Anda di halaman 1dari 28

Clinical Report Session

KELUARGA BERENCANA

Oleh:
Khairunisa
1210312031

PRESEPTOR:
DR.dr. Rosfita Rasyid, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

peningkatan jumlah penduduk. Angka kelahiran total di Indonesia pada tahun

2002-2012 menunjukkan stagnasi yaitu 2,6 (angka kelahiran per 1000 wanita).

Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010

sebanyak 237 juta jiwa.1 Pada tahun 2014 didapatkan jumlah penduduk Indonesia

yang semakin meningkat yaitu 252 juta jiwa dengan estimasi jumlah penduduk

perempuan 125 juta jiwa.2 Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia

menerapkan program Keluarga Berencana (KB) yang telah dimulai sejak tahun

1968 dengan didirikannya LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang

kemudian tahun 1970 diubah menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional) dengan tujuan dapat mewujudkan keluarga kecil yang

bahagia dan sejahtera. Salah satu pemantapan dari penerimaan gagasan KB

tersebut adalah adanya pelayanan kontrasepsi.3

Program KB dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi, sehingga

keluarga dapat mengatur waktu, jumlah, jarak kelahiran anak secara ideal sesuai

dengan keinginan atau tanpa unsur paksaan dari pihak manapun. Dampak

pemenuhan hak-hak reproduksi tersebut adalah terwujudnya keluarga kecil, sehat,

dan sejahtera, sehingga dapat terwujud keluarga yang berkualitas.4 Pemerintah

mencanangkan program kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

yang merupakan metode kontrasepsi dengan masa efektif yang relatif lama.

Metode tersebut dapat digunakan oleh wanita meliputi metode operasi

2
(tubektomi/vasektomi), alat kontrasepsi dalam rahim atau IUD dengan masa

berlaku sampai tiga tahun, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) atau implan

dengan masa berlaku tiga tahun.1

Penggunaan metode kontrasepsi IUD dapat menjamin sekurangnya tiga

tahun jarak kehamilan. Resiko kegagalan IUD adalah 0,8 tiap 100 wanita. Oleh

karena itu pemakaian IUD diharapkan berlangsung selama mungkin agar jarak

kehamilan dapat diatur dan membantu wanita memiliki anak yang sehat dan

meningkatkan peluang untuk terus hidup sebesar 50%.4 Penyebaran pemakaian

alat kontrasepsi pada wanita muda cenderung menggunakan cara KB seperti

suntik, pil, dan susuk, sedangkan wanita yang lebih tua cenderung menggunakan

kontrasepsi jangka panjang seperti intrauterine (IUD)/Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim (AKDR) dan sterilisasi. Penggunaan jangka pendek menyebabkan angka

pemakaian kontrasepsi cenderung menurun yang berdampak pada angka

fertilitas.1

Berdasarkan laporan BKKBN bulan Februari tahun 2015 mayoritas peserta

KB didominasi oleh peserta yang menggunakan Non MKJP yaitu sebesar 81,83%

dari seluruh peserta KB baru. Sedangkan peserta baru yang menggunakan MKJP

hanya sebesar 18,17%. Pencapaian peserta KB baru pada bulan Februari 2015

secara nasional sebesar 7,79%. Provinsi Sumatera Barat dilaporkan hanya

mencapai 28,33% dari target yang harus dicapai pada bulan Februari 2015. 5

Berdasarkan data-data diatas penulis tertarik untuk mengetahui jumlah peserta KB

dan pencapaian program KB pada puskesmas Ambacang.

3
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah pelaksanaan program KB di Puskesmas Ambacang?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Mengetahui pelaksanaan program KB di Puskesmas Ambacang.


b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pencapaian program KB berdasarkan jumlah peserta KB
di Puskesmas Ambacang.
2. Mengetahui pencapaian program KB berdasarkan kontrasepsi di
Puskesmas Ambacang
3. Mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan program KB di
Puskesmas Ambacang.
1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur dan laporan Puskesmas Ambacang, analisis, dan diskusi bersama

pemegang program KB di Puskesmas Ambacang.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu upaya pelayanan

kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. Pencegahan kematian dan

kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan keluarga

berencana. Menurut UU 52 tahun 2009, KB adalah upaya mengatur kelahiran

anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,

perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan

keluarga yang berkualitas. Berdasarkan UU 52 tahun 2009 pelaksanaan program

KB bertujuan untuk: a.mengatur kehamilan yang diinginkan, b. menjaga

kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak, c. meningkatkan

akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga

berencana dan kesehatan reproduksi, d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan

pria dalam praktek keluarga berencana, e. mempromosikan penyusuan bayi

sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan.6


2.2 Kontrasepsi
2.2.1 Definisi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan,

sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma

yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari/mencegah

terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur dan sel sperma tersebut.

Kontrasepsi dikatakan bagus ketika kontrasepsi tersebut memiliki efektivitas yang

tinggi, efek samping yang minimal, reversible, melindungi dari penyakit menular

seksual, mudah didapatkan, dan tidak ada kontraindikasi.7


2.2.2 Metode Kontrasepsi
Metode-metode dengan efektivitas bervariasi yang saat ini digunakan

adalah8:
a. Kontrasepsi tanpa menggunakan alat atau obat-obatan
b. Kontrasepsi secara mekanis
c. Kontrasepsi dengan obat-obat spermatisida

5
d. Kontrasepsi Hormonal (oral, suntik, implant)
e. Kontrasepsi dengan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) / IUD

(Intrauterine Device).
f. Kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi)
Jenis Kontrasepsi Non-Hormonal
1. Kontrasepsi tanpa Menggunakan Alat/Obat
a. Senggama Terputus
Senggama terputus adalah penarikan penis dari vagina sebelum terjadinya

ejakulasi. Keuntungan cara ini adalah tidak membutuhkan biaya, alat-alat

ataupun persiapan. Kekurangannya adalah dibutuhkan pengendalian besar dari

pihak laki-laki. Efektivitas cara ini umumnya dianggap kurang berhasil.

