Anda di halaman 1dari 14

Konsep Dasar Medis dan Asuhan Keperawatan

HIPOPARATIROID

O
L
E
H
:

Nur Atika Dewi


Nim : .
Kelas/semester : 6C

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA GENERASI POLEWALI MANDAR
2018
Tinjauan Teori Hipoparatiroid
1. Definisi
a. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi
hormon paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).
b. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid
atau parathyroid hormone (PTH).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari
kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang
cukup, dengan gejala utamanya yaitu tetani.
Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum
kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan
ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih
jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).

2. Etiologi
Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun
etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :
1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama: Post operasi pengangkatan
kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
2. Hipomagnesemia
3. Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif
4. Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar
paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.
Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin
berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid
bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau
adrenal.
Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi
yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.
3. Anatomi Paratiroid
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan
keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu
dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial.
Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian
kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya
sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub
bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid
kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong,
2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya
dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar
paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang
mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula
sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih
sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam
sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah
sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel
oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan
modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.

4. Fisiologi Paratiroid
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang
bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis
PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium
tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat
reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga
titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.
(R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
5. Patofisiologis
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 -
12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini
disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh
pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat.
Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien
tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi
kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar


PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon,
maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih
sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat
meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang,
respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

6. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan
oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani
atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana
tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam
keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai
bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:
1. Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis
2. Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian
3. Parestesia
4. Hipestesia
5. Disfagia dan disartria
6. Kelumpuhan otot-otot
7. Aritmia jantung
8. Gangguan pernapasan
9. Epilepsi
10. Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil
11. Gangguan ingatan dan perasaan kacau
12. Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata
13. Kulit kering dan bersisik
14. Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang
15. Kuku tipis dan rapuh
16. Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik

Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:


1. Erb’s sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari otot
(normal pada 6 milli-ampere)
2. .Chvostek’s sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari
foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.
3. Trousseau’s sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan
sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.
4. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan

7. Klasifikasi
Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan
hipoparatiroid pascabedah.
1. Hipoparatiroid neonatal
Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang
menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh
maternal hiperkalsemia.

2. Simpel idiopatik hipoparatiroid


Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai
akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid,
ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena
menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa,
kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.

3. Hipoparatiroid pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah
operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi
tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena
pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau
permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-
operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis
walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.

8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.
2. Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak,
kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.
3. Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase
alkali normal atau rendah.

9. Penatalaksanaan Medis
1. Hipoparatiroid akut
Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-
20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di
samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D
100.000 U per oral.

2. Hipoparatiroid menahun
Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk
meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa.
Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas
pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di
usus.
Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila
ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada
terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan
untuk menurunkan kadar kalsium serum.

10. Komplikasi
1. Hipokalsemia
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml.
Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan
atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.

2. Insufisiensi ginjal kronik


Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari
fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon
paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOPARATIROID

1. Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji
manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit
dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak.
Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Riwayat Penyakit :
1. Keluhan Utama
Biasanya Klien merasa ada kelainan bentuk tulang , pendarahan yang sulit berhenti ,
kejang-kejang , kesemutan dank lien merasa lemas / lemah .
Periksa juga terhadap temuan tanda Chvosteks atau Trousseaus positif. Kaji pula
manifestasi distress pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata
seperti kulit dan rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti parkinson atau
adanya katarak.
2. Riwayat penyakit saat ini
Tanyakan pada klien tentang manifestasi bekas atau kesemutan disekitar mulut atau
ujung jari tangan atau ujung jari kaki .
3. Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan apakah klien pernah megalami tindakan operasi khususnya pengangkatan
kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid. Tanyakan pada klien apakah ada riwayat
penyinaran pada leher .
4. Riwayat penyakit keluarga:
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan Hipoparatiroid.
3. Pemeriksaan Fisik :
B1 (Breathing) : amati bunyi suara nafas . pada klien hipoparatiroid biasanya terdengar
suara stridor, suara serak.
B2 (Blood) : amati adanya disritmia jantung, sianosis, palpitasi
B3 (Brain) : amati adanya parestesis pada bibir, lidah, jari-jari, kaki. Kesemutan, tremor,
hiperefleksia, tanda chvostek’s dan trousseau’s positif papil edema, labilitas emosional,
peka rangsang, ansietas, perubahan dalam tingkat kesadaran, tetani kejang
B 4 (Bladder) : pembentukan kalkuli pada ginjal
B 5 (Bowel) : mual, muntah, nyeri abdomen
B 6 (Bone) : Amati tanda fisik, seperti; rambut tipis, pertumbuhan kuku buruk yang
deformitas dan gampang patah, kulit kering. Amati apakah ada kelainan bentuk tulang
(Endokrin) : penurunan sekresi parathormon dari jumlah normal

4. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan kadar kalsium serum.
b) Pemeriksaan radiologi.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.

3. Intervensi
a) Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh
hipokalsemia.
Tujuan:
Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan
obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.

Intervensi Rasional

1. Pantau tanda-tanda vital dan reflek 1. Untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.
tiap 2 jam sampai 4 jam.
Intervensi Rasional

2. Pantau fungsi jantung secara terus2.Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran


menerus/gambaran EKG. EKG.
3. Bila pasien dalam tirah baring 3. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.
berikan bantalan paga tempat
tidur dan pertahakan tempat tidur
dalam posisi rendah.
4. Bila aktivitas kejang terjadi ketika4. Untuk menghindari cedera yang terjadi akibat
pasien bangun dari tempat tidur, benda yang terdapat di lingkungan sekitar klien
bantu pasien untuk berjalan, dan mencegah kerusakan lebih berat akibat
singkirkan benda-benda yang kejang.
membahayakan, bantu pasien
dalam menangani kejang dan
reorientasikan bila perlu.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
menangani gejala dini dengan5. Antisipasi terhadap hipokalsemia dengan cara
memberikan dan memantau penanganan medis.
efektifitas cairan parenteral dan
kalsium.
6. Pemberian kalsium dengan hati-
hati. 6. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan
7. Berikan suplemen vitamin D dan mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.
kalsium sesuai program. 7. Untuk membantu memenuhi kekurangan
8. Kaji ulang pemeriksaan kadar kalsium dalam tubuh.
kalsium. 8. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.
b) Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.
Tujuan:
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
1) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.
2) 2 Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.

Intervensi Rasional

1. Siapkan peralatan penghisap dan


1. Supaya memudahkan karena serangan bisa
jalan nafas oral di dekat tempat tidur secara tiba-tiba.
sepanjang waktu.
2. Siapkan tali tracheostomi, oksigen,
2. Untuk memudahkan dalam tindakan apabila
dan peralatan resusitasi manual siap terjadi sumbatan jalan nafas.
pakai sepanjang waktu.
Edema laring:
3. Kaji upaya pernafasan dan kualitas
suara setiap 2 jam.
3. Untuk mengetahui suara dan keadaan jalan
4. Auskultasi untuk mendengarkan
nafas.
stridor laring setiap 4 jam.
4. Adanya stridor suatu tanda adanya oedema
5. Laporkan gejala dini pada dokter
laring
dan kolaborasi untuk
mempertahankan jalan nafas tetap
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
terbuka.
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka
6. Intruksikan pasien agar
karena perawat terbatas akan hak dan
menginformasikan pada perawat
wewenang.
atau dokter saat pertama terjadi
6. Agar perawat bisa siap-siap untuk
tanda kekakuan pada tenggorok
melakukan suatu tindakan.
atau sesak nafas.
7. Baringkan pasien untuk
mengoptimalkan bersihan jalan
nafas, pertahankan kepala dalam
posisi kepala dalam posisi alamiah,
garis tengah.
Intervensi Rasional

8. Bila terjadi kejang: pertahankan


7. Untuk mencegah penekanan jalan
jalan nafas, penghisapan orofaring nafas/mempertahankan jalan nafas untuk
sesuai indikasi, berikan O2 sesuai tetap terbuka.
pesanan, pantau tensi, nadi,
pernafasan dan tanda-tanda
neurologis, periksa setelah terjadi
8. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak
kejang, catat frekwensi, waktu, menurun sehingga bisa berakibat fatal ke
tingkat kesadaran, bagian tubuh seluruh jaringan tubuh termasuk pernafasan.
yang terlibat dan lamanya aktivitas
kejang.
9. Siapkan untuk berkolaborasi
dengan dokter dalam mengatasi
status efileptikus misalnya:
intubasi, pengobatan.
10. Lanjutkan perawatan untuk kejang.
9. Kolaborasi dengan dokter dalam hal
tindakan wewenang dokter (pengobatan dan
tindakan).

10. Untuk mencegah terjadinya serangan


berulang.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.
Tujuan:
Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan kriteria:
1) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.
2) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.

Intervensi Rasional

1. Kaji pola aktivitas yang lalu. 1. Untuk membandingkan aktivitas sebelum


sakit dan yang akan diharapkan setelah
perawatan.
2. 2. Untuk memantau keberhasilan perawatan.
Kaji terhadap perubahan dalam
gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.
3. Kaji respon terhadap aktivitas: Catat
3. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan
perubahan tensi, nadi, pernafasan, terhadap aktivitas secara bertahap.
hentikan aktivitas bila terjadi
perubahan, tingkatkan keikutsertaan
dalam kegiatan kecil sesuai dengan
peningkatan toleransi, ajarkan
pasien untuk memantau respon
terhadap aktivitas dan untuk
mengurangi, menghentikan atau
meminta bantuan ketika terjadi
perubahan.
4. Rencanakan perawatan bersama
4. Dengan merencanakan perawatan, perawat
pasien untuk menentukan aktivitas
dengan klien dapat mempermudah suatu
yang ingin pasien selesaikan:
keberhasilan karena datangnya kemauan dari
Jadwalkan bantuan dengan orang
klien.
lain.
5. Seimbangkan antara waktu aktivitas
dengan waktu istirahat.
5. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
6. Simpan benda-benda dan barang
lainnya dalam jangkauan yang
6. Untuk menghemat penggunaan energi klien.
mudah bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Rumarhobo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8. Jakarta : EGC.
Hipoparatiroidisme.http://www.totalkesehatananda.com/hipoparatiroid.html diakses tanggal
28 Oktober 2013
Paratiroid. http://akbar-unair.blogspot.com/diakses tanggal 28 Oktober 2013
Hipoparatiroid http://andysunaryo.blogspot.com/2011/04/askep-hipoparatiroid.html diakses
28 Oktober 2013
Hiperparatiroid dan hipoparatiroid http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/hiperparatiroidisme-
dan.htmldiakses tanggal 28 Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai