1
Selanjutnya, menurut Conny Semiawan S. (1986) mengemukakan “tes
adalah alat pengukur untuk menetapkan apakah berbagai faset dari kesan
yang kita perkirakan dari seseorang adalah benar merupakan fakta, juga
adalah cara untuk menggambarkan bermacam-macam faset ini seobjektif
mungkin.” Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
hakikat tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus
dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Dengan demikian, fungsi tes
adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang
hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai
materi pelajaran yang telah disampaikan.
Mengenai istilah pengukuran, Ahmann dan Glock dalam S. Hamid Hasan
(1988) menjelaskan “in the last analysis measurement is only a part,
although a very substansial part of evaluation. It provides information
upon which an evaluation can be based… Educational measurement is the
process that attemps to obtain a quantified representation of the degree to
which a trait is possessed by a pupil.”
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pengukuran yang dikemukakan
di atas, dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau
kegiaan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti
peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, white board, dan
sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus menggunakan alat
ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki
derajat validitas dan realibilitas yang tinggi. Dalam bidang pendidikan,
psikologi, maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran
biasanya menggunakan tes. Dalam sejarah perkembangannya, aturan
mengenai pemberian angka ini didasarkan pada teori pengukuran psikologi
yang dinamakan psychometric. Meskipun demikian, boleh saja suatu
kegiatan penilaian dilakukan tanpa melalui proses pengukuran.
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assesment, bukan dari
istilah evaluation. Depdikbud (1994) mengemukakan “penilaian adalah
suatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah
dicapai siswa. Kata “menyeluruh” mengandung arti bahwa penilaian tidak
hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai.
Sselanjutnya, Gronlund mengartikan, “penilaian adalah suatu proses yang
sistematisdari pengumpula, analisis, dan interpretasi informasi/data untuk
menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan
pembelajaran.” Sementara itu, Anthony J. Nitko (1996), menjelaskan
2
“assessment is a broad term defined as a process for obtaining information
that is used for making decisions about students….” Dari ketiga pendapat
di atas jelas menunjukkan bahwa penilaian lebih difokuskan pada peserta
didik sebagai subjek belajar dan tidak sedikitpun menyinggung komponen-
komponen pembelajaran lainnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses
atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan
pertimbangan tertentu. Keputusan yang dimaksud ialah keputusan tentang
peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga keputusan tentang
kenaikan kelas dan kelulusan.
Selanjutnya tentang istilah evaluasi, menurut Carl H. Witherington (1952)
“an evaluation is a declaration that something has or does not have value.”
Sama halnya menurut Wand dan Brown (1957), bahwa evaluasi berarti
“… refer to the act or process to the determining the value of something.”
Kedua pendapat ini menegaskan pentingnya nilai (value) dalam evaluasi.
Padahal, dalam evaluasi bukan hanya berkaitan dengan nilai tetapi juga
arti atau makna. Dari beberapa rumusan tentang evaluasi ini, dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya evaluasi adalah suatu proses yang
sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti)
dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka
pembuatan keputusan. Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa hal yang
perlu dijelaskan lebih lanjut, yaitu:
1. Evaluasi adalah suatu proses bukan hasil (produk).
2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama
berkenaan dengan nilai dan arti.
3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan
(judgement).
4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan
kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat saja berasal dari apa
yang dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi bisa juga berasal dari luar
apa yang dievaluasi (eksternal, baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Kriteria yang penting dibuat oleh evaluator dengan
pertimbangan, antara: a) hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, b) evaluataor lebih percaya diri, c) menghindari
adanya unsur subjektivitas, d) memungkinkan hasil evaluasi akan
sama sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda, e)
memberikan kemudahan bagi evaluator daam melakukan penafsiran
hasil evaluasi.
3
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi
pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrumen)
pengukuran. Pengukuran lebih membatasi pada gambaran yang bersifat
kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik (learning
progress), sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif.
Dengan demikian, pengertian evaluasi pembelajaran adalah suatu proses
atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam
rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti)
pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban
guru dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan penilaian hasil belajar
adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan
menyeluruh dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menilai pencapaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Prestasi
Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian
dalam bahasa Indonesai menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”.
Istilah prestasi belajara (achievement) berbeda dengan “hasil belajar”
4
(learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan
aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan
watak peserta didik. Prestasi belajar merupakan suatu maslah yang bersifat
parenial dalam sejarah kehidupan manusia, prestasi belajar terasa sangat
penting untuk dibahas karena mempunyai beberapa fungsi utama, anatara
lain:
1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yag telah dikuasai peserta didik.
2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
4. Prestasi belajar sebgai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan
5. Prestasi belajar dapat dijadikan sebagai indikator daya serap
(kecerdasan) peserta didik.
5
langkah perbaikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Dan
terakhir yaitu seleksi, evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan peserta didik, keterampilan, sikap dan nilai-nilai peserta diik
untuk jenis pekerjaan, jabatan atau pendidikan tertentu.
Dalm hal evaluasi ada kegaiatan penilaian, menurut Kellough dan
Kellough dalam Swearingen (2006), tujuan penilaian adalah untuk
membantu belajar peserta didik, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
peserta didk, menilai efektivitas stretegi pembelajaran, menilai dan
meningkatkan efektivitas program kurikulum, menilai dan meningkatkan
efektifitas pembelajaran, menyediakan data yang membantu dalam
membuat keputusan, komunikasi dan melibatkan orangtua peserta didik.
Sementara itu, Chittenden mengemukakan tuuan penialaian (assesment
purpose) adalah “keeping track, checking-up, finding-out, and summing-
up”.
Adapun tujuan dari penilaian hasil belajar adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi
yang telah diberikan,
2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, akat, minat, dan sikap
peserta didik terhadap program pembelajaran,
3. Untuk mengethaui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar
peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan,
4. Untuk mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didk dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
5. Untuk menyeleksi peserta didik,
6. Untuk menentukan kenaikan kelas,
7. Untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
6
fungsi ini baru dapat dilasanakan apabila pengembangan suatu kurikulum
telah dianggap selesai.
Fungsi evaluasi memang cukup luas, tapi secara menyeluruh fungi
evaluasi adalah:
1. Secara psikologis, peserta didik selalu butuh untuk mengetahui
sejauh mana kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai.
2. Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah
peserta didik sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat.
3. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru
dalam menempatkan peserta didik pada kelommpok tertentu sesuai
dengan kemampuan dan kecakapannya masing-masing serta
membantu guru dalam usaha memperbaiki pembelajarannya.
4. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik
dalam menempuh program pendidikannya.
5. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam
kelompo, apakah dia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang
pandai.
6. Evalusi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan
seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan,
maupun kenaikan kelas.
7. Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan
tentang kemajuan peserta didik kepada orang tua, pejabat pemrintah
yang berwenang, kepala sekolah, guru-guru dan peserta didik itu
sendiri.
7
a. Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam
jenjang kemampuan, yaitu: 1) Pengetahuan (knowledge), 2)
Pemahaman (comprehension), 3) Penerapan ( application), 4)
Analisis (Analysis), 5) Sintesis (synthesis), 6) Evaluasi
(evaluation).
b. Dimain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang
menunjuk ke arah pertumubuhan batiniah dan terjadi bila peserta
didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian
mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam
membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif
terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu: 1) Kemampuan
menerima (receiving), 2) Kemampuan menanggapi/menjawab
(responding), 3) Menilai (valuing), 4) Organisasi (organization).
c. Domain psikomotorik (psychomotor domain), yaitu kemampuan
peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-
bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan
gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan waktu
sekurang-kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang
digunakan harus sesuai dengan kelompok keterampilan masing-
masing, yaitu: 1) Muscular or motor skill, 2) Manipulations of
materials or objects, 3) Neuromuscular coordination.
8
4) Media pembelajaran, yaitu alat-alat yang membantu untuk
mempermudah guru dalam menyampaikan isi/materi pelajaran.