Kegagalan cara ini dapat disebabkan oleh: adanya pengeluaran air mani sebelum

ejakulasi, terlambatnya pengeluaran penis dari vagina, dan pengeluaran semen

dekat pada vulva.8

b. Pembilasan Pasca Senggama


Cara ini dilakukan dengan melakukan pembilasan vagina dengan air biasa

dengan atau tambahan larutan obat (cuka atau obat lain) segera setelah koitus.

Tujuan dari cara ini adalah untuk mengeluarkan sperma secara mekanik dari

vagina. Penambahan cuka ialah untuk memperoleh efek spermisida serta menjaga

keasaman vagina. 8
c. Perpanjangan Masa Menyusui Anak
Pencegahan kehamilan dapat dilakukan dengan memperpanjang masa

laktasi. Efektivitas menyusui anak dapat mencegah ovulasi dan memperpanjang

amenorea postpartum. Akan tetapi, ovulasi dapat terjadi lagi dan mendahului haid

pertama setelah partus. Jika hal ini terjadi maka konsepsi dapat terjadi selagi

perempuan tersebut masih dalam keadaan amenorea dan terjadilah kehamilan

kembali setelah melahirkan sebelum mendapatkan haid. 8


d. Pantang Berkala

6
Fase ovulasi dimulai sejak 48 jam sebelum ovulasi dan berakhir setelah

24 jam setelah ovulasi. Sebelum dan sesudah masa itu perempuan tersebut

berada dalam masa tidak subur. Kesulitan cara ini adalah sulit untuk menentukan

waktu yang tepat dari ovulasi. Ovulasi umumnya terjadi 14 + 2 hari sebelum hari

pertama haid yang akan datang. 8


2. Kontrasepsi secara Mekanis
a. Kondom
Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis saat melakukan

koitus dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Bentuk kondom adalah

silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung yang terbuka dan ujung yang buntu

berfungsi sebagai penampung sperma. Kondom dilapisi dengan pelicin yang

mempunyai sifat spermitisid. Keuntungannya selain untuk kontrasepsi juga untuk

memberi perlindungan terhadap penyakit kelamin. Kekurangannya adalah ada

kalanya pasangan yang menggunakan kondom merasakan selaput karet sebagai

penghalang kenikmatan saat melakukan koitus. Sebab kegagalan memakai

kondom adalah bocor atau koyaknya alat tersebut atau tumpahnya sperma yang

disebabkan oleh tidak dikeluarkannya penis segera setelah terjadi ejakulasi. 8


b. Pessarium
Bermacam-macam pessarium telah dibuat untuk tujuan kontrasepsi. Secara

umum Pessarium dapat dibagi dua golongan yaitu diafragma vaginal dan cervical

cap. Diafragma vagina terdiri atas kantong karet yang berbentuk mangkuk dengan

per elatis pada pinggirnya. Diafragma dimasukkan ke dalam vagina sebelum

koitus untuk menjaga jangan sampai masuk ke dalam uterus. Diafragma paling

cocok dipakai perempuan dengan dasar panggul yang tidak longgar dan dengan

tonus dinding vagina yang baik. Servical cap dibuat dari karet atau plastik dan

mempunyai bentuk mangkuk yang dalam dengan pinggirnya terbuat dari karet

7
yang tebal. Ukuran servical cap ini lebih kecil dari diafragma vagina. Cap

dipasang pada portio serviks uteri. 8


3. Kontrasepsi dengan Obat Spermatisida
Obat spermatisida yang dipakai untuk kontrasepsi terdiri atas 2 komponen

yaitu zat kimiawi yang mampu mematikan spermatozoon dan vehikulum yang

nonaktif . Makin erat hubungan antara zat kimia dan sperma makin tinggi

efektivitas obat. Oleh sebab itu obat yang paling baik ialah yang dapat membuat

busa setelah dimasukkan kedalam vagina sehingga busa dapat mengelilingi

serviks uteri dan menutup ostium uteri eksternum. Cara kontrasepsi dengan obat

spermatisida umumnya digunakan bersama-sama dengan cara lain. 8


4. Jenis Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi jenis ini tersedia dalam berbagai bentuk oral, injeksi, dan

implant. Kontrasepsi oral adalah kombinasi estrogen dan progestin atau hanya

progestin-mini pil. Kontrasepsi injeksi atau implant hanya mengandung progestin

atau kombinasi estrogen dan progestin. 8


a. Pil Kontrasepsi Kombinasi
Pil kontrasepsi kombinasi yang sekarang digunakan tidak berisi estrogen

