Anda di halaman 1dari 14

196 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

Volume 2, Nomor 2, 2014

EVALUASI IMPLEMENTASI PARADIGMA BARU PENDIDIKAN


PASCAREFORMASI PADA JENJANG SD DI KOTA SALATIGA
1)
Wasitohadi, 2)F.X. Sudarsono, 3)Zamroni
1)
Universitas Kristen Satya Wacana, 2, 3)Universitas Negeri Yogyakarta
1)
adi_wasito02@yahoo.co.id, 3)zamronihardjowirono@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak paradigma baru pendidikan terhadap sistem
dan praksis pendidikan SD di Salatiga, difokuskan pada implementasi paradigma baru pendidikan
dan rasionalnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian evaluasi kebijakan. Penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari informan-
informan kunci serta berbagai dokumen terkait melalui studi dokumen, observasi, wawancara, dan
angket. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan
induktif, sedangkan data kuantitatif digunakan sebagai suplement dan complement yang bersifat
mendukung atau memperjelas data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paradigma
baru pendidikan berdampak terhadap sistem dan praksis pendidikan SD. Sistem pendidikan yang
dibuat telah mengalami perubahan sesuai dengan paradigma baru pendidikan. Namun, karena
pola pikir (mindset) stakeholders belum berubah, maka praksis pendidikan pada ketiga aspek yang
menjadi fokus penelitian (peran kepala sekolah, peningkatan profesionalitas guru, dan proses
pembelajaran) belum sepenuhnya sesuai seperti yang diharapkan dalam kebijakan. Optimalisasi
peran kepala sekolah dan peningkatan profesionalitas guru menjadi prioritas untuk dilakukan.
Kata kunci: paradigma baru pendidikan, sistem pendidikan, praksis pendidikan, peran kepala
sekolah, peningkatan profesionalitas guru, proses pembelajaran.

EVALUATION OF THE IMPLEMENTATION


OF A NEW POST-REFORMATION EDUCATIONAL PARADIGM
IN PRIMARY SCHOOLS IN SALATIGA
1)
Wasitohadi, 2)F.X. Sudarsono, 3)Zamroni
1)
Universitas Kristen Satya Wacana, 2, 3)Universitas Negeri Yogyakarta
1)
adi_wasito02@yahoo.co.id, 3)zamronihardjowirono@yahoo.com

Abstract
The purpose of this research is to find the effect of new educational paradigm on primary schools
system and praxis in Salatiga, focusing on the implementation of new educational paradigm and its
rationale. The research was limited on the aspects of school principal’s role, teacher professional
enhancement, and learning process. The type of the research was policy evaluation research. The
research approach was qualitative and quantitative. The qualitative data were collected from key
informants and various related documents through documents study, observation, interview, and
questionnaire. The collected data were then analyzed qualitatively as inductive data. Quantitative
data were used as supplement and complement to support or clarify qualitative data. The research
found that new educational paradigm impacted on the system and praxis in elementary education.
Implementation of education system related to the three aspects had changed according to the new
educational paradigm. However, because the stakeholder’s mindset had not changed, education
praxis was not fully appropriate for what was expected in the policy. Thus, optimizing school
principal’s roles and enhancing teacher professionalism became the priority to be done.
Keywords: new educational paradigm, education system, education praxis, school principal’s role,
teacher professional enhancement, learning process

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 197
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

PENDAHULUAN (1) Pendidikan diselenggarakan secara demo-


Salah satu kebijakan pendidikanpasca kratis dan berkeadilan serta tidak diskri-
reformasi adalah melakukan pembaharuan dan minatif dengan menjunjung tinggi hak
pemantapan sistem pendidikan nasional ber- asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kul-
dasarkan prinsip desentralisasi, otonomi ke- tural, dan kemajemukan bangsa.
ilmuan dan manajemen (GBHN, 1999). Ada- (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
nya kebijakan ini mengisyaratkan bahwa kesatuan yang sistemik dengan sistem ter-
dimungkinkan adanya pembaharuan dan pe- buka dan multimakna.
mantapan sistem pendidikan nasional. Dalam (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu
rangka memperbaharui dan memantapkan proses pembudayaan dan pemberdayaan
sistem pendidikan nasional tersebut, pencarian peserta didik yang berlangsung sepanjang
paradigma baru pendidikan merupakan upaya hayat.
yang mendesak untuk pelaksanaan kebijakan (4) Pendidikan diselenggarakan dengan mem-
dan praktek pendidikan di Indonesia (Sudar- beri keteladanan, membangun kemauan,
sono, 1999, p.1). dan mengembangkan kreativitas peserta
Gagasan perlunya paradigma baru pen- didik dalam proses pembelajaran.
didikan dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor. (5) Pendidikan diselenggarakan dengan me-
Selain karena akumulasi dampak kebijakan ngembangkan budaya membaca, menulis,
pendidikan masa lalu, juga disebabkan oleh dan berhitung bagi segenap warga masya-
tantangan dan kebutuhan global serta me- rakat.
nguatnya tuntutan gerakan reformasi di Indo- (6) Pendidikan diselenggarakan dengan mem-
nesia (Tilaar, 2004, p.2) Gerakan reformasi di berdayakan semua komponen ma-syarakat
Indonesia menuntut diterapkannya prinsip de- melalui peran serta dalam penyelenggaraan
mokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjun- dan pengendalian mutu layanan pendidik-
jung tinggi hak asasi manusia dalam kehidup- an.
an berbangsa dan bernegara (Undang-Undang Dari prinsip-prinsip ini, tampak bahwa
Nomor 20, 2003). Gerakan tersebut telah me- telah terjadi perubahan paradigma pendidikan
numbuhkan kesadaran akan hak otonomi bagi dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini ter-
daerah, yang lalu menumbuhkan pemikiran lihat dari prinsip penyelenggaraan pendidikan
tentang perlunya penerapan sistem desentra- yang jauh lebih demokratis dan berorientasi
lisasi pendidikan. Tentu saja, penerapan sis- pada teori dan praksis pendidikan yang se-
tem tersebut mempunyai konsekuensi-kon- makin mengedepankan nilai-nilai demokrasi
sekuensi yang mendasar dalam penyeleng- dan nilai-nilai global-universal. Selanjutnya,
garaan pendidikan. Salah satunya adalah per- penjelasan UU tersebut menegaskan bahwa
ubahan pada manajemen pendidikan, dari ber- dalam hubungannya dengan pendidikan, prin-
basis pusat menjadi berbasis daerah. sip-prinsip tersebut akan memberikan dampak
Dengan kata lain, manajemen pendidik- yang mendasar pada kandungan, proses, dan
an harus disesuaikan dengan jiwa dan se- manajemen sistem pendidikan. Sejalan de-
mangat otonomi. Dalam era otonomi, daerah ngan perubahan para-digma pendidikan ter-
diberi tanggung jawab yang semakin besar sebut, maka kandungan, proses, dan mana-
untuk mengatur dan melaksanakan kewenang- jemen sistem pendidikan juga mengalami
annya di bidang pendidikan atas prakarsa sen- perubahan atau pembaharuan.
diri. Sementara itu, ada tuntutan agar mana- Secara ideal, berlakunya paradigma
jemen pendidikan didasarkan pada prinsip- baru pendidikan tersebut akan mewarnai dan
prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, berdampak positif terhadap sistem dan praksis
pemerataan, keadilan, dan memperhatikan penyelenggaraan pendidikan. Sistem mana-
potensi serta keanekaragaman daerah. Karena jemen pendidikan mulai dari proses perumu-
itu, penyesuaian tersebut juga menuntut ada- san kebijakan, penyusunan program, hingga
nya perubahan/pergeseran paradigma pendi- praksis penyelenggaraan pendidikannya, baik
dikan, dari paradigma lama ke paradigma baru di tingkat pusat, daerah maupun satuan
pendidikan. Mengenai perubahan/ pergeseran pendidikan, mestinya merupakan penerapan
paradigma tersebut, dalam UU Nomor 20 dari paradigma baru pendidikan tersebut.
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dengan demikian, penerapan paradigma baru
Nasional, disebutkan sebagai berikut.

