Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

DEFISIENSI VITAMIN A DAN SUPLEMENTASI VITAMIN A

Oleh :

Oji Z Saputra 1110313096

Preseptor:

Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, PhD, Sp.GK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2016

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang

berkembang termasuk Indonesia. Defisiensi vitamin A terutama sekali mempengaruhi

anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia

dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang

lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Selain itu, defisiensi

vitamin A dapat menyebabkan peradangan pada kulit (dermatitis) dan meningkatkan

kemungkinan terkena infeksi. Beberapa penderita mengalami anemia. Pada defisiensi

vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 15

mikrogram/100mL (kadar normal 20-50 mikrogram/100mL). Hal ini menjadi nyata

bahwa defisiensi vitamin A dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja

hingga masuk ke usia dewasa.1

Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi zat besi,

defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius dan paling sering

ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an. World Health Organization

(WHO) memperkirakan bahwa secara global terdapat hampir 14 juta anak yang setiap

tahunnya terkena xeroftalmia dan 190 juta anak yang mendapat resiko mengalami

defisiensi vitamin A subklinis.2

Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan

pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya menghadapi resiko yang meningkat

2
untuk meninggal dalam usia anak-anak karena penyakit infeksi yang disebabkan oleh

defisiensi vitamin A.

Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari sumber makanan

hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya bergantung terutama pada

senyawa karotenoid provitamin A yang berasal dari sumber nabati.2

Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara fungsi imun,

berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated dan dalam respon

antibodi humoral. Defisiensi vitamin A adalah masalah kesehatan umum yang luas. Anak

usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua kelompok populasi yang

paling berisiko. Suplementasi vitamin A menunjukkan adanya pengurangan insiden

campak, diare, dan kematian, serta meningkatkan beberapa aspek kesehatan mata.2

Penanggulangan masalah defisiensi vitamin A pada anak Balita sudah

dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A

setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua

survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan

serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat,

artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah kesehatan

masyarakat.3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di latar belakang dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :

Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan Defisiensi Vitamin A di Puskesmas

Ambacang Kuranji Kota Padang.

3
1.3 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Mengetahui masalah dalam pelaksanaan program penanggulangan

defisiensi vitamin A dan pencapaiannya di Puskesmas Ambacang Kuranji.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kejadian defisiensi vitamin A di Puskesmas Ambacang

Kuranji kota Padang

2. Untuk mengetahui tentang pencapaian program defisiensi vitamin A di

Puskesmas Ambacang Kuranji kota Padang

3. Untuk mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan program-program

defisiensi vitamin A di Puskesmas Ambacang Kuranji kota Padang

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur dan laporan tahunan Puskesmas Ambacang, analisis, dan diskusi

bersama pemegang program Defisiensi vitamin A di Puskesmas Ambacang Kuranji kota

Padang.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah

suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini

ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl. Masih dalam

buku tersebut terdapat Xeroptalmia merupakan istilah yang menerangkan gangguan pada

mata akibat kekurangan vitamin A, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan

gangguan fungsi sel retina yang dapat menyebabkan kebutaan.Defisiensi vitamin A

adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan

penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap dan sangat

rendahnya konsumsi atau masukan karotin dari Vitamin A.4,5

Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika

jaringan retinol kehilangan vitamin A, fungsi sel rod (batang) dan sel cone (kerucut) pada

mata mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan gangguan kemampuan

adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan dalam pertumbuhan, reproduksi, sintesa

glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika

kebutuhan vitamin A tidak tercukupi. Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur,

jenis kelamin dan kondisi tertentu. AngkaKecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti

pada tabel berikut;6

5
Gambar 1 : Angka kecukupan gizi Vitamin A

Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah dibandingkan dewasa. Pertumbuhan

badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering ditemukan hubungan

peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan angka kesakitan khususnya pada penyakit

infeksi. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A

yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal

dengan defisiensi vitamin A.7

2.2 Epidemiologi

Estimasi yang dibuat oleh WHO adalah lebih dari 250 juta anak mengalami

kekurangan penyimpanan vitamin A. Prevalensi defisiensi yang tertinggi ditemukan pada

anak pra sekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun tingkat defisiensi vitamin A subklinik

juga terlihat banyak pada anak sekolah dan dewasa di beberapa lokasi. Data yang selalu

tersedia di setiap negara hanyalah prevalensi dari anak prasekolah yang berarti prevalensi pada

kelompok umur lainnya tidak tersedia.

