Sekretariat Desa

KAUR KAUR KAUR

Pelaksana Teknis
KASI KASI KASI

Pelaksana Wilayah
KADUS KADUS KADUS

22
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

B. Perangkat Desa

Dalam menjalankan roda pemerintahan desa, kepala desa dibantu oleh


perangkat desa; perangkat desa membantu kepala desa dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya. Perangkat desa berkedudukan sebagai unsur
pembantu kepala desa. Perangkat desa diangkat oleh kepala desa setelah
dikonsultasikan dengan camat atas nama bupati/walikota. Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggungjawab
kepada kepala desa , Perangkat desa terdiri dari:
1. Sekretaris Desa;
Sekretaris desa memimpin kesekretariatan desa yang dibantu oleh unsur
staf sekretariat yang bertugas membantu kepala desa dalam bidang
administrasi pemerintahan. Sekretaris desa berkedudukan sebagai unsur
pelayanan yang bertugas membantu kepala desa dalam menjalankan
tugas, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintah desa. Sekretariat
desa paling banyak terdiri atas 3 bidang urusan sesuai kebutuhan
pemerintahan setempat. Unsur pelayanan dapat terdiri dari beberapa
urusan tergantung pada kebutuhan desa yang bersangkutan. Beberapa
urusan yang dimaksud antara lain: urusan pemerintahan, pembangunan,
perekonomian, kesejahteraan rakyat, keuangan, dan umum. Masing-
masing urusan tersebut bertugas membantu sekretaris desa sesuai dengan
tugasnya masing-masing.

Sekretaris Desa: bertanggung jawab atas pengelolaan buku administrasi


desa. Sekretaris desa juga bertugas mengelola Buku Data Peraturan Desa,
Buku Data Peraturan Kepala Desa, Buku Data Keputusan Kepala Desa, Buku
Monografi Desa, Buku Profil Desa.

Kaur Umum: bertanggung jawab atas pengelolaan buku Data Inventaris


Desa, buku Data Tanah Milik Desa, buku Data Aparat Pemerintahan Desa,
buku Agenda Surat Masuk, buku Agenda Surat Keluar, buku Ekspedisi, buku
Tamu.

23
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Kaur Keuangan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Kas Umum ,


Buku Kas Pembantu Perincian Obyek Penerimaan, Buku Kas Pembantu
Perincian Obyek Pengeluaran, Buku Kas Harian Pembantu, Buku Catatan
Pajak (PPN dan pph).

Kaur Pemerintahan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Data Tanah


di Desa, Buku Harian Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting
penduduk WNI, Buku Mutasi Penduduk WNI, Buku Induk Penduduk WNI,
Buku Catatan PBB

2. Pelaksana Kewilayahan;
Unsur kewilayahan yaitu unsur pembantu kepala desa di wilayah bagian
desa sebagai satuan tugas kewilayahan yang sering disebut kepala dusun
atau nama lain. Tugas kepala dusun adalah membantu melaksanakan
tugas-tugas operasional kepala desa di dalam wilayah kerjanya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Jumlah pelaksana kewilayahan
ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang
dibutuhkan dan kemampuan keuangan desa.

3. Pelaksana Teknis.
Unsur pelaksana teknis adalah unsur pembantu kepala desa yang
melaksanakan urusan teknis pelaksanan tugas operasional di lapangan
seperti: pamong tani desa, urusan pengairan, urusan keamanan, urusan
keagamaan, kebersihan, urusan pengembangan ekonomi desa,
kesejahteraan sosial, kesehatan dan pungutan desa. Unsur pelaksana
mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan kegiatan teknis lapangan
dalam bidang tugasnya.

Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi, misalnya:


Kasi Pembangunan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Rencana
Pembangunan; Buku Kegiatan Pembangunan; Buku Inventaris Proyek,
Buku Kader-kader Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat.

