Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

A. Konsep Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di

atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai

tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmH. Hipertensi

merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal jantung.

Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan

hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung,

Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita

hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita,

tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena

hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Smeltzer, 2002).

Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas

prematur, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik

dan diastolik. Laporan Joint National Committe On Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1993) yang

kelima mengeluarkan panduan baru mengenai deteksi, evaluasi dan

penanganan hipertensi. Komite ini jua memberikan klasifikasi tekanan

darah pada individu berumur 18 tahun ke atas, yang akan sangat

5
6

barguna sebagai kriteria tindak lanjut bila diunakan berdasarkan

pemahaman berdasarkan bahwa dianosis didasarkan pada rata-rata dua

penukuran yang dilakukan secara terpisah (Smeltzer, 2002).

Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil

(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an dan secara

bertahap “menetap”. Pada suatu saat dapat juga terjadi mendadak dan

berat, perjalanannya dipercepat “maligna” yang menyebabkan kondisi

pasien memburuk dengan cepat.

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Communitte on

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC)

sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90mmHg dan

diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari

tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan

seperti ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari

semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi

patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doenges,

2000).

B. Konsep Dasar Kehamilan

Tujuan perawatan pada masa kehamilan adalah untuk

meningkatkan kesehatan janin selama kehamilan sampai dilahirkan

tanpa merusak kesehatan ibu. Kehamilan merupakan pertemuan antara

sel telur dan sel spermatozoa (konsepsi) yang diikuti dengan perubahan
7

fisiologis dan psikologis. Salah satu pengkajian penting pada kehamilan

yaitu riwayat penyakit dan operasi. Kondisi kronis (menahun/terus-

menerus) seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal bisa

berefek buruk pada kehamilan (Mitayani, 2009).

1. Diabetes melitus

Diabetes gestasional adalah gangguan dari glukosa yang

dipicu oleh kehamilan biasanya menghilang setelah melahirkan

(murray et al., 2002). Diabetes yang dialami oleh seorang ibu yang

pernah menderita DM sebelum hamil dan ibu mengalami DM pada

saat hamil disebut diabetes melitus gestasional (Syafei piliang,

1993). Penyakit diabetes melitus yang terjadi selama kehamilan

disebabkan karena kurangnya jumlah insulin yang dihasilkan oleh

tubuh yan dibutuhkan untuk membawa glukosa melewati membran

sel (Mitayani, 2009).

2. Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90

mmHg atau lebih tinggi atau adanya peningkatan tekanan sistolik

sebesar 30 mmHg atau lebih atau adanya peningkatan tekanan

sistolik sebesar 15 mmHg atau lebih diatas nilai dasar. Untuk

diagnosis hipertensi, peningkatan tekanan darah harus terjadi pada

dua keadaan minimal dalam jangka waktu 6 jam.


8

Garam menyebabkan retensi atau tertahannya air secara

berlebihan di dalam tubuh. Hal ini berlaku pula jika pada masa

kehamilan tiba-tiba tekanan darah meningkat. Umumnya, kondisi

ini diawali dengan gejala pembengkakan pada pergelangan kaki

dan tangan akibat peningkatan cairan tubuh. Akan tetapi, sekalipun

jumlah cairan dalam tubuh banyak, ibu hamil tidak dianjurkan

untuk mengurangi tambahan cairan ke dalam tubuh (Indiarti, M.

T., 2007).

3. Ginjal

Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional

dan anatomi ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan

gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan

laboratorium. Perubahan anatomi terdapat peningkatan pembuluh

darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang

kurang lebih 1cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter

juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah

letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah

melahirkan.

Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding

ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih

kaena pengaruh kehamilan. Akibat pembesaran uterus hiperemi

organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada


9

kandung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung

kemih akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-

pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot

kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon

estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter

karena efek relaksasi dari hormon progesteron.