dan progesteron alamiah melainkan steroid sintetik. Umumnya komponen

estrogen dalam pil menekan sekresi FSH menghalangi maturasi folikel dalam

ovarium. Pengaruh estrogen dari ovarium terhadap hipofisis menjadi tidak ada

sehingga tidak terjadi pengeluaran LH. Pada pertengahan siklus haid kadar FSH

rendah dan tidak terjadi peningkatan LH sehingga menyebabkan ovulasi

terganggu. Komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat khasiat

estrogen untuk mencegah ovulasi. Pil kombinasi yang berjumlah 21-22 pil

diminum mulai dari hari ke-5 haid tiap hari satu terus menerus. Sebaiknya pil

diminum pada waktu tertentu misalnya malam sebelum tidur. 8


Bahaya yang dikhawatirkan dengan pil terutama pil kombinasi ialah

trombo-emboli, emboli paru-paru dan trombosis otak. Kemungkinan tersebut

8
lebih besar apabila ada faktor predisposisi seperti minum minuman keras,

merokok, hipertensi, diabetes, dan obesitas. Tidak semua perempuan dapat

menggunakan pil kombinasi sebagai kontrasepsi. Kontraindikasi mutlak pada

wanita yang memiliki tumor yang dipengaruhi estrogen dan penyakit hati yang

aktif. Kontraindikasi relatif pada wanita dengan hipertensi, oligomenorea, dan

amenorea. 8
Kelebihan pil kombinasi antara lain: efektivitas 95-98%, frekuensi koitus

tidak perlu diatur, siklus haid jadi teratur. Kekurangannya adalah pil harus

diminum tiap hari, motivasi harus kuat, adanya efek samping seperti mual, sakit

kepala dan kadang-kadang dapat menimbulkan amenorea persisten. 8


b. Pil Kontrasepsi Sekuensial
Di Indonesia, pil sekuensial tidak diedarkan karena tidak seefektif pil

kombinasi dan pemakaiannya hanya dianjurkan pada hal-hal tertentu saja. Pil

diminum yang hanya mengandung estrogen saja untuk 14-16 hari disusul dengan

pil yang mengandung estrogen dan progestagen untuk 5-7 hari. 8


c. Progestin Oral
Pil ini hanya mengandung progestin 650 µg atau kurang dari yang

diminum setiap hari. Pil ini pilihan baik bagi ibu yang menyusui, mulai diminum

pada minggu ke-6 setelah melahirkan. Pil ini memiliki kemungkinan yang lebih

kecil untuk terjadinya peningkatan tekanan darah dan lebih jarang menyebabkan

depresi, dismenorea, dan gejala premenstruasi. Pil ini kontraindikasi pada

perempuan berumur dengan perdarahan uterus yang tidak jelas, riwayat kehamilan

ektopik atau kista ovarium fungsional. 8


d. Kontrasepsi Suntikan Setiap 3 Bulan (Depo Provera)
Depo Provera adalah 6-alfa-medroksiprogesteron yang digunakan untuk

tujuan kontrasepsi parenteral mempunyai efek progestagen yang kuat dan efektif.

Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan pembentukan

gonadotropin releasing hormone dari hipotalamus. Selain itu lendir serviks akan

9
bertambah kental sehingga menghambat penetrasi sperma melalui serviks uteri.

Keuntungan kontrasepsi ini adalah efektivitas yang tinggi, pemakaian sederhana,

reversibel, dan cocok untuk ibu menyusui anak. 8


e. Kontrasepsi Suntikan Setiap Bulan
Suntikan bulanan mengandung 2 macam hormon progestin dan estrogen

seperti hormon alami pada tubuh perempuan. Preparat yang dipakai adalah

medroxy progesterone acetate (MPA)/ estradiol caprionate atau norethisterone

enanthare (NET-EN). Mekanisme kerjanya adalah mencegah keluarnya ovum dari

ovarium. Efektivitasnya bergantung saat kembalinya untuk mendapat suntikan.

Bila mendapatkan suntikan tepat waktu, angka kehamilannya kurang dari 1 per

100 perempuan yang menggunakan kontrasepsi bulanan dalam satu tahun

pertama. 8
f. Implant
Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel

yang dibungkus dalam kapsul silastic-silicone dan disusukkan dibawah kulit

sebanyak 6 kapsul. Masing-masing kapsul panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg

levonorgestrel. Kontrasepsi ini bekerja dengan mengentalkan lendir serviks uteri

sehingga menyulitkan penetrasi sperma. Metode ini cocok untuk wanita yang

tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen. Pemakaian implant

diindikasikan untuk wanita yang ingin memakai kontrasepsi dalam jangka waktu

yang lama tetapi tidak bersedia menjalani kontap atau AKDR. 8


5. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Memasukkan benda-benda atau alat ke dalam uterus untuk tujuan mencegah

kehamilan telah dikenal sejak dahulu kala. Pada awalnya banyak mendapat

pertentangan karena dianggap sebagai sumber infeksi pada panggul (salpingitis,

endometritis, dll). Akan tetapi sejak ditemukannya antibiotik yang dapat

mengurangi resiko infeksi maka penerimaan AKDR semakin meningkat. 8


Jenis-jenis AKDR

10
Hingga kini jenis AKDR yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah

AKDR jenis cooper T dan spiral (Lippes loop). AKDR dapat dibagi dalam bentuk

yang terbuka linear dan bentuk tertutup sebagai cincin. AKDR golongan terbuka

linear antara lain Lippes loop, Saf-T-coil, Dalkon Shield, Cu-7, Cu-T, Spring coil,

dan Margulies spiral. Golongan AKDR tertutup adalah Ota-Ring, Antigon F,

Ragab Ring, Cincin Gravenberg, Cincin Hall-Stone. 8


Keuntungan-keuntungan AKDR
AKDR memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan kontrasepsi lain8:
 Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan hanya satu kali

motivasi
 Tidak menimbulkan efek sistemik
 Alat ekonomis dan cocok untuk penggunaan massal
 Efektivitas cukup tinggi
 Reversibel
Efek Samping AKDR
Efek samping yang dapat timbul akibat penggunaan AKDR adalah8:
a. Perdarahan
b. Rasa nyeri dan kejang di perut
c. Gangguan pada suami
d. Ekspulsi (Pengeluaran Sendiri)
Komplikasi AKDR

Infeksi
Infeksi dapat disebabkan oleh adanya infeksi yang subakut atau menahun

pada traktus genitalis sebelum pemasangan AKDR.8



Perforasi
Umumnya perforasi terjadi saat pemasangan AKDR walaupun bisa terjadi

kemudian. Awalnya hanya ujung AKDR saja yang menembus dinding uterus

tetapi lama kelamaan dengan adanya kontraksi uterus, AKDR terdorong

lebih jauh menembus dinding uterus sehingga akhirnya sampai ke rongga

perut.8
Waktu Pemasangan AKDR

Sewaktu Haid sedang Berlangsung
Pemasangan pada waktu ini dapat dilakukan pada hari-hari pertama atau hari

terakhir haid. Keuntungan pemasangan AKDR pada waktu ini antara lain

ialah: pemasangan lebih mudah karena serviks pada waktu ini agak terbuka

11
dan lembek, tidak terlalu nyeri, perdarahan yang timbul sebagai akibat

pemasangan tidak terlalu dirasakan.8



Sewaktu Postpartum8
a. Secara dini (immediate insertion) yaitu AKDR dipasang pada perempuan

yang melahirkan sebelum dipulangkan dari rumah sakit.


b. Secara langsung (direct insertion) yaitu AKDR dipasang dalam masa tiga

bulan setelah partus atau abortus


c. Secara tidak langsung (indirect insertion) yaitu AKDR dipasang sesudah

masa tiga bulan setelah partus atau abortus atau dilakukan pada saat yang

tidak ada hubungan sama sekali dengan partus atau abortu



Sewaktu Postabortum
Sebaiknya AKDR dipasang segera setelah abortus karena dari segi fisiologi

dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Namun, jika ditemukan septic

abortion maka tidak dibenarkan memasang AKD.8



Sewaktu melakukan Sectiosesarea.8
Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan sesudah AKDR dipasang dilakukan 1 minggu sesudahnya,

pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya tiap 6 bulan. Untuk

efektivitasnya IUD Copper 7 atau Copper T sebaiknya diganti tiap 2-3 tahun.8
Cara Mengeluarkan AKDR
Mengeluarkan AKDR biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang

AKDR yang keluar dari ostium uteri eksternum (OUE) dengan dua cara yaitu:

dengan pinset atau dengan cunam jika benang AKDR tampak di luar OUE. Bila

benang AKDR tidak terlihat, maka hal tersebut disebabkan oleh: akseptor menjadi

hamil, perforasi uterus, ekspulsi yang tidak disadari akseptor, dan perubahan letak

AKDR.8
6. Kontrasepsi Mantap (Sterilisasi)
Sterilisasi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Fallopi perempuan

atau kedua vas deferens laki-laki yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak

dapat hamil atau tidak menyebabkan kehamilan. Keuntungan sterilisasi ialah

12
motivasi hanya dilakukan satu kali saja, efektivitas hampir 100%, tidak

emmpengaruhi libido seksualis, tidak adanya kegagalan dari pihak pasien.8


a. Tubektomi
Tubektomi ialah tindakan oklusi/pengambilan sebagian saluran telur

perempuan untuk mencegah proses fertilisasi. Tindakan dapat dilakukan setelah

persalinan atau pada masa interval. Waktu yang terbaik untuk melakukan

tubektomi pascapersalinan ialah tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan

karena posisi tuba mudah dicapai dari subumbilikus dan rendahnya resiko infeksi.

Bila masa 48 jam pascapersalinan maka tubektomi dilakukan 6-8 minggu

persalinan atau masa interval.8


Indikasi dilakukan tubektomi ialah penghentian fertilitas atas indikasi medik

dan kontrasepsi permanen. Untuk menutup lumen dalam tuba dapat dilakukan

pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif seperti cara Pomeroy,

cara Irving, cara Uchida, cara Aldrige. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong.

Selain itu penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba,

penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dll.8


b. Vasektomi
Indikasi dilakukan vasektomi ialah bahwa pasangan suami istri tidak

menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa tindakan

kontrasepsi dilakukan pada dirinya. Kontraindikasi tidak ada kecuali apabila ada

kelainan lokal yang dapat mengganggu sembuhnya luka operasi. Setelah operasi,

peserta vasektomi baru boleh melakukan hubungan intim dengan pasangannya

setelah enam hari. Itupun wajib menggunakan kondom selama 12 kali hubungan

untuk pengamanan. Komplikasi vasektomi adalah infeksi pada sayatan, rasa

nyeri/sakit, hematom karena perdarahan kapiler, epididimitis, terbentuknya

granuloma.. 8
2.3 Indikator Cakupan Pelayanan Program KB

13
Berikut ini bebrapa indikator cakupan pelayanan yang ditetapkan oleh

Depkes (Departemen Kesehatan) untuk digunakan dalam menggambarkan kinerja

dan kualitas pelayanan KB9:


a. Cakupan Peserta KB Baru
Definisi Operasional:
Peserta KB Baru adalah PUS (Pasangan Usia Subur) yang baru pertama

kali menggunakan metode kontrasepsi termasuk mereka yang pasca

keguguran, sesudah melahirkan atau pasca istirahat minimal 3 bulan.

Pasangan Usia Subur adalah pasangan yang istrinya berumur antara 15-49

tahun dalam hal ini termasuk pasangan yang istrinya lebih dari 49 tahun

tetapi masih mendapat menstruasi.9


Perhitungan:
Persentase peserta KB baru yang dilayani terhadap seluruh PUS di suatu

wilayah kerja tertentu. 9

Jumlah Peserta KB Baru x 100%


Interpretasi: Jumlah PUS
Indikator ini digunakan untuk menilai kinerja program KB dengan melihat

pencapaian per bulan/per tahun dan membandingkannya dengan target

masing-masing wilayah. Bila angka yang diperoleh rendah atau menurun

mka dapat menunjukkan kinerja program yang kurang khususnya terkait

dengan pemberian konseling yang saat ini dianjurkan menggunakan alat

bantu yang disebut ABPK (Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber KB). 9
Indikator peserta KB baru dapat disajikan menurut metode kontrasepsi per

bulan/per tahun maka dapat dilihat kecendrungan jenis kontrasepsi yang

banyak dipilih PUS. Jika peserta KB baru banyak memilih kontrasepsi

bukan jangka panjang seperti pil, suntik, kondom, obat vaginal, maka

petugas harus meningkatkan pemberian konseling melalui ABPK agar klien

mampu memilih alat kontrasepsi yang betul-betul efektif dan efisien bagi

14
mereka dalam mencegah kehamilan yang tidak diinginkan seperti

kontrasepsi jangka panjang yaitu AKDR, implant, MOP, dan MOW. 9


b. Cakupan Peserta KB Aktif
Definisi operasional:
Peserta KB aktif adalah peserta KB baru dan lama yang masih akan

memakai alat kontrasepsi terus menerus hingga saat ini untuk menjarangkan

kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan. 9


Perhitungan:
Persentase peserta KB aktif terhadap total PUS di suatu wilayah tertentu. 9

Interpretasi: Jumlah Peserta KB Aktif x 100%


Indikator ini menunjukkan berapaJumlah PUS yang berpotensi hamil yang
besar PUS

terlindungi dari kejadian kehamilan. Bila angka ini rendah atau di bawah

target nasional 75% ini menunjukkan banyaknya PUS yang tidak

menggunakan kontrasepsi padahal mereka berpotensi untuk hamil. Hal ini

berakibat meningkatnya jumlah kehamilan yang tidak

diinginkan/direncanakan meningkatnya risiko kehamilan/persalinan,

selanjutnya meningkatnya risiko kesakitan/kematian ibu jika kehamilan

terjadi pada kelompok PUS dengan “4 Terlalu” atau PUS dari keluarga

miskin atau PUS dengan penyakit kronis. 9


c. Persentasi Komplikasi
Definisi Operasional:
Komplikasi adalah peserta KB baru atau lama yang mengalami gangguan

kesehatan mengarah pada keadaan patologis sebagai akibat dari proses

tindakan/pemberian/pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan seperti:

perdarahan, infeksi/abses, fluor albus bersifat patologis, perforasi,

translokasi, hematoma, tekanan darah meningkat, perubahan Hb, expulsi. 9


Perhitungan:

15
Persentase peserta KB yang mengalami komplikasi (per metode

kontrasepsi) terhadap seluruh peserta KB aktif (per metode kontrasepsi) di

wilayah kerja tertentu. 9

Interpretasi:
Target dari indikatorJumlah Kasus Komplikasi
ini digunakan x 100%
adalah agar semua kasus komplikasi
Jumlah Peserta KB Aktif
dapat diidentifikasi dan dapat tertangani. Bila angka ini tinggi atau diatas

angka toleransi (3,5%) ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan KB perlu

ditingkatkan terutama keterampilan petugas. Untuk perbaikan kualitas

pelayanan maka perlu dianalaisis kontrasepsi apa saja yang paling banyak

terjadi kemudian dipikirkan rencana tindak lanjut untuk mengeliminir

masalah tersebut misalnya mungkin diperlukan pelatihan sebagai refrreshing

bagi bidan-bidan dan dokter pemberi pelayanan KB. 9


d. Persentase Kegagalan Kontrasepsi
Definisi Operasional:
Kegagalan kontrasepsi adalah kasus terjadinya kehamilan pada akseptor KB

aktif yang pada saat tersebut menggunakan metode kontrsepsi. 9


Perhitungan:
Persentase peserta KB yang mengalami kegagalan kontrasepsi terhadap

seluruh peserta aktif di wilayah kerja tertentu. 9

Interpretasi: Jumlah Peserta KB yang gagal x 100%


Apabila angka indikator
JumlahiniPeserta
tinggiKB
atauyang
diatas angka toleransi (0,2%), hal ini
aktif

menunjukkan kualitas pelayanan KB perlu ditingkatkan terutama terkait

dengan pemberian konseling. Kegagalan kontrasepsi dapat terjadi karena

memang setiap metode kontrasepsi angka efektifitasnya tidak 100%, berarti

ada kemungkinan terjadinya kegagalan walaupun sangat kecil sekali.

Kegagalan ini juga disebabkan oleh ketidaktahuan pada aturan pakai atau

16
cara pakai yang keliru sehingga menyebabkan efektifitas mencegah

kehamilannya rendah. Petugas diharapkan meningkatkan kualitas

konselingnya dan memberikan pelayanan dalam mengatasi kegagalan

tersebut. 9
e. Cakupan PUS Miskin Ber-KB
Definisi Operasional:
PUS Miskin adalah PUS yang memenuhi kriteria sebagai keluarga miskin

(gakin) menurut BPS. 9


Perhitungan:
Persentase PUS miskin yang menjadi peserta KB terhadap jumlah PUS

miskin di wilayah kerja tertentu. 9

Jumlah PUS Gakin ber-KB x 100%


Interpretasi: Jumlah PUS Gakin
Indikator ini digunakan untuk menilai akses keluarga miskin untuk ber-KB.