24
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Kasi Kesra: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Data Pengurus dan
Anggota Lembaga Kemasyarakatan, Buku Data Penduduk Miskin, Buku
Data Penduduk Penyandang Cacat dan program pemberdayaan
masyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa, sekretaris desa, kepala urusan,


unsur pelaksana, dan unsur wilayah wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi, baik di lingkungan masing-masing maupun antar
satuan organisasi desa sesuai dengan tugasnya masing-masing.

25
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

C. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut nama lain adalah
lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis. Badan permusyawaratan ini merupakan
wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila dan
berkedudukan sejajar serta menjadi mitra dari pemerintah desa yang turut
membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di
tingkat desa, BPD memperkuat kebersamaan serta meningkatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau BPD
memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa.

BPD berfungsi mengayomi adat istiadat, membahas, dan menyepakati


Rancangan Peraturan Desa bersama kepala desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintah desa.

Masa keanggotaan BPD selama 6 tahun terhitung sejak tanggal


pengucapan sumpah janji. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah
gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang,
dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan
keuangan desa.

26
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Pemilihan Kepala Desa,


Pengangkatan Perangkat Desa
dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Pemilihan Kepala Desa


Pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah
kabupaten/kota dan dapat dilaksanakan secara bergelombang paling banyak
3 (tiga) kali dalam waktu 6 (enam) tahun. Jika terjadi kekosongan jabatan
maka bupati/walikota menunjuk pejabat kepala desa yang berasal dari
pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan kabupaten/kota.

Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:


1. Persiapan;
2. Pencalonan;
3. Pemungutan suara; dan
4. Penetapan

Tahapan persiapan terdiri atas kegiatan:


a. Pemberitahuan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala desa
tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum
berakhir masa jabatan;
b. Pembentukan panitia pemilihan kepala desa oleh Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari
setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;
c. Laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada bupati/walikota

27
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah


pemberitahuan akhir masa jabatan;
d. Perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada bupati/
walikota melalui camat atau sebutan lain dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah terbentuknya panitia pemilihan; dan
e. Persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari sejak diajukan oleh panitia.

Tahapan pencalonan terdiri atas kegiatan:


a. Pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam jangka waktu 9
(sembilan) hari;
b. Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi, klarifikasi, serta
penetapan dan pengumuman nama calon dalam jangka waktu 20 (dua
puluh) hari;
c. Penetapan calon kepala desa sebagaimana dimaksud pada huruf b paling
sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang calon;
d. Penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan pemilihan kepala
desa;
e. Pelaksanaan kampanye calon kepala desa dalam jangka waktu 3 (tiga)
hari; dan
f. Masa tenang dalam jangka waktu 3 (tiga) hari.

Tahapan pemungutan suara terdiri atas kegiatan:


a. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara;
b. Penetapan calon yang memperoleh suara terbanyak; dan/atau
c. Dalam hal calon yang memperoleh suara terbanyak lebih dari 1 (satu)
orang, calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah perolehan suara
yang lebih luas.

29
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Tahapan penetapan terdiri atas kegiatan:


a. Laporan panitia pemilihan mengenai calon terpilih kepada Badan
Permusyawaratan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pemungutan
suara;
b. Laporan Badan Permusyawaratan Desa mengenai calon terpilih kepada
bupati/walikota paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan
panitia;
c. Bupati/walikota menerbitkan keputusan mengenai pengesahan dan
pengangkatan kepala desa paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
diterima laporan dari Badan Permusyawaratan Desa; dan
d. Bupati/walikota atau pejabat lain yang ditunjuk melantik calon kepala
desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan
keputusan pengesahan dan pengangkatan kepala desa dengan tata cara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pejabat lain yang ditunjuk tersebut adalah wakil bupati/walikota atau camat
atau sebutan lain. Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa,
bupati/walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari.

Kepala desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan
sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon
terpilih. Ketika kepala desa sedang cuti, sekretaris desa melaksanakan tugas
dan kewajiban kepala desa.

Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa
harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. Jika
pegawai negeri sipil terpilih dan diangkat menjadi kepala desa, yang
bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi kepala
desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

30
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Perangkat desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa diberi
cuti terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal calon kepala
desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.
Tugas perangkat desa tersebut dirangkap oleh perangkat desa lainnya yang
ditetapkan dengan keputusan kepala desa.

Pemilihan Kepala Desa Antar-Waktu melalui Musyawarah Desa

Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk pelaksanaan


pemilihan kepala desa antar-waktu dilaksanakan paling lama dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak kepala desa diberhentikan dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. Sebelum penyelenggaraan Musyawarah Desa,
dilakukan kegiatan yang meliputi:
1. Pembentukan panitia pemilihan kepala desa antar-waktu oleh
Badan Permusyawaratan Desa paling lama dalam jangka waktu 15
(lima belas) hari terhitung sejak kepala desa diberhentikan;
2. Pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa oleh panitia
pemilihan kepada penjabat kepala desa paling lambat dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak panitia terbentuk;
3. Pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat kepala desa
paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
diajukan oleh panitia pemilihan;
4. Pengumuman dan pendaftaran bakal calon kepala desa oleh
panitia pemilihan dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari;
5. Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon oleh
panitia pemilihan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari; dan
6. Penetapan calon kepala desa antar-waktu oleh panitia pemilihan
paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling banyak 3 (tiga) orang
calon yang dimintakan pengesahan musyawarah desa untuk
ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dalam Musyawarah
Desa.

31
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

b. Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa


yang meliputi kegiatan:
1. Penyelenggaraan Musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua Badan
Permusyawaratan Desa yang teknis pelaksanaan pemilihannya
dilakukan oleh panitia pemilihan;
2. Pengesahan calon kepala desa yang berhak dipilih oleh Musyawarah
Desa melalui musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara;
3. Pelaksanaan pemilihan calon kepala desa oleh panitia pemilihan
melalui mekanisme musyawarah mufakat atau melalui pemungutan
suara yang telah disepakati oleh musyawarah Desa;
4. Pelaporan hasil pemilihan calon kepala desa oleh panitia pemilihan
kepada Musyawarah Desa;
5. Pengesahan calon terpilih oleh Musyawarah Desa;
6. Pelaporan hasil pemilihan kepala desa melalui Musyawarah Desa
kepada Badan Permusyawaratan Desa dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari setelah Musyawarah Desa mengesahkan calon kepala desa
terpilih;
7. Pelaporan calon kepala desa terpilih hasil Musyawarah Desa oleh
ketua Badan Permusyawaratan Desa kepada bupati/walikota paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan dari panitia
pemilihan;
8. Penerbitan keputusan bupati/walikota tentang pengesahan
pengangkatan calon kepala desa terpilih paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya laporan dari Badan Permusyawaratan
Desa; dan
9. Pelantikan kepala desa oleh bupati/walikota paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan pengangkatan
calon kepala desa terpilih dengan urutan acara pelantikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

32
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Pemberhentian Kepala Desa


Kepala desa berhenti dikarenakan beberapa hal berikut:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan.
Kepala desa diberhentikan karena memang diberhentikan
antara lain karena :
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;
d. Melanggar larangan sebagai kepala desa;
e. Adanya perubahan status desa menjadi kelurahan, penggabungan 2
(dua) desa atau lebih menjadi 1 (satu) desa baru, atau penghapusan
desa;
f. Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa; atau
g. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila kepala desa berhenti dikarenakan 3 hal tersebut, Badan


Permusyawaratan Desa melaporkan kepada bupati/walikota melalui camat
atau sebutan lain. Pemberhentian kepala desa ditetapkan dengan keputusan
bupati/walikota. Jika sisa masa jabatan kepala desa yang berhenti tidak lebih
dari 1 (satu) tahun, bupati/walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari
pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai pejabat kepala desa sampai
terpilihnya kepala desa yang baru. Sedangkan jika sisa masa jabatan kepala
desa yang berhenti lebih dari 1 (satu) tahun, bupati/walikota mengangkat
pegawai negeri sipil dari pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai pejabat
kepala desa sampai terpilihnya kepala desa yang baru melalui hasil
Musyawarah Desa. Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan
pemilihan kepala desa, kepala desa yang habis masa jabatannya tetap
diberhentikan dan selanjutnya bupati/walikota mengangkat pejabat kepala
desa.