C. Konsep hipertensi pada kehamilan

1. Definisi hipertensi pada kehamilan

Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam

morbiditas dan mortalitas maternal dan parental. Hipertensi diperkirakan

menjadi komplikasi sekitar 7-10% seluruh kehamilan.Dari seluruh ibu

yang mengalami hipertensi selama masa hamil.Setengah sampai dua

pertiganya didiagnosa mengalami preeklamsi atau eklamsi. Prevalansi

kehamilan pada wanita dengan penyakit ginjal kronis atau penyakit

pembuluh darah seperti hipertensi esential,diabetus melitus dan lopus

eritematosus meningkat sampai 20-40% (Bobak,Lowdermilk, Jansen,

2004).

Gangguan hipertensi pada kehamilan mengacu pada berbagai

keadaan, di mana terjadi peninkatan tekanan darah maternal disertai risiko

yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Awalnya, gangguan

hipetensi kehamilan disebut toksemia, tetapi istilah ini kurang tepat

karena tidak ada aens toksik atau toksin yang bisa ditemukan.
10

Ketidakpastian tentang klasifikasi masih berlanjut sampai hari ini,

sehingga kesulitan timbul dalam menegakkan suatu diagnosis klinis

gangguan hipertensi tertentu(Bobak,Lowdermilk, Jansen 2004).

Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang

terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada

permulaan nifas. Hipertensi kronis dalam kehamilan adalah adanya

penyakit hipertensi yang telah terjadi sebelum hamil ataupun

diketemukan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang

menetap 6 minggu paska persalinan, apapun yang menjadi sebabnya

(Indriyani, Diyan, 2013).

Secara fisiologis tekanan darah mulai menurun pada trimester

II yang mencapai rata-rata 15 mmHg lebih rendah dari tekanan darah

sistolik sebelum hamil pada trimester III. Penurunan ini terjadi baik

pada yang normotensi atau hipertensi kronik (Indriyani, Diyan, 2013).

Tekanan darah ibu hamil perlu dijaga agar selalu normal.

Tekanan darah tinggi akan beresiko terhadap ibu hamil dan bayinya.

Sementara, tekanan darah rendah juga tidak baik bagi ibu. Oleh sebab

itu, pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada setiap pemeriksaan ibu

hamil. Biasanya, tekanan darah sedikit rendah ketika hamil. Akan

tetapi, jika tekanan darah tiba-tiba meningkat dari lazimnya, maka ibu

hamil harus mulai waspada. Tekanan darah normal jika menunjukkan


11

120/70 mmHg. Jika sudah mencapai 140/90 mmHg, maka sudah harus

mendapatkan perhatian khusus, yakni pemantauan secara intensif.

Sebenarnya tekanan darah yang dianggap tinggi sangat

tergantung dari berapa lazimnya ukuran tekanan darah seseorang. Itu

sebabnya, sejak awal kehamilan dokter atau perawat selalu mengukur

tekanan darah pada setiap pemeriksaan kehamilan. (MT. Indiarti,

2007).

2. Etiologi

Penyebab hipertensi secara pasti belum diketahui, namun faktor

predisposisi yang mempengaruhi yaitu keturunan, usia (terjadi pada

usia 35 tahun), kebiasaan makan yang banyak mengandung garam,

obesitas, stress, kehamilan (Indriyani, D., 2013).

Hipertensi (tekanan darah tinggi) biasa di jumpai pada

perempuan hamil. Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi

penyebab tingginya angka kesakitan (morbiditas) dan kematian

(mortalitas) baik pada ibu, janin, maupun bayi yang dilahirkan di

seluruh dunia. Karena itu perlu penatalaksanaan secara khusus bagi ibu

hamil, terutama yang menderita penyakit itu (Arief, 2008)

a. Pengaruh hipertensi terhadap kehamilan

Dampak hipertensi pada kehamilan:

1) Pada ibu: abruption placenta, penyakit serebrovaskuler,

gagal organ, (Akut Renal failure), koagulasi intravaskuler,


12

pre eklampsi, superimposed pre eklampsi sampai dengan

eklampsi.

2) Pada janin : resiko retardasi perkembangan intrauterine,

prematuritas (kelahiran premature kurang dari 37 minggu)

dan kematian intrauterine. Sebagai akibat penurunan

sirkulasi uteroplasenta maka konsumsi makanan terhadap

janin juga mengalami penurunan. Gangguan pertumbuhan

dan perkembangan badan janin merupakan akibat yang

paling sering.

b. Pengaruh kehamilan terhadap hipertensi

60% dari wanita yang menderita hipertensi kronis, pada

saat hamil akan mengalami kenaikan tekanan darah, 15-

30% mempunyai resiko untuk mendapatkan superimposed

pre eklampsia. Resiko terjadinya superimposed pre

eklampsi tidak tergantung pada tingkat hipertensinya. Bila

terjadi penurunan fungsi renal (BUN > 20mg%) kreatinin

serum > 1,5 mg% pada keadaan hipertensi kronis, maka

resik terjadinya superimposed preeklampsi mendekati

angka 100%. Dengan meningkatnya tekanan darah pada

saat hamil maka resiko lain juga menjadi lebih tinggi

misalnya infark miokard akut,CVA,payah jantung,gagal

ginjal,hematuria (Indriyani, D., 2013).

3. Patofisiologi
13

Mochtar (1999) menjelaskan bahwa pada preeklamsi terjadi

pada spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam

dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriole sedemikian

sempitnya sehinga nyata dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika

semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan

darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan

perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan oleh penimbunan air yang brlebihan dalam ruangan

intestinal belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air

dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola

sehingga terjadi perubahan pada glomerolus(Marmi, Suryaningsih,

A.R.M. dan Fatmawati, R., 2011).

Secara fisiologis pada wanita hamil mengalami perubahan

pada sistem cardiovaskulernya yaitu pada kehamilan trimester dua

terjadi penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan tekanan

sistolik 10 mmHg dan normal kembali pada trimester 3. Tekanan

darah juga meningkat 4-5 hari setelah persalinan, rata-rata 6 mmHg

untuk sistolik dan 4 mmHg untuk diastolic. Kehamilan 8 minggu

dan puncak 20-30 minggu, terjadi pertahanan perifer bawah pada

usia trimester pertama. Volume darah meningkat sebesar 40%,


14

terjadi peningkatan aktivitas sistem rennin aniotensis(Purwaninsih

W., 2010).

4. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala hipertensi pada kehamilan meliputi:

1) Tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/ mmHg

2) Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau lebih

3) Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau lebih

4) Sakit kepala daerah frontal disertai rasa tegang pada

tengkuk

5) Anoreksia, mual, nyeri epigastrium

6) Palpitasi dan mudah lelah

7) Kaki bengkak

8) Sukar tidur

Tabel 1.1 Derajat hipertensi akibat kehamilan

Tabel indikator derajad beratnya hipertensi akibat kehamilan

Kelainan Ringan Berat


Tekanan diastolik < 100mmHg >110 mmHg
3
Proteinuria 1+ 2+
Sakit kepala Tdk ada Ada
Gangguan penglihatan Tidak ada Ada
Nyeri perut atas Tidak ada Ada
Oliguri Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada
Creatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Hiperbilirubinemia Tidak ada Ada
SGOT Minimal Nyata
Fetal Growth Tidak ada Ada jelas
Retardasion
15

Sumber: (Indriyani, D., 2013; Keperawatan Maternitas


Pada Area Perawatan Antenatal)
Tanda-tanda pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan

pertambahan berat badan yang brlebihan, diikuti oedema,

hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsi ringan tidak

ditemukan gejala-gejala subyektif, pada preeklamsi ditemukan

sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan

kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual dan muntah-

muntah.(Pudiastuti, 2012)

Gejala-gejala ini sering di temukan pada preeklamsi yang

meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsi akan timbul

(Marmi A. R., 2011)

Pengobatan hipertensi perlu diberikan, karena kematian ibu

umumnya disebabkan oleh pendarahan diotak. Jika tekanan darah

sistemik melebihi 200 mmHg, angka kematian ibu adalah 22 persen.

Pengobatan hipertensi, selain menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas ibu, juga akan menurunkan angka prematuritas,

mengurangi hambatan pertumbuhan janin intrauterin, dan

menurunkan angka kematian perinatal.

Pengobatan nonfarmakologis perlu dilakukan pada wanita

hamil dengan hipertensi ringan (tekanan diastolik kurang dari 95

mmHg). Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain pengawasan

ketat, pembatasan aktivitas, istirahat di tempat tidur dengan posisi


16

lateral kiri yang bergantung pada tingginya tekanan darah, umur

kehamilan, serta faktor resiko yang ada pada ibu dan janin (Arief,

2008).

5. Komplikasi hipertensi

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi dalam kehamilan yaitu

solusio plasenta, hipofibrinoenemia, hemolisis, perdarahan otak, kelainan

mata, edema paru, nekrosis hati, sindrom help, kelainan ginjal,

prematuritas, kematian janin antrauteri (Purwaningsih W., 2010).

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk hipertensi dalam kehamilan yaitu:

a. Anjurkan melakukan latihan isotonok dengan cukup istirahat baring.

b. Hindari konsumsi garam yang berlebih.

c. Hindari kafein, merokok, dan alkohol.

d. Diet makanan yang sehat dan seimbang.

e. Lakukan pengawasan terhadap kehidupan dan pertumbuhan janin

dengan USG.

f. Pembatasan aktifitas fisik

g. Kolaborasi pemberian anti hipertensi.(Purwaningsih W., 2010).

h. Konsep terapi rendam kaki

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Umah, dkk

(2012) mengatakan hasil penelitian di Wilayah Kedindin Tengah

Jaya Kecamatan Kanjeran Kotamadya Surabaya penderita yang

mempunyai tekanan darah tinggi jika melakukan rendam kaki


17

menggunakan air hangat yang dilakukan secara rutin maka dapat

terjadi perubahan tekanan darah, karena efek dari rendam kaki

mengunakan air hangat menghasilkan energi kalor yang bersifat

mendilatasi dan melancarkan peredaran darah juga merangsang

saraf yang ada pada kaki untuk mengaktifkan saraf parasimpatis,

sehingga menyebabkan perubahan tekanan darah. Akan tetapi

rendam kaki menggunakan air hangat tidak seluruhnya dapat

memberikan perubahan tekanan darah, hal ini disebabkan

beberapa faktor yaitu masih mengulangi pola hidup yang tidak

sehat, asupan makanan yang tidak terkontrol, merokok yang tidak

dapat dikurangi, istirahat yang kurang, tidak mengikuti prosedur

terapi yang telah diberikan dengan baik.

D. Konsep terapi rendam kaki.

Beberapa terapi menggunakan air:

1. Merendam kaki dengan air hangat 40 derajat akan memperlancar

peredaran darah, merangsang keringat, menyembuhkan batuk pilek dan

susah tidur.

2. Merendam pantat dan paha melancarkan buang air besar dan mengobati

beberapa gangguan alat kelamin.

3. Mandi berendam air hangat selama 15 menit dan diakhiri siraman air

dingin mengurangi kelelahan dan ketegasan (Green, C. W. & Styowati, H.

2004).
18

Umar, K., Madyastuti, R. L. & Christina, L. P. (2012).

Mengatakan bahwa, rendam kaki menggunakan air hangat akan

merangsang saraf yang terdapat pada kaki untuk merangsang

baroreseptor, dimana baroreseptor merupakan refleks paling utama

dalam menentukan kontrol regulasi pada denyut jantung dan

tekanan darah. Baroreseptor menerima rangsangan dari peregangan

atau tekanan yan berlokasi di arkus aorta dan sinus karotikus. Pada

saat tekanan darah arteri meningkat dan arteri menegang, reseptor-

reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke pusat vasomotor

mengakibatkan vasodilatasi pada arteriol dan vena dan perubahan

tekanan darah. Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer dan

dilatasi vena menyebabkan darah menumpuk pada vena sehingga

mengurangi aliran balik vena, dan dengan demikian menurunkan

curah jantung. Impuls afern suatu baroreseptor yang mencapai

jantung akan merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan

menghambat pusat simpatis (kardioaselerator) sehingga

menyebabkan penurunan denyut jantung dan daya kontraktilitas

jantung (Guyton dan Hembing 2000).

Menurut hasil penelitian dari (Umah, dkk, 2012).

Pengaruh terapi rendam kaki air hangat terhadap perubahan

tekanan darah pada penderita hipertensi merupakan salah satu therapy

yang mudah dan sederhana dilakukan bagi penderita untuk

menurunkan Hipertensi. Efek rendam air hangat sama dengan berjalan


19

dengan kaki telanjang selama 30 menit. Secara ilmiah air hangat

mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh. Pertama berdampak pada

pembuluh darah dimana hangatnya air membuat sirkulasi darah

menjadi lancar, yang kedua adalah faktor pembebanan di dalam air

yang akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi

sendi tubuh (Hembing, 2000). Oleh karena itu penderita hipertensi

dalam pengobatannya tidak hanya menggunakan obat-obatan, tetapi

bisa menggunakan alternatif non-farmakologis dengan menggunakan

metode yang lebih mudah dan murah yaitu dengan menggunakan

terapi rendam kaki air hangat yang bisa dilakukan di rumah. Air

hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh sehingga rendam

kaki air hangat dapat digunakan sebagai salah satu terapi yang dapat

memulihkan otot sendi yang kaku serta menyembuhkan stroke apabila

dilakukan melalui kesadaran dan kedisiplinan (Peni, 2008).

Waktu yang diperlukan untuk merendam kaki selama 20

sampai 30 menit. Air jangan terlalu panas atau terlalu dingin. Kira-

kira dalam temperatur sedang 38°-40ºC. Sebaiknya gunakan ember

kayu, jangan logam karena logam akan membuat air terlalu cepat

dingin. Tuang air yang cukup hingga menutupi pergelangan kaki

Anda.Prosedur tindakan rendam kaki menggunakan air hangat adalah

sebagai berikut:

a. Tutup jendela dan pintu. Jika dilakukan di kamar mandi,

penderita harus didudukkan pada sebuah kursi. Jika penderita


20

terlalu lemah untuk duduk, boleh berbaring dan dirawat di

tempat tidur.

b. Tambahkan air hangat di baskom tempat merendam kaki.

c. Bantu masukkan kaki penderita ke dalam ember atau

baskom. Untuk permulaaan masukkan air hanya setinggi

pergelangan kaki. Suhu haruslah sehangat yang dapat

ditahan.

d. Rendam kaki selama 20-30 menit.

e. Pada akhir perawatan, angkat kaki dari air hangat dan

keringkan dengan handuk bersih.

E. Pengkajian hipertensi pada kehamilan

1. Anamnesa

a. Pada klien dengan hipertensi, usia biasanya lanjut atau lebih dari 35

tahun

b. Anamnesa kesehatan keluarga terdiri dari penyakit diabetes mellitus,

haemophili keturunan kembar dan penyakit kronis. Pada klien dengan

hipertensi ditanya pula apakah dari pihak keluarga ada yang menderita

penyakit hipertensi.

c. Keluhan: sakit kepala, ganguan pada mata, nyeri perut atas, dan

apakah sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20-21 minggu

pernah menderita hipertensi, palpitasi, mudah lelah, kaki bengkak,

sukar tidur
21

d. Riwayat kehamilan ini: primigravida/multigravida

e. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan KB yang lalu, apakah

disertai dengan hipertensi.

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang

a. Tekanan darah: pada usia kehamilan 20-30 minggu. Normalnya pada

wanita hamil dibagi menurut umur sebagai berikut:

20 tahun : tekanan darah 120/80 mmHg

20-30 tahun : tekanan darah 110/70 mmHg

b. Pada wanita hamil hipertensi kronis didapatkan tekanan darah >

140/90 mmHg sebelum usia kehamilan 20-21 minggu.

c. Pernapasan: terjadi sesak napas bila ada komplikasi gagal ginjal dan

payah jantung.

d. Mengukur berat badan: Berat badan pertambahannya sampai hamil

genap bulan lebih kurang 11-11,5 kg sehingga kenaikan rata-rata berat

badan setiap minggu 0.5 kg. Pada penderita hipertensi kronis yang

mengarah kearah superimposed preeklampsia didapatkan kenaikan

berat badan yang melebihi dari normal.

e. Mengukur lingkaran normal: pengukuran tinggi badan dilakukan pada

ibu yang prtama kali datang. Tinggi badan tidak boleh ≤ 145 cm dan

lingkar lenan atas (LILA) normalnya ≥ 23,5 cm.

f. Tinggi Fundus Uteri (TFU). Hipertensi dalam kehamilan dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin (IUGR), sehingga uterus lebih kecil

dari usia kehamilan.


22

g. Detik Jantung Janin (DJJ). Pada hipertensi dapat terjadi asfiksia

intrauteri sampai dengan IUFD

h. Oedema: luasnya oedema dapat terjadi pada tungkai, jari tengah dan

wajah

i. Pemeriksaan penunjang:

1) Ureum dan kreatinin: untuk mengetahui apakah komplikasi pada

ginjal terutama fungsi ginjal terutama fungsi ginjal (filtrasi

glomerolus)

2) Hemoglobin atau hematokrit yang digunakan untuk memantau

kemungkinan hemokonsentrasi pada hipertensi gestasional.

3) Hitung trombosit yang amat rendah terdapat pada sindroma

HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme and low platelet count).

4) Pemeriksaan enzim AST, ALT, LDH juga diperlukan.

5) Urinalisis diperlukan untuk melihat proteinuria.

6) Peningkatan asam urat diindikasikan sebagai adanya preeklampsi.

7) Gula darah

8) Kultur urine

9) EKG

10) Thorak foto

F. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi.


23

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan

tahanan vaskuler.

3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemi, interupsi

aliran darah.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan masukan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolic dan penggantian kehilangan.

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan/ tidak mengenal sumber

informasi, kesalahan interpretasi (Purwaningsih W., 2010).

G. Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi

Intervensi :

1. Pantau TTV

2. Kaji sirkulasi

3. Manajemen cairan

4. Pemantauan cairan

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan

tahanan vaskuler.

Intervensi :

a. Pantau tekanan darah dan nadi.

b. Kaji takanan arteri rata-rata pada gestasi minggu ke-22.


24

c. Lakukan tirah baring dengan posisi miring ke kiri.

d. Pantau parameter hemidinamik invasive.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antihipertensi.

3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemi, interupsi

aliran darah.

Intervensi :

a. Beri informasi mengenai pencatatan gerakan janin di rumah setiap

hari.

b. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.

c. Tinjau ulang adanya aborsi plasenta.

d. Evaluasi pertumbuhan janin.

e. Pantau DJJ.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan masukan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolic dan penggantian kehilangan.

Intervensi :

a. Kaji status nutrisi klien.

b. Beri informasi tentang penambahan BB normal pada kehamilan.

c. Beri informasi tentang efek tirah baring dan penurunan aktifitas pada

kebutuhan protein.

d. Beri informasi tentang tindakan dan penggunaan protein.


25

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan

tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan/ tidak mengenal sumber

informasi, kesalahan interpretasi.

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien.

b. Beri informasi tanda gejala yang mengidentifikasikan keadaan buruk

dan instruksikan klien untuk melaporkan bila ada tanda-tanda

tersebut.

c. Pertahankan agar klien mendapat informasi tentang kesehatannya.

d. Bantu keluarga dalam mempelajari prosedur memonitor tekanan darah

di rumah.

e. Beri informasi mengenai jaminan kuat protein adekuat dalam diet

Anda mungkin juga menyukai