5) Sumber belajar, yaitu meliputi pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan latar.
6) Lingkungan, terutama lingkungan sekolah dan lingkungan
keluarga.
7) Penilaian proses dari hasil belajar, baik yang menggunakan tes
maupun nontes.
b. Proses pelaksanaan pembelajaran, meliputi:
a. Kegiatan, yang meliputi jenis kegiatan, prosedur pelaksanaan
setiap jenis kegiatan, sarana pendukung, efektivitas dan
efisiensi, dsb.
b. Guru, terutama dalam hal menyampaikan materi, kesulitan-
kesulitan guru, menciptakan suasana pembelajaran yang
kondusif, menyiapkan alat-alat dan perlengkapan yang
diperlukan, membimbing peserta didik, menggunakan teknik
penilaian, menerapkan disiplin kelas, dsb.
c. Peserta didik, terutama dalam hal peran serta peserta didik
dalam kegiatan belajar dan bimbingan, memahami jenis
kegiatan, mengerjakan tugas-tugas, perhatian, keafktifan,
motivasi, sikap, minat, umpan balik, kesempatan
melaksanakan praktik dalam situasi yang nyata, kesulitan
belajar, waktu belajar, istirahat, dsb.
9
d. Perkembangan jasmani/kesehatan, yang meliputi: jasmani peserta
didik yang sudah berkembang secara harmonis sehingga dapat
menggunakan seluruh anggota tubuhnya dengan cekatan serta
memiliki kecakapan dasar dalm berolahraga dengan membiasakan
hidup sehat.
e. Keterampilan, yang meliputi: kemampuan peserta didik terampil
dalam membaca, menulis, dan berhitung serta dapat menggunakan
tangannya untuk menggambar, olah raga, dsb.
10
d. Kompetensi tamatan
Kompetensi tamatan merupakan batas dan arah kompetensi yang
harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti berbagai mata
pelajaran tertentu. Kompetensi tamatan suatu jenjang pendidikn
dpat dijabarkan dari visi dan misi yang telah ditetapkan oleh
jenjang pedidikan masing-masing.
e. Pencapaian keterampilan hidup
Penguasaan berbagai kompetensi dasar, kompetensi lintas
kurikulum, kompetensi rumpun pelajaran dan kompetensi tamatan
melalui berbagai pengalaman belajar dapat memberikan efek
positif (nurturan effects) dalam bentuk kecakapan hidup (life
skills). Jenis-jenis kecakapan hidup yang perlu dinilai, yaitu: 1)
keterampilan pribadi, 2) keterampilan berpikir rasional, 3)
keterampilan sosial, 4) keterampilan akademik, 5) keterampilan
vokasional.
11
Praktis megandung arti kata mudah digunakan, baik oleh guru itu
sendiri maupun yang menyususn alat evaluasi maupun orang lain
yang akan menggunakan alat evaluasi tersebut.
12
BAB II
STANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN
13
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pengertian ini, terdapat beberapa implikasi, yaitu:
1. Pendidikan merupakan usaha sadar. Artinya, berbagai tindakan yang
dilakukan pendidik kepada peserta didik harus dilakukan secara sadar
atau sengaja.
2. Pendidikan harus dilakukan secara terencana. Artinya, pendidikan
harus disusun dalam suatu program.
3. Pendidikan harus dapat mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran yang kondusif. Pendidik harus menguasai berbagai
strategi dan media pembelajaran, teknik berkomunikasi dan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal sehingga peserta
didik tidak merasa jenuh.
4. Pendidik harus melibatkan peserta didik untuk aktif mengembangkan
potensi dirinya. Tugas pendidik adalah mengaktifkan peserta didik,
baik secara fisik, mental, intelektual, emosional maupun sosialnya,
sehingga potensi peserta didik dapat tumbuh dengan lebih baik.
5. Pendidik harus mengarahkan peserta didik untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengetahuan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang dilakukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
14
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
2. Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan. Setiap satuan pendidikan harus
melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efesien.
3. Standar kompetensi lulusan, adalah kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar
kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang
meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran, mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik dengan ijazah atau sertifikat keahlian.
5. Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermaian, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar
lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
7. Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu
tahun.
8. Standar penilaian, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan makanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar
peserta didik.
15
Dari delapan standar nasional pendidikan bahwa standar penilaian
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari standar nasional pendidikan,
karena standar penilaian mempunyai peran dan kedudukan yangsangat
strategis dalam pendidikan.
16
b. Standar Perencanaan Penilaian
Standar perencanaan penilaian oleh pendidik merupakan prinsip-
prinsip yang harus dipedomani bagi pendidik dalam melakukan
perencanaan penilaian.
BSPN menjabarkan prinsip sebagai berikut, pendidik harus membuat
rencana penilaian secara terpadu dengan silabus dan perencanaan
pembelajaran, pendidik harus mengembangkan kriteria pencapaian
kompetensi dasar sebagai dasar untuk penilaian, pendidik
menggunakan acuan kriteria dalam penentuan nilai peserta didik.
17
b. Demonstrasi
c. Observasi
d. Penugasan
e. Portofolio
f. Tes Tertulis
g. Tes lisan
h. Jurnal
i. Wawancara
j. Inventori
k. Penilaian diri
l. Penilaian antarteman
18
BAB III
KARAKTERISTIK, MODEL, DAN PENDEKATAN EVALUASI
PEMBELAJARAN
19
2. Evaluasi dan transfer
Hal penting yang berkenaan dengan proses belajar adalah
kemungkinan mentransfer hasil yang dipelajari ke dalam siuasi
fungsional. Apabila suatu hasil belajar tidak dapat ditransfer dan
hanya dapat digunakan dalam satu situasi tertentu saja, maka hasil
belajar dapat disebut hasil belajar palsu. Sebaliknya, jika suatu hasil
belajar itu disebut ditransfer kepada penggunaan yang aktual, maka
hasil belajar itu disebut hasil belajar autentik.
3. Evaluasi langsung dari proses belajar
Hal ini dimaksudkan agar proses belajar diorganisasi sedemikian rupa,
sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Guru Dapat mengetahui
proses apa yang dilalui peserta didik dalam mempelajari sesuatu.
Penelitian tetnag proses belajar yang diikuti oleh peserta didik
merupakan suatu hal yang sangat penting, guru akan mengetahui letak
kesulitan peserta didik kemudian mencari alternatif bagaimana
mengatasi kesulitan tersebut.
A. Model-model evaluasi
1. Model tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangannya yaitu Tyler.
Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler
banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Model
ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan
pada tingkah laku peserta disik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada
tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran
(hasil). Model Tyler disebut juga model black bcx, karena model ini
sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Menurut Tyler, ada
3 langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu menentukan tujuan
pembalajaran yang akan dievaluasi, menentukan situasi dimana
peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah
laku yang berhubungan dengan tujuan, dan menentukan alat evaluasi
yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku.
2. Model yang berorientasi pada tujuan
Dalam pembelajaran, kita mengenal adanya tujuan pembelajaran
umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini
menggunakan kedua tujuan tersebut sebagai kriteria untuk
menentukan keberhasilan,. Dengan demikian, model ini terdapat
hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran
hasil. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan
dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan.
20
3. Model pengukuran
Model pengukuran (measurement model) banyak mengemukakan
pemikiran-pemikiran dari R. thorndike dan R.L.Ebel dengan
namanya,, model ini menitikberatkan pada kegiatan pengukuran.
Pengukuran digunakan untuk menentukaan kuantitas suatu sifat
(atribute) tertentu uang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa,
salam bentuk unit ukuran tertentu. Objek evaluasi dalam model ini
adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif),
pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian
peserta didik. Model ini menggunakan pendekatan PenilaianbAcuan
Norma (norm-referenced assesment).
4. Model kesesuaian (Ralph W. Tyler, John B. Carrol, and Lee J.
Cronbach)
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untukbmelihat
kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah
dicapai. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu
perubahan tingkah lakuyang diinginkan (intended behaviour) pada
akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Oleh sebab itu, model ini menekankan
pada pendekatan penilaian acuan patokan (criterion-referenced
assesment).
5. Educational system evaluation model (Daniel L. Stufflebeam,
Michael Scriven, Robert E. Stake, and Malcolm M. Provus)
Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari
berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah
criterion, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstren.
Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan ini dan
merupakan penggabungan dari beberapa model, sehingga objek
evaluasinya pun diambil dari beberapa model, yaitu:
1. Model countenance dari Stake
2. Model CIPP dan CDPP dari Stufflebeam
3. Model Scriven
4. Model Provus
5. Model EPIC (evaluative Innovative curriculum)
6. Model CEMREL (central Midwestren regional educational
laboratory)
7. Model Atkinson
6. Model alkin
Model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Marvin Alkin
yang menurutnya, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan
21
keputusan, mengumpulkan informasi,, memilih informasi yang tepat,
dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi
pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ada 5 jenis
evaluasi yang dikemukakan, antara lain: sistem assesment, program
planning, program implementation, program improvement, dan
program certification.
7. Model Brinkerhoff
Robert O. Brinkerhoff, mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang
disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu:
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain ini harus direncanakan dan disusun secara sistematik-
terstruktur sebelum program dilaksanakan. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam desain ini antara lain, menyusun
pertanyaan-pertanyaan,, menyusun dan menyiapkan instrumen,
menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi
secara formal kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
22
Model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik.
Evaluasi dalam hal ini tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan
pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai
perspektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan
dengan program pembelajaran.
B. Pendekatan evaluasi
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah
atau mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran,
pendekatan evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu pendekatam tradisional dan
pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi, pendekatan
evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan
norm-referenced evaluation.
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan
selama ini di sekolah yang ditujukan pada perkembangan aspek
intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan
pengembangan sikap kurang mendapat perhatian yang serius. Dengan
kata lain, peserta didik hanya dituntut untuk menguasai mta pelajaran.
Kegiatan-kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen
produk saja, sementara komponen proses cenderung diabaikan.
2. Pendekatan System
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling
berhubungan dan jetergantungan. Jika pendekatan sistem dikaitkan
dengan evaluasi, maka pembahasan lebih difokuskan pada komponen
evaluasi, yang meliputi komponen kebutuhan dan feasibility. Dalam
literatur modern tentang evaluasi, terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu penilaian acuan
patokan dan penilaian acuan norma.
a. Penilaian acuan patokan (PAP)
pendekatan inj sering disebut sebagai penilaian norma absolut.
Jika ingin menggunakan ini guru harus membandingkan hasil
yang diperoleh peserta didik dengan sebuah patokan atau kriteria
yang sscara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh guru.
b. Penilaian acuan norma (PAN)
salah satu perbedaan PAP dan PAN adalah penggunaan tolak
ukur hasil/skor sebagai pembanding. Pendekatan ini
menbandingakan skor setiap peserta didik dengan teman satu
kelasnya. Makna nilai dalam bentuk angka maupun kualigikasi
memili sifat relatif.
23
BAB IV
PROSEDUR PENGEMBANGAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Perencanaan evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi harus sesuai dengan apa yang direncanakan.
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah
memebuat perencanaan. Implikasinya adalah perencanaan harus
dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komprehnsif sehingga
perncanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
B. Pelaksanaan evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi
sesuai dengan perencanaan evaluasi. Pelaksanaan evaluasi tergantung pada
jenis evaluasi apa yang digunakan. Jenis evaluasi yang digunakan akan
mempengaruhi evaluator dalam menentukan prosedur, metode, instrumen,
waktu pelaksanaan, sumber data, dsb.
Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah untuknmengumpulkan data dan
informasi mengenai keseluruhan aspek kepribadian dan prestasi belajar
peserta didik yang meliputi:
1. Data pribadi peserta didik
2. Data tentang kesehatan peserta didik
24
3. Data tentang prestasi belajar peserta didik
4. Data tentang sikap peserta didik
5. Data tentang bakat peserta didik
6. Persoalan penyesuaian
7. Data tentang minat peserta didik
8. Data tentang rencana masa deoan peserta didik
9. Data tentang latar belakang keluarga peserta didik
D. Pengolahan data
Setelah semua data terkumpul, baik secara langsung maupun tidak
langsung, maka selanjtnya dilakukan pengolahan data. Mengolah data
berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan menjadi sebuah
sajian data yang menarik dan bermakna.
Ada empat langkah pokok dalam mengolah hasil penilaian, yaitu:
1. Menskor
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standar sesuai dengan norma
tertentu
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa huruf atau
angka
4. Melakukan analisis soal untuk mengetahui derajat validitas dan
reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan tertentu. Langkah selanjutnya
adalah menafsirkan data itu sehingga memberikan makna. Terdapat dua
penafsiran data, yaitu penafsiran data kelompok dan penafsiran individual.
25
Semua hasil evaluasi yang sudah disempurnakan harus dilaporkan kepaada
berbagai pihak yang berkepentingan, sperti orangtua/wali, kepla sekolah,
pengawas, pemerintah, mitra sekolah, dan peserta didik itu sendirj sebgai
akuntabilitas publik. Laporan kemajuan belajara peseta didik merupakan
sarana komunikasi antara sekolah, peserta didik, dan orangtua dalam
upaya mengembangkan dan menjaga hubungan kerjasama yang harmonis
di antara mereka. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
1. Konsisten dengan pelaksanaan penialaian di sekolah.
2. Memuat perincian hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan dan dikaitan dengan penilaian yang
bermanfaat bagi pengembangan peserta didik.
3. Menjamin orangtua akan informasi permasalahan peserta didik
dalam belajar.
4. Mengandung berbagai cara dan strategi komunikasi.
5. Memberikan informasi yang benar, jelas, komprehensif, dan
akurat.
Dalam dokumen kurikulum berbasis kompetensi, Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas (2002) menjelaskan, “laporan kemajuna siswa dapat
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu laporan prestasi dalam mata
pelajaran dan laporan pencapaian”.
F. Penggunaan hasil evaluasi
Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah penggunaan atau pemanfaatan
hasil evaluasi. Salah satu penggunaan hasil evaluasi adalah laporan.
Laporan dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembelajaran, baik secar langsung maupun tidak
langsung. Pihak-pihak yang dimaksdu, antara lain: peserta didik, guru,
kepala sekolah, pemilik, dan pemakai lulusan. Berdasarkan penjelasan di
atas, maka dapat dikemukakan berapa jenis penggunaan hasil evaluasi
sebgai berikut:
1. Untuk keperluan laporan pertanggungjawban
2. Untuk keperluan seleksi
3. Untuk keperluan promosi
4. Untuk keperluan diagnosis
5. Untuk memprediksi masa depan peserta didik
26
BAB V
PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI JENIS TES
27
Bentuk soal seperti ini memiliki rumusan jawaban yang sama
dengan rumusan jawaban uraian bebas yaitu menuntut peserta
didik untuk mengingat dan mengorganisasikan (menguraikan dan
memadukan) gagasan-gagasan pribadi atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertuis sehingga dalam
penskoranya sangat memungkinkan adanya unsur subjektifitas.
Bentuk uraian bebas dapat digunakan untuk menilai hasil belajar
yang bersifat kompleks, seperti kemampuan menghasilkan,
menyusun dan menyatakan ide-ide, memadukan hasil belajar dari
berbagai bidang studi.
3. Metode pengoreksian soal bentuk uraian
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan tiga
metode yaitu:
a. Metode pernomor (whole methode)
b. Metode perlembar (separated methode)
c. Metode bersilang (cross methode)
4. Analisis soal bentuk uraian
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengenali siswa soal bentuk
uraian:
a. Secara rasional
b. Secara empiris yaitu mengenali siswa hasil ujian atau hasil uji coba
secara kuantitatif.
5. Daya pembeda soal
Adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik
dan pandai (menguasai materi) dengan peserta didk yang kurang
pandai (kurang atau tidak menuasai materi.
6. Tingkat kesukaran soal
Peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tinkat kemampuan
tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks. Indeks ini biasa
dinyatakan dengan proporsi yang besarnya antara 0,00 sampai dengan
1,00.
28
c. Menjodohkan
d. Jawaban singkat
29
BAB VI
PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI JENIS NON TES
Instrumen non tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui kualitas
proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan
dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, dan motivasi.
A. Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena,
baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan
untuk mencapai tujuan tertentu. Observasi memiliki beberapa
karakteristik, yaitu: tujuan dan arah yang jelas, bersifat ilmiah, praktis
penggunaanya.
B. Wawancara
Wawancara terbagi menjadi dua, yaitu wawancara langsung dan tidak
langsung. Wawancara langsung, yang dilakukan secara langsung antar
pewawancara atau guru dengan orang yang diwawancarai atau peserta
didik tanpa perantara. Sedangkan wawancara tidak langsung.
Pewawancara menanyakan sesuatu kepada orang yang diwawancarai
melalui prantara orang lain.
C. Skala Sikap
Sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia
sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek
tertentu. Dalam mengukur sikap seorang guru harus mempehatikan
beberapa komponen sikap, yaitu: kognisi, afeksi, dan konasi.
D. Daftar Cek
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang
akan diamati. Daftar cek dapat memungkinkan guru sebagai penilai
mencatat tiap-tiap kejadian yang berapapun kecilnya, tetapi dianggap
penting.
E. Skala Penilaian
Didalam skala penilaian ini memiliki beberapa kelemahan yaitu:
1. Kemungkinan terjadinya halo effects, yang timbul jika dalam
pencatatan observasi terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik
pada peserta didik sementara ia tidak menyelidiki kesan-kesan
tersebut.
30
2. Generosity effects, kelemahan yang akan muncul apabila keinginan
untuk berbuat baik
3. Carry-over effects, kelemahan akan muncul jika guru tidak dapat
memisahkan satu fenomena dengan fenomena lainnya.
F. Angket
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau
informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket
dilaksanakan secara tertulis dan angket memiliki beberapa keuntungan
yaitu: responden menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh
hubungan si peneliti, informasi atau data terkumpul lebih mudah
karena itemnya homogen, dapat digunakan untuk menumpulkan data
dari jumlah responden yang besar.
G. Studi Kasus
Studi kasus adalah studi yang mendalam dan kompherensif tentang
peserta didik, kelas atau sekolah yang memiliki kasus tertentu.
Misalnya, peserta didik sangat cerdas, lamban, dan sangat rajin. Studi
kasus secara mendalam adalah mengungkap semua variabel dan aspek-
aspek yang melatarbelakanginya, yang diduga menjadi penyebab
timbulnya perilaku atau kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu.
H. Catatan Insidental
Catatan insidental adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-
peristiwa sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan.
Catatan ini merupakan pelengkap dalam rangka penilaian gurur
terhadap peserta didiknya, terutama yang berkenaan dengan tingkah
laku peserta didik
I. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan
sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat
peserta didik tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungan
diantara mereka.
31
BAB VII
PENILAIAN BERBASIS KELAS
32
3. Penilaian alternatif (alternative assesment)
4. Penilaian autentik (authentic assesment)
5. Penilaian portofolio (portofolio assesment)
Disamping itu, dalam penilaian berbasis kelas terdapat empat kegiatan
pokok yang harus dilakukan guru, yaitu: 1) mengumpulkan data dan
informasi tentang tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik, 2)
menggunakan data dan informasi tentang hasil belajarpeserta didik, 3)
membuat keputusan yang tepat, dan 4) membuat laporan sebagai bentuk
akuntabilitas publik.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka terdapat sejumlah krakteristik
penialain berbasis kelas sebagai berikut.
1. Menggeser tujuan penilaian dari keperluan untuk klasifikasi peserta
didik (diskriminasi) ke pelayanan individual peserta didik dalam
mengembangkan kemampuannya (differensiasi).
2. Menggunakan penialaian acuan patoka (PAP) daripada penilaian
acuan norma (PAN).
3. Menjamin pencapaian tujuan pendidikan yang tercantum dalam
kurikulum, karena kompetensi dasar yang dirumuskan dalam
kurikulum menjadi acuan utama.
4. Menggunakan keseimbangan teknik dan alat penilaian, baik tes
tu;is, tes lisan, maupun tes tindakan/perbuatan serta cara lain
menjamin validitas penilaian, sehingga prinsip keadilan lebih
terjamin karena kemampuan peserta didik lebih terperinci terpapar,
dan tergambarkan.
5. Memberikan informasi yang lebih lengkap dan mudah dipahami
tentang profil kompetensi peserta didik sebagai hasil belajar yang
bermanfaat bagi peserta didik, orangtua, guru, dan pengguna
lulusan, sehingga dapat menjamin prinsip akuntabilitas publik.
6. Memanfaatkan berbagai cara dan prosedur penialaian dengan
menerapkan berbagai pendekatan dan cara belajar siswa aktif yang
dapat mengoptimalkan pengembangan kerpibadian, kemampuan
bernalar, dan bertindak.
B. Tujuan dan fungsi penilaian berbasis kelas
Tujuan umum penilaian berbasis kelas adalah untuk memberikan
peenghargaan terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik dan
memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran. Dalam dokumen
Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002) dikemukakan bahwa tujuan
penilaian berbasis kelas secara terperinci adalah untuk memberikan:
33
1. Informasi tentang kemajuan hasil belajar peserta didik secara
individual dalam mencapai tujuan belajar sesuai dengan kegiatan
belajar yang dilakukannya.
2. Informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan belajar
lebih lanjut, baik secara kelompok maupun perseorangan.
3. Informasi yang dapat digunakan oleh guru dan peserta didik,
menetapkan tingakt kesulitan dan kemudahan untuk melaksanakan
kegiatan remedial, pendalaman atau pengayaan.
4. Motivasi belajar peserta didik dengan cara memberikan informasi
tentang kemajuannya dan merangsangnya untuk melakukan usaha
pemantapan atau perbaikan.
5. Informasi semua aspek kemajuan peserta didik dan pada gilirannya
guru dapat membantu peertumbuhannya secara efektif untuk
menjadi anggota masyarakat dan pribadi yang utuh.
6. Bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan yang
sesuai dengan keterampilan, minat, dan kemampuannya.
C. Objek penilaian berbasis kelas
Sesuai dengan petunjuk pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, maka objek
penilaian berbasis kelas adalah sebagai berikut:
1. Penilaian kompetensi dasar mata pelajaran
2. Penialaian kompetensi rumpun peajaran
3. Penilaian kompetensi lintas kurikulum
4. Penilaian kompetensi tamatan (kognitif, afektif dan psikomotorik)
5. Penilaian terhadap pencapaian keterampilan hidup.
D. Domain dan alat penilaian berbasis kelas
Penilaian autentik perlu dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi yang
telah dipelajari peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari
dimensi kompetensi yang ingin dicapai, domain yang perlu dinilai
meliputi:
1. Domain kognitif, yang meliputi hal-hal: tingkatan hafalan,
tingkatan pemahaman, tingkat aplikasi, tingkatan analisis,
tingkatan sintesis, dan tingkatan evaluasi.
2. Domain psikomotorik, yang meliputi hal-hal sebgai berikut:
a) Tingkatan penguasaan gerakan awal
b) Tingkatan gerakan semirutin
c) Tingkatan gerajan rutin
Alat penilaian yang digunakan untuk mengukur domain
psikomotorik adalah tes penampilan atau kinerja yang telah
dikuasai peserta didik, seperti:
34
Tes paper and pencil
Tes identifikasi
Tes simulasi
Tes petik kerja
3. Domain afektif, ada dua hal yang harus dinilai. Pertama,
kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi
tingkatan pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan intenalisasi.
Kedua, sikap dan minat peserta didik terhadap mata pelajaran dan
proses pembelajaran.
E. Prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002) menjelaskan bahwa secara
umum, penilaian berbasis kelas harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Valid (ketepatan) 5. Keterbukaan
2. Mendidik 6. Berkesinambungan
3. Berorientasi pada 7. Menyeluruh
kompetensi 8. Bermakna
4. Adil dan objektif
Adapun prinsip-prinsip khusus penilaian berbasis kelas adalah sebagai
berikut:
1. Apapun jenis penilaiannya harus memungkinkan adanya
kemampuan yang terbaik bagi peserta didik untuk menunjukkan
apa yang mereka ketahui dan pahami, serta mendemonstrasikan
kemampuannya. Implikasi dari prinsip ini adalah:
a) Pelaksanaan penilaian berbasis kelas hendaknya dalam
suasana yang bersahabat, tidak mencekam dan tidak
mengancam.
b) Semua peserta didik mempunyai kesempatan dan perlakuan
yang sama dalam menerima program pembelajaran sebelum
dan selama proses penilaian berbasis kelas.
c) Peserta didik harus mengetahui dan memahami secara jelas
tentang penilaian berbasis kelas.
d) Kriteria untuk membuat keputusan atas hasil penilaian
berbasis kelas hendaknya disepakati dengan peserta didik
dan orangtua/wali.
2. Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur penilaian
berbasis kelas dan pencatatan secara tepat. Implikasi dari prinsip
ini adalah:
a) Prosedur penialaian berbasis kelas harus dapat diterima dan
dipahami oleh guru secara jelas.
35
b) Prosedur penilaian berbasis kelas dan catatan harian hasil
belajar peserta didik hendaknya mudah dilaksanakan
sebagai bagian dari kegiatan pembelaajaran, dan tidak harus
mengambil waktu yang berlebihan.
c) Catatan harian harus mudah dibuat, jelas, mudah dipahami,
dan bermanfaat untuk perencanaan pembelajaran.
d) Informasi yang diperoleh untuk menilai semua pencapaian
hasil belajar peserta didik dengan berbgai cara harus
digunakan sebagaimana mestinya.
e) Penilaian pencapaian peserta didik yang bersifat positif
untuk pembelajaran selanjutnya.
f) Klasifikasi dan kesulitan belajar harus ditentukan sehingga
peserta didik dapat bimbingan dan bantuan belajar
sewajarnya.
g) Hasil penilaian hendaknya menunjukkan kemajuan dan
keberlanjutan.
h) Penilaian semua aspek yang berkaitan dengan
pembelajaran.
i) Peningkatan keahlian guru sebgai konsekuensi dai diskusi
pengalaman dan membandingkan metode dan hasil
penilaian perlu dipetimbangan.
j) Pelaporan penampilan pesrta didik oleh guru kepada
orangtua, dan atsannya arus dilaksnakan secara periodik.
F. Manfaat hasil penilaian berbasis kelas
Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas (2001) dalam dokumen
“Kompetensi Berbasis Kompetensi” mengemukakan hasil penilaian
berbasis kelas berguna untuk:
1. Umpan balik bagi pesrta didik agar mengetahui kemampuan dan
kekurangannya, sehingga menimbulkan motivasi untuk
memperbaiki hasil belajarnya.
2. Memnatau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar pesrta
didik sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan
remediasi untuk memenuhi keutuhan peserta didik sesuai dengan
kemajuan dan kemampuannya.
3. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaki program
pembelajarannya di kelas.
4. Memungkinakan pesrta didik mencapai kompetensi yang telah
ditemtukan walupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
36
5. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepda orang tua dan
masyarakat tentang efektabilitas pendidikan sehingga mereka dapat
meningkatkan peran sertanya di idaang pendidikan.
G. Jenis-jenis penilaian berbasis kelas
Sumarna Supranata danMuhammad Hatta (2004) mengemukakan jenis-
jenis penilaian berbasis kelas, yaitu:
1. Tes tertulis
2. Tes perbuatan
3. Pemberian tugas
4. Penilaian proyek
5. Penilaian produk
6. Penilaian sikap
7. Penilaian portofolio
Selanjutnya Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002) mengemukakan
seperangkat alat penilaian dan jenis tagihan yang dapat digunakan dalam
penilaian berbasis kelas, antara lain:
1. Kuis
2. Pertanyaan lisan di kelas
3. Ulangan harian
4. Tugas individu
5. Tugas kelompok
6. Ulangan semester
7. Ulangan kenaikan kels
8. Laporan kerja praktik atau laporan pratikum
9. Responsi atau ujian paktik
37
BAB VIII
MODEL PENILAIAN PORTOFOLIO
A. Dasar Pemikiran
Penilaian portofolio sebagai penilain model baru yang diterapkan di Indonesia
sejak kurikulum 2004 tentu mempunyai maksud dan tujuan tertentu, yaitu
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini memang wajar
dan logis karena selama ini sistem penilaian yang digunakan di sekolah
cenderung hanya melihat hasil belajar peserta didik dan mengabaikan proses
belajarnya, sehingga nilai akhir yang dilaporkan kepada orang tua dan pihak-
pihak terkait hanya menyangkut domain Kognitif, Sikap, Minat, motivasi, dan
keterampilan proses lainnya nyaris tidak pernah tersentuh. Portofolio sebagai
salah satu bentuk penilaian berbasis kelas mempunyai fungsi dan peran yang
sangat strategis untuk menutupi kelemahan penilaian yang telah dilakukan
selama ini. Oleh sebab itu, penilaian portofolio harus dilakukan secara akurat
dan objektif serta mendasar pada bukti-bukti autentik yang dimiliki oleh
peserta didik.
B. Pengertian Penilain Portofolio
38
kelebihan tersebut dalam mengatasi kelemahannya merupakan modal dasar
penting dalam proses pembelajaran.
Popham (1994) menjelaskan, “penilaian portofolio merupakan
penilaian secara berkesinambungan dengan metode pengumpulan infoermasi
atau data secara sistematik atas hasil pekerjaan peserta didik dalam kurun
waktu tertentu”. Dalam sistem penilaian portofolio, guru membuat file untuk
tiap-tiap peserta didik, berisi kumpulan sistematis atas hasil prestasi belajar
mereka selama mengikuti proses pembelajaran.
C. Tujuan dan Fungsi Penilaian Portofolio
39
Fungsi penilaian portofolio dapat kita lihat dari berbagai segi, yaitu:
a. Portofolio sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua untuk
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta
didik, tanggung jawab dalam belajar, perluasan dimensi belajar, dan
inovasi pembelajaran.
b. Portofolio sebagai alat pembelajaran merupakan komponen kurikulum,
karena portofolio mengharuskan peserta didik untuk mengoleksi dan
menunjukkan hasil kerja mereka.
c. Portofolio sebagai alat penilaian autentik (authentic assessment).
d. Portofolio sebagai sumber informasi bagi peserta didik untuk
melakukan self-assessmenti. maksudnya, peserta didik mempunyai
kesempatan yang banyak untuk menilai diri sendiri dari waktu ke
waktu selanjutnya, direktorat PLP-Ditjen Dikdasmen-Depdiknas
(2003) emngemukakan bahwa penilaian portofolio dapat digunakan
untuk, (a) memperlihatkan perkembangan pemikiran atau pemahaman
siswa pada periode waktu tertentu, (b) menunjukkan suatu pemahaman
dari beberapa konsep, topic, dan isu yang diberikan, (c)
mendemonstrasikan perbedaan bakat, (d) mendemonstrasikan
kemampuan untuk memproduksi atau mengkreasi suatu pekerjaan baru
secara orisinil, (e) mendokumentasikan kegiatan selama periode waktu
tertentu, (f) mendemonstrasikan kemampuan menampilkan suatu karya
seni, (g) mendemonstrasikan kemampuan mengintegrasikan teori dan
praktik, dan (h) merefleksikan nilai-nilai individual atau pandangan
dunia secara lebih luas.