33
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala desa ditetapkan oleh .


bupati/walikota mengangkat pejabat kepala desa dari pegawai negeri sipil
dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Pegawai negeri sipil yang diangkat
sebagai pejabat kepala desa paling sedikit harus memahami bidang
kepemimpinan dan teknis pemerintahan. pejabat kepala desa melaksanakan
tugas, wewenang, dan kewajiban serta memperoleh hak yang sama dengan
kepala desa.

Kepala desa yang berstatus pegawai negeri sipil, setelah berhenti sebagai
kepala desa, ia dikembalikan kepada instansi induknya. Kepala desa yang
berstatus pegawai negeri sipil apabila telah mencapai batas usia pensiun
sebagai pegawai negeri sipil diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai
negeri sipil dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberhentian kepala desa diatur dalam peraturan menteri.

34
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Pengangkatan Perangkat Desa

Perangkat desa diangkat dari warga desa yang memenuhi persyaratan


sebagai berikut:
a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat;
b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua)
tahun;
c. Terdaftar sebagai penduduk desa dan bertempat tinggal paling kurang
1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
d. Syarat lain yang ditentukan dalam peraturan daerah kabupaten/kota.

Syarat lain pengangkatan perangkat desa yang ditetapkan dalam Peraturan


Daerah Kabupaten/Kota harus memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial
budaya masyarakat. Pengangkatan perangkat desa dilaksanakan dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. Kepala desa melakukan penjaringan dan penyaringan atau seleksi
calon perangkat desa;
b. Kepala desa melakukan konsultasi dengan camat atau sebutan lain
mengenai pengangkatan perangkat desa;
c. Camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang
memuat mengenai calon perangkat desa yang telah dikonsultasikan
dengan kepala desa; dan
d. Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh
kepala desa dalam pengangkatan perangkat desa dengan keputusan
kepala desa.

Pegawai negeri sipil Kabupaten/kota setempat yang akan diangkat menjadi


perangkat desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina
kepegawaian. Manakala seorang pegawai negeri sipil kabupaten/kota
setempat yang terpilih dan diangkat menjadi perangkat desa, yang
bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi
perangkat desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

35
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Pemberhentian Perangkat Desa


Perangkat desa dapat diberhentikan karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan.
Perangkat desa yang diberhentikan karena memang diberhentikan antara
lain karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Berhalangan tetap;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat desa; atau
d. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
Pemberhentian perangkat desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai
berikut:
a. Kepala desa melakukan konsultasi dengan Camat atau sebutan lain
mengenai pemberhentian perangkat desa;
b. Camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang
memuat mengenai pemberhentian perangkat desa yang telah
dikonsultasikan dengan kepala desa; dan
c. Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh
kepala desa dalam pemberhentian perangkat desa dengan keputusan
kepala desa.

Dalam hal pengangkatan perangkat desa, tentunya kepala desa harus


mengetahui terlebih dahulu rekam jejak bakal calon perangkat desa. Dengan
demikian kepala desa benar-benar mengetahui kapasitas dan karakter orang
yang akan membantu menjalankan roda pemerintahan desa. Sebagai
pemimpin pemerintahan desa, kepala desa mempunyai hak untuk
mengusulkan bakal calon perangkat desa yang sekiranya bisa bekerja dengan
kepala desa. Dengan demikian suasana kepersonaliaan didalam
pemerintahan desa akan lebih baik dan menjadi lebih sinergis, dan kompak.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian


perangkat desa diatur dalam peraturan menteri.

36
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dilaksanakan secara


demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah
perwakilan dengan menjamin keterwakilan perempuan. Dalam rangka proses
pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan, kepala desa
membentuk panitia pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
dan ditetapkan dengan keputusan kepala desa.