6
Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar

1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat (xeropthalmia)

¼ diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa bulan.

Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami kesakitan, tumbuh

kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara anak-

anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A.

Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survai kesehatan

indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5 %

dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding

Bangladesh (1%), India (0,7 %), dan Thailand (0,3 %). Kekurangan vitamin A (defisiensi

vitamin A) yang mengakibatkan kebutaan pada anak-anak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah

gizi utama di Indonesia. Kebutaan karena kekurangan vitamin A terutama dikalangan anak pra sekolah

masih banyak terdapat didaerah-daerah. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010 pada

pasca persalinan, atau masa nifas, ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang:

33,2% di Sumatera Utara dan 65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu

nifas yang tidak sekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%).

Demikian pula kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan pedesaan, serta menurut

tingkat pengeluaran. Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69,8%.

Persentase tersebut bervariasi antar provinsi dengan persentase terendah di Papua Barat (49,3%) dan

tertinggi di DiYogyakarta (91,1%).8,9,10,11

7
2.3 Metabolisme Vitamin A

Saat dikonsumsi, provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari protein di

lambung. Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus halus, karena bentuk ini

akan mudah diserap.12

Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan diserap melalui usus halus dan

diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati, tempat retinol mulai disimpan sebagai

retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darah sebagai retinol

dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu protein pengangkut spesifik

yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBP- retinol bergabung dengan transiterin,

suatu protein besar yang juga disintesis di hati. Retinol kemudian dipindahkan dari serum

dan digunakan oleh sel sasaran, seperti fotoreseptor retina dan sel epitel. 12

Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid, yaitu

cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding protein II

(CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih lanjut

dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set faktor

transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan perifer juga bisa

berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau tergabung

menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan utama seperti

hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A untuk diferensiasi seluler

merupakan siklus yang luas dan efisien.12

Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan derivat

metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A rendah,

8
efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma transport tetap

ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi lebih efisien, dan

ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A tinggi, efisiensi absorpsi

dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap sama, recycling menjadi kurang

efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi bilier meningkat dengan jelas, ekskresi

urin dan fekal diaugmentasi. 12

Gambar 2. Skema metabolisme vitamin A12

Seorang anak dengan gizi dan asupan vitamin A yang minimal mempunyai

simpanan vitamin A yang sangat terbatas. Penurunan yang tiba-tiba baik yang disebabkan

akibat perubahan pola makan atau gangguan absorbsi (seperti pada gastroenteritis), atau

peningkatan tiba-tiba dari kebutuhan metabolik (demam, khususnya campak, atau

9
lonjakan pertumbuhan) akan menyebabkan penurunan yang cepat dari cadaangan yang

terbatas itu. Jika simpanan retinol hati sangat tingg, manusia dapat bertahan selama

berbulan- bulan tanpa vitamin A dan tidak menderita penyakit yang serius.12

Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi anak secara

umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat mengikat protein pengikat

retinol dengan kecepatan yang sangat rendah. Oleh karena itu kadar retinol serum dapat

subnormal, walaupun simpanan di hati tinggi. Selain itu, bila hati dalam keadaan sakit,

tidak dapat menyimpan retinol, atau membuat protein pengikat retinol sebanyak hati

normal.12

2.4 Etiologi

Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab

paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan makanan

yang mengandung vitamin A (termasuk pemberian ASI yang tidak memadai) dan infeksi

yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernafasan.13

a) Asupan makanan kaya vitamin A yang kurang memadai,

b) Infeksi berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernapasan akut

c) Pemberian ASI yang tidak memadai dalam jangka lama

d) Pemberian makanan pelengkap yang tidak sesuai waktunya (seperti pengenalan

makanan padat yang rendah nilai gizinya)

e) Tingkat pendidikan keluarga yang rendah

f) Kurangnya kewaspadaan dan pengetahuan tentang peran penting vitamin A

terhadap kesehatan anak

10
2.5 Faktor Resiko

Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya vitamin A,

berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok lebih rentan untuk

menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya. Kelompok ini terdiri dari;13

A. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi prematur

Bayi BBLR adalah bayi dengan berat badan ketika lahir kurang dari 2500 gram.

Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 38 minggu. Karena bayi ini

lahir sebelum waktunya, berat badannya ketika lahir seringkali sangat rendah. Bayi-bayi

ini lahir dengan cadangan vitamin A tubuh yang rendah sehingga berisiko untuk

menderita defisiensi vitamin A

B. Bayi dan anak dengan infeksi berulang

Bayi dan anak dengan infeksi berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A

karena banyak infeksi, khususnya campak dan diare meningkatkan kebutuhan tubuh

terhadap vitamin A. Tetapi, anak yang sakit sering menolak untuk makan, sehingga

asupan vitamin A anak cenderung lebih rendah dari yang dibutuhkan. Oleh karena itulah

umumnya anak yang sakit cenderung menderita defisiensi vitamin A, khusunya jika

infeksi muncul berulang

C. Bayi dan anak dengan malnutrisi

Sebagian besar anak yang malnutrisi berisiko dalam menderita defisiensi vitamin

A oleh karena diet makanan yang jelek, dimana asupan energi , protein, dan berbagai zat

gizi yang tidak memadai, termasuk vitamin A.

11
2.6 Diagnosis

Defisiensi vitamin A dapat dicurigai dengan karakteristik manifestasi klinis dan

dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang kurang dari 200ug/L dan

karotennoid kurang dari 500ug/L. Dark adaptation test dapat berguna dalam diagnosis.

Xerosis konjungtiva dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan

apusan mata direkomendasikan untuk diagnostik. Vitamin A dan serum retinol diperiksa

menggunakan High Performance Liquid Cromatography (HPLC).14

2.7 Pencegahan

a. Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A

Asupan makanan yang inadekuat terhadap vitamin A dapat dimulai dengan cepatnya

penghentian pemberian ASI, kemudian disusul dengan kurangnya asupan makanan yang

kaya karoten atau Vitamin A. Dengan pemberian ASI kemudian setelah usia 6 bulan anak

diberi makanan kaya provitamin A seperti buah mangga, pepaya, sayuran berdaun hijau

gelap, dan dari sumber hewani seperti kuning telur, ayam dan hati akan secara signifikan

mengurangi terjadinya defisiensi vitamin A.12

Sayuran hijau merupakan sumber yang tidak mahal dan yang paling banyak

mengandung vitamin A. Sebagai acuan, orang tua harus mengetahui bahwa segenggam

sayur bayam segar( 68 gram) memiliki kandungan vitamin A setara dengan seporsi kecil

hati sapi ( 63 gr), dan setara dengan 4 medium size telur ayam ( 227 gram).12

12
b. Suplementasi Vitamin A

Sasaran suplementasi vitamin A adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Dosis pemberian suplementasi vitamin A

Sasaran Dosis Frekuensi

Bayi 0-11 bulan Kapsul biru (100.000 SI) 1 kali

Anak balita 12-59 bulan Kapsul merah (200.000 SI) 2 kali

Ibu nifas (0-42 hari) Kapsul merah (200.000 SI) 2 kali

(sumber: Panduan manajemen suplementasi vitamin A Direktorat Bina Gizi 2009)15

2.8 Program pemerintahan dalam menangani KVA

Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi

dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006 memperlihatkan balita dengan

Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hasil studi tersebut

menggambarkan terjadinya penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A

Tahun 1992 yang menunjukkan 50% balita mempunyai serum retinol kurang dari 20

μg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin A (KVA) sudah tidak menjadi masalah

kesehatan masyarakat lagi karena berada di bawah 15% (batasan IVACG). Hal tersebut

salah satunya berkaitan dengan strategi penanggulangan KVA dengan pemberian

suplementasi Vitamin A yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan

Kapsul Vitamin A).15

13
BAB 3

ANALISIS SITUASI

3.1 Gambaran Umum Puskesmas Ambacang

Puskesmas Ambacang Kuranji terletak di jalan raya Bypass kelurahan Pasar

Ambacang kecamatan Kuranji, kota Padang (±5 km dari pusat kota). Wilayah kerja

Puskesmas Ambacang Kuranji (luas 12 km2) meliputi empat kelurahan, yaitu: Kelurahan

Pasar Ambacang, Kelurahan Anduring, Kelurahan Ampang, dan Kelurahan Lubuk

Lintah. Batas wilayah kerja puskesmas Ambacang secara geografis:

Utara : Wilayah kerja Puskesmas Kuranji

Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pauh

Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Andalas

Barat : Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo

Gambar 3 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang16

(Sumber :Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang tahun 2016)

14
Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab Puskesmas Ambacang selama

tahun 2016 adalah sebanyak 49.966 jiwa

3.2 Kondisi Demografis dan Sasaran Puskesmas

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji yang menjadi

sasaran kegiatan Puskesmas selama tahun 2016 adalah sebanyak 49.966 jiwa dengan luas

wilayah kerja sekitar 12 km2. Distribusi kependudukan menurut kelurahan adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.2 Data Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan di Wilayah Kerja

Jml ibu
No Kelurahan Bayi (0-11) bln Balita (1-59) th
penduduk nifas
Ps. 17.918 202 1291 333
1 Ambacang
14.288 160 1033 266
2 Anduring
10.327 117 747 193
3 Lubuk Lintah
7.388 84 531 137
4 Ampang
49.966 563 3602 929
Total
(Sumber : Data Sasaran Program Kesehatan Puskesmas Ambacang Tahun 2016)16

Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang Kuranji adalah sekitar 4.164 penduduk/km2. Berdasarkan

UU No.56 tahun 1960, angka ini menunjukkan bahwa wilayah kerja Puskesmas

Ambacang Kuranji termasuk kategori sangat padat.

3.3 Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Penduduk

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang sebagian besar beragama Islam.

Penduduk non muslim di wilayah ini merupakan kaum pendatang dari luar provinsi.

Walaupun terdapat perbedaan suku, agama dan budaya, aktivitas sosial serta peribadatan

15
penduduk berjalan dengan baik. Suku terbesar yang terdapat di Kecamatan Kuranji

adalah suku Minang.

Adapun mata pencaharian penduduk antara lain:

a. Tani : 50%

b. Pegawai Negeri Sipil : 22%

c. Buruh : 6%

d. Swasta : 2%

e. Lain-lain : 20%

Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

N Kelurahan Tingkat Pendidikan


o
TS TT TM TM TMT TM D1 D3 D4/S S2
SD T T SMA T 1
SD SM SM
P K

1 Pasar 516 208 193 205 6222 394 12 339 779 67


Ambacang 3 3 7 0

2 Anduring 234 121 113 133 6087 593 13 352 871 10


1 1 5 0 3

3 Lubuk 293 998 103 121 3159 385 10 203 703 70


Lintah 3 8 0

4 Ampang 179 852 799 864 1827 272 10 203 426 43


0

5 Puskesmas 122 514 489 547 1729 164 45 109 2779 28


2 4 6 4 5 4 0 7 3

(Sumber: Profil Puskesmas Ambacang 2016)16

16
Kondisi ekonomi masyarakat tentunya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan

pelayanan kesehatan di wilayah tersebut. Semakin baik keadaan ekonomi masyarakat,

semakin tinggi persentase masyarakat yang menggunakan jasa kesehatan. Berdasarkan

survei kesehatan di Indonesia, rata-rata penggunaan pelayanan kesehatan berhubungan

dengan meningkatnya pendapatan, baik pada pria maupun wanita. Oleh sebab itu, kondisi

ekonomi berhubungan dengan kesehatan masyarakat.

Sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan, dan berdasarkan kebijakan

pemerintahan Kota Padang, semua pasien baik anggota BPJS maupun yang non-anggota

BPJS, sudah dapat berobat gratis di Puskesmas Ambacang. Dengan demikian diharapkan

masyarakat seluruhnya tidak perlu takut pergi berobat ke dokter sehingga taraf kesehatan

masyarakat akan meningkat. Akan tetapi masih banyak hambatan-hambatan yang ditemui

di lapangan, salah satunya akibat budaya dan paradigma yang salah di masyarakat.

3.4 Defisiensi vitamin A dan Program Suplementasi Vitamin A di Puskesmas

Ambacang

Pemantauan terhadap kasus defisiensi vitamin A tidak dilakukan oleh Pembina

wilayah dikarenakan sulit nya untuk menentukan seseorang itu mendeita defisiensi

vitamin A atau tidak ditambah dengan kekurangan sarana dan prasarana dari puskesmas

dalam menentukan apakah seseorang mengidap defisiensi vitamin A. Sepanjang tahun

2015 – 2016 tidak ditemukan nya kasus defisiensi vitamin A di Puskesmas Ambacang

sehingga tidak dilakukan skrining defisiensi vitamin A.

17
3.4.1 Progam Suplementasi Vitamin A pada Bayi dan Balita

Program pemberian suplementasi vitamin A ini dilakukan setiap 2 kali

dalam setahun yaitu pada bulan februari dan agustus. Target pemberian Vitamin

A di Puskesmas Ambacang adalah 85 %.

Tabel 2.4 Presentase pemberian vitamin A pada bulan februari

Indikator 2015 2016 Kesenjangan

Vitamin A Bayi 87,99 % 92,43 % + 4,44

Vitamin A Balita 95,33 % 95,40 % + 0,07

(sumber: laporan puskesmas Ambacang tahun 2016)

Dari tabel diatas terlihat presentase pemberian suplementasi vitamin A pada bulan

februari untuk bayi dan balita telah mencapai target yang telah ditetapkan yaitu 92,43 %

untuk bayi dan 95,40 % untuk balita pada tahun 2016.16

Tabel 2.5 Presentase pemberian vitamin A pada bulan agustus

Indikator 2015 2016 Kesenjangan

Vitamin A bayi 94,01 % 99,64 % + 5,63

Vitamin A balita 96,37 % 99,92 % + 3,55

(sumber: laporan puskesmas Ambacang tahun 2016)

Dari data tabel diatas terlihat bahwa pemberian suplementasi vitamin A pada

agustus 2016 juga telah mencapai target, begitu juga untuk tahun 2015 telah mencapai

target yang diinginkan oleh puskesmas Ambacang.

18
3.4.2 Progam Suplementasi Vitamin A dan Tablet Fe pada Ibu Nifas

Target pemberian vitamin A pada ibu nifas adalah sebesar 95 %.

Tabel 2.6 Presentase pemberian suplementasi vitamin A dan tablet Fe

Indikator 2015 2016 Target

Fe 1 101,07 % 67,19 % 100 %

Fe 3 97,07 % 63,96 % 95 %

Fe Bufas 95,91 % 64,62 % 90 %

Vit A Bufas 100,97 % 67,89 % 100 %

(sumber: laporan puskesmas ambacang tahun 2016)

Dari tabel diatas terlihat bahwa pemberian suplementasi vitamin A pada tahun

2015 sudah mencapai target yaitu sebesar 100,97 %, sedangkan pada tahun 2016

pemberian vitamin A pada bufas memang rendah dari target yang diinginkan, hal ini

terjadi karna target yang tertulis di tabel adalah untuk satu tahun sedangkan data yang

tertulis adalah periode januari-mei 2016 dengan target sementaranya adalah untuk Fe 1 :

66,67 %, Fe 3 : 63,33 %, Fe bufas : 60 %, vit A bufas : 66,67 %. Puskesmas Ambacang

sampai saat ini masih belum mendapatkan laporan mengenai kejadian defisiensi vitamin

A pada bayi, balita, maupun pada ibu nifas.

19
BAB 4

PEMBAHASAN

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang berperan dalam fungsi

fisiologis tubuh seperti fungsi penglihatan, diferensiasi sel, imunitas tubuh, pertumbuhan

dan perkembangan, dan reproduksi. Defisiensi vitamin A terjadi apabila vitamin A dalam

tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kadar serum retinol dalam darah

kurang dari 20μg/dl. Defisiensi vitamin A adalah masalah kesehatan umum yang luas.

Anak usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua kelompok populasi

yang paling berisiko.

Angka kejadian defisiensi vitamin A di Puskesmas Ambacang Kuranji sepanjang

tahun 2015 hingga 2016 tidak ditemukan kasus defisiensi vitamin A baik yang langsung

berobat ataupun melanjutkan kontrol di puskesmas. Hal ini terjadi dikarenakan

puskesmas ambacang sendiri sudah melakukan program suplementasi Vitamin A yang

dicanangkan oleh pemerintah untuk mengentas defisiensi vitamin A pada bayi usia 0-11

bulan, balita 12-59 bulan serta ibu dalam masa nifas. Kegiatan ini dilakukan setiap tahun

pada bulan februari dan agustus. Dari data yang didapatkan dari puskesmas ditemukan

sudah mencapai target program pemberian suplementasi vitamin A.

Pemerintah telah menetapkan target pemberian suplementasi vitamin A untuk

bayi dan balita adalah 85 % dan untuk ibu nifas adalah 100%. pada tahun 2016

pencapaian kegiatan program pemberian suplementasi vitamin A sudah baik, dapat

dilihat dari pencapaian untuk bayi dan balita pada bulan februari adalah 92,43 % dan

95,40 %. Sedangkan pada bulan agustus pencapaian target cukup meningkat yaitu untuk

20
bayi adalah 99,64 % dan balita adalah 99,92 %. Kemudian untuk angka pencapaian pada

ibu nifas juga sudah cukup baik pada 2015 sebesar 100,97 % dan 2016 sebesar 67,89 %.

Permasalahan utama yang menjalankan program pemberian suplementasi vitamin

A adalah kurang terdata nya bayi atau balita yang berobat ke praktek dokter spesialis

anak dan beberapa dokter umum yang tidak bekerjasama dengan puskesmas dalam

pendataan suplementasi vitamin A. Meskipun sudah mencapai target namun ada sebagian

ibu yang enggan membawa anaknya ke posyandu ataupun ke puskesmas untuk

memberikan anaknya suplementasi vitamin A, hal ini dikarenakan sebagian kecil ibu

tidak menganggap pemberian suplementasi vitamin A itu penting, dan juga kurangnya

sosialisasi dari tenaga kesehatan tentang pentingnya pemberian suplementasi vitamin A.

21
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Puskesmas Ambacang sampai saat ini tidak menemukan laporan atau kejadian

mengenai anak ataupun ibu yang mengalami defisiensi vitamin A.

2. Pencapaian program pemberian suplementasi vitamin A di wilayah kerja

puskesmas Ambacang sudah baik dengan presentase >90 % untuk bayi dan balita

serta >95 % untuk ibu dalam masa nifas.

3. Permasalahan dalam menjalankan program suplementasi viamin A adalah kurang

terdata nya bayi atau balita yang berobat ke praktik dokter spesialis anak

dikarenakan tidak adanya kerjasama dengan puskesmas sehingga tidak ada

pelaporan ke puskesmas.

5.2 Saran

1. Memberikan dan mengoptimalkan penyuluhan berupa edukasi kepada ibu tentang

program pemberian suplementasi vitamin A di puskesmas, pustu, dan posyandu

baik dari petugas kesehatan langsung ataupun dari kader.

2. Mengoptimalkan kerjasama antar bagian untuk pencatatan dan pelaporan cakupan

suplementasi vitamin A sehingga bisa tercapai seluruh sasaran.

3. Memotivasi ibu supaya mau membawa bayi atau balitanya ke sarana kesehatan

untuk diberikan suplementasi vitamin A.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Semba, RD, MW Bloem. The anemia of vitamin A deficiency: epidemiology and


pathogenesis. European Journal of Clinical Nutrition: 2002

2. Joaquin, Miguel San, A Malcolm E Molyneux. Malaria and vitamin A deficiency


in African children: a vicious circle?.Malaria Journal. 2009.
3. Kementrian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Rangka Substainable Development
Goals (SDGs). Jakarta: Rakorkop Kementerian Kesehatan RI.2015
4. Joko, HT . 2002. Cakupan Program Pemberian Kapsul Vitamin A Studi Kasus Di
Puskesmas Kampung Sawah Kota Bandar Lampung http://
repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/d51293c87753abf90dd18bc2195f990769fb
a599.pdf
5. Buku Panduan Pemberian Suplemen Vitamin A. Depertemen Kesehatan Republk
Indonesia Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010
6. Rinaningsih . 2007. Hubungan Kadar Retinol Serum Dengan Thyroid Stimulating
Hormone(Tsh) Pada Anak Balita Di Daerah Kekurangan Yodium
http://eprints.undip.ac.id/15824/1/Rinaningsih.pdf
7. Murni,S.. Kekurangan Vitamin A (KVA). http: //i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download. php?
dataId=6384.pdf
8. Aguayo, V.M, et al Vitamin A Deficiency and Child Mortality in Cameroon: The
Challenge Ahead http://www.hki.org/research/ VitA Def Child
Mortality_Cameroon-1.pdf .
9. Sudirman H.. 2008. Tantangan Litbang Lintas Disiplin Dalam Penanggulangan
MasalahKemiskinan, Kelaparan Dan Gizi Kurang Di Indonesia
http://www.litbang.depkes.go.id/update/orasi/OrasiHerman.pdf
10. Depkes RI . 2003. Deteksi Dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia http://gizi.depkes.go.id
/pedoman-gizi/download/xeroftalmia.pdf
11. Rolf D.W. Klemm, et al. 2011. Newborn Vitamin A Supplementation Reduced
Infant Mortalityin Rural Bangladesh. http://pediatrics. aappublications.org/
content/122/1/e242.full.html.

23
12. Annstas, George. Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
13. Nutrition Information Centre University of Stellenbosch. Vitamin A. Diunduh dari
http://www.sun.ac.za/nicus
14. Elzouki, Abdelaziz Y, et al. Textbook Of Clinical Pediatrics Second Edition.
London: Springer. 2012
15. Panduan manajemen suplementasi vitamin A.Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Departemen Kesehatan 2009.
16. Puskesmas Ambacang, Laporan Tahunan 2016 Puskesmas Ambacang. Padang:
Puskesmas Ambacang. 2016

24

Anda mungkin juga menyukai