Bila angka yang diperoleh rendah atau menurun, hal ini dapat menunjukkan

akses keluarga miskin untuk ber-KB rendah. Rendahnya akses ini dapat

disebabkan rendahnya promosi KB tindak lanjutnya perlu ditingkatkan

upaya promosi terutama untuk kelompok gakin. 9


f. Cakupan PUS dengan “4T” ber-KB.
Definisi operational: PUS dengan 4T ( 4 Terlalu) adalah PUS dimana

istrinya memiliki salah satu kriteria 4T yaitu: 1. Berusia kurang dari 20

tahun; 2. Berusia lebih 35 tahun; 3. Telah memiliki anak hidup lebih dari 3

orang; atau 4. Jarak kelahiran antara satu anak dengan lainnya kurang dari 2

tahun. 9
Perhitungan:

Interpretasi:
Jumlah PUS
Kehamilan atau kelahiran 4Tkondisi
pada ber-KB x4T100%
memiliki resiko terjadinya
Jumlah PUS dengan 4T
kesakitan bahkan kematian ibu. Oleh karena itu pada PUS yang berpotensi

hamil pada kondisi 4T harus dicegah dengan kontrasepsi. Bila angka ini

17
rendah atau menurun maka program pemberian konseling perlu ditingkatkan

terutama pada kelompok PUS memiliki potensi 4T. 9


g. Persentase Drop Out
Definisi: Peserta drop-out adalah peserta yang tidak melanjutkan

penggunaan kontrasepsi (drop-out) dalam satu tahun kalender dibandingkan

jumlah peserta aktif di wilayah kerja tertentu. Kasus DO tidak termasuk

mereka yang ganti cara kontrasepsi. 9


Perhitungan:

Jumlah Peserta KB yang DO x 100%


Interpretasi: Jumlah peserta KB Aktif

Menurut SDKI 2002-2003, angka DO cukup tinggi yakni 20,7% dimana

sebagian besar penyebabnya adalah karena ingin hamil lagi, mengalami efek

samping, ingin metode yang lebih efektif dan kurangnya akses. Petugas

kesehatan dapat meningkatkan kualitas konselingnya agar klien yang DO

karena ingin hamil lagi dapat melakukannya apabila jarak kelahirannya

sudah 2 tahun kemudian apabila konseling yang diberikan berkualitas maka

seharusnya tidak terjadi DO bagi klien yang mengalami efek samping

karena semua obat kontrasepsi pasti ada efek samping yang tidak

membahayakan kesehatan klien. 9

h. Cakupan PUS dengan penyakit kronis ber-KB

Definisi:

PUS dengan penyakit kronis adalah PUS yang istrinya menderita salah satu

penyakit kronis berikut: kencing manis, jantung, asma berat, malaria, TBC,

anemia, KEK (Kurang Energi Kronik)/LILA <23,5 cm atau infeksi menular

seksual/infeksi saluran reproduksi/HIV_AIDS/Hepatitis B. 9

18
Perhitungan:

Jumlah PUS sakit kronis ber-KB x 100%


Jumlah PUS dengan penyakit kronis

Interpretasi:

Kehamilan atau kelahiran pada PUS yang memiliki salah satu penyakit

kronis memiliki resiko terjadinya kesakitan bahkan kematian ibu. Oleh

karena itu kondisi tersebut harus dicegah dengan kontrasepsi. Bila angka ini

tinggi atau meningkat maka program pemberian KIP/K perlu ditingkatkan

terutama pada kelompok ini. 9

i.Cakupan Ibu Pasca Persalinan ber KB

Definisi:

Pasca persalinan ber KB adalah ibu yang mulai menggunakan alat

kontrasepsi langsung sesudah melahirkan (sampai dengan 42 hari sesudah

melahirkan). 9

Perhitungan:

Persentase ibu pasca persalinan ber KB terhadap jumlah sasaran ibu

persalinan dalam 1 tahun. 9

Jumlah Ibu pasca persalinan ber KB x 100%


Jumlah Sasaran Ibu Bersalin

Jumlah sasaran ibu bersalin diperkirakan dengan menggunakan cara

berikut:
Jumlah sasaran ibu bersalin = CBR x 1,05 x jumlah penduduk di
wilayah tersebut

19
CBR (Crude Birth Rate) = angka kelahiran kasar.

Interpretasi: Bila angka ini rendah (tidak mencapai 100%) maka program

pemberian KIP/K pasca persalinan perlu ditingkatkan. 9

BAB III

ANALISIS SITUASI

3.1 Gambaran Umum Puskesmas

Puskesmas Ambacang Kuranji terletak pada 0° 55' 25.15" Lintang Selatan

dan +100° 23' 50.14" Lintang Utara. Luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang

Kuranji adalah sekitar 12 km2 meliputi empat kelurahan, yaitu: Kelurahan Pasar

Ambacang, Kelurahan Anduring, Kelurahan Ampang, dan Kelurahan Lubuk

Lintah.10

Utara : Wilayah kerja Puskesmas Kuranji


Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pauh

20
Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Andalas
Barat : Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang


Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang tahun 201510

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji yang


menjadi sasaran kegiatan Puskesmas selama tahun 2015 adalah sebanyak 49.966
jiwa dengan luas wilayah kerja sekitar 12 km2. 10

3.2 Program Keluarga Berencana di Puskesmas Ambacang

Hasil pencapaian peserta program Keluarga Berencana di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang hingga Juli 2016 dapat dilihat pada tabel berikut.11

Tabel 3.1 Tabel Pelaporan Wilayah Sementara KB Puskesmas Ambacang


sampai Juli 2016
N Kelurahan Jumlah Peserta Baru Peserta KB Keg Komp Drop Out Peserta KB
o PUS Aktif agal likasi Pasca
an Persalinan

Jmlh % Jmlh % Jml % Jmlh %


h

1 Ps.Ambac 3436 153 4,4 2298 66,8 - - 62 2,6 70 20


. ang

21
2 Anduring 2779 152 5,4 1713 61,6 - - 46 2,6 60 21,5
.