D. Prinsip-prinsip penilaian portofolio
40
dan peserta didik karena itu hasrus dijaga bersama, baik
penyimpanannya maupun penempatannya.
4) Satisfaction (kepuasan), artinya semua dokumen dalam rangka
pencapaian standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator harus
dapat memuaskan semua pihak, baik guru, orang tua, maupun peserta
didik, karena dokumen tersebut merupakan bukti karya terbaik peserta
didik sebagai hasil pembinaan guru.
5) Relevance (sesuai), artinya dokumen yang ada harus sesuai dengan
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang diharapkan.
41
5) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk meningkatkan
kemampuan mereka.
6) Membantu guru mengklarifikasi dan mengidentifikasi program
pembelajaran.
7) Terlibatnya berbagai pihak, seperti orang tua, guru, komite
sekolah, dan masyarakat lainnya dalam melihat pencapaian
kemampuan peserta didik.
8) Memungkinkan peserta didik melakukan penilaian diri (self-
assesment), refleksi, dan mengembangkan kemampuan berpikir
kritis (critical thinking).
9) Memungkinkan guru melakukan penilaian secara fleksibel, tetapi
tetap mengacu pada kompetensi dasar dan indikator hasil belajar
yang ditentukan.
10) Guru dan peserta didik sama-sama bertanggung jawab untuk
merancang dan menilai kemampuan belajar.
11) Dapat digunakan untuk menilai kelas yang heterogen antara peserta
didik yang pandai dan kurang pandai.
12) Memungkinkan guru memberikan hadiah terhadap setiap usaha
belajar peserta didik.
42
G. Jenis penilaian portofolio
1) Portofolio proses
2) Portofolio produk
a) Portofolio tampilan
b) Portofolio dokumen
H. Tahap-tahap Penilaian Portofolio
1) Menentukan tujuan dan focus portofolio.
2) Menentukan isi portofolio.
3) Mengembangkan kriteria penilaian.
4) Menyusun format penilaian.
5) Mengidentifikasi pengorganisasian portofolio.
6) Menggunakan portofolio dalam praktik.
7) Menilai pelaksanaan portofolio.
8) Menilai portofolio secara umum.
I. Bahan-Bahan Penilaian Portofolio
Bahan-bahan portofolio dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, yaitu:
1) Penghargaan yang diperoleh peserta didik,baik tertulis maupun
lisan, serta sertifikat hasil lomba atau catatan guru tentang
penghargaan lisan yang pernah diberikan kepada peserta didik
dalam kurunwaktu tertentu.
2) Hasil pekerjaan peserta didik, seperti lembar kerja siswa (LKS),
klipping, gambar, hasil ulangan, hasil kerja kelompok, dan hasil
rangkuman.
3) Catatan/laporan dari orang tua peserta didik atau teman sekalas.
4) Catatan pribadi peserta didik, seperti bukti kehadiran, hasil
presentasi dari tugas-tugas yang selesai dikerjakan, catatan-catatan
kejadian khusus (anectodal records), dan daftar kehadiran.
5) Bahan-bahan lain yang relevan, yaitu (a) bahan yang dapat
memberikan informasi tentang perkembangan yang dialami peserta
didik, dan (b) bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang kurikulum
dan pembelajaran.
6) Alat-alat audio-visual, video atau disket.
43
BAB IX
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL EVALUASI
44
Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan
tingkat kesukaran soal. Misalnya, soal yang mudah diberi bobot 3, soal
sedang diberi bobot 4, dan soal sukar diberi bobot 5.
Contoh :
1) Perhitungan skor dengan sistem bobot pertama
No. Soal Tingkat Kesukaran Jawaban Skor (X)
1 Mudah Betul 6
2 Sedang Betul 7
3 Sukar Betul 10
Jumlah 23
∑𝑥
Rumus : skor = ∑𝑠
Keterangan :
∑x = jumlah skor
S = jumlah soal
2) Perhitungan skor dengan sistem bobot kedua
No. soal Tingkat kesukaran Jawaban Skor Bobot XB
(X) (B)
1 Mudah Betul 10 3 30
2 Sedang Betul 10 4 40
3 Sukar Betul 10 5 50
Jumlah 12 120
∑XB
Rumus : skor = ∑B
Keterangan :
TK = tingkat kesukaran
X = skor setiap soal
B = bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑XB = jumlah hasil perkalian X dengan B
2. Cara memberi skor mentah untuk tes objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal tes bentuk objektif, yaitu :
a. Tanpa rumus tebakan (Non-Guessing Formula)
Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya.
Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap
jawaban yang betul diberi skor 1, dan jawaban yang salah diberi skor
0.
Jadi, skor = jumlah jawaban yang betul.
b. Menggunakan rumus tebakan (Guessing Formula)
1) Untuk item bentuk benar-salah (true-false)
Rumus : S = ∑B - ∑S
45
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
2) Untuk item bentuk pilihan-ganda (multiple choice)
∑S
Rumus : S = ∑B - 𝑛−1
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
n = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap
Menurut Ainur Rofieq (2008) cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada
tiga macam, yaitu :
a) Pensekoran tanpa koreksi
B
Rumus : S = N x 100 (skala 0 – 100)
Keterangan :
B = jumlah jawaban benar
N = jumlah soal
b) Penskoran ada koreksi jawaban
S
Skor = [(B − ) / N] x 100
p−1
Keterangan :
B = jumlah soal yang dijawab benar
S = jumlah soal yang dijawab salah
P = jumlah pilihan jawaban tiap soal
1 = bilangan tetap
N = jumlah soal
c) Penskoran dengan butir beda bobot
(B x b)
Skor = ∑ x 100%
Si
Keterangan :
B = jumlah soal yang dijawab benar
b = bobot setiap soal
Si = skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal
dapat dijawab dengan benar)
3) Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)
Rumus : S = ∑B
Keterangan :
S = skor yang dicari
46
∑B = jumlah jawaban yang benar
4) Untuk soal bentuk jawaban singkat (short answer) dan
melengkapi (completion)
Rumus : S = ∑B
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
B. Skor Total (Total score)
Skor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal
setelah diolah dengan rumus tebakan (guessing formula).
C. Konversi skor
Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai
peserta didik ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan
nilai hasil belajar yang diperoleh. Guru menggunakan rumus sebagai
berikut :
∑X
Nilai = ∑S 10 (skala 0 – 100)
Keterangan :
∑X = jumlah skoe mentah
∑S = jumlah soal
Dalam pola konversi ini mengandung banyak kelemahan. Oleh sebab itu,
guru hendaknya menggunakan pola konversi sebagai berikut :
1. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu
standar atau norma absolute. Pendekatan ini disebut juga Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
2. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau
norma relative atau disebut juga Penilaian Acuan Norma (PAN)
3. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan norma
gabungan (kombinasi) anatara norma absolute (PAP) dengan norma
relative (PAN)
D. Cara memberi skor untuk Skala sikap
Salah satu prinsip umum evaluasi adalah prinsip komprehensif, artinya
objek evaluasi tidak hanya domain kognitif, tetapi juga afektif dan
psikomotorik. Tidak hanya dimensi hasil, tetapi juga proses. Dalam
domain afektif, paling tidak ada dua komponen penting untuk diukur, yaitu
sikap dan minat peserta didik terhadap suatu pelajaran. untuk mengukur
sikap dan minat belajar, guru harus menggunakan alat penilaian model
skala, seperti skala sikap dan skala minat.
Skala sikap dapat menggunakan lima skala, yaitu sangat setuju (SS), setuju
(S), tidak tahu (TT), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skala
47
yang digunakan adalah 5, 4, 3, 2, dan 1 (untuk pernyataan positif) dan 1, 2,
3, 4, dan 5 (untuk pernyataan negative).
Begitu juga skala minat, guru dapat menggunakan lima skala, seperti
sangat berminat (SB), berminat (B), sama saja (SS), kurang berminat
(KB), dan tidak berminat (TB).
E. Cara memberi skor untuk domain psikomotor
Dalam domain psikomotorik, pada umumnya yang diukur adalah
penampilan dan kinerja. Untuk mengukurnya, guru dapat menggunakan
tes tindakab melalui simulasi, unjuk kerja atau tes identifikasi. Salah satu
instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang terentang
dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2) sampai
dengan tidak baik (1).
F. Pengolahan data hasil tes : PAP dan PAN
Pendekatan acauan patokan (PAP) pada umunya digunakan untuk
menafsirkan hasil tes formatif, sedangkan penilaian acuan norma (PAN)
digunakan untuk menafsirkan hasil tes sumatif. Namun dalam KBK
dengan model penilaian berbasis kelas pendekatan yang digunakan adalah
PAP, mengapa bisa terjadi ?
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini lebih menitikbertakan pada apa yang dilakukan oleh
peserta didik, dan bukan membandingkan seorang peserta didik dengan
teman sekelasnya, melainkan dengan suatu criteria atau patokan yang
spesifik.
Tujuan penilain acuan patokan adalah untuk mengukur secara pasti
tujuan atau kompetensi yang ditetapkan sebagai criteria
keberhasilannya. Penilaian acuan patokan sangat bermanfaat dalam
upaya meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta didik
diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil
belajar peserta didik dapat diketahui derajat pencapaiannya.
Di samping itu, penafsiran dengan pendekatan PAP dapat juga
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh peserta
didik, jika semua soal dapat dijawab dengan betul.
b. Mencari rata – rata 𝑋̅ (ideal dengan rumus :𝑋̅ (ideal =
1
x skor ideal
2
1
c. Mencari simpangan baku (s) ideal dengan rumus : s ideal = x ̅
X
2
ideal
d. Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan.
2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
48
Dalam penilaian acuan norma, makna angka seseorang peserta didik
ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil
belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas. Tujuan
penilaian acuan norma adalah untuk membedakan peserta didik atas
kelompok – kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang terendah
sampai dengan tertinggi.
Langkah – langkah pengolahan data dengan pendekatan PAN adalah
sebagai berikut :
a. Mencari skor mentah setiap peserta didik
b. Menghitung rata – rata 𝑋̅ aktual dengan rumus : 𝑋̅ aktual = Md +
∑fd
( )i
n
c. Menghitung simpangan baku (s) actual dengan rumus : s =
𝑖 𝑛 (∑ 𝑓𝑑2 ) − (∑𝑓𝑑)2
√
𝑛 (𝑛−1)
d. Menyusun pedoman konversi
49
BAB X
ANALISIS KUALITAS TES DAN BUTIR SOAL
Analisis kualitas tes merupakan suatu tahap yang harus ditempuh untuk
mengetahui derajat kualitas suatu tes, baik tes secara keseluruhan maupun butir
soal yang menjadi bagian dari tes tersebut.
A. Validitas
Sebelum guru menggunakan tes, hendaknya guru mengukur terlebih
dahulu derajat validitasnya berdasarkan kriteria tertentu. Ada 2 unsur
penting dalam validitas ini. Pertama, validitas menunjukkan suatu derajat,
yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula yang rendah. Kedua
validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang
spesifik. Dalam literatur modern tentang evaluasi, banyak dikemukakan
tentang jenis-jenis validitas, antara lain:
1. Validitas permukaan
Validitas ini menggunakan kriteria yang sangat sederhana, karena
hanya melihat dari sisik muka atau tampang dari instrumen itu
sendiri.
2. Validitas isi
Validitas isi sering digunakan dalam penilaian hasil belajar. Tujuan
utamanya adalah untuk mengetahui sejauh mana peserta didik
menguasai materi pelajaran yang telh disampaikan.
3. Validitas empiris
Validitas ini biasanya menggunakan teknik statistik, yaitu analisis
korelasi. Validitas empiris disebut juga validitas yang dihubungkan
dengan kriteria. Ada tiga macam validitas empirirs, yaitu:
a. Validitas predikitif
b. Validitas kongkuren
c. Validitas sejenis
Untuk menguji validitas empiris dapat digunakan jenis statistika
korelasi product-moment, korelasi perbedaan peringkat, atau
korelasi diagram pencar. Berikut ini dikemukakan bebrapa contoh
perhitungan korelasi.
1) Korelasi product-moment dengan angka simpangan
2) Korelasi perbedaan peringkat
3) Teknik diagram pencar
4. Validitas konstruk
Konstruk adalah konsep yang dapat diobservasi dan dapat diukur.
Validitas ini sering juga disebut sebagai validitas logis, karena
berkenaan dengan pertanyaan hingga mana suatu tes betul-betul
50
dapat mengobservasi dan mengukur fungsi psikologis yang
merupakan deskripsi perilaku peserta didik yang akan diukur oleh
tes tsb.
5. Validitas faktor
Dalam penilaian hasil belajar sering digunakan skala pengukuran
tentangsuatu variabel yang terdiri atas beberapa faktor. Faktor-
faktor tersebut diperoleh berdasarkan indikator dari variabel yang
diukur sesuai dengan apa yang terungkap dalam konstruksi
teoritisnya.
B. Realibilitas
Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dadri suatu instrumen.
Ada empat faktor yang memengaruhi reliabilitas menurut Gronlud, antara
lain:
1. Panjang tes
2. Sebaran skor
3. Tingkat kesukaran
4. Objektifitas
Menurut perhitungan product-moment, ada tiga macam reliabilitas, yaitu:
1. Koefisien stabilitas
2. Koefisien ekuivalen
3. Koefisien internal
C. Kepraktisan
Kepraktisan mengandung arti kemudahan suatu tes, baik dalam
mempersiapkan, menggunakan, mengolah dan menafsirkan, maupun
mengadministrasikannya. Dimyati dan mudjiono, mengemukakan faktor-
faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi meliputi:
1. Kemudahan mengadministrasi
2. Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi
3. Kemudahan menskor
4. Kemudahan interpretasi dan aplikasi
5. Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalenatau
sebnading.
D. Analisis kualitas butir soal
1. Tingkat kesukaran soal
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa
besar derajat kesukaran suatu soal. Suatu soal tes hendaknya tidak
terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
a. Menghitung tingkat kesukaran soal bentuk objektif
Untuk meghitung tingkat kesukaran soal bentuk objektif dpat
digunakan dengan dua cara, yaitu:
51
Pertama, menggunakan rumus tingkat kesukaran (TK):
(𝑊𝐿 + 𝑊𝐻)
𝑇𝐾 = × 100%
(𝑛𝐿 + 𝑛𝐻)
Keterangan:
WL = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari
kelompok bawah
WH = jumlah peserta didik yang menjawab salah dari
kelompok atas
nL = jumlah kelompok bawah
nH = jumlah kelompok atas
Cara kedua, menggunakan tabel batas tingkat kesukaran.
b. Menghitung tingkat kesukaran untuk soal bentuk uraian
Cara menghitung tingkat kesukaran untuk soal bentuk uraian
adalah menghitung bebrapa persen peserta didik yang gagal
menjawab benaratau ada di bawah batas lulus untuk tiap-tiap
soal. Untuk menafsirkan itu semua digunakan kriteria sebagai
berikut:
1) Jika jumlah yang agagal mencapai 27% termasuk
mudah
2) Jika jumlah yang gagal 28%-72% termasuk sedang
3) Jika jumlah yang gagal 72% -ke atas termasuk sukar
E. Analisis pengecoh
Pada soal bentuk pilihan-ganda ada alternatif jabawan atau opsi yang
merupakan pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih
secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir
soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata.
Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:
𝑃
𝐼𝑃 = × 100%
(𝑁 − 𝐵)/(𝑛 − 1)
Keterangan:
IP = Indeks pengecoh
P = Jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N = Jumlah peserta didik yang ikut tes
B = Jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal
n = Jumlah alternatif jawaban (opsi)
1 = Bilangan tetap
F. Analisis homoginitas soal
Homogen tidaknya butir soal diketahui dengan menghitung koefisien
korelasi antara skor tiap butir soal dengan skor total. Perhitungan
52
dilakukan sebanyak butir soal dalam tes bersangkutan. Salah satu teknik
korelasi yang dapat digunakan adalah korelasi product-moment atau
korelasi biserial. Butir soal dikatakan homogen, apabila koefisien
korelasinya sama atau di atas batas signifikasi. Sedangkan butir soal yang
tidak homogen, jika koefisen korelasinya negatif atau lebih kecil dari batas
signifikasi.
G. Efektivitas fungsi opsi
Setelah tingkat kesukaran soal, daya pembeda, homogenitas dan analisis
pengecoh dihitung, selanjutnya oerlu diketahui pula apakah suatu opsi dari
setiap soal berfungsi secara efektif atau tidak. Untuk itu, langkah-lanagkah
yang digunakan sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah peserta didik (N)
2. Menentukan jumlah sampel (n), baik untuk kelompok atas maupun
kelompok bawah, yaitu 27% × N
3. Membuat tabel pengujian efektivitas opsi
4. Menghitung jumlah alternatif jawaban yang dipilih peserta didik
5. Menentukan efektivitas fungsi dengan kriteria:
a. Untuk opsi kunci:
1) Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah
berada di antara 25%-75%
Σ𝑃𝐾𝐴+Σ𝑃𝐾𝐵
Rumusnya adalah × 100%
𝑛1+𝑛2
Keterangan:
∑PKA : jumlah pemilih kelompok atas
∑PKB : jumlah pemilih kelompok bawah
n1 : jumlah sampel kelompok atas (27%)
n2 : jumlah sampel kelompok bawah (27%)
b. Untuk opsi pengecoh
1) Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah
tidak kurang dari
1
25% × × (𝐾𝑎 + 𝐾𝑏)
2(Σ𝑑)
Keterangan:
d : jumlah opsi pengecoh
Ka : kelompok atas
Kb : kelompok bawah
2) Jumlah pemilih kelomopok bawah harus lebih besar
daripada jumlah pemilih kelompok atas
53
BAB XI
PEMANFAATAN HASIL EVALUASI DAN REFLEKSI PELAKSANAAN
EVALUASI
54
d. Membantu peserta didik dalam memilih metode belajar
yang baik dan benar.
e. Mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelas.
2. Bagi guru
a. Promosi peserta didik, seperti kenaikan kelas atau
kelulusan.
b. Mendiagnosis peserta didik yang memiliki kelemahan atau
kekurangan, baik secara perseorangan maupun kelompok.
c. Menenukan pengelompokkan dan penempatan peserta didik
berdasarkan prestasi masing-masing.
d. Feedback dalam melakukan perbaikan terhadap sistem
pembelajaran.
e. Menyususn laporan kepada orangtua guna menjelaskan
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
f. Dijadikan dasar pertimbangan dalam membuat
peerencanaan pembelajaran.
g. Menentukan perlu tidaknya pembelajran remedial.
3. Bagi orangtua
a. Mengetahui kemajuan belajar peserta didik.
b. Membimbing kegiatan belaar peserta didik di rumah.
c. Menentukan tindak lanjut pendidikan yang sesuai dengan
kemampuan anaknya.
d. Meprakirakan kemungkinan berhasil tidaknya anak
tersebuut dalam bidang pekerjannya.
4. Bagi administrator
a. Menentukan penempatan peserta didik.
b. Menentukan kenaikan kelas.
c. Pengelompokkan peserta didik di sekolah mengingat
terbatasnya fasilitas penddidikan yang tersedia serta
indikasi kemjuan peserta didik pada waktu mandatang.
C. Refleksi pelaksanaan evaluasi
Adanya refleksi untuk mengetahui adanya kekurangan-kekurangan yang
harus diperbaiki untuk mencapai kualitas yang baik dalam pembelajaran.
Guru selalu dituntut untuk melakukan refleksi terhadap pelaksanaan
evaluasi dari masa ke masa agar dapat terus menerus meningkatkan
kembali kualitasnya. Suatu keberhasilan dapat dilihat dari kriteria proses
belajar maupun hasil belajar. Untuk memahami tentang keberhasilan
sebagai reflekasi pelaksanaan evaluasi, harus dipahami terlebih dahulu
tentang keberhasilan pembelajaran, evaluasi diri terhadpa proses
55
pembelajaran, faktor-faktor penyebab kegagalan dan pendukung
kebrhasilan, dan optimalisasi proses dan hasil belajar.
D. Keberhasilan pembelajaran
Keberhasilan pembelajaran banyak dipegaruhi oleh berbagai faktor . salah
satunya adalah faktor guru dalam melaksanakan pembelajaran. Menurut
Dimyati dan Mudjiono, ada 7 prinsip pembelajaran, yaitu:
1. Perhatian dan motivasi
2. Keaktifan
3. Keterlibatan langsung/berpengalaman
4. Pengulangan
5. Tantangan
6. Balikan dan penguatan
7. Perbedaan individual
E. Evaluasi diri terhadap proses pembelajaran
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengevaluasi diri sendiri
secara jujur, objektif, dan komprehensif. Hal ini dimaksudkan agar guru
dapat segera mengetahui kelemahan-kelemahan yang dilakukan dalam
melaksanakan pembelajaran dan berupaya memprbaikinya untuk kegiatan
pembelajaran yang akan datang.
Evaluasi diri adalah evaluasi yang dilakukan oleh dan terhadap diri sendiri.
Sebagai guru, kita harus membiasakan melakukan evaluasi diri untuk
memperbaiki kualitas kinerja dalam melakukan proses pembelajaran.
Jadikan evaluasi diri sebagai suatu tradisi yang baik untuk memprbaiki
kualitas pembelajaran.
F. Faktor-faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan
dalam pembelajaran
Salah satu penilaian yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran adalah
penilaian diagnostik, yaitu penilaian yang berfungsi mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab kegagalan atau pendukung keberhasilan dalam
pembelajaran. Berdasarkan hasil penilaian diagnostik ini, guru melaukan
perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan atau pendukung
keberhasilan dalam pembelajaran, guru dapat melakukannya secara
perseorangan melalui teknik evaluasi diri, atau dapat juga dilakukan secara
kelompok bersama guru sejawat lainnyanya yang mengajar bidang studi
serumpun.
G. Mengoptimalkan proses dan hasil belajar
Untuk mengoptimalkan proses dan hasil belajar hendaknya kita berpijak
pada hasil identifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan dan faktor-faktor
pendudkung kebrhasilan. Mengoptimalkan proses dan hasil belajar berarti
56
melakukan berbagai uapaya perbaikan agar proses belajar dapat berjalan
dengan efektif dan hasil belajar dapat diperoleh secara optimal.proses
belajar dapat dikatakan efektif apabila peserta didik aktif (intelektual,
emosional, sosial) mengikuti kegiatan belajar, berani mengemukakan
pendapatm bersemangat, kritis, dan kooperatif.
H. Pembelajaran remedial
Salah satu komponen pentig dalam sistem pembelajaran adalah materi.
Banyak hasil penelitian menunjukkan lemahnya penguasaan peserta didik
terhadap materi pelajaran. Untuk memperbaiki hal itu maka diadakan
pembelajaran remedial.
Pemeblajaran remedial merupakan pembelajaran biasa atau reguler di
kelas. Hanya saja, peserta didik yang masuk dalam kelompok ini adalah
peserta didik yang memrlukan pelajaran tambahan. Pembelajaran remdial
adalah suatu proses atau kegiatan untuk memahami dan meneliti dengan
cermat mengenai berbagai kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik.
Tujuan diadakannya pembelajaran remedial adalah membantu dan
menyembuhkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui
perlakuan pengajaran.
Untuk membantu keberhasilan dalam melaksanakan pemeblajaran
remedial, sebaiknya guru perlu memahami terlebih dahulu tetang hal-hal
berikut ini:
1. Mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
2. Faktor-faktor kesulitan belajar
3. Upaya mengatasi kesulitan belajar
57