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


198 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 2, Nomor 2, 2014

pendidikan diasumsikan dapat berdampak pendidikan terhadap sistem dan praksis pen-
positif bagi kemajuan pendidikan di daerah. didikan di tingkat lokal. Peneliti membatasi
Data empirik berbagai pengalaman pada pelaksanaan pendidikan di SD, difokus-
internasional di beberapa negara menunjukkan kan pada implementasi paradigma baru pen-
bahwa kebijakan desentralisasi pendidikan didikan dan rasionalnya. Dalam hal ini, pe-
berdampak positif pada: (1) peningkatan mu- nelitian dibatasi pada sistem dan praksis
tu, (2) efisiensi administrasi, (3) efisiensi ke- pendidikan SD, difokuskan pada implemen-
uangan, dan (4) perluasan dan pemerataan tasi paradigma baru pendidikan dan rasional-
pendidikan (Fiske, 1998, p.48; Amich Alhu- nya. Peneliti memusatkan pada aspek peran
mani, Kompas, 11 September 2000). Namun, kepala sekolah, peningkatan profesionalitas
dalam kenyataan tidak selalu demikian. Bank guru, dan proses pembelajaran. Argumenta-
Dunia (1998, p.73) mengingatkan: “Clearly, sinya, kepala sekolah dan guru sebagai sum-
decentralization is not an answer to all edu- ber daya manusia bersifat sangat menen-
cation problems, but experience shows that it tukan, bahkan guru khususnya merupakan
is a necessary, while not a sufficient, con- ujung tombak peningkatan mutu. Sedangkan
dition for improving teaching and learning”. proses pembelajaran di sekolah merupakan
Desentralisasi pendidikan juga menimbulkan inti pendidikan, sehingga perbaikan kualitas-
banyak masalah (Fiske, 1998) dan bukan satu- nya harus menjadi prioritas perhatian. Dengan
satunya alternatif terbaik untuk memperbaiki demikian, paradigma baru, sistem dan praksis
kualitas pendidikan (Hadiyanto, 2004, p.64), pendidikan dalam penelitian ini menunjuk
tidak semua negara yang menerapkan berhasil pada paradigma baru, sistem dan praksis pen-
seperti yang diteorikan (Dedi Supriadi, 2003), didikan SD di Salatiga dalam upaya melak-
bahkan praksis pendidikan justru mengalami sanakan kebijakan peningkatan mutu sekolah
reduksionisme (Winarno Surakhmad, 2009, menyangkut aspek-aspek sistem pendidikan
p.467), sedangkan proses pengembangan pe- SD di atas.
nalaran, inovasi, imajinasi, dan moral tidak Dipilihnya Kota Salatiga didasarkan
terjadi (Sudarsono, 1999, p.1). pada beberapa alasan. Pertama, sudah sejak
Terlepas dari adanya pro dan kontra lama Kota Salatiga diarahkan sebagai kota
tersebut, realitas menunjukkan bahwa imple- pendidikan. Ini berarti, telah ada kesadaran
mentasi kebijakan pendidikan di Indonesia akan pentingnya pendidikan sebagai strategi
selama ini memberi dampak yang beragam. untuk mengembangkan Kota Salatiga. Kedua,
Implementasi kebijakan pemerataan dan per- potensi sosial yang dimiliki Kota Salatiga.
luasan akses pendidikan, misalnya, telah ber- Wilayah Salatiga relatif sempit, sehingga
dampak pada peningkatan pencapaian angka memperpendek rentang kendali pengelolaan
partisipasi pendidikan secara sangat meyakin- yang dapat memudahkan penyelenggaraan
kan di semua jenjang, namun belum diukur pendidikan. Dengan lokasi pegunungan ber-
dengan indikator mutu penguasaan kompeten- hawa sejuk, dan pola hidup masyarakatnya
si dasar (Depdiknas, 2007). Sementara itu, yang belum terlalu metropolis, juga akan
untuk implementasi kebijakan peningkatan sangat menopang bagi terselenggarakannya
mutu pendidikan, hasil dan dampaknya masih proses pendidikan yang bermutu. Selain itu,
memprihatinkan, tercermin dari hasil kajian tradisi akademis juga relatif mapan. Beberapa
berbagai institusi baik secara makro maupun lembaga pendidikan sudah hidup, mampu
mikro (Kompas, 10 Desember 2007). Me- bertahan dan bahkan berkembang selama pu-
ngapa hal ini bisa terjadi?Ada banyak sebab, luhan tahun. Dengan watak akademis seperti
salah satunya karena masih banyak terjadi itu merupakan fondasi kokoh bagi upaya
kelambanan dan kerancuan perubahan cara peningkatan mutu pendidikan. Dan ketiga,
berfikir dari pola sentralistik ke desentra- sama seperti daerah lain, Kota Salatiga jelas
listik. Paradigma baru pendidikan sebagai pa- terkena dampak perubahan paradigma baru
radigma berfikir manajemen pola desentra- pendidikan, sehingga layak dikaji, dalam
listik diduga belum mewarnai sistem dan rangka memahami permasalahannya untuk
praksis pendidikan di tingkat lokal dan satuan menemukan solusinya.
pendidikan. Sementara itu, dipilihnya jenjang SD
Dari deskripsi tersebut, perlu dilakukan karena pendidikan SD memiliki kedudukan
penelitian mengenai dampak paradigma baru yang strategis bagi peningkatan kualitas

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 199
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

manusia Indonesia, sehingga menuntut di- Mengenai siapa informan-informan


kelolanya pendidikan tersebut secara profe- kunci yang dijadikan sebagai subjek peneli-
sional agar dapat menjadi tumpuan bagi pe- tian, ditentukan dengan menggunakan teknik
ngembangan manusia Indonesia selanjutnya. snowball sampling. Teknik snowball sampling
Berdasarkan uraian tersebut, masalah adalah teknik pengambilan sumber data, yang
penelitian ini adalah: pada awalnya berjumlah sedikit, lama-lama
1. Apa peran kepala sekolah dalam paradig- menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari
ma baru pendidikan pascareformasi untuk jumlah sumber data yang sedikit itu belum
peningkatan mutu pendidikan di SD? Be- mampu memberikan data yang lengkap, maka
narkah dengan berlakunya paradigma baru peneliti mencari aktor atau orang lain lagi
pendidikan pascareformasi, peran kepala yang dapat digunakan sebagai sumber data.
sekolah mengalami perubahan, lalu apa Dengan demikian jumlah sumber data akan
dampaknya bagi pendidikan SD? semakin besar dalam upaya untuk mendapat-
2. Bagaimana peningkatan profesionalitas kan informasi yang maksimum.
guru dalam konteks berlakunya paradigma Mengenai siapa ”aktor” yang menjadi
baru pendidikan pascareformasi? Benar- informan kunci, ditentukan dengan memilih
kah peningkatan profesionalitas guru warga sekolah yang dianggap paling menge-
mengalami perubahan dengan berlakunya tahui masalah yang sedang diteliti, dan pilih-
paradigma baru pendidikan, lalu apa dam- annya dapat terus berkembang sesuai dengan
paknya bagi pendidikan SD? kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
3. Bagaimanakah proses pembelajaran di SD- mengumpulkan data di lapangan.
SD tempat penelitian berlangsung dalam Penelitian dilaksanakan di Kota Sala-
konteks berlakunya paradigma baru pen- tiga pada tahun pelajaran 2009/2010 dan
didikan pascareformasi? Apakah dengan 2010/2011, difokuskan di Gugus Yos Sudarso
berlakunya paradigma baru pendidikan, sebagai salah satu gugus dari sebanyak 15
proses pembelajaran tersebut mengalami gugus sekolah di Kota Salatiga. Penelitian di-
perubahan dan peningkatan, lalu apa fokuskan pada 3 (tiga) SD dalam gugus ter-
dampaknya bagi pendidikan SD? sebut, yaitu 1 SD Inti dan 2 SD Imbas (negeri
dan swasta). Ketiga SD tersebut, relatif me-
METODE PENELITIAN rupakan SD yang memiliki prestasi akademik
Jenis penelitian yang digunakan adalah dan non-akademik tinggi, yang dapat sebagai
penelitian evaluasi kebijakan. Dalam peneliti- representasi pendidikan di Kota Salatiga un-
an evaluasi kebijakan terkandung adanya kri- tuk bahan refleksi. Hal ini tercermin dari nilai
teria yang dipakai untuk menentukan nilai dan rata-rata hasil UN yang termasuk tinggi,
adanya hal yang dinilai. Kriterianya adalah banyak mewakili berbagai lomba, dan me-
kebijakan pendidikan yang merupakan mani- menangkan kejuaraan. Meskipun demikian,
festasi paradigma baru. Dengan kata lain, ke- sama seperti SD lain pada umumnya, dari
bijakan pendidikan yang merupakan manifes- hasil observasi SD-SD tersebut belum banyak
tasi paradigma baru itu menjadi titik tolak mengalami perubahan sebagai dampak dite-
implementasinya, sekaligus sebagai cermin rapkannya paradigma baru pendidikan se-
untuk membuat refleksi. Sedangkan hal yang bagaimana ditegaskan dalam UU Sisdiknas,
dinilai atau bahan yang direfleksi adalah yang berlaku baik untuk sekolah negeri
proses implementasi kebijakan pendidikan di maupun swasta.
Kota Salatiga menyangkut fokus masalah Data yang terkumpul dianalisis secara
yang diteliti, dan hasil serta dampak dari kualitatif dengan menggunakan pendekatan
kebijakan pendidikan yang diimplementasi- induktif, sedangkan data kuantitatif digunakan
kan. sebagai suplement dan complement yang ber-
Sesuai fokus masalah yang diteliti, sifat mendukung atau memperjelas. Hasil ana-
penelitian ini menggunakan pendekatan kua- lisis tersebut direfleksi lebih lanjut melalui
litatif dan kuantitatif. Data penelitian diper- upaya pemaknaan menggunakan berbagai teo-
oleh dari informan-informan kunci serta ber- ri yang relevan, sehingga penyimpulan, pe-
bagai dokumen terkait melalui studi dokumen, ngembangan implikasi dan rekomendasi dapat
observasi, wawancara, dan angket. diberikan.

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


200 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 2, Nomor 2, 2014

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN guru setiap sabtu, dan melakukan supervisi
dan controlling terhadap administrasi pembel-
Peran Kepala Sekolah
ajaran. Kepala sekolah juga dinilai oleh se-
Dari hasil angket menunjukkan adanya bagian besar guru (79%) mampu menggerak-
pola dan variasi peran kepala sekolah dalam kan semangat guru/staf dan siswa dalam men-
peningkatan mutu sekolah. Peran kepala se- capai tujuan sekolah dan dalam menciptakan
kolah di SD Inti dalam aspek kepemimpinan, iklim sekolah yang baik untuk peningkatan
manajerial, dan supervisi lebih optimal jika mutu.
dibandingkan dengan kedua SD Imbas. Di SD Menurut persepsi kepala sekolah, sejak
tersebut, kepala sekolah dinilai oleh para guru berlakunya otonomi daerah dengan paradigma
telah melaksanakan semua perannya lebih baru yang mendasarinya, telah terjadi peru-
optimal dibandingkan kedua SD lainnya. Di bahan peran kepala sekolah. Kepala sekolah
samping pendekatan formal, pendekatan menjadi lebih otonom untuk mengembangkan
informal melalui bincang-bincang, diskusi- sekolah, dengan memanfaatkan sumber daya
diskusi kecil saat istirahat/tidak mengajar, yang dimiliki dan mengembangkan strategi-
juga banyak digunakan kepala sekolah dalam strategi peningkatan mutu berbasis sekolah
menggerakkan warga sekolah untuk berperan sesuai dengan kondisi setempat. Meskipun
serta dalam meningkatkan mutu sekolah. Cara demikian, di ketiga SD yang diteliti, ada pola-
lainnya adalah dengan memberdayakan komi- pola perubahan peran kepala sekolah yang
te sekolah, orang tua, dan tokoh masyarakat. beragam sebagai dampak paradigma baru
Oleh semua guru (100%) kepala sekolah juga pendidikan. Di kedua SDN, perubahan peran
dinilai banyak memberikan contoh langsung tersebut dipandang sebagai kesempatan untuk
dan mampu menggerakkan semangat guru, mewujudkan visi, ide, gagasan, keinginan dan
staf dan siswa dalam penca-paian tujuan harapan secara luas. Namun, di pihak lain,
sekolah. Kepala sekolah juga dapat mencipt- adanya perubahan peran tersebut membuat
akan iklim sekolah yang baik untuk mening- beban kerja kepala sekolah menjadi semakin
katkan mutu. berat. Peran kepala sekolah, kata mereka, lalu
Sementara itu, di kedua SD Imbas menjadi seperti manusia super (superman)
(negeri dan swasta) peran kepala sekolah yang harus menguasai dan sanggup melaku-
kurang optimal, dibuktikan dengan peran yang kan banyak hal. Sementara itu, di SD swasta,
lebih tersebar, dengan presentase dan inten- perubahan peran tersebut memang membuat
sitas yang cenderung rendah jika diban- beban kerja kepala sekolah semakin besar,
dingkan dengan SDN Inti. Hasil angket juga namun tidak menjadi persoalan karena seba-
menunjukkan adanya perbedaan peran kepala gai sekolah swasta sudah biasa mengelola
sekolah di kedua SD Imbas. Dibandingkan sekolah secara mandiri.
dengan SDN Imbas, peran kepala sekolah di Lain dari itu, dari wawancara dengan
SD Swasta lebih kuat pada aspek kiat-kiat ketiga kepala sekolah, diperoleh informasi
untuk memajukan sekolah, melaksanakan adanya hambatan-hambatan bagi berperannya
tugas-tugas administrasi, dan melaksanakan kepala sekolah dalam peningkatan mutu
supervisi kerja guru, namun lebih lemah pada sekolah, yaitu: pertama, kebijakan berlakunya
aspek penciptaan suasana sekolah yang akrab KTSP sekaligus dilaksanakannya Ujian Nasi-
dan pemberian bimbingan kepada guru. Lain onal. Secara ideal, berlakunya KTSP lebih
dari itu, di SDN Imbas apa-apa diputuskan menuntut perlunya peningkatan kualitas pro-
sendiri oleh kepala sekolah. Sebagian besar ses pembelajaran, sementara dilaksanakannya
guru (64%) menyatakan bahwa kepala seko- Ujian Nasional lebih mengkondisikan sekolah
lah kurang mampu menggerakkan semangat untuk berorientasi pada hasil, sehingga kepala
guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan sekolah cenderung berorientasi pada hasil,
sekolah. Kepala sekolah juga kurang dapat bukan pada peningkatan kualitas proses pem-
menciptakan iklim sekolah yang baik untuk belajaran sebagaimana dikehendaki KTSP.
meningkatkan mutu. Sedangkan di SD Swa- Kedua, beban kerja kepala sekolah yang
sta, pendekatan formal sangat dominan digu- berlebih. Era otonomi daerah memang mem-
nakan kepala sekolah baik dengan cara pem- beri otonomi lebih besar kepada kepala
bagian job/tugas di dalam raker guru maupun sekolah untuk mengatur sekolahnya. Namun,
dengan mengadakan pembinaan rutin kepada dengan pemberian otonomi tersebut beban

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 201
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