3 Lb.Lintah 2072 161 7,7 1690 81,5 - - 50 2,9 43 21,2


.

4 Ampang 1534 140 9,1 1271 82,9 - - 59 4,6 29 20,1


.

Total 9821 606 6,1 6974 71 217 3,1 202 20,7

Sumber: Laporan Lokakarya Mini Puskesmas Ambacang 2016 11


Pada tabel 3.1 diatas menunjukkan bahwa angka peserta baru KB sangat

rendah yaitu rata-rata 6,1% dari 4 kelurahan yang berada dalam wilayah kerja

Puskesmas Ambacang dengan daerah paling banyak adalah Ampang (6,1%).

Namun angka pencapaian peserta KB aktif termasuk tinggi yaitu rata-rata 71%

dari seluruh wilayah kerja Puskesmas Ambacang. Hal ini menunjukkan target dari

nasional tidak tercapai yaitu 75%. Selain itu, penggunaan KB pasca persalinan

juga termasuk rendah dengan angka rata-rata 20,7%.

Tabel 3.2 Tabel Pelaporan Wilayah Sementara KB Puskesmas Ambacang


sampai Juli 2016
N Kelurahan PUS PUS PUS ALKI Peserta KB Aktif GAKIN Peserta KB Aktif 4T Peserta KB Aktif
o Gakin 4T Peny.Kronis
Anemia Lila
<23,5/Peny Bula Bula Jum % Bul B Jum % Bu Bu Ju %
akit n n Ini lah an ul lah la la ml
Kronis/IMs lalu lalu an n n ah
ini lal ini
Jmlh
u

1 Ps.Ambaca 778 259 756 262 263 525 67,4 8 7 132 16,9 5 6 93 11,9
. ng

2 Anduring 654 218 131 163 205 368 56,2 9 8 115 17,5 6 7 90 13,7
.

3 Lb.Lintah 701 234 740 226 163 389 55,4 6 5 113 16,1 7 5 97 13,8
.

4 Ampang 667 222 133 204 223 427 64 7 8 92 13,7 6 5 82 12,2


.

Total 2800 933 560 855 854 170 61 30 28 452 16,1 24 23 36 12,9

22
9 2

Sumber: Laporan Lokakarya Mini Puskesmas Ambacang 2016 11


Pada tabel 3.2 diatas menunjukkan bahwa PUS Gakin paling banyak

terdapat pada kelurahan Pasar Ambacang (778) dengan peserta KB Aktif Gakin

terbanyak juga di kelurahan Pasar Ambacang (67,4%). PUS 4T paling banyak

juga terdapat di kelurahan Pasar Ambacang (259) dengan peserta KB Aktif 4T

terbanyak di kelurahan Anduring (17,5%). Angka peserta KB aktif 4T terlihat

masih rendah pada hampir seluruh kelurahan di wilayah kerja puskesmas

Ambacang. PUS ALKI paling banyak terdapat di kelurahan Pasar Ambacang

(756) dengan peserta KB Aktif Penyakit Kronis terbanyak di kelurahan Lubuk

Lintah.
Berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan oleh peserta KB aktif yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Ambacang adalah sebagai berikut

Tabel 3.4 Jumlah Peserta KB Aktif menurut Jenis Kontrasepsi Puskesmas


Ambacang dari Januari sampai Juli 2016
Kelurah PUS Jumlah Peserta KB Aktif
an
MKJP Non MKJP Total
AK % MO % IMP % STK % Pil % KD % Obat
DR W/ M Vagina
MO
P
Pasar 3436 146 6,35 35/- 1,52 96 62,7 1890 82,2 259 11,2 140 6,09 - 2566
Ambaca /-
ng

Andurin 2779 186 10,8 34/5 1,98 102 5,95 794 46,3 163 9,51 33 1,92 - 1317
g /0,2
9

Lb.Linta 2072 167 9,88 44/1 2,60 86 5,08 866 51,2 617 36,5 29 1,71 - 1810
h /0,0
5

Ampang 1534 223 17,5 39/- 3,06 64 5,02 424 33,3 390 30,6 88 6,91 - 1228
/-
Total 9821 722 7,3 152/ 1,5 348 3,5 3974 40,4 142 14,5 290 2,9 - 6921
6 9

23
Sumber: Laporan Lokakarya Mini Puskesmas Ambacang 2016 11
Berdasarkan tabel 3.3 diatas menunjukkan bahwa penggunaan alat

kontrasepsi yang terbanyak pada peserta KB Aktif adalah kontrasepsi non MKJP

yaitu suntik (40,4%) dan pil (14,5%). Kelurahan Pasar Ambacang merupakan

daerah dengan PUS yang paling banyak menggunakan kontrasepsi suntik

(82,2%). AKDR merupakan kontrasepsi MKJP yang paling banyak yaitu 7,3%.

Alat kontrasepsi yang paling sedikit digunakan adalah kontrasepsi mantap

wanita/pria (MOW/MOP) (1,5%) dan obat vagina (0%).