Panitia pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas unsur


perangkat desa dan unsur masyarakat lainnya dengan jumlah anggota dan
komposisi yang proporsional. Panitia pengisian melakukan penjaringan dan
penyaringan bakal calon anggota Badan Permusyawaratan Desa dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa berakhir. Panitia pengisian menetapkan calon
anggota Badan Permusyawaratan Desa yang jumlahnya sama atau lebih dari
anggota Badan Permusyawaratan Desa yang dilaksanakan paling lambat 3
(tiga) bulan sebelum masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
berakhir.

Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa


ditetapkan melalui proses pemilihan langsung. Panitia pengisian
menyelenggarakan pemilihan langsung calon anggota Badan Permusyawara-
tan Desa. Sedangkan jika mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan melalui proses musyawarah perwakilan,
calon anggota Badan Permusyawaratan Desa dipilih dalam proses
musyawarah perwakilan oleh unsur masyarakat yang mempunyai hak pilih.

Hasil pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan disampaikan oleh


panitia pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala desa
paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkannya hasil pemilihan langsung atau
musyawarah perwakilan. Selanjutnya hasil tersebut disampaikan oleh kepala

37
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

desa kepada bupati/walikota paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil
pemilihan dari panitia pengisian untuk diresmikan oleh bupati/walikota. Lebih
lanjut mengenai Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan
daerah kabupaten/kota.
Pengisian Keanggotaan
Badan Permusyawaratan Desa Antar-Waktu
Pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa antar-waktu
ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota atas usul pimpinan Badan
Permusyawaratan Desa melalui kepala desa.
Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (6) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan hasil pemilihan langsung
atau musyawarah perwakilan dari kepala desa.

Pemberhentian Anggota Badan Permusyawaratan Desa


Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa diberhentikan antara lain karena:
a. Berakhir masa keanggotaan;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Badan
Permusyawaratan Desa; atau
d. Melanggar larangan sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Pemberhentian anggota Badan Permusyawaratan Desa diusulkan oleh


pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada bupati/walikota atas dasar
hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa. Peresmian pemberhentian
anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan
bupati/walikota.

38
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Efek vitas Kelembagaan pemerintah


desa dalam struktur organisasi lokal akan
terwujud apabila struktur organisasi
dibuat atas dasar komitmen dan
kebutuhan dengan mengedepankan
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan
internalnya secara efek f dan efisien.
Citra pemerintah desa akan terangkat
bila penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan
masyarakat serta kemasyarakatan dapat
dilakukan dengan op mal. Miskin
struktur tetapi kaya fungsi jauh lebih baik
untuk menjalankan fungsi-fungsi
pemerintah desa dengan lebih op mal.

39
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa

U ntuk mengetahui efektifitas dan optimasi kinerja pemerintah desa


harus dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan
desa .Evaluasi dapat dilaksanakan oleh pemerintah supradesa
(Kecamatan dan Kabupaten) dan masyarakat melalui Badan
Permusyawaratan Desa. Pemerintah desa harus memberikan ruang bagi
partisipasi publik dalam memberikan masukan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan desa. Kepala desa selaku penanggungjawab
dalam penyelenggaraan pemerintah desa harus lebih terbuka saat
mendapatkan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak,
dan kewajibannya, kepala desa wajib :

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir


tahun anggaran kepada bupati/walikota;
b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir
masa jabatan kepada bupati/walikota;
c. Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan
secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun
anggaran.

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran


disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

40
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran paling


sedikit memuat:
a. Pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. Pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;
c. Pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan
d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran


digunakan sebagai bahan evaluasi oleh bupati/walikota untuk dasar
pembinaan dan pengawasan. Selain itu, kepala desa wajib menyampaikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain. Laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa tersebut disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan
sebelum berakhirnya masa jabatan. Laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa akhir masa jabatan paling sedikit memuat:

a. Ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya;


b. Rencana penyelenggaraan pemerintahan desa dalam jangka waktu untuk
5 (lima) bulan sisa masa jabatan;
c. Hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan
d. Hal yang dianggap perlu perbaikan.

Kepala desa juga menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan


pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran kepada Badan
Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran. Laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan desa paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan desa.

Laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam
melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala desa. Kepala desa
menginformasikan secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah
diakses oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa
kepada masyarakat desa.

41
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan


pelaksanaan pembangunan desa dan melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pembangunan desa. Masyarakat juga bisa melakukan
pemantauan dan pengawasan penyelenggaraan pembangunan desa.
Masyarakat desa dapat melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan
terhadap pelaksanaan pembangunan desa kepada pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa. Pembahasan laporan pelaksanaan
pembangunan dan tanggapan laporannya dapat dibahas dalam forum
Musyawarah Desa, dengan demikian masyarakat harus berpartisipasi aktif
dalam setiap pelaksanaan Musyawarah Desa.

Jangan sampai warga desa tidak peduli dengan kinerja pemerintahan desa.
Masyarakat harus terlibat dalam melakukan pengawasan, pemantauan, dan
evaluasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat yang ada di desanya baik secara langsung maupun dengan
memanfaatkan ruang-ruang publik yang ada. Ketentuan lebih lanjut
mengenai laporan penyelenggaraan pemerintahan desa diatur dalam
peraturan menteri.

42
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Peran Masyarakat
dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa

D esa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur


dan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa menjadi keharusan. Tata kelola desa secara tegas juga menuntut kepala
desa (pemerintah desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat (termasuk
perempuan, kelompok marginal, dan sebagainya) untuk membahas hal-hal
strategis kepentingan desa.

Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena:


1 Ÿ Menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat atas segala hal yang
telah diputuskan dan dilaksanakan.
2 Ÿ Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup
untuk memelihara dan mengembangkan produk-produk
pembangunan dari pemerintahan desa maupun maupun masyarakat
sendiri.
3Ÿ Memberikan legitimasi dan keabsahan atas segala yang telah
diputuskan bersama.

43
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Peran masyarakat dalam bidang pemerintahan desa, misalnya adalah:


1 Ÿ Memberikan informasi yang akurat terkait dengan data keluarga, data
ekonomi sosial masyarakat untuk kebutuhan sistem administrasi dan
informasi desa.
2 Ÿ Terlibat aktif dalam melakukan pemutakhiran data kependudukan.
3 Ÿ Terlibat aktif dalam pendataan potensi desa.
4 Ÿ kut aktif dalam setiap penyelenggaraan Musyawarah Desa.

Seringkali dalam komunitas desa ada kelompok masyarakat yang tersisih


(marginal) karena persoalan ekonomi (kelompok miskin), umur (manula,
pemuda), jenis kelamin (perempuan dalam masyarkat patriarki), atau yang
memiliki keterbatasan fisik maupun mental. Kelompok ini justru yang harus
menjadi tujuan utama bagi Pemerintah Desa untuk lebih diprioritaskan dan
diperhatikan. Minimal mereka dilibatkan dalam penyusunan perencanaan
pembangunan dan mendapatkan akses dari anggaran desa untuk
peningkatan kesejahteraan mereka.

44
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Tentang Penulis

Joko Purnomo

Pria kelahiran Boyolali ini aktif sebagai peneliti,


fasilitator, dan evaluator dalam penguatan
masyarakat, komunitas serta pemerintahan
desa. Selain itu, ia juga aktif menjadi penulis
modul, buletin, serta buku untuk berbagai
lembaga masyarakat sipil. Joko sarat
pengalaman dalam melakukan riset maupun
pendampingan komunitas antara lain di Jawa,
Nangroe Aceh Darrusalam, Nusa Tenggara
Timur dan Sulawesi. Joko dapat dihubungi
melalui : joko_purnomo81@yahoo.co.id

45
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

CATATAN
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

CATATAN
Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

CATATAN

Anda mungkin juga menyukai