kerja kepala sekolah menjadi berlebih, teruta- kepala sekolah secara memadai, maka peran-
ma untuk menangani hal-hal yang berkaitan peran baru tersebut akan menjadi beban
dengan urusan administratif, seperti laporan tambahan bagi kepala sekolah. Lebih-lebih,
keuangan, rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, kepala sekolah yang aktif sekarang, dulunya
dan sejenisnya yang menyita sebagian besar tidak dididik dan didesain untuk menjalankan
waktu, sehingga kepala sekolah cenderung peran-peran baru tersebut, seperti peran mana-
mengesampingkan upaya peningkatan mutu jerial/kepemimpinan, dan lainnya. Dengan de-
sekolah. Kata seorang kepala sekolah, yang mikian, pemberian otonomi yang lebih besar
penting “urusan birokrasi beres, soal mutu disertai dengan pengembangan kapasitas ke-
nanti”. Kepala sekolah tersebut mengungkap- pemimpinan/manajerial kepala sekolah, men-
kan sebagai berikut. jadi salah satu jalan keluar yang mutlak perlu
dilakukan.
Urusan birokrasi lebih menonjol dari-
Menurut Bank Dunia (1998), pening-
pada urusan peningkatan mutu. Perte-
katan mutu sekolah memerlukan kepala seko-
muan KKKS dan rapat-rapat Dinas
lah yang mampu: (a) menjabarkan sumber
diadakan lebih banyak membicarakan
daya yang ada untuk menyediakan dukungan
hal-hal yang terkait dengan urusan
yang memadai bagi guru, bahan pengajaran
birokrasi, tetapi bukan bagaimana mem-
yang cukup, dan pemeliharaan fasilitas yang
buat sekolah menjadi lebih berkualitas.
baik; (b) memberikan waktu yang cukup un-
Dampak yang dirasakan kepala sekolah,
tuk pengelolaan dan pengorganisasian proses
kepala sekolah memang sibuk, tetapi
instruksional; dan (c) berkomunikasi secara
tidak berorientasi pada mutu, mutu ber-
teratur dengan staf, orang tua, siswa, dan ma-
jalan di tempat, waktunya lebih banyak
syarakat terkait. Sementara, pada era sebelum
untuk memenuhi tuntutan birokrasi.
otonomi, kepala sekolah negeri memiliki oto-
Ketiga, bekal untuk menjadi kepala nomi yang terbatas dalam mengelola sekolah
sekolah kurang. Kepala sekolah bekerja se- dan mengalokasikan sumber daya yang di-
cara naluri. Umumnya, kepala sekolah tidak perlukan. Kebanyakan kepala sekolah juga ti-
didesain menguasai akuntansi, misalnya, dak dilengkapi dengan kemampuan manajerial
sehingga hal yang sebenarnya dapat dilakukan atau kepemimpinan yang memadai. Banyak di
dengan mudah, menjadi sulit. Seorang kepala antara kepala sekolah yang hanya mengikuti
sekolah menyatakan “kesempatan kepala pelatihan beberapa hari tentang teori-teori ad-
sekolah untuk meningkatkan profesionalitas ministrasi dan orientasi peraturan dan kebijak-
guru sangat terbatas, karena pekerjaannya an pendidikan ketika mereka mulai menjabat
lebih terfokus ke hal-hal lain yang lebih sebagai kepala sekolah. Dengan kata lain, ke-
bersifat non teknis edukatif. Sementara hal-hal mampuan kepala sekolah negeri belum meme-
yang terkait dengan peningkatan mutu, kurang nuhi persyaratan mutu untuk meningkatkan
mendapat perhatian”. Keempat, aparat biro- efektivitas manajemen sekolah. Kondisi ini
krasi yang mengurusi pendidikan, tidak semakin menyulitkan kepala sekolah, karena
berkompeten di bidang pendidikan. Aparat seperti sudah ditegaskan di depan, sekolah
birokrasi yang diangkat menjadi kepala Dinas negeri umumnya juga tidak memiliki otonomi
Pendidikan, misalnya, bukan berasal dari yang yang memadai untuk meningkatkan mutu
berlatar belakang pendidikan dan secara riel sekolah.
berprestasi, namun lebih karena selera pihak Selain itu, pengangkatan kepala sekolah
yang berkuasa. belum didasarkan atas prestasi kerja, dan ma-
Di kedua SDN, ada sejumlah faktor sih lebih banyak berdasarkan urutan kepang-
mengapa perubahan peran tersebut dirasakan katan. Oleh karena itu, mestinya, pemberian
sebagai beban. Di samping dipengaruhi oleh otonomi yang lebih besar kepada kepala se-
kemampuan kepala sekolah untuk memahami kolah, harus diikuti dengan pemilihan kepala
perubahan yang terjadi dan implikasinya, juga sekolah yang baik yang memiliki ketrampilan
tergantung dari kapasitas dan kesiapannya dan karakteristik yang diperlukan untuk seko-
dalam menjalankan peran-peran baru yang lah yang bernuansa otonomi, pemberian peng-
dituntut oleh era otonomi. Jika pemberian hargaan terhadap kepala sekolah yang baik
otonomi kepada sekolah dan kepala sekolah dan mengganti mereka yang kurang baik, dan
tidak disertai dengan pengembangan kapasitas pengembangan ketrampilan manajemen kepa-

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


202 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 2, Nomor 2, 2014

la sekolah. Program-program seperti ini mem- men sekolah untuk pengalokasian sumber
bantu kepala sekolah untuk memahami aspek- daya ke kepentingan-kepentingan yang lebih
aspek di luar peranan administrasi mereka bersifat edukatif (Fasli Jalal & Dedi Supriadi,
yang kemudian dapat meningkatkan mutu ke- 2001, p.159). Lagi pula, pemberian otonomi
pemimpinan pendidikan (Bank, 2001, p.157). tersebut tidak akan menyelesaikan semua per-
Di Salatiga sendiri, dari segi sistem se- soalan pendidikan, bahkan mungkin dapat me-
leksi yang sekarang sudah disahkan, sebenar- nimbulkan masalah baru sepanjang kriteria
nya telah mengakomodasi jiwa dan semangat yang ditetapkan tidak dilaksanakan sebagai-
paradigma baru pendidikan dan syarat-syarat mana seharusnya.
yang diperlukan bagi seorang kepala sekolah
untuk sekolah yang bernuansa otonomi, se- Peningkatan Profesionalisme Guru
perti berprestasi, kreatif, inovatif, memiliki Di Kota Salatiga, peningkatan profesio-
komitmen untuk mencapai tujuan pendidikan, nalitas guru sudah menjadi prioritas kebijak-
dan sejenisnya. Namun, pada tingkat praksis, an dan sistem pelaksanaannya sudah men-
sistem seperti itu tidak selalu berjalan seperti dasarkan pada paradigma baru pendidikan.
yang diharapkan, karena masih ada ruang- Hal ini dibuktikan dari berbagai dokumen
ruang proses seleksi yang tidak transparan, perencanaan daerah yang selalu menyatakan
yang tidak dapat diketahui dan dikontrol oleh bahwa kebijakan fungsi pendidikan di Kota
masyarakat. Salatiga diarahkan pada “upaya-upaya peme-
Menurut Kotter (1996), kepemimpinan nuhan pelayanan dasar dalam rangka pengem-
adalah mesin yang mendorong perubahan (the bangan SDM yang berkualitas melalui pe-
engine that drives change), lebih-lebih dalam ningkatan profesionalisme”.
masyarakat yang berubah dengan cepat. Be- Kebijakan peningkatan profesionalitas
gitu juga dengan fenomena kepala sekolah guru di Kota Salatiga dilakukan melalui pe-
sesudah otonomi, kepala sekolah memiliki ningkatan mutu pendidik dan tenaga kependi-
otonomi yang lebih besar untuk mengelola dikan, yang program-programnya apabila di-
dan menggerakkan perubahan di sekolah. Te- refleksi dan dipetakan terkait dengan tiga kata
tapi, obyek pengelolaan kepala sekolah terse- kunci, yaitu peningkatan kualifikasi, kompe-
but demikian luasnya dan lebih banyak pada tensi, dan pendidikan keprofesian. Pada ting-
tugas-tugas yang sifatnya administratif, se- kat praksis, program-program tersebut diim-
hingga otonomi lebih besar yang dimiliki plementasikan oleh sekolah/guru. Sekolah/
tidak dapat digunakan untuk memikirkan guru dapat sebagai peserta kegiatan yang di-
bagaimana meningkatkan mutu sekolah, tetapi adakan oleh Dinas Pendidikan dan atau lem-
terdesak oleh berbagai pekerjaan administratif baga penyelenggara yang lain, namun dapat
yang lebih mendesak. Mesin kepemimpinan pula merumuskan kebijakan-kebijakan seko-
kepala sekolah, meminjam istilah John Kotter, lah yang lebih operasional sifatnya.
tidak dapat dipakai untuk mendorong per- Praksis peningkatan profesionalitas guru
ubahan di tingkat sekolah, tetapi justru habis pada aspek peningkatan kualifikasi akademik,
untuk menyelesaikan tugas-tugas di luar tampak ada kesenjangan dengan kebijakan
akademik. yang dibuat, dalam arti yang terjadi tidak se-
Pemberian otonomi kepada sekolah perti yang diharapkan dalam kebijakan. Mes-
mestinya disertai pemberian kepercayaan ke- kipun sebagian besar guru di tiga SD ingin
pada sekolah, dukungan sumber daya pen- meningkatkan kualifikasi sebagai guru SD,
dukung untuk melakukan otonomi itu, dan namun dalam realitas tidak banyak yang mau
kualitas serta topangan aparat birokrasi pen- menggunakan kesempatan tersebut, dengan
didikan, sehingga sekolah lebih berkonsen- alasan yang beragam. Dari hasil wawancara
trasi pada upaya peningkatan mutu sekolah. diketahui, bahwa kebijakan peningkatan kua-
Bila tidak, maksud pemberian otonomi agar lifikasi akademik tidak disertai dengan bantu-
kepala sekolah lebih mampu meningkatkan an pembiayaan, tidak seperti yang diwajibkan
mutu akan cenderung gagal total. Ini sesuai dalam pasal 42 ayat 5 (Perda, 2009), juga
dengan pendapat Peach (1994), yang disepa- tidak disertai sosialisasi, himbauan dan pem-
kati oleh Cranston (1993) dan Rizvi (1994), berian motivasi. Sebagian guru yang ingin
yang menyatakan bahwa yang utama dari meningkatkan kualifikasi, kurang mendapat
otonomi sekolah adalah peningkatan manaje- dukungan dari sekolah dan birokrasi, baik

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 203
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

dukungan finansial maupun motivasional. Pa- perbedaan-perbedaan individual para pendi-


dahal, dukungan sekolah dan birokrasi pen- dik, terutama tipe psikologis mereka.
didikan utamanya sangat penting untuk me- Mengenai dampak dari implementasi
ningkatkan kualifikasi akademik, sebagai sa- kebijakan peningkatan profesionalitas guru,
lah satu unsur penunjang profesionalisme dirasakan beragam oleh para guru. Pengem-
guru. Praktis, keikutsertaan seorang guru bangan profesionalitas guru belum diikuti se-
dalam mengikuti program peningkatan kuali- cara merata oleh semua guru, dilakukan seca-
fikasi adalah lebih karena prakarsa dan ini- ra sporadik (tidak berkelanjutan), dan belum
siatif guru itu sendiri. diikuti monitoring dan evaluasi yang sistema-
Dari sudut peningkatan kompetensi tik dan terencana. Materi pengembangannya
guru, strategi yang digunakan masih meng- cenderung masih diwarnai usaha penyeragam-
gunakan strategi pengembangan yang tradisio- an pola dan materi, tanpa memperhatikan
nal. Pengembangan profesional yang tradi- kebutuhan spesifik guru dan sekolah. Dam-
sionil dilakukan tanpa bantuan multimedia, paknya dirasakan beragam oleh guru. Sebagi-
diawali dengan menyelenggarakan pelatihan an guru menyatakan bahwa program pening-
untuk calon pelatih. Pelatih yang dihasilkan katan profesionalitas guru semacam itu, ber-
kemudian melatih para guru, selanjutnya guru dampak pada kinerja guru namun bersifat
memanfaatkan hasil pelatihan tersebut untuk sementara. Dampak tersebut hanya terjadi
mendidik para siswa. Pada proses setiap ta- pada awal-awal sesudah mengikuti kegiatan,
hap, informasi yang diberikan cenderung ber- dan ketika disupervisi, namun dalam perkem-
kurang atau semakin membingungkan, se- bangannya guru akan kembali ke pola lama.
hingga informasi yang diperoleh siswa cen- Dari hasil pembahasan tersebut, jelas
derung lemah, telah mengalami transformasi bahwa dari segi sistem kebijakan peningkatan
dari informasi awal. profesionalitas guru di tingkat Kota Salatiga,
Lain dari itu, Cranton (1996, p.26) me- telah ada upaya secara konsisten untuk me-
ngemukakan berbagai bentuk strategi pe- wujudkan paradigma baru pendidikan pasca-
ngembangan profesional tradisionil yang reformasi, hanya pada tingkat praksis pendi-
umum digunakan, seperti manuals, guides, dikan, program-program peningkatan profe-
newsletters, how-to materials, workshops, re- sionalitas guru tersebut masih menggunakan
treats, training programs, dan evaluations strategi tradisionil, direspon secara beragam
and performance appraisals. Menurutnya, oleh guru, dan menimbulkan dampak terhadap
penggunaan strategi semacam itu kurang kinerja guru yang beragam pula. Dalam era
dapat meningkatkan profesionalitas guru, otonomi daerah dengan paradigma baru pen-
membuat guru senantiasa tergantung pada didik yang menyertainya, pengembangan pro-
pihak lain, dan tidak menumbuhkan sifat fesionalitas guru mengalami perubahan dan
kemandirian dari guru sebagai subyek yang peningkatan. Perubahan dan peningkatan ter-
dewasa. Ia kemudian menawarkan tiga konsep jadi dari segi keragaman dan kesempatan un-
sentral di dalam teori pendidikan orang dewa- tuk mengikuti program profesionalitas guru.
sa, yang dipandang tepat untuk pengembang- Namun demikian, perubahan yang ada bukan
an profesional guru, yaitu self-directed learn- terjadi karena adanya kesadaran internal, te-
ing, critical reflection, dan transformative tapi karena digerakkan oleh pihak luar.
learning. Ketiganya sebagai satu konsep utuh,
saling berkaitan dan melengkapi. Baginya, Proses Pembelajaran
pengembangan profesional merupakan proses Dari segi sistem, di Kota Salatiga ada
belajar transformatif bagi orang dewasa. Self- semangat untuk mengimplementasikan para-
directed learning merupakan fondasi dari digma baru dalam proses pendidikan dengan
transformatif learning, sedangkan critical menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Cara
reflection merupakan proses sentral yang di- pembuatan Perda tentang penyelenggaraan
perlukan dalam transformative learning. Self- pendidikan sebagai kebijakan operasional
directed learning sebagai proses transfor- yang mengatur tentang proses pendidikan
matif dapat dikembangkan dengan melakukan tersebut, misalnya, dibuat secara bottom-up,
refleksi kritis secara terus-menerus baik ter- demokratis, dan partisipatif, serta mendasar-
hadap isi maupun proses. Pengembangan self- kan pada paradigma baru pendidikan yang
directed learning juga harus memperhatikan tercantum dalam UU Sisdiknas dan prinsip-

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


204 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 2, Nomor 2, 2014

prinsip good governance. Dari segi substansi- bunyi ayat-ayat Al Quran dan Hadist, tidak
nya, dalam Perda tersebut juga diatur menge- demikian halnya di kedua SDN.
nai konsep pendidikan dan bagaimana pendi- Pada tingkat pelaksanaan, khususnya
dikan itu diselenggarakan, yang jelas sesuai mengenai persyaratan jumlah siswa, di kedua
dengan kebijakan-kebijakan pendidikan yang SDN menyimpang dari sistem yang diatur
merupakan manifestasi paradigma baru pendi- oleh Dinas pendidikan. Dinas pendidikan
dikan. mengatur bahwa jumlah siswa dalam setiap
Dalam hal kurikulum, ketiga sekolah kelas untuk sekolah yang berstatus bukan SSN
sudah menetapkan KTSP dan membuat sila- maksimum 40 siswa, sementara kedua SDN
bus sesuai dengan kemampuan sekolah, namun tersebut menerima jauh melebihi 40 siswa
ada variasi-variasi di antara ketiga SD. Pada untuk setiap kelas. Ini berbeda dengan SD
kedua SDN, silabus relatif bersifat umum/ Swasta, yang menentukan jumlah siswa untuk
egaliter dan substansinya sama dengan standar setiap kelas adalah minimum 30 siswa, namun
isi, sehingga terkesan sebagai standar baku, tak melebihi 40 siswa. Selain itu, beban kerja
bukan standar minimal sebagaimana dikehen- minimal guru sebanyak 24 jam/minggu dapat
daki dalam kebijakan. Sementara itu, di SD terpenuhi di ketiga SD, kecuali guru non PNS
Swasta, KTSP sangat bernuansa agama Islam. di sekolah negeri dan guru bahasa Inggris di
Nilai-nilai agama Islam dirancang mendasari SD Swasta. Penentuan buku pelajaran di
setiap penyajian kompetensi dasar. Ditegas- ketiga sekolah, tanpa pertimbangan dari komi-
kan, “kepala sekolah dan guru dapat mengem- te sekolah, tidak seperti yang diharapkan
bangkan indikator sesuai dengan kemampuan dalam kebijakan.
sekolah dan menyesuaikan dengan kebijakan Sedangkan berkenaan dengan pelak-
pemerintah setempat” (Dokumen silabus, sanaan pembelajaran itu sendiri, ada pola-pola
2007). Dengan demikian, apa yang terjadi di proses pendidikan yang sama dan bervariasi di
SD Swasta sesuai dan merupakan implemen- ketiga SD. Pada kegiatan pendahuluan, yang
tasi dari pasal 55 UU Sisdiknas, yang menye- paling banyak dilakukan adalah menyiapkan
butkan bahwa “masyarakat berhak menye- peserta didik secara psikhis, dengan cara yang
lenggarakan pendidikan…sesuai dengan ke- sangat bervariasi. Di SD Swasta, hampir sama
khasan agama…”; “kekhasan satuan pendidik- dengan kedua SDN, namun satu hal yang
an yang diselenggarakan masyarakat tetap membedakan adalah bahwa di SD Swasta,
dihargai dan dijamin” (penjelasan pasal 55 kegiatan pendahuluan yang bernuansa Islami
UU Sisdiknas). Dalam pasal 33 ayat 5 Perda sangat dominan, misalnya dengan tadarus
(2009) juga dinyatakan bahwa “satuan pen- (membaca ayat Al’quran) untuk menenangkan
didikan yang dilaksanakan oleh masyarakat siswa, dilanjutkan dengan melantunkan
dapat menambah materi pembelajaran sesuai “Asmaul husna” (melantunkan Asma Allah
dengan ciri khas masing-masing”. yang indah). Dengan demikian, meskipun ter-
Mengenai orientasi pendidikannya, ke- dapat begitu banyak kesamaan di antara ketiga
tiga sekolah mengarahkan ketercapainya Stan- SD, namun khusus di SD Swasta, kegiatan
dar Kompetensi Lulusan, yang secara substan- yang bernuansa Islami sangat dominan.
sial mencakup baik peningkatan kualitas aka- Pada kegiatan inti, khususnya pada
demik maupun nonakademik (Renstra Disdik- proses eksplorasi, hasil angket menunjukkan
pora, 2009-2012). Menurut persepsi para bahwa sebagian besar guru di tiga SD (80,3%)
guru, kedua jenis prestasi tersebut sama-sama melibatkan peserta didik secara aktif dalam
penting, meskipun demikian mereka menya- pembelajaran. Dengan presentase dan freku-
dari bahwa dalam kenyataan sekolah/guru ensi yang beragam, sebagian besar guru juga
cenderung menekankan prestasi akademik melakukan berbagai aspek kegiatan eksplorasi
(Armstrong, 2006). Sementara itu, mengenai yang dituntut dalam standar proses. Pola
RPP yang merupakan penjabaran dari silabus, variasi kegiatan eksplorasi di antara ketiga
dari segi komponennya ketiga sekolah sama. SD, bukan terletak pada ragam kegiatan
Namun, dari segi substansinya, ada perbedaan eksplorasi yang dilakukan, tetapi lebih pada
sebagai konsekuensi dari perbedaan substansi urutan kegiatan eksplorasi yang dilakukan,
silabus yang dibuat sekolah/ guru. Pada SD berdasarkan presentase dan intensitasnya.
Swasta, umumnya sengaja dikaitkan dengan Dalam hal ini, di kedua SDN relatif sama,
tidak demikian halnya di SD Swasta.

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 205
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

Pada proses elaborasi, sebagian besar tersebut, mereka belum cukup memahami
guru di tiga SD selalu memfasilitasi peserta isinya. Hal ini menjadi alasan, mengapa yang
didik untuk berkompetisi secara sehat kemudian terjadi praksis proses pendidikan di
(58,2%), dan memberi kesempatan untuk ber- ketiga SD tersebut, belum cukup sesuai
fikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dengan yang dikehendaki dalam standar
dan bertindak tanpa rasa takut (56,4%). Seba- proses pembelajaran.
gian besar guru juga sering memfasilitasi Dari segi orientasi pembelajaran,
peserta didik membuat laporan pengerjaan pembelajaran masih cenderung menggunakan
tugas (51,1%), dan membiasakan mereka pola lama. Paradigma pembelajaran yang
membaca dan menulis melalui tugas-tugas behavioristik masih sangat kuat, sedangkan
tertentu. bentuk-bentuk keaktifan siswa yang muncul
Pada proses konfirmasi, hasil angket bukan cerminan dari diterapkannya paradigma
menunjukkan bahwa sebagian besar guru di konstruktivistik dalam pembelajaran, tetapi
ketiga SD selalu menjawab pertanyaan peserta lebih sebagai respons atas stimulus yang
didik yang menghadapi kesulitan (88,1%). diberikan guru. Intensitas keaktifan siswa
Sementara itu, hasil observasi ketiga SD tersebut dengan demikian tergantung pada
menunjukkan hal yang relatif berbeda dengan kualitas dan variasi stimulus yang dibuat guru.
hasil angket, baik pada kegiatan eksplorasi, Perbedaan antar guru dalam proses pembe-
elaborasi maupun konfirmasi. Jika data hasil lajaran, lebih banyak ditentukan oleh kemam-
angket menunjukkan bahwa guru melakukan puan guru dalam membuat variasi stimulus,
semua indikator aktivitas eksplorasi, elaborasi dan bukan karena menerapkan paradigma
dan konfirmasi, tidak demikian halnya yang konstruktivistik dalam pendidikan. Dengan
tercermin dari data hasil observasi. Proses demikian, pembelajaran masih cenderung
pembelajaran kadang memang menunjukkan bernuansa ekspository (guru menjelaskan,
terjadinya ketiga proses tersebut, namun jelas murid mendengarkan). Guru masih meng-
tidak selengkap indikator kegiatan eksplorasi, gunakan paradigma pengajaran yang teacher
elaborasi dan konfirmasi yang dituntut dalam oriented, belum terjadi pergeseran paradigma
standar proses. proses pendidikan, dari paradigma pengajaran
Mengapa terjadi demikian, banyak ke paradigma pembelajaran yang konstruk-
faktor yang terkait. Di samping, mungkin, tivistik.
“terkondisi oleh instrumen”, seperti ada Dalam hal pendidikan nilai, tampak ada
keharusan untuk memberikan jawaban, dari pola-pola yang beragam dalam cara penana-
RPP, hasil wawancara dengan para guru, dan man nilai melalui proses pembelajaran. Di
hasil FGD yang sengaja diadakan, diketahui kedua SDN, pendidikan nilai cenderung ter-
bahwa proses pembelajaran oleh semua guru jadi secara tidak terencana, atau secara
di tiga SD tidak dirancang dan dilaksanakan spontan sebagai respons atas perilaku siswa
melalui ketiga tahap tersebut. Hasil wawan- yang negatif, dan bukan merupakan usaha
cara juga menunjukkan bahwa guru belum sadar dan terencana. Berbeda dengan itu, di
memahami mengenai macam, pengertian, dan SD Swasta pendidikan nilai, terutama nilai
kaitan ketiga istilah dalam kegiatan inti iman dan taqwa, secara sadar dirancang dalam
tersebut. Dengan demikian, yang lebih silabus dan RPP, meskipun dalam praktek
tercermin dalam RPP dan proses pembela- penanaman nilai secara spontan juga terjadi.
jaran adalah ketika guru memasuki kegiatan Dari hasil analisis RPP, hasil observasi, di-
inti, guru langsung masuk ke tahap penutup lengkapi dengan hasil wawancara, tampak
pembelajaran. Guru tidak memilah kegiatan bahwa nilai-nilai yang ditanamkan pada
inti ke dalam tiga tahap proses pembelajaran peserta didik amat beragam. Selain tergantung
tersebut. Pada umumnya, mereka berargumen pada mata pelajaran dan kompetensi dasar
bahwa meskipun standar proses sudah disosi- yang diajarkan, nilai-nilai yang ditanamkan
alisasikan, namun belum diikuti oleh semua juga dipengaruhi oleh jenis stimulus berupa
guru. Sosialisasi yang terjadi selama ini hanya perilaku peserta didik dan tingkatan kelas.
melibatkan guru-guru tertentu saja, namun Sebagai usaha pendidikan, penanaman
tidak atau belum ditindaklanjuti dengan sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka
sosialisasi ke semua guru. Akibatnya, meski- mestinya dapat diberikan melalui pendidikan
pun guru mengetahui adanya standar proses formal dengan direncanakan dan dirancang

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


206 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 2, Nomor 2, 2014

secara matang (Suparno, 2002, p.62). Di- kepala sekolah kepada para guru setiap hari
rencanakan dan dirancang tentang nilai-nilai sabtu.
apa saja yang akan diperkenalkan, dan metode
serta kegiatan apa yang dapat digunakan un- SIMPULAN
tuk menanamkan nilai-nilai tersebut. Nilai-
Simpulan
nilai yang akan ditawarkan dan ditanamkan
kepada siswa harus dilaksanakan secara ber- Berdasarkan hasil penelitian dan
tahap sesuai dengan tugas dan perkembangan pembahasan di atas, maka simpulan penelitian
kejiwaan anak. Lickona (2013, p.75), mene- ini adalah sebagai berikut.
kankan pentingnya diperhatikan tiga unsur Peran Kepala Sekolah
dalam menanamkan nilai moral supaya ber-
hasil, yaitu unsur pengertian, perasaan, dan Ada pola dan variasi peran kepala
tindakan moral. Keiga unsur itu saling ber- sekolah dalam peningkatan mutu sekolah.
kaitan. Ketiga unsur itu perlu diperhatikan, Peran kepala sekolah di SD Inti dalam aspek
supaya nilai yang ditanamkan tidak tinggal kepemimpinan, manajerial, dan supervisi, le-
sebagai pengetahuan saja tetapi sungguh men- bih optimal jika dibandingkan dengan kedua
jadi tindakan seseorang. Menurut Muhadjir SD Imbas. Di kedua SD Imbas, dibandingkan
(1997), “seseorang bisa disebut pendidik apa- dengan SDN Imbas, peran kepala sekolah di
bila seseorang tersebut disamping memiliki SD swasta lebih kuat pada aspek kiat-kiat
pengetahuan lebih, juga mampu mengimpli- untuk memajukan sekolah, melaksanakan
sitkan nilai dalam pengetahuan itu dan ber- tugas-tugas administrasi, dan melaksanakan
sedia menularkan pengetahuan beserta nilai- supervisi kerja guru, namun lebih lemah pada
nya kepada orang lain”. Sementara menurut aspek penciptaan suasana sekolah yang akrab
Depdiknas (2003), proses pembelajaran harus dan pemberian bimbingan kepada guru.
dilandasi oleh prinsip “mengembangkan be- Dengan berlakunya paradigma baru
ragam kemampuan yang bermuatan nilai”. pendidikan, peran kepala sekolah mengalami
Manusia adalah penghayat nilai, kata Koe- perubahan. Kepala sekolah menjadi lebih oto-
soema (2012, p.49), seperti halnya peserta nom untuk mengembangkan kreativitasnya
didik, yang hidup, tumbuh, dan berkembang dalam rangka meningkatkan mutu sekolah.
dalam suatu komunitas, sehingga mereka Dengan perubahan peran tersebut beban kerja
perlu dibekali bukan hanya pengetahuan, kepala sekolah menjadi semakin berat, tetapi
tetapi juga nilai-nilai dan sikap-sikap hidup berbeda dengan kedua SDN, di SD swasta,
yang dianut dan diyakini masyarakatnya. perubahan peran tersebut tidak terlalu menjadi
Tujuan pendidikan nilai, menurut UNESCO persoalan, karena sudah biasa mengelola
(1994), meliputi tindakan mendidik yang sekolah secara mandiri.
berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai Bagi pendidikan SD, perubahan peran
sampai pada perwujudan perilaku-perilaku kepala sekolah kurang memberi dampak pada
yang bernilai. peningkatan mutu sekolah, karena terkendala
Dari segi sistem penilaian, sebagian oleh sejumlah faktor, yaitu berlakunya KTSP
besar guru menggunakan teknik tes, teknik yang lebih menekankan peningkatan kualitas
non tes jarang digunakan. Sementara itu, proses, sementara Ujian Nasional menekan-
bentuk penilaian portofolio yang diidealkan kan hasil sehingga kepala sekolah cenderung
dalam penerapan KTSP, pada awalnya di- berorientasi hasil, bekal menjadi kepala
terapkan oleh sebagian besar guru, namun sekolah kurang, aparat birokrasi yang mengu-
dalam perkembangannya guru kembali ke rusi pendidikan tidak berkompeten di bidang
pola lama. Kekecualian terjadi di SD Swasta, pendidikan, dan beban pekerjaan kepala seko-
yang sebagian besar gurunya masih tetap lah berlebih terutama untuk menangani urusan
menggunakan bentuk penilaian portofolio administratif-birokrasi, sehingga kepala seko-
dalam pembelajarannya. Hal ini terjadi karena lah cenderung mengesampingkan upaya pe-
segera sesudah sistem penilaian portofolio itu ningkatan mutu sekolah.
diterapkan, pihak yayasan melakukan monito- Peningkatan Profesionalitas Guru
ring dan evaluasi berkelanjutan secara ber- Di Salatiga, peningkatan profesionalitas
kala, di samping selalu ada pembinaan oleh guru sudah menjadi prioritas kebijakan.
Peningkatan profesionalitas guru dilakukan

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 207
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

dengan mendasarkan pada paradigma baru masih sangat kuat, sedangkan bentuk-bentuk
pendidikan. Kebijakan peningkatan profesio- keaktifan siswa bukan cerminan dari diterap-
nalitas guru dilakukan melalui peningkatan kannya paradigma konstruktivistik dalam
mutu pendidik, terfokus pada upaya pening- pembelajaran, tetapi lebih sebagai respons
katan kualifikasi akademik, kompetensi, dan atas stimulus yang diberikan guru. Pembel-
pendidikan keprofesian. Strategi pengem- ajaran masih menggunakan paradigma peng-
bangan profesionalitas guru masih bersifat ajaran yang teacher oriented, belum terjadi
tradisionil. pergeseran paradigma proses pendidikan, dari
Dengan berlakunya paradigma baru paradigma pengajaran ke paradigma pembel-
pendidikan, ada perubahan dan peningkatan ajaran yang konstruktivistik.
dari segi keragaman dan kesempatan untuk Dari segi pendidikan nilai, ada pola-
mengikuti program profesionalitas guru, na- pola yang beragam dalam cara penanaman
mun implementasinya belum optimal. Pening- nilai melalui proses pembelajaran. Di kedua
katan profesionalitas guru belum diikuti se- SDN, penanaman nilai cenderung terjadi se-
cara merata oleh semua guru, masih dilakukan cara spontan sebagai respons atas perilaku
secara sporadik (tidak berkelanjutan), dan be- siswa yang negatif. Di SD Swasta, pendidik-
lum dilakukan monitoring dan evaluasi yang an nilai, terutama nilai iman dan taqwa, secara
sistematik dan terencana. Materi pengem- sadar dirancang dalam silabus dan RPP, mes-
bangannya cenderung masih diwarnai usaha kipun penanaman nilai secara spontan juga
penyeragaman pola dan materi, tanpa mem- terjadi. Nilai-nilai yang ditanamkan pada sis-
perhatikan kebutuhan spesifik guru dan wa amat beragam, selain tergantung pada ma-
sekolah. ta pelajaran dan kompetensi dasar, juga di-
Implementasi program peningkatan pengaruhi oleh jenis stimulus berupa perilaku
profesionalitas guru berdampak pada kinerja siswa yang negatif dan tingkatan kelas.
guru namun bersifat sementara. Dampak
Rekomendasi
tersebut hanya terjadi pada awal-awal sesudah
mengikuti kegiatan dan ketika disupervisi, Berdasarkan simpulan, maka beberapa
namun dalam perkembangan lebih lanjut guru rekomendasi diberikan sebagai berikut.
kembali ke pola lama. Di samping itu, ke- Peran Kepala Sekolah
sempatan kepala sekolah untuk meningkatkan Kepala sekolah yang berperan dominan
profesionalitas guru sangat terbatas, karena direkrut dari guru yang berprestasi. Oleh
pekerjaannya lebih terfokus ke pekerjaan yang karena itu, sistem seleksi kepala sekolah yang
lebih bersifat administratif, sehingga hal-hal sudah dibuat sesuai dengan jiwa dan semangat
yang terkait dengan peningkatan profesiona- otonomi, perlu dilaksanakan secara konsisten
litas guru kurang mendapat perhatian. dan transparan, melibatkan segenap aktor
Proses Pembelajaran dalam setiap tahapan proses seleksi. Sistem
seleksi kepala sekolah adalah sebuah kerja
Sistem penyelenggaraan pendidikan
kolaboratif-sinergistis, sehingga berfungsinya
yang mengatur tentang proses pendidikan
para aktor secara optimal dan konsisten
telah mendasarkan pada paradigma baru
dengan sistem seleksi yang sudah dibuat, akan
pendidikan dan prinsip-prinsip good gover-
lebih memungkinkan ditemukannya “qualified
nance. Dengan diterapkannya paradigma baru
principal” sehingga dapat berperan optimal
pendidikan, proses pembelajaran di ketiga SD
sesuai dengan tuntutan era otonomi.
mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada
Pengembangan kapasitas dan profesio-
perangkat pembelajaran, namun ada variasi
nalitas kepala sekolah perlu dilakukan, dengan
isi dan corak dari perangkat pembelajaran
memberi kesempatan untuk mengikuti pendi-
tersebut. Di kedua SDN, perangkat pembela-
dikan dan pelatihan yang sesuai dengan
jaran bersifat umum/egaliter, sedangkan di SD
kebutuhan kepala sekolah dalam era otonomi;
Swasta, sangat bernuansa afiliasi agama.
juga menggunakan strategi yang lebih mo-
Nilai-nilai agama dirancang mendasari setiap
dern, yang memungkinkan kepala sekolah
penyajian kompetensi dasar.
belajar sendiri, dengan melakukan refleksi
Dari segi pelaksanaan, proses pembe-
terhadap kinerjanya, ke arah perbaikan/peru-
lajaran belum sesuai dengan standar proses.
bahan yang terus-menerus.
Paradigma pembelajaran yang behavioristik

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


208 Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Volume 2, Nomor 2, 2014

Perlu dikembangkan teori kebijakan tivistik dan berpusat pada siswa perlu di-
pendidikan yang berkenaan dengan pembu- upayakan dan ditumbuhkan pada guru.
atan sistem seleksi kepala sekolah yang ber- Proses pembelajaran, disamping mem-
kualitas, yang dilaksanakan secara konsisten beri pengetahuan, harus pula bersifat men-
oleh segenap aktornya, yang bisa menemukan didik, dalam arti menanamkan nilai-nilai ter-
“qualified principal”, dan sistem pengem- tentu, seperti memberikan keteladanan, mem-
bangan profesionalitas kepala sekolah yang bangun kemauan dan mengembangkan poten-
mampu meningkatkan kapasitas kepala seko- si dan kreatifitas peserta didik. Agar dapat
lah yang bersangkutan untuk menjalankan disebut sebagai usaha pendidikan, pendidikan
peran-peran baru sebagai konsekuensi dari nilai itu harus merupakan usaha sadar dan
tuntutan otonomi. terencana, bukan hanya terjadi secara spontan
sebagai respon atas perilaku siswa yang
Peningkatan Profesionalitas Guru
negatif.
Sistem penyelenggaraan pendidikan
yang sudah sudah mendasarkan pada para-
DAFTAR PUSTAKA
digma baru pendidikan, perlu diimplementa-
sikan secara konsisten. Implementasinya perlu Cranton, P. (1996). Professional development
dirancang berkelanjutan, dengan dilakukan as transformative learning. San Fran-
monitoring dan evaluasi yang sistematik dan cisco:Jossey-BASS A. Wiley Company.
terencana, serta memberi kesempatan ke se- Depdiknas.(2007). Tindak lanjut tiga pilar ke-
mua guru secara merata. bijakan pendidikan nasional oleh dae-
Strategi pengembangan profesionalitas rah. Jakarta: Ringkasan Eksekutif Pene-
guru jangan hanya menggunakan strategi litian dan Inovasi Terpilih Puslitjaknov
pengembangan yang tradisionil, tetapi meng- 2006.
gunakan strategi lain yang memungkinkan
guru untuk berkembang profesionalitasnya ________. (2007). Peningkatan mutu, rele-
secara optimal dan mandiri. vansi, dan daya saing pendidikan. Ja-
Pengembangan profesionalitas guru karta:Puslitjaknov Balitbang Depdiknas.
perlu dukungan dari seorang kepala sekolah ________.(2007). Peraturan Mendiknas RI
yang memiliki waktu dan kesempatan untuk Nomor 41, Tahun 2007, tentang Stan-
melakukannya. Oleh karena itu, hal-hal yang dar Proses untuk Satuan Pendidikan
terkait dengan peningkatan profesionalitas Dasar dan Menengah.
guru mestinya lebih mendapat perhatian, dan
jangan dikalahkan oleh pekerjaan yang lebih ________.(2010). Peraturan Mendiknas RI
bersifat administratif. Nomor 28, Tahun 2010, tentang Penu-
gasan Guru sebagai Kepala Sekolah.
Proses Pembelajaran
Sistem penyelenggaraan pendidikan Fiske, E.B. (1998). Desentralisasi pengajar-
yang mengatur tentang proses pendidikan an, politik dan konsensus. Jakarta: Pe-
perlu dilaksanakan secara konsisten, sehingga nerbit P.T Gramedia Widia Sarana In-
perubahan yang terjadi sesuai dengan yang donesia.
diharapkan dalam kebijakan. Perubahan yang Hadiyanto. (2004). Mencari sosok desentra-
terjadi bukan hanya pada perangkat pembe- lisasi manajemen pendidikan Indone-
lajarannya saja, tetapi perubahan yang sub- sia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
stansial, berupa perubahan sikap dan perilaku
Jalal, F. & Supriadi, D. (Ed.). (2001). Refor-
guru dalam pembelajaran karena digerakkan
masi pendidikan dalam konteks otono-
oleh kesadaran internal.
mi daerah. Yogyakarta: Adicita Karya
Perlu membangun kesadaran internal
Nusa.
dari guru bahwa jiwa standar isi adalah stan-
dar minimal yang dapat dikembangkan guru. Joyce, B. & Calhooun, E. (2010). Models of
Begitu pula standar proses dijiwai oleh para- professional development. California: A
digma pembelajaran yang konstruktivistik, SAGE Company.
yang lebih berpusat pada peserta didik (stu-
dent centered). Oleh karena itu, pergeseran
orientasi pembelajaran ke arah yang konstruk-

Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi


Evaluasi Implementasi Paradigma Baru ... 209
Wasitohadi, F.X. Sudarsono, Zamroni

Koesoema, D. (2012). Pendidikan karakter Supriadi, D. (2003). Satuan biaya pendidikan


utuh dan menyeluruh. Yogyakarta: Pe- dasar dan menengah. Bandung: Remaja
nerbit Kanisius. Rosdakarya.
Kotter, J. P. (1996). Leading change. Boston: Surakhmad, W. (2009). Pendidikan nasional
Harvard Business School Press. strategi dan tragedi. Jakarta: PT Kom-
pas Media Nusantara.
Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter.
Bandung: Nusa Media. Suyanto. (2006). Di belantara pendidikan
bermoral. Yogyakarta: Unit Percetakan
Muhadjir, N. (2003). Ilmu pendidikan dan
dan Penerbitan UNY.
perubahan sosial. Yogyakarta: Penerbit
Rake Sarasin. Suyata. (2000). Desentralisasi dan meletak-
kan dasar-dasar perbaikan mutu seko-
Sudarsono, F.X.(1999). Paradigma baru pen-
lah: Dimensi pemberdayaan. Jurnal
didikan Indonesia dalam abad 21.
Dinamika Pendidikan, 3, 71-86.
Yogyakarta: Seminar Pendidikan Na-
sional Tahun 1999. Tilaar, H.A.R.(2004). Paradigma baru pen-
didikan nasional. Jakarta: Penerbit
Sulasmono, B.S.(2004). Paradigma baru itu
Rineka Cipta.
bernama konstruktivisme. News letter
Akademia, Dewan Pendidikan Kota Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003,
Salatiga, 4, 3-4. tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yin Cheong Cheng. (2002). New
Suparno, P., et al.(2002). Pendidikan Budi
paradigm of bonderless education.
Pekerti di Sekolah. Yogyakarta: Pener-
Hongkong: Cen-tre for Research and
bit Kanisius.
International Collaboration Asia-Pacific
__________. (2007). Filsafat konstruktivisme. Centre for Education Leadership and School
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Qua-lity Hongkong Institute of Education.

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi

Anda mungkin juga menyukai