24
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Program KB di Puskesmas Ambacang

Program KB merupakan suatu program UKM esensial yang masuk kedalam program

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas Ambacang. Dalam pelaksanaannya tim ini

tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan dari pihak lain, sehingga dalam pelaksanaanya

tim ini melakukan kerjasama lintas program. Tim ini berperan penting dalam

mensosialisasikan program KB kepada PUS pada saat pelaksanaan posyandu.

Program KB dan KIA ini melakukan pendataan ke kader untuk melakukan pemetaan

penggunaan kontrasepsi di wilayah kerja puskesmas Ambacang. Selain itu juga dilakukan

konseling terhadap PUS terkait dengan jenis kontrasepsi yang akan dipilih sekaligus

melakukan pemasangan kontrasepsi seperti AKDR/implant .

4.2 Hasil Pencapaian Program KB di Puskesmas Ambacang


Hasil pencapaian peserta KB baru dari bulan Januari-Juli 2016 pada puskesmas

Ambacang masih rendah yaitu 6,1%. Namun hal ini berbanding terbalik dengan angka

peserta KB aktif di wilayah kerja Puskesmas Ambacang yang tinggi yaitu 71%. Rendahnya

jumlah peserta KB baru ini disebabkan karena banyaknya PUS yang memasang KB di

fasilitas kesehatan lain sehingga tidak termasuk dalam pencatatan KB baru di Puskesmas

Ambacang namun tetap tercatat sebagai peserta KB aktif. Namun angka pencapaian KB

aktif belum mencapai target nasional yaitu 75%.


Rendahnya capaian peserta KB pasca persalinan disebabkan karena masih rendahnya

motivasi dari wanita pasca persalinan baik itu karena malu ataupun takut menggunakan

kontrasepsi terutama kontrasepsi MKJP. Selain itu angka peserta KB aktif 4T dan KB aktif

dengan penyakit kronik juga menunjukkan angka yang rendah. Hal ini disebabkan karena

rendahnya efektivitas penggunaan kontrasepsi pada alat ini sehingga juga menurunkan

motivasi untuk menggunakan KB pada kelompok ini.

25
Berdasarkan jenis kontrasepsi yang dipakai peserta KB aktif banyak menggunakan

alat kotrasepsi non MKJP yaitu suntik dan pil KB. Tingginya penggunaan alat tersebut

disebabkan oleh banyaknya peserta yang merasa penggunaan dengan pil dan suntik lebih

efektif bagi dirinya untuk mencegah kehamilan. Selain itu masih rendahnya motivasi peserta

KB untuk melakukan pemasangan AKDR menyebabkan penggunaan AKDR ataupun

kontrasepsi MKJP lainnya masih rendah. Jumlah petugas yang sedikit di program KB ini

juga menyebabkan sosialisasi KB terhadap PUS tidak berjalan maksimal. Ditandai dengan

masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap keefektifan penggunaan kontrasepsi

MKJP. Pelaksanaan program KB diperlukan sosialisasi yang optimal sehingga masyarakat

mengetahui dengan baik kelebihan ataupun kekurangan dari setiap jenis alat kontrasepsi

sehingga dapat tercapai tujuan yang diinginkan.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Pencapaian program KB berdasarkan jumlah peserta pada peserta KB Baru dan

peserta KB pasca persalinan pada Puskesmas Ambacang masih rendah namun

peserta KB aktif lebih banyak dibandingkan peserta KB baru dan KB pasca

persalinan.
26
2. Pencapaian program KB berdasarkan kontrasepsi di Puskesmas Ambacang

menunjukkan penggunaan kontrasepsi non MKJP yaitu suntik dan pil lebih banyak

dibandingkan penggunaan kontrasepsi MKJP.


3. Permasalahan yang ditemukan pada pelaksanaan program KB di Puskesmas

Ambacang adalah banyaknya PUS yang memasang kontrasepsi pada fasilitas

kesehatan selain puskesmas ,pemahaman dan motivasi yang rendah dari

masyarakat dalam menggunakan KB, dan jumlah tenaga kesehatan yang sedikit

sehingga pelaksanaan program KB tidak optimal.


5.2 Saran
1. Sebaiknya petugas puskesmas lebih meningkatkan program pemberian konseling

pada PUS agar dapat memilih kontrasepsi yang efektif dam efisien.
2. Sebaiknya puskesmas mengajukan penambahan SDM Puskesmas, sehingga

program KB dapat berjalan dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Manurung, S. Model Pengambilan Keputusan Meningkatan Akseptor Keluarga

Berencana Metode Kontrasepsi Jangka Panjang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013,

7:11.
2. Yudianto, Budijanto D, Hardhana B, Soenardi T A. Profil Kesehatan Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2015, hal 105-106.


3. Pratiwi D, Syahredi, Erkadius. Hubungan Antara Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Suntik DMPA dengan Peningkatan Berat Badan di Puskesmas Lapai Kota Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014, 3(3).


4. Pastuti R, Wilopo S A. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi IUD di Indonesia.

Berita Kedokteran Masyarakat. 2003, 23(2).


5. BkkbN. Laporan Pelayanan Kontrasepsi Februari 2015. Jakarta; 2015.
6. UU 52 tahun 2009. Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. 2009.
7. Saifuddin A B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi Kedua. Jakarta;

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006

27
8. Sarwono. Kontrasepsi; dalam Ilmu Kandungan. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka

Sarwono. 2011.
9. Besral, Yuniar P, Ferinawati. Pedoman Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan

Keluarga Berencana. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2009. Hal 18-21.
10. Puskesmas Ambacang. Laporan Tahunan 2015. Padang; 2015.
11. Puskesmas Ambacang. Laporan Bulanan Juli 2016. Padang; 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai