Anda di halaman 1dari 236

PERANCANGAN

MESIN-MESIN INDUSTRI
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri
atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian
ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;
dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin
Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PERANCANGAN
MESIN-MESIN INDUSTRI

Rusdi Nur, S.ST., M.T., Ph.D.


Muhammad Arsyad Suyuti, S.T., M.T.
PERANCANGAN MESIN-MESIN INDUSTRI

Rusdi Nur
Muhammad Arsyad Suyuti

Desain Cover : Herlambang Rahmadhani


Tata Letak Isi : Haris Ari Susanto
Sumber Gambar : http://img.directindustry.com/
images_di/photo-g/26921-2789627.jpg

Cetakan Pertama: September 2017

Hak Cipta 2017, Pada Penulis


Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2017 by Deepublish Publisher
All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: cs@deepublish.co.id

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

NUR, Rusdi
Perancangan Mesin-Mesin Industri/oleh Rusdi Nur dan Muhammad Arsyad
Suyuti.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, September 2017.
x, 226 hlm.; Uk:15.5x23 cm

ISBN 978-Nomor ISBN

1. Ilmu Teknik I. Judul


620
KATA PENGANTAR

Bismillahi Rohmani Rohim


Assalamu alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga buku ajar “Perancangan
Mesin-mesin Industri” karya Rusdi Nur dan Muhammad Arsyad
Suyuti dapat terselesaikan. Buku ajar ini merupakan bahan ajar
yang membahas tentang teori yang praktis dan penjelasan yang
aplikatif.
Dalam penyusunan buku ini, penulis membahas tentang
perancangan industri yang terdiri dari 14 bab dan diantaranya
mulai dari konsep perancangan, dasar-dasar pembebanan, jenis-
jenis sambungan, kopling, rangka mesin dan perancangan poros.
Penyusunan Buku Ajar ISBN ini dibiayai oleh Program
Pengembangan Pendidikan Politeknik PEDP ADB LOAN 2928 –
INO.
Perlu ditekankan bahwa buku ajar ini merupakan referensi dari
materi kuliah Perancangan Mesin-mesin Industri 1 dan 2, sehingga
mahasiswa perlu untuk membaca buku-buku referensi lain untuk
melengkapi pengetahuannya tentang materi buku ini.
Akhir kata, mudah-mudahan buku ajar ini bisa menjadi
penuntun bagi mahasiswa dan memberikan manfaat sebagaimana
yang diharapkan. Tak lupa penulis mengucapkan banyak-banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian pembuatan buku ini.

Wassalam,

Rusdi Nur & Muhammad Arsyad Suyuti

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. v


DAFTAR ISI ..........................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1


1.1. Kriteria perancangan ................................................................ 1
1.2. Prosedur Umum dalam Perancangan mesin .............................. 1
1.3. Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin ...................... 3
1.4. Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain ............. 4

BAB II KONSEP DASAR PERANCANGAN ................................... 5


2.1. Definisi Perancangan ............................................................... 5
2.2. Dasar-dasar Perancangan Industri ............................................ 5
2.3. Proses Perancangan Industri ..................................................... 8
2.4. Keterampilan yang Dibutuhkan Dalam Perancangan .............. 12
2.5. Fungsi, Syarat perancangan, dan Kriteria Evaluasi ................. 12
2.6. Sistem Satuan ........................................................................ 14
2.7. Penutup (Soal Latihan)........................................................... 17

BAB III DASAR-DASAR PEMBEBANAN ...................................... 18


3.1. Gaya aksial ............................................................................ 18
3.2. Geser murni ........................................................................... 21
3.3. Working Stress (tegangan kerja) ............................................ 23
3.4. Faktor Keamanan (N) ............................................................ 23
3.5. Penutup (Soal Latihan)........................................................... 24

BAB IV TEGANGAN BENDING DAN TORSI ............................... 25


4.1. Tegangan Geser Torsi ............................................................ 25
4.2. Tegangan Bending dalam Balok Lurus ................................... 30
4.3. Penutup (Soal Latihan)........................................................... 35

vi
BAB V SAMBUNGAN KELING .................................................... 37
5.1. Pendahuluan .......................................................................... 37
5.2. Metode Pengelingan .............................................................. 37
5.3. Material Keling ..................................................................... 39
5.4. Tipe Kepala Keling................................................................ 39
5.5. Tipe Sambungan Keling ........................................................ 41
5.6. Kegagalan Sambungan Keling ............................................... 43
5.7. Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling ............................ 47
5.8. Sambungan Keling untuk Struktur ......................................... 49
5.9. Sambungan Keling dengan Beban Eksentris .......................... 55
5.10. Penutup (Soal Latihan) .......................................................... 64

BAB VI SAMBUNGAN LAS ............................................................ 66


6.1. Jenis Sambungan Las............................................................. 66
6.2. Kekuatan sambungan las fillet melintang ............................... 67
6.3. Kekuatan sambungan las fillet sejajar .................................... 69
6.4. Kasus khusus sambungan las fillet ......................................... 70
6.5. Kekuatan Butt Joint ............................................................... 74
6.6. Beban eksentris sambungan las .............................................. 79
6.7. Penutup (Soal Latihan) .......................................................... 90

BAB VII SAMBUNGAN ULIR .......................................................... 92


7.1. Istilah penting pada ulir ......................................................... 92
7.2. Jenis ulir ................................................................................ 93
7.3. Jenis Sambungan ulir ............................................................. 96
7.4. Dimensi standar ulir .............................................................. 97
7.5. Sambungan baut akibat beban eksentris ................................. 99
7.6. Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut ..... 99
7.7. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut ........ 101
7.8. Beban eksentris pada bracket dengan sambungan
melingkar ............................................................................ 104
7.9. Penutup (soal Latihan) ......................................................... 106

vii
BAB VIII KOPLING .......................................................................... 108
8.1. 8.1 Tipe Kopling .................................................................. 108
8.2. Sleeve atau Muff Coupling .................................................. 109
8.3. Clamp atau Compression Coupling ...................................... 111
8.4. Flange Coupling (kopling flens) ........................................... 114
8.5. Penutup (Soal Latihan)......................................................... 118

BAB IX PEGAS ............................................................................... 120


9.1. Tipe Pegas ........................................................................... 120
9.2. Pegas helix .......................................................................... 123
9.3. Tegangan dalam pegas helix berkawat lingkaran .................. 123
9.4. Defleksi pada pegas helix ..................................................... 126
9.5. Energi yang tersimpan dalam pegas helix berkawat
lingkaran.............................................................................. 127
9.6. Beban fatik pada pegas helix ................................................ 129
9.7. Penutup (Soal Latihan)......................................................... 133

BAB X PEMILIHAN MOTOR...................................................... 134


10.1. Faktor-faktor pemilihan motor ............................................. 134
10.2. Motor AC ............................................................................ 136
10.2.1. Motor Tiga Fasa ...................................................... 139
10.2.2. Motor Satu Fasa ...................................................... 141
10.3. Motor DC ............................................................................ 145
10.4. Pengkajian Motor Listrik ..................................................... 146
10.4.1. Efisiensi motor listrik .............................................. 146
10.4.2. Beban motor ............................................................ 149
10.4.3. Pengukuran daya masuk .......................................... 151
10.4.4. Contoh Perhitungan ................................................. 152
10.5. Penutup (Soal Latihan)......................................................... 152

BAB XI TRANSMISI SABUK DAN RANTAI ............................... 153


11.1. Transmisi Sabuk .................................................................. 153
11.2. Klasifikasi Transmisi Sabuk ................................................. 154
11.3. Perancangan Transmisi Sabuk-V .......................................... 156

viii
11.4. Transmisi Rantai ................................................................. 160
11.5. Perancangan Transmisi Rantai ............................................. 162
11.6. Penutup (Soal Latihan) ........................................................ 165

BAB XII PERANCANGAN BANTALAN ....................................... 166


12.1. Klasifikasi Bantalan............................................................. 166
12.2. Rancangan umur Bantalan ................................................... 174
12.3. Pemilihan Bantalan .............................................................. 175
12.4. Penempatan Bantalan .......................................................... 178
12.5. Pertimbangan Praktis Dalam Aplikasi Bantalan ................... 180
12.6. Perancangan Bantalan Luncur .............................................. 182
12.6.1. Prosedur Perancangan Bantalan Luncur ................... 184
12.6.2. Contoh Perancangan Bantalan Luncur ..................... 185
12.7. Penutup (Soal Latihan) ........................................................ 187

BAB XIII RANGKA MESIN, SAMBUNGAN BAUT DAN LAS ..... 188
13.1. Rangka dan Struktur Mesin.................................................. 188
13.2. Sambungan Baut ................................................................. 189
13.2.1. Terminologi Baut .................................................... 189
13.2.2. Kasus yang terjadi pada baut ................................... 191
13.2.3. Tipe dan profil dari kepatahan ................................. 192
13.2.4. Contoh Perhitungan Baut......................................... 194
13.3. Sambungan Las ................................................................... 196
13.3.1. Metode Pengelasan.................................................. 197
13.3.2. Tegangan pada Sambungan Las ............................... 202
13.3.3. Kekuatan Material Sambungan Las ......................... 209
13.3.4. Contoh Perhitungan Las .......................................... 209
13.4. Penutup (Soal Latihan) ........................................................ 210

BAB XIV PERANCANGAN POROS ................................................ 212


14.1. Definisi dan Klasifikasi Poros .............................................. 212
14.2. Gaya-Gaya yang Diterima Poros .......................................... 215
14.3. Konsentrasi Tegangan pada Poros........................................ 220
14.4. Perancangan Tegangan Poros .............................................. 222

ix
14.5. Ukuran Dasar untuk Poros ................................................... 225
14.6. Penutup (Soal Latihan)......................................................... 225
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 226

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Kriteria perancangan


Meskipun kriteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak,
namun semuanya tertuju pada kriteria berikut ini:
1. Function (fungsi/pemakaian)
2. Safety (keamanan)
3. Reliability (dapat dihandalkan)
4. Cost (biaya)
5. Manufacturability (dapat diproduksi)
6. Marketability (dapat dipasarkan)
Kriteria, pertimbangan dan prosedur tambahan yang dimasukkan
dalam program secara khusus masalah keamanan produk, kegagalan
pemakaian suatu produk. Beberapa pertimbangan dan prosedur penting itu
adalah:
1. Pengembangan dan penggunaan suatu system rancang ulang secara
khusus menegaskan analisa kegagalan, mempertimbangkan
keamanan, dan memenuhi standar dan pemerintahan.
2. Pengembangan daftar ragam operasi dan pemeriksaan penggunaan
produk dalam setiap mode/ragam.
3. Identifikasi lingkungan pemakaian produk, termasuk memperkirakan
pemakaian, menduga penyalahgunaan, dan fungsi yang diharapkan.
4. Penggunaan teori desain spesifik yang menegaskan kegagalan atau
analisa kegagalan pemakaian dan mempertimbangkan keamanan
dalam setiap ragam operasi.

1.2. Prosedur Umum dalam Perancangan mesin


Dalam perancangan komponen mesin di sini tidak ada aturan yang baku.
Masalah perancangan mungkin bisa diselesaikan dengan banyak cara. Jadi,

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 1


prosedur umum untuk menyelesaikan masalah perancangan adalah sebagai
berikut:
1. Mengenali kebutuhan/tujuan . Pertama adalah membuat pernyataan
yang lengkap dari masalah perancangan, menunjukkan
kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang dirancang.
2. Mekanisme. Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang
mungkin.
3. Analisis gaya. Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan
energi yang ditransmisikan pada setiap bagian mesin.
4. Pemilihan material. Pilih material yang paling sesuai untuk setiap
bagian dari mesin.
5. Rancang elemen-elemen (ukuran dan tegangan). Tentukan bentuk dan
ukuran bagian mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi pada
elemen mesin dan tegangan yang diijinkan untuk material yang
digunakan.
6. Modifikasi. Mengubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman
produksi yang lalu. Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat
biaya produksi.
7. Gambar detail. Menggambar secara detail setiap komponen dan
perakitan mesin dengan spesifikasi lengkap untuk proses produksi.
8. Produksi. Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar
detail diproduksi di workshop.
Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat
pada Gambar 1.1 di bawah ini.

2 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 1.1 Diagram alir

1.3. Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin


Berikut adalah pertimbangan umum dalam perancangan sebuah komponen
mesin.
1. Jenis beban dan tegangan-tegangan yang bekerja pada komponen
mesin.
2. Gerak dari bagian-bagian atau kinematika dari mesin.
3. Pemilihan material.
4. Bentuk dan ukuran part.
5. Tahan gesekan dan pelumasan.
6. Segi ketepatan dan ekonomi.
7. Penggunaan standar part.
8. Keamanan operasi.
9. Fasilitas workshop (bengkel).
10. Jumlah mesin untuk produksi.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 3


11. Biaya Konstruksi.
12. Perakitan (assembling).

1.4. Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain


Pembatas desain disediakan oleh organisasi pemasaran dan manajemen
insinyur-insinyur termasuk standar, kode, dan peraturan-peraturan
pemerintah, baik dalam dan luar negeri.
Standar adalah didefinisikan sebagai kriteria, aturan, prinsip, atau
gambaran yang dipertimbangkan oleh seorang ahli, sebagai dasar
perbandingan atau keputusan atau sebagai model yang diakui.
Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu
negara atau aturan-aturan yang berhubungan dengan subyek yang
diberikan.
Peraturan pemerintah adalan peraturan-peraturan yang berkembang
sebagai hasil perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area
kegiatan. Contoh perarturan pemerintah Amerika adalah:
 ANSI : American National Standards Institute
 SAE : Society of Automotive Engineers
 ASTM : American Society for Testing and Materials
 AISI : American Iron and Steel Institute

4 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


BAB II
KONSEP DASAR PERANCANGAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi tentang perancangan, dasar-
dasar dan proses perancangan mekanis, keterampilan dalam perancangan,
fungsi dan syarat perancangan serta kriteria evaluasi.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menjelaskan konsep dasar dan tahapan perancangan mesin.

2.1. Definisi Perancangan


Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisis,
menilai memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik sistem fisik
maupun non fisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan
memanfaatkan informasi yang ada. Pengertian perancangan lainnya
menurut bin Ladjamudin (2005:39) “Perancangan adalah tahapan
perancangan (design) memiliki tujuan untuk mendesain sistembaru yang
dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi perusahaan yang
diperoleh dari pemilihan alternatif sistem yang terbaik”.
Sedangkan perancangan menurut Kusrini dkk (2007:79) “perancangan
adalah proses pengembangan spesifikasi sistem baru berdasarkan hasil
rekomendasi analisis sistem”. Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa perancangan adalah suatu proses untuk membuat
dan mendesain sistem yang baru.

2.2. Dasar-dasar Perancangan Industri


Perancangan elemen-elemen mesin merupakan bagian penting dari bidang
perancangan industri yang lebih besar dan lebih umum. Perancang dan
engineer perancangan menciptakan peralatan atau sistem untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan khusus. Peralatan mekanis biasanya meliputi
komponen-komponen penggerak yang menggerakkan daya dan melakukan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 5


pola-pola khusus, sistem mekanis terdiri atas beberapa peralatan mekanis.
Oleh karena itu, untuk merancang alat dan sistem mekanis, kita harus
mampu merancang elemen mesin tunggal yang membentuk sistem dan
mampu juga menggabungkan beberapa komponen dan peralatan menjadi
satu sistem yang selaras dan kuat, yang akan memenuhi kebutuhan
konsumen.
Marilah kita perhatikan bidang-bidang berikut ini dimana produk-produk
mekanis yang telah dirancang dan dihasilkan.
a) Produk konsumen; peralatan rumah tangga (alat pembuka kaleng,
pengolah makanan, mixer, pemanggang, vacuum cleaner, pencuci
pakaian), pemotong rumput, gergaji rantai, pembuka pintu garasi,
sistem AC dan lain sebagainya.

Gambar 1.1 Gergaji mesin dengan bor

b) Sistem manufaktur; alat-alat penahan bahan, konveyor, Derek, alat


transfer, robot-robot industry, peralatan mesin, sistem perakitan
otomatis, sistem pengolahan untuk tujuan khusus, forklift truck, dan
peralatan pengemasan.

6 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 2.2 Sistem konveyor rantai

c) Peralatan pertanian; traktor, alat pemanen (untuk jagung, gandum,


tomat, kapas, dan buah-buahan), penggrauk, pengepak rumput, bajak,
penggaruk cakram, dan mesin penyiang.

Gambar 2.3 Traktor pertanian

d) Peralatan transportasi; mobil truk, dan bus dengan berbagai


peralatan mekanisnya seperti pengatur pintu dan jendela, mekanisme
kipas kaca mobil, sistem kemudi, sistem rem dan kopling, transmisi,
pengatur kursi dan sistem lainnya, peralatan pesawat meliputi roda
gigi pendaratan, penggerak sayap dan kemudi, mekanisme sandaran
kursi, dan komponen struktur pesawat lainnya.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 7


Gambar 2.4 Mekanisme penggerak pintu pesawat

e) Kapal; kerekan untuk menebarkan sauh, Derek untuk penanganan


kargo, pemutar antenna radar, roda gigi kemudi, poros dan roda gigi
penggerak, dan sistem sensor dan kendali.
f) Sistem ruang angkasa; Sistem satelit, kumparan dan stasiun ruang
angkasa, sistem peluncur, sistem mekanis lainnya sepertti peralatan
untuk pengedaran antenna, lubang palka, sistem dok, alat pengendali
getaran, alat penahan kargo, alat penempatan instrumen, penggerak
dan sistem pendorong.

2.3. Proses Perancangan Industri


Tujuan akhir dari perancangan industri adalah untuk menghasilkan produk
yang bermanfaat yang memenuhi keinginan konsumen dengan
pembuatannya yang cukup aman, efisien, andal, ekonomis, dan praktis.
Dalam proses merancang suatu produk, maka perlu dipikirkan bahwa
“Siapa konsumen yang berkepentingan dengan produk atau system yang
akan dirancang?”. Oleh karenanya kita dapat memperhatikan skenario
berikut:
1) Ketika sedang merancang alat pembuka kaleng untuk konsumsi
rumah tangga. Konsumen akhirnya adalah orang yang akan membeli
pembuka kaleng dan menggunakannya di dapur rumahnya.
Konsumen lain mungkin meliputi perancang kemasan untuk alat

8 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


pembuka, staf pabrik yang harus membuat alat pembuka secara
ekonomis, dan personil yang melayani perbaikan unit tersebut.

Gambar 2.5 Alat pembuka kaleng

2) Ketika sedang merancang sebuah mesin produksi untuk proses


manufaktur. Konsumennya meliputi engineer manufaktur yang
bertanggung jawab atas proses produksi, operator mesin, staf yang
merakit mesin, dan personil perawatan yang harus memperbaiki
mesin sehingga dapat beroperasi dengan baik.

Gambar 2.6 Mesin produksi

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 9


3) Ketika sedang merancang sistem daya untuk membuka sebuah
pintu besar pada pesawat terbang. Konsumennya meliputi orang
yang bertugas menoperasikan pintu dalam layanan normal atau dalam
keadaan darurat, orang yang harus melewati pintu selama digunakan,
personil yang membuat alat pembuka, perakit, perancang struktur
pesawat yang akan mengakomodasikan beban yang dihasilkan oleh
alat pembuka selama penerbangan dan selama pengoperasian, teknisi
yang memelihara sistem, dan perancang interior yang harus
melindungi alat pembuka selama pengoperasian sementara
mengizinkan akses untuk instalasi dan perawatan.

Gambar 2.7 Pintu pesawat terbang

Kita diharapkan mampu mengetahui keinginan dan harapan dari


semua konsumen sebelum memulai membuat rancangan. Bidang
pemasaran sering dimanfaatkan untuk menyusun definisi harapan dari
konsumen, tetapi perancang mungkin akan bekerja dengan mereka sebagai
bagian dari tim pengembangan produk. Dalam menentukan keinginan
konsumen dapat digunakan berbagai metode. Metode yang paling popular
yang dimaksudkan adalah Quality Function Deployment (QFD), dimana
metode ini meliputi untuk menilai semua ciri-ciri dan penampilan yang
diinginkan konsumen dan kemudian menilai tingkat kepentingan dari
faktor-faktor tersebut. Proses QFD akan menghasilkan seperangkat rincian
mengenai fungsi dan syarat perancangan untuk produk tersebut.

10 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah proses perancangan dapat
berfungsi sesuai dengan semua fungsi agar menghasilkan produk yang
memuaskan konsumen dan untuk memelihara produk tersebut selama
umur pakainya. Juga penting untuk mempertimbangkan produk yang
dibuang setelah melewati masa pemakaiannya. Total dari semua fungsi
tersebut akan mempengaruhi produk, ini biasanya disebut Product
Realization Process (PRP). Terdapat beberapa faktor yang termasuk dalam
PRP, yaitu:
 Pemasaran sebagai fungsi untuk menilai keinginan konsumen
 Penelitian sebagai penentuan teknologi yang dapat digunakan dalam
produk
 Ketersedian bahan dan komponen-komponen dalam menghasilkan
produk
 Perancangan dan pengembangan produk
 Pengujian performansi produk
 Dokumentasi perancangan
 Hubungan penjual dan fungsi-fungsi pembeli
 Keterampilan tenaga kerja
 Ketersediaan fasilitas dan bangunan fisik
 Ketersediaan modal keuangan
 Kemampuan sistem manufaktur
 Perencanaan dan kendali sistem produk
 Sistem pendukung produksi dan personilnya
 Persyaratan sistem standar kualitas
 Operasi dan pemeliharaan bangunan fisik
 Sistem distribusi dan jadwal waktu
 Persyaratan hukum
 Masalah pencemaran lingkungan selama proses pembuatan, operasi
dan limbah dari produk.
Pertimbangan mengenai perancangan produk dan perancangan proses
manufaktur secara bersama-sama sering disebut concurrent engineering.
Perhatikan bahwa proses ini merupakan awal dari daftar yang lebih luas
yang diberikan sebelumnya untuk proses realisasi produk (PRP).

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 11


2.4. Keterampilan yang Dibutuhkan dalam Perancangan
Seorang engineer produk dan perancangan industri menggunakan
berbagai jenis keterampilan dan kemampuan keilmuannya dalam pekerjaan
sehari-hari mereka, meliputi hal-hal berikut:
1) Pembuatan sketsa, gambar teknis, dan perancangan dengan computer
2) Sifat-sifat bahan, pemrosesan bahan, dan proses pembuatan
3) Aplikasi ilmu kimia seperti perlindungan karat, pemberian lapisan
(coating) dan pengecatan
4) Statika, dinamika, kekuatan bahan, kinematika dan mekanismenya
5) Keterampilan komunikasi lisan, mendengarkan, menulis teknis dan
kecakapan kerja tim
6) Mekanika fluida, termodinamika, dan perpindahan panas
7) Daya fluida, dasar-dasar fenomena listrik, dan kendali industri
8) Perancangan eksperimen dan pengujian unjuk kerja bahan dan sistem
mekanis
9) Kreativitas, pemecahan masalah, dan manajemen proyek
10) Analisis tegangan
11) Pengetahuan khusus mengenai perilaku dari elemen-elemen mesin
seperti roda gigi, transmisi sabuk, transmisi rantai, porors, bantalan,
pasak, kopling tetap, pegas, sambungan dengan baut, paku keling,
pengelasan, motor listrik, alat-alat gerak lurus, kopling tidak tetap,
dan rem.

2.5. Fungsi, Syarat perancangan, dan Kriteria Evaluasi


Pada bagian ini diperlukan penekanan tentang pentingnya pengenalan
kebutuhan dan harapan konsumen secara seksama sebelum memulai
perancangan peralatan industri. Oleh karena itu, kita perlu merumuskannya
dengan memberikan penjelasan secara lengkap mengenai fungsi, syarat
perancangan, dan kriteria evaluasi.
a. Fungsi menyatakan apa yang harus dilakukan oleh sebuah peralatan
dengan menggunakan pernyataan umum yang menggunakan kata aksi
seperti: untuk menyangga suatu beban, untuk mengangkat peti kayu,

12 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


atau untuk mentransmisikan daya. Contoh-contoh dari daftar fungsi
dari penurunan kecepatan:
o Untuk menerima daya dari mesin traktor melalui poros yang
berputar
o Untuk mengirimkan daya melalui elemen-elemen mesin dengan
mengurangi kecepatan putaran pada nilai yang diinginkan
o Untuk mengirimkan daya pada kecepatan yang lebih rendah ke
poros keluaran yang menggerakkan roda-roda traktor.
b. Syarat perancangan adalah pernyataan terperinci yang biasanya
bersifat kuantitatif mengenai tingkat unjuk kerja yang diinginkan,
kondisi lingkungan dimana peralatan dapat beroperasi, terbatasnya
ruang atau berat, atau bahan-bahan dan komponen yang tersedia yang
dapat dimanfaatkan. Contoh dari fungsi dapat dibuatkan syarat
perancangan yang dinyatakan dengan contoh berikut:
o Penurun kecepatan harus mentransmisikan daya sebesar 15 HP
o Input berasal dari mesin bensin dua silinder dengan kecepatan
putaran 2000 rpm
o Efisiensi mekanis yang diperlukan adalah lebih besar dari 95%
o Poros input dan output yang sejajar
o Penurunan kecepatan dipasang pada rangka baja yang kuat dari
traktor
o Traktor diharapkan beroperasi selama 8 jam per hari, 5 hari per
minggu, dengan rancangan 10 tahun
o Banyak produksi adalah 10.000 unit per tahun
o Semua standar keamanan dari pemerintah dan industri harus
terpenuhi.
c. Kriteria evaluasi adalah pernyataan tentang kualitatif yang
diharapkan dari perancangan yang membantu perancang dalam
menentukan alternatif perancangan yang terbaik berupa perancangan
yang memperbesar manfaat dan meminimalkan kerugian. Contoh-
contohnya berikut ini:
o Keamanan dan unjuk kerja
o Kemudahan dalam pembuatan dan operasi
o Kemudahan perbaikan dan penggantian komponen

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 13


o Biaya awal, pengoperasian dan perawatan yang murah
o Ukuran yang kecill dan berat yang rendah
o Kebisingan dan getaran yang rendah serta operasi yang halus
atau lancar
o Penggunaan bahan yang siap sedia dan komponen yang siap beli
o Penampilan yang menarik dan tepat untuk aplikasi.
o Kebanyakan perancangan dilakukan melalui satu siklus kegiatan
seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.8.

2.6. Sistem Satuan


Sistem satuan yang akan digunakan dalam perancangan adalah Sistem
Internasional (SI) dengan penggunaan satuan metrik seperti dalam Tabel
2.1. Awalan yang dipakai pada satuan-satuan dasar menunjukkan aturan
besaran seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 2.2.

14 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Mengenali kebutuhan
konsumen

Mendefinisikan fungsi-fungsi alat

Menentukan spesifikasi
Menyatakan syarat
perancangan

Mendefinisikan kriteria evaluasi

Mengusulkan beberapa konsep


perancangan alternatif

Membuat konsep
Mengevaluasi setiap alternatif perancangan
yang diusulkan

Menilai setiap alternatif


terhadap setiap kriteria evaluasi
Pembuatan keputusan

Memilih konsep perancangan yang


optimal

Perancangan terperinci
Menyelesaikan perancangan
terperinci dari konsep yang terpilih

Gambar 2.8 Langkah-langkah dalam proses perancangan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 15


Tabel 2.1 Satuan-satuan yang digunakan dalam perancangan mesin
Besaran Satuan SI Satuan Lainnya
Panjang atau jarak Meter (m) Inci (in)
Millimeter (mm) Kaki (ft)
Luas Meter persegi (m2) atau mm2 Inci persegi (in2)
Gaya Newton (N) Pound (lb)
(1 N = 1 kg.m/s) Kip (K) (1000 lb)
Massa Kilogram (kg) Slug (lb.s2/ft)
Waktu Detik (s) Detik (s)
Sudut Radian (rad) atau derajat (o) Derajat (o)
Suhu Derajat Celcius (oC) Derajat Farenheit (oF)
Torsi atau momen Newton meter (Nm) Pound-in (lb.in) atau (lb.ft)
Energy atau kerja Joule (J) Pound-inci (lb.in)
(1 J = 1 N.m)
Daya Watt (W) atak (kW) Daya kuda (hp)
(1 W = 1 J/s = 1 N/s) (1 hp = 550 lb.ft/s)
Tegangan, tekanan atau Pascal (Pa) = 1 N/m2) lb/in2 atau psi
modulus elastik Kilopascal (kPa) = 103 Pa K/in2 atau ksi
Megapascal (MPa) = 106 Pa
Gigapascal (GPa) = 109 Pa
Modulus penampang Meter kubik (m3) atau (mm3) Inci kubik (in3)
Momen kelembaman Meter pangkat 4(m4) atau (mm4) Inci pangkat 4 (in4)
Kecepatan reaksi Radian per detik (rad/s) Putaran/menit (rpm)

Tabel 2.2 Awalan-awalan yang digunakan dengan satuan SI


Awalan Simbol SI Faktor
Mikro- µ 10-6 = 0,000 001
Milli- m 10-3 = 0,001
Kilo- k 103 = 1000
Mega- M 106 = 1000 000
Giga- G 109 = 1000 000 000

Satuan berat, gaya dan massa perlu diperjelas untuk mengetahui


perbedaan dengan coba menjawab pertanyaan: “Berapakah berat 75 kg
baja? Maka perlu dijawab dengan mengetahui hubungan antara gaya dan
massa dari fisika berikut:

F=ma atau w=mg

16 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Dimana: F adalah gaya, m adalah massa, a adalah percepatan, w adalah
berat, dan g adalah percepatan gravitasi. Kita akan
menggunakan g = 9,81 m/s2 atau 32,2 ft/s2. Kemudian untuk
menghitung berat,
w = m g = 75 kg x 9.81 m/s2 = 736 kg . m/s2 = 736 N
Maka dapat dikatakan bahwa massa 75 kg memiliki berat 736 N.

2.7. Penutup (Soal Latihan)


1. Apakah yang dimaksud dengan perancangan mekanis?
2. Bagaimana syarat dan kriteria sebuah perancangan yang tepat?
3. Berapakah daya dalam kilowatt untuk 15 HP?

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 17


BAB III
DASAR-DASAR PEMBEBANAN

Dasar pembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya)


aksial, gaya geser murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan
tegangan pada elemen mesin, dan juga deformasi, artinya perubahan
bentuk. Di sini hanya ada 2 jenis tegangan yaitu: normal dan geser. Gaya
aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni,
menghasilkan tegangan geser, dan bending menghasilkan tegangan normal
dan geser.

3.1. Gaya aksial


Balok pada Gambar 3.1 dibebani tarik sepanjang axis oleh gaya P pada
tiap ujungnya. Balok ini mempunyai penampang yang seragam (uniform),
dan luas penampang A yang konstan.

Gambar 3.1 : Gaya aksial pada balok

Tegangan. Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis


balok, menghasilkan tegangan normal tarik ζ sebesar:
(3-1)

Contoh 1:
Tentukan tegangan normal pada sebuah balok persegi dengan sisi a
= 5cm ditarik dengan gaya P = 55 kN.
Penyelesaian :
P = 55 kN = 55.000 N a = 5cm = 0,05m
Menghitung luas penampang balok A = a2 = (0,05m)2 = 0,00025 m2.
Menghitung tegangan normal dalam balok ζ :

18 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


= 22 x 106 N/m2 = 22 MPa.
Contoh 2:
Hitung luas penampang minimum (Amin) yang dibutuhkan untuk
balok yang dibebani tarik secara aksial oleh gaya P = 45 kN agar tidak
melebihi tegangan normal maksimum σ max = 250 MPa.
Penyelesaian :
Mulai dengan Persamaan (3.1) dengan tegangan normal adalah maksimum
σmax dan area A adalah minimum untuk memberikan:

= = 0.00018 m2

Contoh 3:
Sambungan rantai besi cor seperti Gambar 3.2 di bawah ini dipakai
untuk mentransmisikan beban tarik yang tetap sebesar 45 kN. Tentukan
tegangan tarik yang terjadi dalam material rantai pada potongan A-A dan
B-B.

Gambar 3.2 Seluruh dimensi dalam mm

Penyelesaian:
Diketahui : P = 45 kN = 45.103 N
Tegangan tarik ζt1 yang terjadi penampang A-A adalah:
A1 = 20.45 = 900 mm2.
ζt1 = P/A1 = 45.103 N/900 mm2 = 50 N/mm2 = 50 MPa
Tegangan tarik ζt2 yang terjadi penampang B-B adalah:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 19


A2 = 20.(75-40) = 700 mm2.
ζt2 = P/A2 = 45.102 N/700 mm2 = 64,3 N/mm2 = 64,3 MPa.

Regangan
Gaya aksial pada Gambar 3.1 juga menghasilkan regangan aksial ε:
= (3-2)
dengan δ adalah pertambahan panjang (deformasi) dan L adalah panjang
balok.

Contoh 4:
Hitung regangan ε untuk pertambahan panjang δ = 0,038cm dan panjang
balok L = 1,9 m.
Penyelesaian :
Menghitung regangan :
=
= 0,0002

Diagram tegangan-regangan
Jika tegangan ζ diplotkan berlawanan dengan regangan ε untuk balok
yang dibebani secara aksial, diagram tegangan-regangan untuk material
ulet dapat dilihat pada Gambar 3.3, dengan A adalah batas proporsional, B
batas elastis, D kekuatan ultimate (maksimum), dan F titik patah.

Gambar 3.3 : Diagram tegangan-regangan untuk material ulet

20 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Diagram tegangan-regangan adalah linier sampai batas proporsional,
dan mempunyai slope (kemiringan) E dinamakan modulus elstisitas.
Dalam daerah ini persamaan garis lurus sampai batas proporsional
dinamakan hukum Hooke’s, dan diberikan oleh Persamaan (3.3):
σ=Eε (3-3)

3.2. Geser murni


Sambungan balok dengan paku keling tunggal seperti pada
Gambar 2.3 di bawah ini:

Gambar 3.3 : Gaya geser murni

Tegangan.
Jika keling dipotong pada bagian tengah sambungan untuk
mendapatkan luas penampang A dari keling, kemudian menghasilkan
diagram benda bebas pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4: Diagram benda bebas

Gaya geser V memberikan aksi pada bagian penampang keling dan


oleh keseimbangan statis sama dengan besarnya gaya P. Tegangan geser η
dalam keling adalah:
(3-4)
Satuan tegangan geser sama dengan tegangan normal, yaitu pound
per square inch (psi) dan N/m2 atau Pascal (Pa). Andaikata dua
sambungan keling ditarik secara bersamaan seperti di bawah ini:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 21


Gambar 3.5: Dua sambungan keling (tampak atas)

Jika kedua keling dipotong bagian tengah sambungan untuk


mendapatkan luas penampang A dari keling, kemudian menghasilkan
diagram benda bebas pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6: Diagram benda bebas

Tegangan geser η dalam keling adalah:

Jumlah paku keling bertambah, maka tegangan geser setiap keling


menjadi berkurang.

Contoh 5:
Tentukan tegangan geser η dalam salah satu dari empat sambungan
keling jika diketahui P = 45 kN dan diameter D = 0,6 cm.
Penyelesaian :
Diketahui: P = 45kN = 45.000N
D = 0,6 cm = 0,006 m
Menghitung penampang setiap keling A:
A = πD2/4
= 3,14.(0,006m)2/4
= 0,00003 m2.

22 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Di sini 4 keling harus menahan gaya P, gaya geser V untuk tiap
keling adalah:
4V = P
V = P/4 = 45.000N/4 = 11.250N
Menghitung tegangan geser tiap keling adalah:
 = V/Akeling = 11.250 N / 0,00003 m2
= 375.000.000 = N/m2 = 375MPa

3.3. Working Stress (tegangan kerja)


Ketika perancangan elemen mesin, tegangan yang terjadi harus lebih
rendah dari pada tegangan ultimate atau maksimum. Tegangan yang terjadi
ini dinamakan working stress atau design stress. Atau dinamakan juga
tegangan yang dijinkan.
Catatan: Kegagalan desain tidak berarti bahwa material mengalami
patah. Beberapa elemen mesin dikatakan gagal ketika mereka
mengalami deformasi plastis, dan mereka tidak bisa melakukan fungsi
mereka dengan memuaskan.

3.4. Faktor Keamanan (N)


Definisi umum faktor keamanan adalah rasio antara tegangan maksimum
(maximum stress) dengan tegangan kerja (working stress), secara
matematis ditulis:

Untuk material yang ulet seperti baja karbon rendah, faktor


keamanan didasarkan pada yield point stress (tegangan titik luluh);

Untuk material yang getas seperti besi cor, faktor keamanan


didasarkan pada ultimate stress (kekuatan tarik);

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 23


Hubungan ini bisa juga digunakan untuk material yang ulet. Catatan :
rumus di atas untuk faktor keamanan pada beban statis.

3.5. Penutup (Soal Latihan)

1. Dua batang bundar berdiameter 50mm dihubungkan oleh pin, seperti


pada Gambar 2.7, diameter pin 40 mm. Jika sebuah tarikan 120 kN
diberikan pada setiap ujung batang, tentukan tegangan tarik dalam
batang dan tegangan geser dalam pin.

Gambar 3.7

2. Diameter piston mesin uap adalah 300mm dan tekanan uap


maksimum adalah 0,7 N/mm2. Jika tegangan tekan yang diijinkan
untuk material batang piston adalah 40 N/mm2, tentukan ukuran
batang piston.
3. Batang balok persegi 20mm x 20mm membawa sebuah beban.
Batang tersebut dihubungkan ke sebuat bracket dengan 6 baut.
Hitung diameter baut jika tegangan maksimum dalam batang balok
adalah 150 N/mm2 dan dalam baut 75 N/mm2.

24 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


BAB IV
TEGANGAN BENDING DAN TORSI

Kadang-kadang elemen mesin menerima torsi murni atau bending


murni, atau kombinasi tegangan bending dan torsi. Kita akan membahas
secara detail mengenai tegangan ini pada halaman berikut ini.

4.1. Tegangan Geser Torsi


Ketika bagian mesin menerima aksi dua kopel yang sama dan berlawanan
dalam bidang yang sejajar (atau momen torsi), kemudian bagian mesin ini
dikatakan menerima torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi
dinamakan tegangan geser torsi. Tegangan geser torsi adalah nol pada
pusat poros dan maksimum pada permukaan luar.
Perhatikan sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya dan
menerima torsi pada ujung yang lain seperti pada Gambar 4.1. Akibat torsi,
setiap bagian yang terpotong menerima tegangan geser torsi. Kita akan
membahas tegangan geser torsi adalah nol pada pusat poros dan
maksimum pada permukaan luar. Tegangan geser torsi maksimum pada
permukaan luar poros dengan rumus sebagai berikut
(4-1)

Gambar 4.1 Tegangan geser torsi

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 25


Dengan η = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau
Tegangan geser maksimum.
r = Radius poros,
T = Momen puntir atau torsi,
J = Momen inersia polar,
C = Modulus kekakuan untuk material poros,
l = Panjang poros,
θ = Sudut puntir dalam radian sepanjang l.

Catatan:
1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:

2. Dari persamaan (4.1) diperoleh

Untuk poros pejal berdiameter d, momen inersia polar J adalah:

Untuk poros berlubang dengan diameter luar do dan diameter


dalam di, momen inersia polar J adalah:
[( ) ( ) ]
( ) ( )
[( ) ( ) ] * +
( ) ( )

3. Istilah (C.J) dinamakan kekakuan torsi (torsional rigidity) dari poros.


4. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh
poros. Jadi desain sebuah poros untuk kekuatan, persamaan diatas
bisa digunakan. Daya yang ditransmisikan oleh poros (dalam watt)
adalah :

26 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Dengan T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan ω = kecepatan
sudut dalam rad/s.

Contoh 1:
Sebuah poros mentransmisikan daya 100 kW pada putaran 160 rpm.
Tentukan diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan
melebihi rata-rata 25%. Ambil tegangan geser maksimum yang diijinkan
adalah 70 Mpa.
Penyelesaian:
P = 100 kW = 100.103 W;
N = 160 rpm;
Tmax = 1,25.Trata ;
2
η = 70 MPa = 70 N/mm ,
Daya yang ditransmisikan P adalah:

Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax adalah:

Diameter poros d ketika torsi maksimum adalah

Contoh 2:
Poros baja berdiameter 35 mm dan panjang 1,2 m dijepit pada
satu ujungnya oleh hand wheel berdiameter 500mm dikunci pada ujung
yang lain. Modulus kekakuan dari baja adalah 80 GPa.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 27


1. Berapa beban yang dipakai untuk menahan piringan roda yang
menghasilkan tegangan geser torsi 60 MPa?
2. Berapa derajat roda memuntir ketika beban dipakai?

Penyelesaian:
D = 35 mm atau r = 17,5 mm; untuk poros
L = 1,2 m = 1200 mm;
D = 500 mm atau R = 250 mm; untuk roda.
3
C = 80 GPa = 80 kN/mm2 = 80.10 N/mm2; η = 60 MPa = 60 N/mm2.

1. Beban yang dipakai untuk menahan piringan roda (W).


Torsi yang dipakai untuk hand wheel (T),
T = W.R = W.250 = 250 W N-mm
Momen inersia polar poros J adalah:

Kita mengetahui bahwa:

W = 2020 N
2. Berapa derajat θ roda memuntir ketika beban W = 2020 N dipakai.
Kita mengetahui bahwa:

Contoh 3:
Sebuah poros mentransmisikan daya 97,5 kW pada 180 rpm. Jika
tegangan geser yang diijinkan pada material adalah 60 MPa, tentukan
diameter yang sesuai untuk poros. Poros tidak boleh memuntir lebih dari 1o
pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 97,5 kW; N = 180 rpm; η = 60 MPa 60 N/mm2;

28 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


θ = 1o = π/180 = 0,0174 rad; l = 3 m = 3000 mm;
C = 80 GPa = 80.109 N/m2 = 80.103 N/mm2.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan oleh poros dalam Nm, dan d
= diameter dalam mm. Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan
oleh poros (P),

T = 97,5.103/18,852 = 5172 Nm = 5172.103 Nmm.


Kita dapat menentukan diameter poros berdasarkan pada kekuatan
dan kekakuan.
1. Pertimbangan kekuatan poros
Kita mengetahui bahwa torsi yang ditransmisikan (T),
3 3 3 3
5172.10 Nmm = π/16 . η.d = π/16 . 60.d = 11,78.d
d3 = 5172.103/11,78 = 439.103
d = 76 mm

2. Pertimbangan kekakuan poros


Momen inersia polar dari poros,
J = π/32 .d4 = 0,0982.d4
Kita mengetahui bahwa :

Ambil yang lebih besar dari dua nilai di atas, kita akan
peroleh d = 103 mm dibulatkan menjadi 105 mm.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 29


4.2. Tegangan Bending dalam Balok Lurus
Dalam praktik keteknikan, bagian-bagian mesin dari batang struktur yang
mengalami beban statis atau dinamis yang selain menyebabkan tegangan
bending pada bagian penampang juga ada tipe tegangan lain seperti
tegangan tarik, tekan dan geser. Balok lurus yang mengalami momen
bending M seperti pada Gambar 4.2 di bawah ini:

Gambar 4.2: Tegangan bending pada balok lurus.

Ketika balok menerima momen bending, bagian atas balok akan


memendek akibat kompresi dan bagian bawah akan memanjang akibat
tarikan. Ada permukaan yang antara bagian atas dan bagian bawah yang
tidak memendek dan tidak memanjang, permukaan itu dinamakan
permukaan netral. Titik potong permukaan netral dengansembarang
penampang balok dinamakan sumbu netral. Distribusi tegangan dari
balok ditunjukkan dalam Gambar 4.2. Persamaan bending adalah :

Yang mana, M = aksi momen bending pada bagian yang diberikan,


ζ = tengan bending,
I = Momen inersia dari penampang terhadap sumbu
netral,
y = Jarak dari sumbu netral ke arsiran,
E = Modulus elastisitas material balok,
R = Radius kelengkungan balok.

30 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Dari persamaan di atas, rumus tegangan bending adalah:

Karena E dan R adalah konstan, oleh karena itu dalam batas elastis,
tegangan pada sembarang titik adalah berbanding lurus terhadap y, yaitu
jarak titik ke sumbu netral. Juga dari persamaan di atas, tegangan bending
adalah:

Rasio I/y diketahui sebagai modulus penampang (section modulus)


dan dinotasikan Z.

Contoh 4:
Sebuah poros pompa ditunjukkan pada Gambar 4.3. Gaya-gaya
diberikan sebesar 25 kN dan 35 kN pusatkan pada 150mm dan 200mm
berturut-turut dari kiri dan kanan bantalan. Tentukan diameter poros, jika
tegangan tidak boleh melebihi 100 Mpa.

Gambar 4.3

Penyelesaian:
Diketahui: ζb = 100 MPa = 100 N/mm3
RA dan RB = Reaksi pada A dan B.
Momen pada A adalah:
RB.950 = (35.750) + (25.150) = 30.000

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 31


RB = 30.000/950 = 31,58 kN = 31,58.103 N
Dan RA = (25 + 35) – 31,58 = 28,42 kN = 28,42.103 N
Momen bending pada C adalah:
= RA. 150 = 28,42.103 = 4,263.106 Nmm.

Dan bending pada D = RB.200 = 31,58.103.200 = 6,316.106 Nmm


Kita melihat bahwa momen bending maksimum adalah pada D, oleh
karena itu momen bending maksimum, M = 6,316.106 Nmm.
Sedangkan d = diameter poros, dan section modulus, Z adalah
= 0,0982.d3

Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),


100 = M/Z
100 = 6,316.106/(0,0982.d3) = 64,32.106/d3
d3 = 64,32.106/100 = 643,2.103
d = 86,3 mm ≈90 mm.

Contoh 5:
Sebuah poros roda panjangnya 1 meter mendukung bantalan pada
ujungnya dan pada bagian tengahnya menahan beban fly wheel sebesar 30
kN. Jika tegangan (bending) tidak boleh melebihi 60 MPa, tentukan
diameter poros tersebut. Poros roda ditunjukkan Gambar 4.4.

Gambar 4.4

32 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Penyelesaian:
Diketahui: L = 1 m = 1000 mm; W = 30 kN = 30.103 N; ζb = 60 MPa
= 60 N/mm2. Misalkan d = Diameter poros dalam mm.
Section modulus,

Momen bending pada pusat poros,

Kita mengetahui tegangan bending (ζb)

d3 = 76,4.106/60 = 1,27.106
d = 108,3 mm ≈ 110 mm

Contoh 6:
Sebuah balok berpenampang persegi pada salah satu ujungnya dijepit
dan menahan sebuah motor listrik dengan berat 400 N pada jarak 300 mm
dari ujung jepit. Tegangan bending maksimum pada balok adalah 40 MPa.
Tentukan lebar dan tebal balok jika tebalnya adalah dua kali lebar. Balok
ditunjukkan Gambar 4.5.

Gambar 4.5

Penyelesaian:
Diketahui: W = 400 N; L = 300 mm; ζb = 40 MPa = 40 N/mm2; h = 2.b
Misalkan b = Lebar balok dalam mm, dan
h = Tebal balok dalam mm. Section modulus,

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 33


( )

Momen bending maksimum (pada ujung jepit),


M = W.L = 400.300 = 120.103 Nm.
Kita mengetahui tegangan bending (ζb)

b3 = 180.103/40 = 4,5.103
b = 16,5 mm
h = 2.b = 2 x 16,5 = 33 mm.

Contoh 7:
Sebuah puli besi cor mentransmisikan daya 10 kW pada 400
rpm. Diameter puli adalah 1,2 meter dan mempunyai 4 lengan lurus
berbentuk elips, dimana poros mayor adalah dua kali poros minor.
Tentukan dimensi dari lengan (arm) jika tegangan bending adalah 15
MPa.
Penyelesaian:
Diketahui:
P = 10 kW = 10.103 W; N = 400 rpm; D = 1,2 m = 1200 mm atau
R = 600 mm; ζb = 15 MPa = 15 N/mm2.

Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan puli.

Gambar 4.6

34 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh puli (P),
10.103 = = 42 T
T = 10.10 /42 = 238 Nm = 238.103 Nmm.
3

Karena torsi adalah produk dari beban tangensial dan radius puli, oleh
karena itu beban tangensial pada puli adalah:

Karena puli mempunyai empat lengan, karena itu beban tangensial setiap
lengan,
W = 396,7/4 = 99,2 N
Dan momen bending maksimum pada lengan, M = W.R = 99,2.600 =
59520 Nmm
Misalkan 2b = poros minor dalam mm, dan 2a = poros mayor dalam mm =
2. 2b = 4b
Section modulus untuk penampang elips,
Z = /4 . a2. b = /4 . (2b)2 . b =  b3 mm3
Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),
15 =
b3 = 18943/15 = 1263
b = 10,8 mm
Poros minor, 2b = 2 x 10,8 = 21,6 mm
Poros mayor, 2a = 4.b = 4 x 10,8 = 43,2 mm.

4.3. Penutup (Soal Latihan)


1. Sebuah poros baja diameter 50 mm dan panjang 500 mm dikenai
momen puntir 1100 N-m, total sudut punter 0,6o. Tentukan tegangan
geser maksimum yang terjadi pada poros dan modulus kekakuan.
2. Sebuah poros mentransmisikan daya 100 kW pada 180 rpm. Jika
tegangan yang diijinkan dalam material adalah 60 MPa, tentukan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 35


diameter dalam poros. Poros tidak boleh memuntir lebih dari 1o
pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
3. Desain diameter yang sesuai untuk sebuah poros bundar yang
diperlukan untuk mentransmisikan 90 kW pada 180 rpm. Tegangan
geser dalam poros tidak boleh melebihi 70 MPa dan torsi maksimum
melebihi rata-rata 40%. Juga tentukan sudut puntir pada panjang
poros 2 meter. Ambil C = 90 GPa.
4. Sebuah spindle seperti pada Gambar 4 .6, adalah elemen dari
rem industri dan dibebani sperti pada pada gambar. Setiap beban P
adalah sama dengan 4 kN dan diterapkan pada tengah titik
bantalannya. Tentukan diameter spindle, jika tegangan bending
maksimum adalah 120 MPa.

Gambar 4.6: Spindel

5. Sebuah puli besi cor mentransmisikan 20 kW pada 300 rpm. Diameter


puli 550 mm dan mempunyai empat lengan lurus berpenampang elips
yang mana poros mayor adalah 2 kali poros minor. Tentukan dimensi
lengan, jika tegangan bending yang diijinkan adalah 15 Mpa

36 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


BAB V
SAMBUNGAN KELING

5.1. Pendahuluan
Keling (rivet) adalah sebuah batang silinder pendek dengan kepala bulat.
Bagian silinder dari keling dinamakan shank atau body dan bagian bawah
dari shank adalah tail seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1. Keling
digunakan untuk membuat pengikat permanen antara plat-plat seperti
dalam pekerjaan struktur, jembatan, dinding tangki dan dinding ketel.
Sambungan keling secara luas digunakan untuk sambungan logam ringan.

Gambar 5.1: Bagian-bagian Keling

5.2. Metode Pengelingan


Fungsi keling dalam sebuah sambungan adalah untuk membuat sebuah
ikatan yang kuat dan ketat. Kekuatan biasanya untuk mencegah kegagalan
dari sambungan. Keketatan biasanya agar kuat dan mencegah kebocoran
seperti pada ketel.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 37


Gambar 5.2: Metode pengelingan

Ketika dua plat diikat bersamaan dengan sebuah keling seperti pada
Gambar 5.2(a), lubang dalam plat di-punching dan di-reaming. Punching
adalah metode paling murah dan digunakan untuk plat yang relatif tipis
pada suatu struktur. Drilling digunakan pada kebanyakan pekerjaan
pressure-vessel (tangki). Dalam pengelingan pressure-vessel dan struktur,
diameter lubang keling biasanya 1,5 mm lebih besar dari pada diameter
nominal keling.
Pengelingan bisa dikerjakan dengan manual atau dengan mesin.
Dalam pengelingan manual, original head dari keling ditahan dengan
sebuah hammer (palu) atau batang yang berat dan kemudian bagian tail
ditempat pada die (cetakan keling) yang dipukul oleh sebuah palu,
seperti Gambar 5.2 (a). Hal ini mengakibatkan shank mengembang hingga
memenuhi lubang dan tail berubah menjadi sebuah point seperti
ditunjukkan Gambar 5.2(b). Dalam pengelingan mesin, die adalah bagian
dari palu yang dioperasikan dengan tekanan udara, hidrolik atau uap.
Catatan:
1. Untuk keling baja sampai diameter 12 mm, proses keling dingin bisa
digunakan sementara untuk keling diameter lebih besar, proses
pengelingan panas yang digunakan.
2. Dalam kasus keling yang panjang, hanya tail yang dipanaskan dan
bukan shank.

38 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


5.3. Material Keling
Material keling harus tangguh dan ulet. Keling biasa dibuat dari baja (baja
karbon rendah atau baja nikel), kuningan, aluminium atau tembaga, tetapi
ketika kekuatan dan ketahanan terhadap kebocoran adalah pertimbangan
yang utama, maka keling baja yang digunakan.
Keling secara umum diproduksi dari baja yang memenuhi Indian
Standard (Standar India) berikut:
a) IS : 1148-1982 (ditetapkan 1992)-Spesifikasi untuk batang keling
pengerolan panas (diameter sampai 40 mm) untuk struktur,
b) IS : 1149-1982 (ditetapkan 1992) – Spesifikasi untuk batang keling
baja kekuatan tinggi untuk struktur.
Keling untuk ketel diproduksi dari material menurut IS : 1990-
1973 (ditetapkan 1992) – Spesifikasi untuk keling baja untuk ketel.
Catatan: Baja untuk konstruksi ketel yang sesuai adalah IS:2100-1970
(ditetapkan 1992)- Spesifikasi untuk batang dan billet baja untuk ketel.
Menurut Indian Standard, IS : 2998-1982 (ditetapkan 1992), material
sebuah keling harus mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari 40 N/mm2
dan perpanjangan lebih besar dari 26 persen. Keling ketika panas harus
lurus tanpa retak untuk diameter 2,5 kali diameter shank. Keling dibuat
dengan cold heading atau hot forging.

5.4. Tipe Kepala Keling


Kepala keling dikelompokkan ke dalam 3 jenis sesuai standar India:
1. Kepala keling secara umum (di bawah diameter 12 mm) sesuai
dengan IS : 2155-1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 5.3.
2. Kepala keling secara umum (diameter 12mm sampai 48mm)
sesuai dengan IS: 1929-1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 5.4.
3. Kepala keling untuk ketel (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai
dengan IS :1929-1961 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 5.5.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 39


Gambar 5.3: Kepala keling diameter dibawah 12mm

Gambar 5.4: Kepala keling (diameter 12mm sampai 48mm)

40 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 5.5: Kepala keling untuk ketel

5.5. Tipe Sambungan Keling


Ada dua tipe sambungan keling, tergantung pada pelat yang disambung,
yaitu:
1. Lap Joint (sambungan 2 lapis).
Lap joint adalah sambungan yang mana dua plat disambung bersama-
sama, seperti terlihat pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7.
2. Butt Joint (sambungan 3 lapis).
Butt Joint adalah sambungan yang mana plat utama ditutup oleh dua
plat lain. Plat penutup dikeling bersama-sama dengan plat utama,
seperti pada Gambar 5.8. Ada 2 jenis butt joint, yaitu:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 41


a. Single strap butt joint
b. Double strap butt joint.

Gambar 5.6: Sambungan Lap joint single dan double

Gambar 5.7: Sambungan Lap joint triple

42 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


a) Single riveted double strap b) Double riveted double strap butt
butt joint. joint

c) Double riveted double strap d) Double riveted double strap butt


butt joint joint
Gambar 5.8 Butt joint

5.6. Kegagalan Sambungan Keling


Sebuah sambungan keling bisa gagal dengan cara sebagai berikut:
a. Keretakan pada sudut plat. Keretakan ini dapat dihindari
dengan mencegah margin, m = 1,5.d, dimana d adalah diameter dari
lubang keling, seperti pada Gambar 5.9.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 43


b. Retak pada seluruh plat. Akibat tegangan tarik pada plat utama,
plat utama atau penutup plat bisa retak seluruhnya seperti pada
Gambar 5 .10. Dalam kasus ini, kita hanya membahas satu panjang
kisar (pitch) dari plat. Ketahanan yang diberikan oleh plat melawan
keretakan dinamakam ketahanan retak (tearing resistance) atau
kekuatan retak (tearing strength) atau nilai keretakan (tearing
value) dari plat.

(a) (b)
Gambar 5.10: Retak pada (a) sudut plat (b) seluruh plat

Misalkan p = Pitch dari keling,


d = Diameter dari lubang keling,
t = Ketebalan plat, dan
σt = Tegangan tarik yang diijinkan untuk material plat.
Kita mengetahui bahwa luas keling per panjang pitch adalah:
At = (p – d)t
Ketahanan retak (Pt) dari plat per panjang plat adalah:
Pt = At.σt = (p – d).σt

Ketika ketahanan retak Pt lebih besar dari pada beban yang


diterapkan (P) per panjang pitch, maka tipe ini tidak akan terjadi
keretakan.

44 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


c. Pergeseran keling. Plat yang dihubungkan dengan keling yang
mengalami tegangan tarik pada keling, dan jika keling tidak
sanggup menahan tegangan, maka keling akan bergeser seperti pada
Gambar 5.11. Ketahanan yang diberikan oleh keling terhadap
geseran dinamakam ketahanan geser (shearing resistance atau
kekuatan geser (shearing strength) atau nilai pergeseran
(shearing value) dari keling.

Gambar 5.11

Misalkan d = Diameter dari lubang keling,


τ = Tegangan geser yang dijinkan untuk material keling,
dan
n = Jumlah keling per panjang pitch.
Kita mengetahui luas pergeseran,
AS = π/4.d2 ......... (dalam geser tunggal)
= 2. π/4.d2 ......... (secara teoritis, dalam geser double)
= 1,875. π/4.d ......... (dalam geser double, terjadi untuk Ketel
2

India)
Jadi ketahanan pergeseran yang dibutuhkan dari keling per panjang
pitch adalah:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 45


PS = n. π/4.d2.τ ......... (dalam geser tunggal)
= n. 2. π/4.d2.τ ......... (secara teoritis, dalam geser double)
= n.1,875. π/4.d2.τ ......... (dalam geser double, terjadi untuk ketel
India)
Ketika ketahanan pergeseran PS lebih besar dari pada beban
yang diterapkan (P) per panjang pitch, maka tipe ini akan terjadi
kegagalan/kerusakan.

d. Perubahan bentuk (crushing) pada plat atau keling. Kadang-


kadang kenyataannya keling tidak mengalami geseran di bawah
tegangan tarik, tetapi bisa rusak (berubah bentuk) seperti pada
Gambar 5.12. Akibat ini, lubang keling menjadi berbentuk oval dan
sambungan menjadi longgar. Kerusakan keling yang demikian juga
dinamakan sebagai kerusakan bantalan (bearing failure). Ketahanan
yang diberikan oleh keling terhadap perubahan bentuk dinamakan
ketahanan perubahan bentuk (crushing resistance) atau kekuatan
perubahan bentuk (crushing strength) atau nilai perubahan bentuk
(bearing value)

Gambar 5.12: Perubahan bentuk pada keling

Misalkan d = Diameter lubang keling,


t = Ketebalan plat,
σC = Tegangan crushing yang diijinkan untuk material
keling atau plat,
n = Jumlah keling per panjang pitch akibat crushing.

46 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Kita mengetahui bahwa luas crushing per keling adalah:
AC = d.t
Total luas crushing = n.d.t
dan ketahanan crushing yang dibutuhkan untuk merusak keling per
panjang pitch adalah:
PC = n.d.t.σc

Ketika ketahanan crushing Pc lebih besar dari pada beban yang


diterapkan (P) per panjang pitch, maka tipe ini akan terjadi
kegagalan/kerusakan.
Catatan: Jumlah keling karena geser akan sama dengan jumlah keling
karena crushing.

5.7. Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling


Kekuatan sambungan keling didefinisikan sebagai gaya maksimum yang
dapat diteruskan tanpa mengakibatkan kegagalan. Kita dapat melihat
bagian 5.6 bahwa Pt, Ps dan Pc adalah tarikan yang diperlukan untuk
meretakkan pelat, menggeser keling dan merusakkan keling.
Efisiensi sambungan keling didefinisikan sebagai rasio kekuatan
sambungan keling dengan kekuatan tanpa keling atau plat padat. Kita
sudah membahas bahwa kekuatan sambungan keling adalah Pt, Ps dan Pc.
Kekuatan tanpa keling per panjang pitch adalah:
P = p.t.σt
Efisiensi sambungan keling η adalah:

dimana: p = Pitch keling,


t = Ketebalan plat, dan
ζt = Tegangan tarik yang diijinkan dari material plat.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 47


Contoh 1:
1. Sebuah lap joint double keling disambungkan antara plat dengan
ketebalan 15 mm. Diameter keling 25 mm dan pitch 75 mm. Jika
tegangan tarik ultimate adalah 400 MPa, tegangan geser ultimate 320
MPa dan tegangan crushing ultimate 640 MPa, tentukan gaya
minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan. Jika
sambungan di atas diberi beban yang mempunyai angka keamanan 4,
tentukan tegangan aktual yang terjadi pada plat dan keling.

Penyelesaian:
Diketahui: t = 15 mm; d = 25 mm; p = 75 mm; ζtu = 400 MPa = 400
N/mm2; ηu = 320 Mpa = 320 N/mm2; ζcu = 640 MPa = 640 N/mm2

Gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan


Ketika tegangan ultimate diberikan, kita akan menentukan nilai
ultimate dari tahanan sambungan. Kita mengetahui bahwa tahanan retak
ultimate dari plat per pitch,
Ptu = (p – d).t. ζtu = (75 – 25)15.400 = 300 000 N
Tahanan geser ultimate dari keling per pitch,
2 2
Psu = n.π/4.d . ηu = 2. π/4.(25) .320 = 314 200 N ............(n = 2)
dan tahanan crushing ultimate dari keling per pitch,
Pcu = n.d.t. ζcu = 2.25.15.640 = 480 000 N
Dari di atas kita melihat bahwa gaya minimum per pitch yang akan
memutus sambungan adalah 300.000 N atau 300 kN.

Tegangan aktual yang dihasilkan dalam plat dan keling


Karena faktor keamanan adalah 4, oleh karena itu beban aman
per panjang pitch dari sambungan adalah 300.000/4 = 75.000 N.
Misalkan ζta, ηa, dan ζca adalah tegangan retak aktual, tegangan geser
aktual dan tegangan crushing aktual yang dihasilkan dengan beban aman
75.000 N pada keretakan, geseran dan crushing.
Kita mengetahui bahwa tahanan retak aktual dari plat (Pta),

48 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Pta = (p – d).t. σta
75.000 = (75 - 25)15.σta = 750.σta
σta = 75.000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa
Tahanan geser aktual dari keling (Psa),
Psa = n.π/4.d2.ηa
75.000 = 2. π/4.(25)2. ηa = 982. ηa
ηa = 75000/982 = 76,4 N/mm2 = 76,4 MPa
dan tahanan crushing aktual dari keling (Pca)
Pca = n.d.t. ζca
75000 = 2.25.15. ζca = 750 ζca
ζca = 75000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa.

5.8. Sambungan Keling untuk Struktur


Sambungan keling dikenal sebagai Lozenge joint yang digunakan untuk
atap, jembatan atau balok penopang dan lain-lain adalah ditunjukkan pada
Gambar 5.13. Misalkan b = Lebar dari plat,
t = Ketebalan plat, dan
d = Diameter dari lubang keling.
Dalam perancangan Lozenge joint, mengikuti prosedur sebagai berikut:

Gambar 5.13: Sambungan keling untuk struktur

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 49


1. Diameter keling.
Diameter lubang keling diperoleh dengan menggunakan rumus
Unwin’s, yaitu:
d=6t

Tabel 5.1: Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut IS: 1929 –
1982.

2. Jumlah keling.
Jumlah keling yang diperlukan untuk sambungan dapat diperoleh
dengan tahanan geseran atau tahan crushing dari keling.
Misalkan Pt = Aksi tarik maksimum pada sambungan. ini adalah
tahanan retak dari plat pada bagian luar yang hanya
satu keling.
n = Jumlah keling
Karena sambungan adalah double strap butt joint, oleh karena itu
dalam double shear (geser). Itu diasumsikan bahwa tahanan sebuah
keling pada double shear adalah 1,75 kali dari pada single shear.
Tahanan geser untuk 1 keling,
PS = 1,75. π/4.d2.τ
dan tahanan crushing untuk 1 keling,
Pc = d.t.ζc
Jumlah keling untuk sambungan,
n=

3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup)


Ketebalan butt strap, t1 = 1,25t, untuk cover strap tunggal
= 0,75t, untuk cover strap ganda (double)

50 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3.
Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling.
Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt

Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah:


Pt2 = (b - 2d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 2-2

(Untuk keretakan plat pada potongan 2-2, keling di bagian depan


potongan 2-2 yaitu pada potongan 1-1 harus yang pertama patah)
Dengan cara yang sama pada potongan 3-3 di isni ada 3 lubang
keling. Tahanan retak dari sambungan sepanjang 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 3d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 3-3
Nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc adalah kekuatan sambungan. Kita
mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah:
P = b.t.ζt

Efisiensi sambungan,
=

Catatan: Tegangan yang diijinkan dalam sambungan struktur adalah


lebih besar dari pada yang digunakan dalam desain pressure vessel.
Nilai berikut biasa dipakai.
Untuk plat dalam tarikan = 140 Mpa
Untuk keling dalam geser = 105 Mpa
Untuk crushing dari keling dan plat Geser tunggal = 224 Mpa
Geser ganda = 280 Mpa

5. Pitch dari keling diperoleh dengan menyamakan kekuatan tarik


sambungan dan kekuatan geser keling. Tabel berikut menunjukkan
nilai pitch menurut Rotscher.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 51


Tabel 5.2: Pitch dari keling untuk sambungan struktur

6. Pitch terkecil (m) harus lebih besar dari pada 1,5.d


7. Jarak antara baris dari keling adalah 2,5d sampai 3d.

Contoh 2:
Dua batang baja mempunyai lebar 200 mm dan tebal 12,5 mm
disambung dengan cara butt joint dengan cover plat ganda. Rancanglah
sambungan jika tegangan yang diijinkan adalah 80 MPa untuk tarikan, 65
MPa untuk geser, dan 160 MPa untuk crushing. Buatlah sebuah sket dari
sambungan.
Penyelesaian:
diketahui: b = 200 mm; t = 12,5 mm; ζt = 80 MPa = 80 N/mm2;
η = 65 MPa = 65 N/mm2; ζc = 160 MPa = 160 N/mm2

52 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 5.14: Sket rancangan sambungan butt joint double cover plat

1. Diameter keling
Kita mengetahui diameter lubang keling,

√ √

Dari Tabel 4.1, kita melihat diameter lubang keling (d) adalah 21,5
mm dan berhubungan dengan diameter keling sebesar 20 mm.

2. Jumlah keling
Misalkan n = Jumlah keling.
Kita mengetahui bahwa aksi tarik maksimum pada sambungan,
Pt = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5)12,5.80 = 178 500 N
Ketika sambungan adalah butt joint dengan cover plat ganda sperti
Gambar 5.14, oleh karena itu keling adalah pada geser ganda.
Asumsikan bahwa tahanan keling pada geser ganda adalah 1,75 kali
dari pada geser tunggal.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 53


Tahanan geser 1 keling adalah
Ps = 1,75.π/4.d2.η = 1,75. π/4 x (21,5)2x 65 = 41 300 N
Tahanan crushing 1 keling adalah
Pc = d.t.ζc = 21,5 x 12,5 x 160 = 43 000 N

Ketika tahanan geser lebih kecil dari pada tahanan crushing, oleh
karena itu jumlah keling yang dipakai untuk sambungan adalah:
N= = 4,32  5

3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup)


t1 = 0,75 t = 0,75 x 12,5 = 9,375 dikatakan 9,4 mm

4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3. Pada
potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling. Jadi tahanan retak dari
sambungan sepanjang potongan 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5).12,5 x 80 = 178 500 N
Pada potongan 2-2, di sini ada 2 lubang keling. Dalam kasus ini,
keretakan plat terjadi jika keling pada potongan 1-1 (di depan
potongan 2-2) terjadi geser. Tahanan retak dari sambungan sepanjang
potongan 2-2 adalah:
Pt2 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 1 keling
= (200 – 2 x 21,5).12,5.80 + 41300 = 198 300 N
Pada potongan 3-3, disini ada 2 lubang keling. Keretakan plat
terjadi jika 1 keling pada pada potongan 1-1 dan 2 keling pada
potongan 2-2 terjadi pergeseran.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang potongan 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 3 keling
= (200 – 2 x 21,5) x 12,5 x 80 + (3 x 41300) = 280 900 N
Tahanan geser seluruh 5 keling adalah:
Ps = 5 x 41300 = 206 500 N

54 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Tahanan crushing dari seluruh 5 keling adalah:
Pc = 5 x 43000 = 215 000 N
Ketika kekuatan sambungan adalah nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau
Pc, oleh karena itu kekuatan sambungan adalah 178500 N sepanjang
potongan 1-1.
Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah:
P = b.t.ζt = 20 x 12,5 x 80 = 200 000 N

Efisiensi sambungan,
η = atau 89.25%

5. Pitch keling, p = 3 d + 5 mm = (3 x 21,5) + 5 = 69,5 mm ≈ 70 mm


6. Pitch terkecil (margin), m = 1,5 d = 1,5 x 21,5 = 33,25 mm ≈ 35 mm
7. Jarak antara baris dari keling = 2,5 d = 2,5 x 21,5 = 53,75 mm ≈ 55
mm.

5.9. Sambungan Keling dengan Beban Eksentris


Ketika garis aksi dari beban tidak melewati titik pusat dari sistem keling
dan seluruh keling tidak menerima beban yang sama, maka sambungan ini
dinamakan sambungan keling beban eksentris, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.15 (a). Beban eksentris menghasilkan geser sekunder
diakibatkan oleh kecenderungan gaya untuk memutar sambungan terhadap
pusat gravitasi yang menimbulkan geser.
Misalkan P = Beban eksentris sambungan, dan
e = Eksentrisitas beban yaitu jarak antara garis aksi beban dan
pusat sistem keling.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 55


Gambar 5.15: Sambungan keling beban eksentris

Prosedur berikut ini untuk merancang sambungan keling beban eksentris;


1. Tentukan pusat gravitasi G dari sistem keling. Misalkan A = Luas
penampang setiap keling, x1, x2, x3, dst = Jarak keling dari OY
y1, y2, y3, dst = Jarak keling dari
maka: ̅

56 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


2. Masukkan dua gaya P1 dan P2 pada pusat gravitasi G dari sistem
keling. Gaya-gaya ini adalah sama dan berlawanan arah dengan P
seperti pada Gambar 5.15 (b).
3. Asumsikan bahwa seluruh keling adalah sama ukurannya,
pengaruh P1 = P adalah untuk menghasilkan beban geser
langsung pada setiap keling yang sama besarnya. Oleh karena itu
beban geser langsung setiap keling adalah:
4. Pengaruh P2 = P adalah untuk menghasilkan momen putar yang
besarnya P.e yang cenderung memutar sambungan terhadap pusat
gravitasi G dari sistem keling searah jarum jam. Akibat momen putar,
dihasilkan beban geser sekunder. untuk menentukan beban geser
sekunder, dibuat asumsi sebagai berikut:
a. Beban geser sekunder adalah sama dengan jarak radial keling
dari pusat gravitasi sistem keling.
b. Arah beban geser sekunder adalah tegak lurus dengan garis
pusat keling terhadap pusat gravitasi sistem keling.
Misalkan
F1, F2, F3, ... = Beban geser sekunder pada keling 1, 2, 3 ... dst.
l1, l2, l3, ... = Jarak radial keling 1, 2, 3, .... dst dari pusat gravitasi
sistem keling.
Dari asumsi (a),
F1  l1 ; F2  l2

Kita mengetahui bahwa jumlah momen putar eksternal akibat


beban eksentris dan momen tahanan internal dari keling harus sama
dengan nol.
P.e = F1 .l1 + F2 .l 2 + F3 .l 3 + ....
= F1 .l1 + + + …..

= [( ) ( ) ( ) ]

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 57


5. Beban geser utama dan sekunder dapat ditambahkan untuk
menentukan resultan beban geser (R) pada setiap keling seperti pada
Gambar 5.15 (c). Besarnya R menjadi:
R = √( )
Dengan θ = Sudut antara beban geser utama (Ps) dan beban geser
sekunder (F) Ketika beban geser sekunder pada setiap keling
adalah sama, kemudian keling menerima beban yang besar yang
mana sudut antara beban geser utama dan beban geser sekunder
menjadi minimum. Jika tegangan geser yang diijinkan (η), diameter
lubang keling dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Resultan gaya geser maksimum: R = /4.d 2 .η
Dari Tabel 5.1, diameter standar untuk lubang keling (d) dan diameter
keling.

Contoh 3:
Sambungan keling lap joint dibebani secara eksentris dirancang
untuk bracket baja seperti Gambar 5.16 di bawah.

Gambar 5.16

Tebal plat bracket adalah 25 mm. Seluruh keling mempunyai


ukuran yang sama. Beban bracket P = 50 kN; spasi keling, C = 100 mm;
lengan (arm) beban, e = 400 mm. Beban geser yang diijinkan 65 MPa dan

58 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


tegangan crushing adalah 120 MPa. Tentukan ukuran keling yang
digunakan untuk sambungan.

Penyelesaian:
Diketahui: t = 25 mm; P = 50 kN = 50.103 N; e = 400 mm; n = 7;
η = 65 Mpa = 65 N/mm2; ζc = 120 Mpa = 120 N/mm2.

Gambar 5.17: Diagram benda bebas.

Pertama adalah menentukan pusat gravitasi dari sistem keling ̅ dan ̅.


̅
= = 100 mm …. (x1 = x6 = x7 = 0)
̅
= = 114,3 mm …. (y5 = y6 = 0)

Pusat gravitasi G dari sistem keling pada jarak 100 mm dari OY


dan 114,3 mm dari OX, seperti Gambar 5.17.
Kita mengetahui bahwa beban geser utama pada setiap keling adalah:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 59


Beban geser utama sejajar dengan arah beban P seperti pada Gambar 5.17.
Momen putar dihasilkan oleh beban P akibat eksentrisitas (e).
Momen putar = P.e = 50.103x 400 = 20.106 N-mm

Momen putar ini ditahan oleh 7 keling seperti pada Gambar 5.17.

Gambar 5.18

Misalkan F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7 adalah beban geser sekunder
keling 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 ditempatkan pada jarak l1, l2, l3, l4, l5, l6 dan
l7 dari pusat gravitasi sistem keling seperti pada Gambar 5.18.
Dari geometri gambar, kita dapat menentukan bahwa:
l1 = l3 = √( ) ( ) = 131,7 mm
l2 = 200 – 114,3 = 85,7 mm
l4 = l7 = √( ) ( ) = 101 mm
l5 = l6 = √( ) ( ) = 152 mm

60 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Persamaan momen puntir akibat eksentrisitas beban adalah:
[( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ]
[( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ] (
50.10 .400 = F1 [ 2 (131,7) + (85,7) + 2 (101) + 2(152)2] 131,7
3 2 2 2

20.106 . 131,7 = 108645F1  F1 = 24244 N

Ketika beban geser sekunder seimbang dengan jarak radial dari pusat
gravitasi, oleh karena itu:
F2 = F1 ( ) = 24244 x ( ) = 15766 N

F3 = F1 ( ) = F1 = 15766 N

F4 = F1 ( ) = 24244 x ( ) = 18593 N

F5 = F1 ( ) = 24244 x ( ) = 27981 N

F6 = F1 ( ) = F5 = 27981 N …..(l6 = l5)

F7 = F1 ( ) = F4 = 18593 N …..(l7 = l4)

Dengan menggambar beban geser utama dan beban geser sekunder


setiap keling, kita melihat bahwa keling 3, 4, dan 5 mendapat beban yang
terbesar. Sekarang kita menentukan sudut antara beban geser utama dan
beban geser sekunder untuk 3 keling ini. Dari geometri Gambar 5.18, kita
peroleh:
Cos 3 = = 0.76

Cos 4 = = 0.99

Cos 5 = = 0.658

Resultan beban geser pada keling 3:


R3 = √( ) ( )
= √( ) ( ) = 30033 N

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 61


Resultan beban geser pada keling 4:
R4 = √( ) ( )
= √( ) ( ) = 25684 N
Resultan beban geser pada keling 5:
R5 = √( ) ( )
= √( ) ( ) = 33121 N

Resultan beban geser dapat ditentukan secara grafik seperti ditunjukan


pada Gambar 5.18. Dari atas kita melihat bahwa resultan beban geser
maksimum adalah pada keling ke 5. Jika d adalah diameter lubang keling,
maka resultan beban geser maksimum (R5)
33121 = /4 x d2 x  = /4 x d2 x 65 = 51 d2
d2 = 33121/51 = 649,4 atau d = 25,5 mm
Dari tabel 5.1, kita melihat diameter standar lubang keling (d) adalah
25,5 mm dan dihubungkan diameter keling adalah 24 mm.
Mari sekarang kita cek sambungan untuk tegangan crushing. Kita
mengetahui bahwa:

Ketika tegangan ini di bawah tegangan crushing sebesar 120 MPa,


maka desain adalah aman.

62 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Contoh macam-macam konstruksi dan diagram benda bebasnya.

1.
Gambar 5.19

2.
Gambar 5.20

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 63


3.
Gambar 5.21

4.
Gambar 5.22

5.10. Penutup (Soal Latihan)

1. Dua plat tebalnya 16 mm disambung dengan double riveted lap joint.


Pitch setiap baris keling 90 mm. Diameter keling 25 mm. Tegangan
yang diijinkan adalah:
t = 140 MPa ;  = 110 MPa ; c = 240 MPa
Tentukan efisiensi sambungan?
2. Single riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 10
mm dan diameter keling 20 mm, pitch 60 mm. Hitung efisiensi
sambungan?

64 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


t = 100 MPa ;  = 80 MPa ; c = 160 MPa
3. Double riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan
tebal 12 mm dan diameter keling 18 mm, pitch 80 mm. Hitung
efisiensi sambungan?
t = 115 MPa ;  = 80 MPa ; c = 160 MPa
4. Double riveted lap joint (chain riveting) untuk menyambung 2 plat
dengan tebal 10 mm. Tegangan yang diijinkan adalah ζt = 60 MPa;
η = 50 MPa; dan ζc = 80 MPa. Tentukan diameter keling, pitch
keling dan jarak antara baris keling. Juga tentukan efisiensi keling.
5. sebuah bracket didukung oleh 4 keling yang sama ukurannya, seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.23. Tentukan diameter keling jika
tegangan geser maksimum adalah 140 Mpa.
6. Sebuah bracket dikeling ke sebuah kolom dengan 6 keling yang sama
ukurannya seperti pada Gambar 4.24. Bracket membawa beban 100
kN pada jarak 250 mm kolom. Jika tegangan geser maksimum dalam
keling dibatasi 63 Mpa, tentukan diameter keling.

Gambar 5.23 Gambar 5.2

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 65


BAB VI
SAMBUNGAN LAS

Sambungan las adalah sebuah sambungan permanen yang diperoleh


dengan peleburan sisi dua bagian yang disambung bersamaan, dengan
atau tanpa tekanan dan bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk
peleburan bahan diperoleh dengan pembakaran gas (untuk pengelasan gas)
atau bunga api listrik (untuk las listrik).
Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode
alternatif untuk pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti
sambungan baut dan keling. Sambungan las juga digunakan sebagai media
perbaikan misalnya untuk menyatukan logam akibat crack (retak), untuk
menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear.

6.1. Jenis Sambungan Las


Ada dua jenis sambungan las, yaitu:
1. Lap joint atau fillet joint; Sambungan ini diperoleh dengan pelapisan
plat dan kemudian mengelas sisi dari plat- plat. Bagian penampang
fillet (sambungan las tipis) mendekati triangular (bentuk segitiga).
Sambungan fillet bentuknya seperti pada Gambar 6.1 (a), (b), dan (c).

Gambar 6.1: Sambungan las jenis lap joint.

66 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


2. Butt joint. Butt joint diperoleh dengan menempatkan sisi plat seperti
ditunjukkan pada Gambar 6.2. Dalam pengelasan butt, sisi plat tidak
memerlukan kemiringan jika ketebalan plat kurang dari 5 mm. Jika
tebal plat adalah 5 mm sampai 12,5 mm, maka sisi yang dimiringkan
berbentuk alur V atau U pada kedua sisi.

Gambar 6.2: Sambungan las butt joint

Jenis lain sambungan las dapat dilihat pada Gambar 6.3 di bawah ini.

Gambar 6.3: Tipe lain sambungan las.

6.2. Kekuatan sambungan las fillet melintang


Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan
tarik, seperti pada Gambar 6.4 (a) dan (b).

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 67


Gambar 6.4: Lap joint

Gambar 6.5 : Skema dan dimensi bagian sambungan las

Untuk menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa


bagian fillet adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti
terlihat pada Gambar 6.5. Panjang setiap sisi diketahui sebagai ukuran
las dan jarak tegak lurus kemiringan BD adalah tebal leher. Luas
minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan dengan hasil dari
tebal leher dan panjang las.
Misalkan t = Tebal leher (BD).
s = Ukuran las = Tebal plat,
l = Panjang las,
Dari Gambar 6.5, kita temukan ketebalan leher adalah:
t = s.sin45o = 0,707.s
Luas minimum las atau luas leher adalah:
A = t.l = 0,707.s.l (6-1)

68 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Jika ζt adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam,
kemudian kekuatan tarik sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet
weld) adalah:
P = 0,707.s.l. ζt (6-2)

dan kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah:
P = 2 x 0,707 x s x l x ζt = 1,414.s.l. ζt (6-3)

6.3. Kekuatan sambungan las fillet sejajar


Sambungan las fillet sejajar dirancang untuk kekuatan geser seperti
terlihat pada Gambar 6.6. Luas minimum las atau luas leher:
A = 0,707.s.l

Gambar 6.6: Sambungan las fillet sejajar dan kombinasi

Jika η adalah tegangan geser yang diijinkan untuk logam las, kemudian
kekuatan geser dari sambungan untuk single paralel fillet weld (las fillet
sejajar tunggal),
P = 0,707.s.l. τ (6-4)
dan kekuatan geser sambungan untuk double paralel fillet weld,
P = 2 x 0,707.s.l. τ = 1,414.s.l. τ (6-5)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 69


Catatan:
1. Jika sambungan las adalah kombinasi dari las fillet sejajar ganda
dan melintang tunggal seperti Gambar 6.6 (b), kemudian kekuatan
sambungan las adalah dengan menjumlahkan kedua kekuatan
sambungan las, yaitu;
P = 0,707.s.l1. ζt + 1,414.s.l2. η
dimana l1 adalah lebar plat.
2. Untuk memperkuat las fillet, dimensi leher adalah 0,85.t.

Contoh 1:
Sebuah plat lebar 100 mm dan tebal 10 mm dilas dengan plat lain
secara las fillet sejajar ganda (double paralel fillet weld). Pelat dikenai
beban statis 80 kN. Tentukan panjang las jika tegangan geser yang
diijinkan dalam las tidak melebihi 55 MPa.
Penyelesaian:
diketahui: Lebar = 100 mm; Tebal = 10 mm; P = 80 kN = 80.103 N;
η = 55 MPa = 55 N/mm2.
Misalkan l = Panjang las, dan
s = Ukuran las = tebal plat = 10 mm.
Kita mengetahui bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk
double paralel fillet weld (P) pada persamaan (6-5) adalah:
80.103 = 1,414.s.l.η = 1,414.10.l.55 = 778.l
l = 80.103 /778 = 103 mm
Tambahan 12,5 mm untuk mengawali dan mengakhiri las, sehingga
panjang las total:
l = 103 + 12,5 = 115,5 mm

6.4. Kasus khusus sambungan las fillet


Kasus berikut dari sambungan las fillet adalah penting untuk diperhatikan:

70 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


1. Las fillet melingkar yang dikenai torsi. Perhatikan batang silinder
yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar
6.7.

Misalkan d = Diameter batang,


r = Radius batang,
T = Torsi yang bekerja
pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar
dari bagian las =
π.t.d3/4
Gambar 6.7

Kita mengetahui bahwa tegangan geser untuk material adalah:

dimana

Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las


fillet. Geser maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari
bidang horisontal.
Panjang leher, t = s . sin 45o = 0,707. s
dan tegangan geser maksimum adalah:
max = (6-6)

2. Las fillet melingkar yang dikenai momen bending. Perhatikan


batang silinder yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet
seperti pada Gambar 6.8.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 71


Misalkan d = Diameter batang,
M = Momen banding
pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
Z = Section modulus
dari bagian las
= π.t.d2/4

Gambar 6.8

Kita mengetahui bahwa momen bending adalah:


b =

Tegangan bending terjadi pada bidang horisontal sepanjang las


fillet. Tegangan bending maksimum terjadi pada leher las dengan
sudut 45o dari bidang horisontal.
Panjang leher, t = s.sin 45o = 0,707.s
dan tegangan bending maksimum adalah:

b(max) = (6-7)

3. Las fillet memanjang yang dikenai beban torsi. Perhatikan plat


vertikal dilas ke plat horisontal dengan dua las fillet seperti pada
Gambar 6.9.
misalkan l = Panjang las,
T = Torsi yang bekerja pada
plat vertikal,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar
dari bagian las
= 2 (untuk 2 Gambar 6.9
sisi las)

72 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Variasi tegangan geser adalah sama dengan variasi tegangan
normal sepanjang (l) dari balok yang dikenai bending murni.
Tegangan geser menjadi:
=
Tegangan geser maksimum terjadi pada leher, yaitu:
max = (6-8)

Contoh 2:
Sebuah poros pejal dengan diameter 50 mm dilas ke plat tipis dengan
las fillet 10 mm seperti pada Gambar 6.10. Tentukan torsi maksimum
yang dapat ditahan sambungan las jika tegangan geser maksimum
material las tidak melebihi 80 Mpa.

Gambar 6.10

Penyelesaian:
diketahui: d = 50 mm; s = 10 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las.
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (6-6) adalah:

( )
T = 80.78550/2,83
6
= 2,22.10 N-mm = 2,22 kNm

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 73


Contoh 3:
Sebuah plat panjangnya 1 m, tebal 60 mm dilas ke plat lain pada sisi
kanan dan kiri dengan las fillet 15 mm, seperti pada Gambar 6.11.
Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las jika tegangan
geser maksimum dalam bahan las tidak melebihi 80 MPa.

Gambar 6.11

Penyelesaian:
Diketahui: l = 1m = 1000 mm; Tebal = 60 mm; s = 15 mm; ηmax = 80 MPa
= 80 N/mm2. T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (6-8) adalah:

( )

6.5. Kekuatan Butt Joint


Sambungan butt dirancang untuk tarik dan tekan. Perhatikan
sambungan V-butt tunggal seperti pada Gambar 6.12 (a).

74 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 6.12: Butt joint

Dalam butt joint, panjang ukuran las adalah sama dengan tebal leher
yang sama dengan tebal plat. Kekuatan tarik butt joint (single-V atau
square butt joint),
P = t.l.ζt (6-9)

dimana l = panjang las. Secara umum sama dengan lebar plat.


dan kekuatan tarik double-V butt joint seperti pada Gambar 6.12 (b)
adalah:
P = (t1 + t2).l.ζt (6-10)

dimana t1 = Tebal leher bagian atas, dan


t2 = Tebal leher bagian bawah.
Sebagai catatan bahwa ukuran las bisa lebih besar dari pada ketebalan
plat, tetapi dapat juga lebih kecil. Tabel berikut menunjukkan ukuran las
minimum yang direkomendasikan.

Tabel 5.1: Ukuran las minimum yang direkomendasikan.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 75


Contoh 3:
Sebuah plat lebarnya 100 mm dan tebalnya 12,5 mm dilas ke plat lain
dengan las fillet sejajar. Plat tersebut mendapat beban 50 kN. Tentukan
panjang las jika tegangan maksimum tidak melebihi 56 MPa. Perhatikan
bahwa sambungan las dibawah beban statis dan beban fatik/berulang-ulang
(fatique).
Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 100 mm ; Tebal = 12,5 mm ; P = 50 kN = 50.103 N ;
η = 56 MPa = 56 N/mm2.

 Panjang las untuk beban statis:


Misalkan l = Panjang las, dan s = Ukuran las = tebal plat = 12,5 mm
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double
paralel fillet weld (P) pada persamaan (6-5) adalah:
P = 1,414.s.l. τ
50.103 = 1,414.12,5.l.56 = 990.l l = 50.103/990 = 50,5 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l = 50,5 + 12,5 = 63 mm
 Panjang las untuk beban fatik
Dari tabel 6.2 di bawah ini kita dapat menentukan faktor
konsentrasi tegangan untuk paralel fillet welding adalah 2,7.

Tabel 6.2 : Faktor konsentrasi tegangan

Tegangan geser yang diijinkan adalah:


η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2.

76 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double
paralel fillet weld (P) pada persamaan (6-5) adalah:
P = 1,414.s.l. τ
50.103 = 1,414.s.l. τ = 1,414.12,5.l.20,74 = 367.l
l = 50.103/367 = 136,2 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l = 136,2 + 12,5 = 148,7 mm

Contoh 4:
Sebuah plat lebarnya 75 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan
plat lain secara single transverse weld dan double paralel fillet weld seperti
pada Gambar 6.13. Tegangan tarik maksimum 70 MPa dan tegangan geser
maksimum 56 MPa. Tentukan panjang las setiap paralel fillet weld, jika
sambungan dikenai beban statis dan fatik.

Gambar 6.13

Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 75 mm ; Tebal = 12,5 mm ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2;
η = 56 MPa = 56 N/mm2. Panjang efektif las (l1) untuk transverse weld
diperoleh dengan pengurangan 12,5 mm dari lebar plat.
l1 = 75 – 12,5 = 62,5 mm

 Panjang setiap fillet paralel untuk beban statis.


Misalkan l2 = Panjang setiap fillet paralel.
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dapat dibawa plat adalah:
P = luas x tegangan = 75.12,5.70 = 65 625 N.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 77


Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (6-2)
adalah :
P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.70 = 38 664 N
dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada
persamaan (6-5):
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.56 = 990.l2
Beban yang dibawa oleh sambungan las (P):
65 625 = P1 + P2 = 38 664 + 990.l2
l2 = 27,2 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l2 = 27,2 + 12,5 = 39,7 mm ≈ 40 mm

 Panjang setiap fillet paralel untuk beban fatik.


Dari tabel 6.2, kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan
untuk transverse weld adalah 1,5 dan untuk paralel fillet weld adalah
2,7.
Tegangan tarik yang diijinkan adalah:
ζt = 70/1,5 = 46,7 N/mm2
dan tegangan geser yang diijinkan adalah:
η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2
P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.46,7 = 25 795 N

dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada
persamaan (6-5):
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.20,74 = 366.l2

Beban yang dibawa oleh sambungan las (P):


65 625 = P1 + P2 = 25 795 + 366.l2
l2 = 108,8 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l2 = 108,8 + 12,5 = 121,3 mm ≈ 122 mm

78 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


6.6. Beban eksentris sambungan las
Beban eksentris dapat terjadi pada sambungan las dengan berbagai cara.
Ketika tegangan geser dan tegangan bending secara simultan terjadi pada
sambungan, maka tegangan maksimum menjadi:
Tegangan normal maksimum adalah:
t(max) = √( ) (6-11)

Tegangan geser maksimum adalah:


max = √( ) (6-12)

dimana ζb = Tegangan bending,


η = Tegangan geser

Gambar 6.14: Beban eksentris

Ada dua kasus beban eksentris sambungan las, yaitu:


Kasus 1:
Perhatikan sambungan tetap T pada salah satu ujungnya dikenai
beban eksentris P pada jarak e seperti pada Gambar 6.14.
misalkan l = Panjang las,
s = Ukuran las, t = Tebal leher,
Sambungan mendapat dua jenis tegangan:
1. Tegangan geser langsung akibat gaya geser P pada las, dan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 79


2. Tegangan bending akibat momen bending P x e. Kita tahu bahwa luas
leher las adalah:
A = Tebal leher x panjang las
= t.l.2 = 2 t l (untuk double fillet weld)
= 2.0,707.s.l = 1,414.s.l (t = s.cos45o = 0,707.s)
Tegangan geser pada las adalah:
(6-13)

Section modulus dari logam las melalui leher las adalah:


Z= x2

= x2= (6-14)
Momen bending, M = P.e
Tegangan bending, b = (6-15)

Kita tahu bahwa tegangan normal maksimum adalah


lihat persamaan (6-11):
t(max) = √( )
Tegangan geser maksimum adalah lihat persamaan (6-12):
max = √( )

Kasus 2:
Ketika sambungan las dibebani secara eksentris seperti pada Gambar
6.15, maka terjadi dua jenis tegangan berikut ini:
1. Tegangan geser utama, dan
2. Tegangan geser akibat momen puntir.

80 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 6.15: Sambungan las dibebani secara eksentris

Misalkan P = Beban eksentris,


e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis
aksi beban dan pusat gravitasi (G) dari fillet.
l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher.
Dua gaya P1 dan P2 adalah didahului pada pusat gravitasi G dari
sistem las. Pengaruh beban P1 = P adalah untuk menghasilkan tegangan
geser utama yang diasumsikan seragam sepanjang las. Pengaruh P2 = P
menghasilkan momen puntir sebesar P x e yang memutar sambungan
terhadap pusat gravitasi dari sistem las. Akibat momen puntir
menimbulkan tegangan geser sekunder.
Kita tahu bahwa tegangan geser utama adalah sama dengan
persamaan (6-13)

(luas leher untuk single fillet weld = t.l = 0,707s.l)


Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa
bagian adalah seimbang untuk jarak radial dari G, sehingga tegangan
akibat P.e pada titik A adalah seimbang dengan AG (r2) dan arahnya
memutar ke kanan terhadap AG. Dapat ditulis:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 81


= konstan
= xr
dimana η2 adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r2) dan η adalah
tegangan geser pada jarak r.
Perhatikan sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada
jarak r dari G. Gaya geser pada bagian kecil ini adalah η.dA
dan momen puntir dari gaya geser terhadap G adalah:
dT =  x dA x r = x dA x r2
Momen puntir total seluruh luas las adalah:
T = P x e = ∫ x dA x r2 = ∫ x r2
= xJ ( ∫ x r2)

dimana J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.


Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder
adalah:
2 =

Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder


adalah kombinasi secara vektor.
Resultan tegangan geser pada A,
A = √( ) ( )
Dimana θ = sudut antara η1 dan η2 , dan cos θ = r1/r2
Catatan: Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat
gravitasi yang diperoleh dengan teorema sumbu sejajar yaitu:
J = 2[Ixx + A . x2]
= 2* + ( ) (double fillet weld)

dimana A = luas leher = t.l = 0,707.s.l,


l = panjang las, x = jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.

82 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Tabel 6.3: Momen inersia polar dan section modulus dari las

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 83


Contoh 5:
Sambungan las seperti pada Gambar 6.16, menerima beban eksentris
2 kN. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser maksimum dalam las
adalah 25 MPa.

84 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 5.16

Penyelesaian:
Diketahui: P = 2kN = 2000 N ; e = 120 mm ; l = 40 mm ; ηmax = 25
MPa = 25 N/mm2. Misalkan s = Ukuran las dalam mm, dan t = tebal leher
las.
Sambungan las pada Gambar 5.16 menerima tegangan geser utama
akibat gaya geser P = 2000 N dan tegangan bending akibat momen
bending P.e.
Kita tahu bahwa luas leher adalah:
A = 2t.l = 2.0,707.s.l
= 1,414.s.l = 1,414.s.40 = 56,56.s
Tegangan Geser: N/mm2 (6-13)
Momen bending, M = P.e = 2000.120 = 240.103 N-mm
Section Modulus las melalui leher,
( )
Z = 377 x s mm3 (6-14)

Tegangan bending, N/mm2


Kita tahu bahwa tegangan geser maksimum seperti pada persamaan (6-12)
adalah:

25 = √( ) = √( ) ( )
s = 320.3 /25 = 12.8 mm

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 85


Contoh 6:
Sebuah poros pejal berdiameter 50 mm dilas ke plat tipis seperti pada
Gambar 6.17. Jika ukuran las 15 mm, tentukan tegangan geser maksimum
dan tegangan normal maksimum dalam las.

Gambar 6.17

Penyelesaian:
Diketahui: D = 50 mm ; s = 15 mm ; P = 10kN = 10000 N ; e = 200 mm.
Luas leher untuk las fillet melingkar adalah:
A = t x  D = 0.707 s x  D
= 0.707 x 15  x 50 = 1666 mm2

Tegangan geser utama:


Momen bending M = P.e = 10000. 200 = 2.106 Nmm.
Z = /4 x t D2 = /4 x 0.707 s x D2 = /4 x 0.707 x 15 (50)2
= 20825 mm3
Dari tabel 6.3, untuk las-lasan melingkar kita dapat menentukan
section modulus:
Tegangan bending adalah:
b = = 96 N/mm2 = 96 MPa

86 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


 Tegangan normal maksimum

( ) √( ) √( )

 egangan Geser maksimum:


 √( ) √( )
= 48.4 MPa

Contoh 7:
Sebuah balok berpenampang persegi dilas dengan las fillet seperti
pada Gambar 6.18. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser yang
diijinkan dibatasi 75 MPa.

Gambar 6.18

Penyelesaian:
diketahui: P = 25kN = 25.103 N ; ηmax = 75 MPa = 75 N/mm2 ;
l = 100 mm ; b = 150 mm; e = 500 mm
Sambungan las menerima tegangan geser utama dan tegangan
bending. Luas leher untuk las fillet persegi adalah:
A = t(2b + 2l) = 0.707 s (2b + 2l)
= 0.707 s (2 x 150 + 2 x 100) = 353.5 s mm2 … ( t = 0.707 s)

Tegangan geser utama:  =

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 87


Tegangan bending adalah: M = P.e = 25.103 .500 = 12,5.106 Nmm.
Dari tabel 6.3 untuk bagian las persegi, section modulus adalah:
( )
Z=t( ) * + = 15907.5 s mm3

Tegangan bending adalah: b = N/mm2


Tegangan geser maksimum adalah:

75 = √( ) √( ) ( )
s = 399.2 / 75 = 5.32 mm (s = ukuran las)

Contoh 8:
Sebuah plat baja persegi dilas seperti cantilever ke kolom vertikal
dan mendukung beban P seperti pada Gambar 6.19. Tentukan ukuran las
jika tegangan geser tidak melebihi 140 MPa.

(a) (b)
Gambar 6.19

Penyelesaian:
Diketahui: P = 60kN = 60.103 N ; b = 100 mm ; l = 50 mm ; η = 140
MPa = 140 N/mm2
Pertama menentukan pusat gravitasi sistem las seperti pada
Gambar 6 .19 (b). Dari tabel 6.3, kita dapat menentukan

88 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


( )
x= = 12.5 mm

dan momen inersia polar untuk luas leher sistem las terhadap G adalah:
( ) ( )
J=t* +
( ) ( )
= 0.707 s * + ( t = 0.707 s)
= 0.707 s [670 x 10 – 281 x 10 ] = 275 x 10 s mm
3 3 3 4

Jarak beban dari pusat gravitasi (G) yaitu eksentrisitas adalah:


E = 150 + 50 – 12.5 = 187.5 mm
r1 = BG = 5 – x = 50 – 12.5 = 37.5 mm
AB = 100/2 = 50 mm
Radius maksimum dari las adalah:
r2 = √( ) ( ) = √( ) ( ) = 62.5 mm
cos  = = 0.6

Luas leher sistem las adalah:


A = 2 x 0.707 s x l + 0.707 s x b = 0.707 s (2l + b)
= 0.707 s (2 x 50 + 100) = 141.4 s mm2
Tegangan geser utama adalah:
1 = N/mm2
dan tegangan geser akibat momen puntir atau tegangan geser sekunder
adalah:
2 = N/mm2

Resultan tegangan geser adalah:


 = √( ) ( )

140 = √( ) ( ) ( ) ( )
s = 2832/140 = 20.23 mm (s = ukuran las)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 89


6.7. Penutup (Soal Latihan)
1. Sebuah plat lebarnya 10A mm dan tebal 1A mm dilas dengan plat lain
secara transverse weld pada ujungnya. Jika plat dikenai beban 7A kN,
tentukan ukuran las untuk beban statis dan beban fatik. Tegangan
tarik yang diijinkan tidak melebihi 7A MPa. (Huruf A diatas diganti
dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
2. Jika plat pada soal no.1 di atas disambung dengan double fillet
dan tegangan geser tidak melebihi 56 MPa, tentukan panjang las
untuk (a) beban statis dan (b) beban dinamis.
b(max) =
3. Batang baja melingkar berdiameter 5A mm dan panjang 20A mm
dilas secara melingkar ke sebuah plat baja kemudian ujung batang
baja dikenai beban 5 kN. Tentukan ukuran las, dengan asumsi
tegangan yang diijinkan dalam las adalah 10A MPa. (Huruf A diatas
diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan). Petunjuk
max =
4. Sebuah poros pejal persegi ukuran 8A mm x 5A mm dilas secara fillet
weld 5 mm pada seluruh sisinya ke plat tipis dengan sumbu tegak
lurus ke permukaan plat. Tentukan torsi maksimum yang dapat
diterapkan poros, jika tegangan geser dalam las tidak melebihi 85
MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan). Petunjuk
5. Sebuah plat dilas secara fillet weld dengan tebal t = 10 mm seperti
pada Gambar 6.20. Tentukan Tegangan geser maksimum dalam las,
asumsikan setiap las panjangnya 100 mm.
6. Gambar 6.21 menunjukkan sebuah sambunga las yang dikenai
beban eksentris 20kN. Pengelasan hanya satu sisi. Tentukan ukuran
las seragam jika tegangan geser yang diijinkan untuk bahan las adalah
8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).

90 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 6.20 Gambar 6.21

7. Sebuah braket dilas ke sisi tiang (column) dan membawa beban


vertikal P seperti pada Gambar 6.22. Tentukan P jika tegangan
geser maksimum pada 10 mm fillet weld adalah 8A MPa. (Huruf
A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 91


BAB VII
SAMBUNGAN ULIR

Sebuah ulir (screwed) dibuat dengan melakukan pemotongan secara


kontinyu alur melingkar pada permukaan silinder. Sambungan ulir
sebagian besar terdiri dari dua elemen yaitu baut (bolt) dan mur (nut).
Sambungan ulir banyak digunakan dimana bagian mesin dibutuhkan
dengan mudah disambung dan dilepas kembali tanpa merusak mesin. Ini
dilakukan dengan maksud untuk menyesuaikan/menyetel pada saat
perakitan (assembly) atau perbaikan, atau perawatan.

7.1. Istilah penting pada ulir


Istilah berikut digunakan pada ulir seperti pada Gambar 7.1 adalah penting
untuk diperhatikan.

Gambar 7.1: Istilah pada ulir

Keterangan:
1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau
internal
2. Dinamakan juga outside atau nominal diameter.

92 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


3. Minor diameter adalah diameter terkecil pada ulir eksternal atau
internal.
4. Dinamakan juga core atau root diameter.
5. Pitch diameter adalah diameter rata-rata silinder. Dianamakan juga
effective diameter.
6. Pitch adalah jarak antara puncak ulir. Secara matematika dapat
dihitung:
7. Pitch =
8. Crest (puncak) adalah permukaan atas pada ulir.
9. Root (lembah) adalah permukaan bawah yang dibentuk oleh dua sisi
berdekatan dari ulir.
10. Depth of thread adalah jarak tegak lurus antara crest dan root.
11. Flank adalah permukaan antara crest dan root.
12. Angle of thread adalah sudut antara flank ulir.
13. Slope adalah setengah pitch ulir.

7.2. Jenis ulir


Jenis ulir adalah sebagai berikut:
1. British standard whitworth (B.S.W) thread. Ulir jenis ini banyak
digunakan dimana kekuatan yang tinggi pada root yang dibutuhkan,
seperti pada Gambar 7.2.

Gambar 7.2 : B.S.W. thread

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 93


2. British association (B.A) thread. Merupakan ulir jenis B.S.W. dengan
pitch yang baik dan banyak digunakan untuk instrumentasi (alat ukur)
dan pekerjaan lain yang presisi, seperti pada Gambar 7.3.

Gambar 7.3: B.A. thread

3. American national standard thread. Ulir ini digunakan untuk


tujuan umum seperti baut, mur, lubang ulir dan tap, seperti pada
Gambar 7.4.

Gambar 7.4: American national standard thread

4. Square thread. Ulir ini banyak digunakan untuk transmisi daya,


biasanya dijumpai pada mekanisme mesin perkakas, katup, spindle,
ulir jack dan lain-lain seperti pada Gambar 7.5.

94 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 7.5: Square thread

5. Acme thread. Ulir ini banyak digunakan pada ulir mesin bubut, katup
kuningan, ulir kerja bangku, seperti pada Gambar 7.6.

Gambar 7.6: Acme thread

6. Knukle thread. Ulir ini banyak digunakan untuk pekerjaan kasar


seperti railway kopling, hydrant dan lain-lain seperti pada Gambar
7.7.

Gambar 7.7: Knukle thread

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 95


7. Buttress thread. Ulir banyak digunakan untuk transmisi daya satu
arah, seperti pada Gambar 6.8.

Gambar 6.8: Buttress thread

7.3. Jenis Sambungan ulir


1. Through bolts. Seperti pada Gambar 7.9 (a) terlihat bahwa baut dan
mur mengikat dua bagian/plat secara bersamaan. Jenis baut ini banyak
digunakan pada baut mesin, baut pembawa, baut automobil dan lain-
lain.

Gambar 7.9

2. Tap bolts. Seperti pada Gambar 7.9 (b), ulir dimasukkan ke lubang
tap pada salah satu bagiannya dikencangkan tanpa mur.

96 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


3. Stud. Seperti pada Gambar 7.9 (c), ulir ini pada kedua ujungnya
berulir. Salah satu ujung ulir dimasukkan ke lubang tap kemudian
dikencangkan sementara ujung yang lain ditutup dengan mur.
4. Cap screws. Ulir ini sama jenisnya dengan tap bolts tetapi berukuran
kecil dan variasi bentuk kepala seperti pada Gambar 7.10.

Gambar 7.10: Cap screws

7.4. Dimensi standar ulir


Dimensi desain ISO untuk ulir, baut dan mur dapat dilihat pada Tabel 7.1
berikut:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 97


Tabel 7.1: Dimensi standar ISO untuk Ulir

98 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


7.5. Sambungan baut akibat beban eksentris
Beberapa aplikasi sambungan baut yang mendapat beban eksentris
seperti bracket, tiang crane, dll. Beban eksentris dapat berupa:
1. Sejajar dengan sumbu baut.
2. Tegak lurus dengan sumbu baut.
3. Dalam bidang baut.

7.6. Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut


Perhatikan Gambar 7 .11, ada empat baut yang mana setiap baut
mendapat beban tarik utama Wt1 =W/n, dimana n adalah jumlah baut.

Gambar 7.11: Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 99


Misalkan w = beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket
W1 dan W2 = beban setiap baut pada jarak L1 dan L2 dari sisi
tepi.
Beban setiap baut pada jarak L1 adalah:
W1 = w.L1
dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L1 . L1 = w.(L1)2
Beban setiap baut pada jarak L2 adalah:
W2 = w.L2
dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L2 . L2 = w.(L2)2
Total momen gaya pada baut terhadap sisi tepi = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2 (7-1)
Momen akibat beban W terhadap sisi tepi = W.L (7-2)
Dari persamaan (7-1) dan (7-2), diperoleh:
W.L = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2
w= [( ) ( ) ]

Beban tarik dalam setiap baut pada jarak L2 adalah:


Wt2 = W2 = w. L2 = [( ) ( ) ]
(7-3)

Total beban tarik pada baut yang dibebani paling besar adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 (7-4)
Jika dc adalah diameter core (minor) dari baut dan ζt adalah tegangan
tarik untuk material baut, maka total beban tarik Wt :
Wt = /4 (dc)2 . t (7-5)
Dari persamaan (7-4) dan (7-5), nilai dc dapat diperoleh.

Contoh 1:
Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.11, menahan sebuah beban 30
kN. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik maksimum yang diijinkan
dalam material adalah 60 MPa. Jarak L1 = 80mm, L2 = 250mm, dan L =
500mm.

100 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Penyelesaian:
Diketahui: W = 30kN ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2 ;
L1 = 80mm, L2 = 250mm , dan L = 500mm.

Beban tarik utama yang dibawa oleh setiap baut adalah:


Wt1 =W/n = 30/4 = 7,5 kN

dan beban dalam setiap baut per unit jarak w adalah:


w= [( ) ( ) ]
= [( ) ( ) ]
= 0,109 kN/mm

Ketika beban baut yang terbesar adalah pada jarak L2 dari sisi tepi,
sehingga beban baut terbesar adalah:
Wt2 = W2 = w.L2 = 0,109. 250 = 27,25 kN
Beban tarik maksimum pada baut dengan beban terbesar pada
persamaan (7-4) adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 = 7,5 + 27,25 = 34,75 kN = 34.750 N

Beban tarik maksimum pada baut adalah persamaan (7-5):


Wt = /4 (dc)2 . t
34.750 = /4 (dc)2 . 60
(dc)2 = 34 750/47 = 740
dc = 27,2 mm

Dari Tabel 7.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core)
baut adalah 28,706mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang
tepat adalah M33.

7.7. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut


Sebuah dinding bracket membawa beban eksentris yang tegak lurus
terhadap sumbu baut seperti pada Gambar 7.12.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 101


Gambar 7.12

Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada
seluruh baut. Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:
Ws = W/n, dimana n = jumlah baut.
Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada
persamaan (7-3):
Wt2 = W2 = w. L2 = [( ) ( ) ]
(7-3)

Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian
beban ekuivalen dapat ditentukan dengan hubungan berikut:
Beban tarik ekuivalen adalah:
[ √( ) ( ) ] (7-6)
dan beban geser ekuivalen adalah:
[√( ) ( ) ] (7-7)
Contoh 2:
Sebuah bracket dijepit pada batang baja seperti pada Gambar 7.13.
Beban maksimum yang diberikan bracket sebesar 12 kN secara vertikal
pada jarak 400 mm dari permukaan batang. Permukaan vertikal bracket
dikunci ke batang oleh empat baut, dalam dua baris pada jarak 50 mm dari
sisi terbawah bracket. Tentukan ukuran baut jika tegangan tarik yang
diijinkan dari material sebesar 84 MPa. Juga tentukan penampang lengan
bracket yang berbentuk persegi.

102 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 7.13

Penyelesaian:
Diketahui:
W = 12 kN = 12.103 N; L = 400 mm ; L1 = 50 mm; L2 = 375 mm;
ζt = 84 MPa = 84 N/mm2 ; n = 4
Beban geser utama setiap baut:
Ws = W/n = 12/4 = 3 kN
Beban tarik maksimum yang dibawa baut 3 dan 4 adalah:
Wt = [( ) ( ) ]
= [( ) ( ) ]
= 6,29 kN

Ketika baut menerima beban geser yang sama dengan beban tarik,
sehingga beban tarik ekuivalen pada persamaan (6-6) adalah:
[ √( ) ( ) ]= [ √( ) ( ) ]
= [ ] = 7.49 kN = 7490 N

 Ukuran baut
Beban tarik ekuivalen (Wte) pada persamaan (7-5) adalah:
Wt = /4 (dc)2 . t
7490 = /4 (dc)2 . 84
2
(dc) = 7490/66 = 113,5
dc = 10,65 mm

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 103


Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor
(core) baut adalah 11,546 mm dan jika dihubungkan dengan ukuran
baut yang tepat adalah M14.
 Penampang lengan bracket
Misalkan: t dan b = tebal dan kedalaman lengan bracket.
Section modulus Z: 1/6 t.b2
Momen bending maksimum bracket;
M = 12.103.400 = 4,8.106 Nmm
Tegangan bending (tarik) t = M/Z
sehingga: 84 = 4,8.106/ (1/6 t.b2)
t.b2 = 343.103 atau t = 343.103 /b2
Diasumsikan kedalaman lengan bracket , b = 250 mm, maka tebal
bracket adalah:
t = 343.103/2502 = 5,5 mm.

7.8. Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar


Kadang-kadang landasan bracket dibuat melingkar seperti piringan
bantalan pada mesin perkakas seperti pada Gambar 7.14.

Gambar 7.14

Misalkan: R = Radius piringan (flens),


r = Radius melingkar pitch baut,
w = Beban per baut per unit jarak dari sisi tepi,
L = Jarak beban dari sisi tepi,

104 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


L1, L2, L3, dan L4 = Jarak pusat baut dari sisi tepi A.
Seperti pernah dibahas pada sub bab di atas bahwa persamaan
momen eksternal W.L merupakan jumlah momen seluruh baut adalah:
[( ) ( ) ( ) ( ) ]

( ) ( ) ( ) ( )
Dari geometri pada Gambar 7.14 (b), kita dapat menentukan:
L1 = R – r cos  L2 = R + r sin 
L3 = R + r cos  dan L4 = R – r sin 
Sehingga nilai persamaan (8) menjadi:

( )
Beban pada baut 1 = w.L1 = (7-8)
Beban ini adalah maksimum ketika cos α adalah minimum yaitu ketika
cos α = -1 atau α = 180o.
( )
Beban maksimum pada baut adalah =
( )
Secara umum, jika n = jumlah baut, = ( )
( )
kemudian beban sebuah baut adalah Wt =
( )
( )
dan beban maksimum baut adalah Wt = * + (7-9)
Setelah diketahui beban maksimum, maka dapat dicari ukuran baut.

Contoh 3.
Sebuah piringan bantalan seperti pada Gambar 7.14 di atas, dikunci
dengan 4 baut secara melingkar berjarak antar bautnya 500 mm. Diameter
piringan bantalan 650 mm dan beban 400 kN diberikan pada jarak 250
mm dari kerangka. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik material
baut yang aman 60 MPa.
Penyelesaian:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 105


Diketahui: n = 4 ; d = 500 mm atau r = 250 mm; D = 650 mm atau
R = 325 mm ; W = 400 kN = 400.103 N ; L = 250 mm ; ζt = 60
MPa = 60 N/mm2
Beban maksimum baut seperti pada persamaan (7-9) adalah :
( )
Wt = * +

( )
= * + = 91643 N
( ) ( )

Sedangkan beban maksimum pada persamaan (7-5) adalah:


( )

( ) ( )
(dc)2 = 91 643/47,13 = 1945 atau dc = 44 mm
Dari Tabel 7.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core)
baut adalah 45,795 mm dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang
tepat adalah M52.

7.9. Penutup (soal Latihan)


1. Sebuah plat disambung ke dinding dengan 4 baut M12 seperti pada
Gambar 6.15. Diameter core (minor) baut adalah 9,858 mm.
Tentukan nilai W jika tegangan tarik yang diijinkan dalam material
baut adalah 6A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir
NIM yang mengerjakan).

Gambar 7.15

106 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


2. Sebuah bracket seperti pada Gambar 7.16, disambung ke dinding
dengan 4 baut. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik yang
aman untuk baut adalah 7A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan
nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 7.16

3. Sebuah bracket seperti pada Gambar 7.17, disambung ke tiang


vertikal dengan 5 baut standar. Tentukan ukuran baut, jika
tegangan tarik material yang aman 7A MPa dan tegangan geser
yang aman 5A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor
terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 7.17

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 107


BAB VIII
KOPLING

Sebuah kopling diistilahkan sebagai peralatan untuk membuat


sambungan permanen atau semi permanen seperti sebuah clucth yang bisa
dipasang dan dibongkar dengan cepat pada saat akan dioperasikan. Poros
kopling digunakan dalam permesinan untuk beberapa tujuan, sebagian
besar adalah sebagai berikut:
a. Untuk menyambung poros yang diproduksi secara terpisah seperti
sebuah motor dan generator dan untuk memisahkan poros ketika
perbaikan.
b. Untuk memperkenalkan fleksibilitas (keluwesan) mekanika.
c. Untuk mengurangi transmisi beban kejut dari poros yang satu ke
poros yang lain.
d. Untuk melindungi beban lebih yang berlawanan,

8.1. Tipe Kopling


Jenis kopling dikelompokkan menjadi berikut:
1. Rigid coupling (kopling tetap).
Digunakan untuk menghubungkan dua poros yang lurus secara
sempurna. Tipe kopling tetap berikut ini adalah penting untuk
diketahui yaitu:
a. Sleeve atau muff coupling.
b. Clamp coupling.
c. Flange coupling.
2. Flexible coupling (kopling fleksibel).
Digunakan untuk menghubungkan dua poros yang mempunyai
sumbu menyamping dan menyudut. Tipe kopling fleksibel berikut ini
adalah penting untuk diketahui yaitu:
a. Bushed pin type coupling,
b. Universal coupling,
c. Oldham coupling.

108 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


8.2. Sleeve atau Muff Coupling
Ini adalah tipe kopling tetap yang paling sederhana, dibuat dari besi
cor. Terdiri dari silinder berlubang yang diameter dalamnya sama dengan
diameter poros. Seperti pada Gambar 8.1, daya ditransmisikan dari poros
yang satu ke poros yang lain dengan sebuah pasak (key) dan sebuah
muff. Oleh karena itu seluruh elemen harus cukup kuat untuk
mentransmisikan torsi.

Gambar 8.1: Muff coupling

Misalkan Diameter luar muff, D = 2d + 13 mm


Panjang muff, L = 3,5d
Dimana d = diameter poros.
Perancangan muff atau sleeve
Muff dirancang dengan pertimbangan seperti poros berlubang.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan oleh kopling,
ηc = Tegangan geser yang diijinkan untuk material muff dari
besi cor yaitu 14 MPa.
Torsi yang ditransmisikan oleh bagian yang berlubang adalah:

( ) ( )

dimana: k = d/D

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 109


Contoh 1:
Rancanglah dimensi muff coupling yang digunakan untuk
menghubungkan dua poros baja dengan transmisi 40 kW pada 350 rpm.
Material untuk poros adalah baja karbon dengan tegangan geser dan
tegangan crushing yang diijinkan berturut-turut adalah 40 MPa dan 80
MPa. Material muff terbuat dari besi cor dengan tegangan geser yang
diijinkan 15 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 40 kW = 40.103 W ; N = 350 rpm ; ηs = 40 MPa = 40
N/mm2 ; ζcs = 80 MPa = 80 N/mm2 ; ηc = 15 MPa = 15 N/mm2

Gambar 8.2: Tipe muff coupling

 Perancangan Poros
Misalkan d = diameter poros Torsi yang ditransmisikan oleh poros
dan muff adalah:

Diameter poros d adalah:

d 3 = 1100.103/7,86 = 140.103
d = 52 mm ≈ 55 mm

110 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


 Perancangan muff
Diameter luar muff D:
D = 2d + 13 = 2.55 + 13 = 123 mm ≈ 125 mm. Panjang muff L :
L = 3,5 d = 3,5.55 = 192,5 mm ≈ 195 mm
Marilah sekarang dicek tegangan geser yang terjadi dalam muff.
Misalkan ηc = tegangan geser yang terjadi pada muff yang dibuat dari
besi cor. Oleh karena itu torsi yang ditransmisikan pada persamaan
(8-1) menjadi:

( ) * +

ηc = 2,97 N/mm2.
Ketika tegangan geser yang terjadi pada muff adalah lebih rendah
tegangan geser yang diijinkan 15 N.mm2, oleh karena itu desain muff
adalah aman.

8.3. Clamp atau Compression Coupling


Dinamakan juga sebagai split muff coupling. Dalam kasus ini, muff dibuat
ke dalam dua paruhan dan dibaut bersama-sama seperti pada Gambar 8.3.
Separuh muff dibuat dari besi cor. Ujung poros berbatasan dengan ujung
yang lain dan pasak (key) dipasang lurus ke dalam lubang pasak pada
kedua poros. Separuh muff ditempatkan di bagian bawah dan separuh
yang lain ditempatkan di bagian atas. Kedua muff digabungkan
bersama-sama oleh baut dan mur. Jumlah baut bisa dua, empat atau enam.
Kopling ini bisa digunakan untuk beban berat dan kecepatan sedang.
Keuntungan kopling ini adalah bahwa posisi poros tidak perlu
dirubah/digeser untuk perakitan dan pembongkaran kopling.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 111


Gambar 8.3: Clamp coupling

 Desain muff untuk clamp coupling adalah:


Diameter muff, D = 2d +13 mm dan Panjang muff, L = 3,5 d
dimana d = diameter poros
Torsi yang ditransmisikan oleh bagian yang berlubang adalah

( ) ( )

dimana: k = d/D

 Desain baut clamping


Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan poros,
d = Diameter poros,
db = Diameter efektif baut,
n = Jumlah baut,
ζt = Tegangan tarik yang diijinkan untuk material baut,
µ = Koefisien gesek antara muff dan poros, dan
L = Panjang muff.

Gaya yang diberikan oleh setiap baut ( )


Gaya yang diberikan oleh baut pada tiap sisi poros ( )
Misalkan p adalah tekanan pada poros dan permukaan muff akibat
gaya, kemudian distribusi tekanan merata pada permukaan, maka:
( )

112 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gaya gesek antara poros dan muff adalah:

( )

( )

Torsi yang ditransmisikan oleh kopling adalah

( ) ( )

Gambar 8.4: muff tunggal clamp coupling

Contoh 2:
Rancanglah sebuah clamp coupling untuk mentransmisikan 30 kW
pada 100 rpm. Tegangan geser yang diijinkan untuk poros 40 MPa dan
jumlah baut penyambung dua paruhan muff ada enam. Tegangan tarik ijin
untuk baut 70 MPa. Koefisien gesek antara muff dan permukaan poros
adalah 0,3.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 30 kW = 30.103 W ; N = 100 rpm ; η = 40 MPa = 40
N/mm2; n = 6 ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2 ; µ = 0,3.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 113


• Desain poros
Torsi yang ditransmisikan poros

• Desain muff
Diameter muff, D = 2d + 13 mm = 2.75 + 13 = 163 ≈ 165 mm
Total panjang muff, L = 3,5d = 3,5.75 = 262,5 mm

• Desain baut clamping


Torsi yang ditransmisikan oleh kopling pada persamaan (8-2) adalah

( ) ( ) ( )
( )
( )
Dari Tabel 7.1 pada bab VII, kita temukan bahwa diameter core
standar dari baut adalah 23,32 mm dan diameter nominal baut adalah
27 mm (M27).

8.4. Flange Coupling (kopling flens)


Kopling flens biasanya terdiri dari dua piringan kopling besi cor. Setiap
flens dipasang pada ujung poros dan disambung dengan pasak seperti pada
Gambar 8.5 dan 8.6.

Gambar 8.5: Kopling flens

114 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 8.6: Kopling flens

Jika d adalah diameter poros atau diameter dalam hub, d1 = diameter


nominal baut, Diameter luar hub adalah: D = 2d
Panjang hub adalah: L = 1,5.d
Diameter lingkaran kisar baut : D1 = 3.d
D2 = D1 + (D1 – D) = 2D1 –
Diamter luar flens: D = 4.d
Ketebalan flens: tf = 0,5d
Jumlah baut: n = 3, untuk d ≤ 40 mm
n = 4, untuk d ≤ 100 mm n = 6, untuk d ≤ 180 mm
Misalkan: ηs, ηb dan ηk = Tegangan geser ijin untuk poros, baut dan
pasak
ηc = Tegangan geser yang diijinkan untuk
material flens.
ζcb = Tegangan crushing yang diijinkan untuk
material baut.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 115


• Desain hub
Hub didesain dengan pertimbangan seperti pada poros berongga
(hollow shaft), yang mentransmisikan torsi sama dengan poros pejal
(solid shaft).
* + (8-3)

Diameter luar hub biasanya diambil dua kali diameter poros. Oleh
karena itu dari hubungan di atas, tegangan geser yang terjadi dalam
hub dapat dicek.
Panjang hub L = 1,5.d

• Desain flens
Flens mengalami geser ketika mentransmisikan torsi. Oleh karena itu
torsi yang ditransmisikan adalah:
T = Keliling hub x Tebal flens x Tegangan geser flens x Radius hub
(8-4)

Tebal flens biasanya diambil setengah diameter poros. Oleh karena itu
dari hubungan di atas, tegangan geser pada flens dapat dicek.

• Desain Baut
Baut mengalami tegangan geser akibat torsi yang ditransmisikan.
Jumlah baut (n) tergantung diameter poros dan diameter lingkar pitch
baut (D1) = 3d.
Beban setiap baut ( )
Total beban seluruh baut ( )
Torsi yang ditransmisikan ( ) (8-5)
Dari persamaan di atas, diameter baut (d1) bisa dicari. Sekarang
diameter baut bisa dicek dalam crushing.
Luas tahanan crushing seluruh baut = n. d1.tf
dan kekuatan crushing seluruh baut = n. d1.tf .ζcb
Torsi T = (n. d1.tf .ζcb).D1/2 (8-6)
Dari persamaan di atas, tegangan crushing pada baut bisa dicek.

116 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Contoh 3:
Rancanglah tipe kopling flens dari besi cor untuk mentransmisikan 15
kW pada 900 rpm dari sebuah motor listrik ke sebuah kompresor. Faktor
keamanan diasumsikan sebesar 1,35. Tegangan yang diijinkan sebagai
berikut:
Tegangan geser untuk material poros dan baut = 40 MPa Tegangan
crushing untuk baut = 80 MPa Tegangan geser untuk besi cor = 8 Mpa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 15 kW = 15.103 W ; N = 900 rpm ;
SF = 1,35 ; ηs = τb = 40 Mpa = 40 N/mm2 ; ζcb = 80 MPa = 80 N/mm2 ;
ηc = 8 MPa = 8 N/mm2
• Desain hub
Torsi yang ditransmisikan untuk menentukan diameter poros adalah:

Ketika SF = 1,35, oleh karena itu torsi maksimum yang


ditransmisikan adalah:
Tmax = 1,35.159,13.103 = 215.103 Nmm
Diameter poros d adalah:
215.103 = 7,86.d3
d3 = 7,5.103
d = 30,1mm ≈ 35mm
Diameter luar hub: D = 2d = 2.35 = 70 mm
Panjang hub: L = 1,5 d = 1,5.35 = 52,5 mm.
Sekarang kita cek tegangan geser untuk material hub dari besi cor.
Pertimbangan hub sebagai poros berongga. Torsi maksimum yang
ditransmisikan Tmax pada persamaan (7-3) adalah:
( ) ( )
* + * +
215.103 = 63147.ηc
η = 3,4 N/mm2 = 3,4MPa

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 117


Ketika Tegangan geser yang terjadi pada material hub adalah lebih
rendah dari nilai yang diijinkan 8 MPa, oleh karena itu desain hub
adalah aman.

• Desain flens
Tebal flens tf diambil 0,5d, maka tf = 0,5.d = 0,5.3,5 = 17,5 mm
Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax pada persamaan (8-4):

215.103 = 134713ηc
η = 1,6 N/mm2 = 1,6 MPa
Ketika Tegangan geser yang terjadi pada material flens adalah
lebih rendah dari nilai yang diijinkan 8 MPa, oleh karena itu desain
flens adalah aman.

• Desain baut
Ketika diameter poros 35 mm, diasumsikan jumlah baut n = 3,
Diameter lingkar pitch baut, D1 = 3d = 3.35 = 105 mm
Baut mengalami tegangan geser akibat torsi yang ditransmisikan pada
persamaan (7-5), maka diameter baut adalah:
( ) ( ) ( )

215.103 = 4950(d)2
Pada Tabel 7.1, ukuran standar baut adalah M8.
Diameter luar flens, D2 = 4d = 4.35 = 140 mm.
Tebal flens tp adalah: tp = 0,25.d = 0,25.35 = 8,75 mm ≈ 10 mm
Tf = 0,5.d = 0,5.35 = 17,5 mm

8.5. Penutup (Soal Latihan)


1. Rancanglah sebuah muff coupling untuk menghubungkan dua poros
dengan transmisi daya 4A kW pada putaran 12A rpm. Tegangan geser
dan crushing yang diijinkan untuk bahan poros berturut-turut adalah
30 MPa dan 80 MPa. Material muff dari besi cor dengan tegangan

118 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


geser yang diijinkan 15 MPa. Asumsikan bahwa torsi maksimum
yang ditransmisikan adalah 25% lenih besar dari torsi rata- rata.
(Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).
2. Rancanglah sebuah clamp coupling untuk mentransmisikan poros
13A0 Nm.
3. Tegangan geser yang diijinkan untuk poros adalah 4A MPa dan
jumlah baut ada 4. Tegangan tarik yang diijinkan untuk bahan baut
adalah 70 MPa. Koefisien gesek antara muff dan permukaan poros
adalah 0,3. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).
4. Rancanglah sebuah kopling flens dari besi cor untuk mentransmisikan
dua poros dengan daya 7,5A kW pada putaran 72A rpm. Tegangan
geser yang diijinkan untuk material poros dan baut adalah 33 MPa,
tegangan crushing yang diijinkan untuk material baut adalah 60 MPa,
dan tegangan geser yang diijinkan untuk besi cor adalah 15 MPa.
(Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 119


BAB IX
PEGAS

Pegas didefinisikan sebagai benda elastis, yang fungsinya untuk


memberikan simpangan ketika dibebani dan untuk mengembalikan ke
bentuk asalnya ketika beban dilepaskan. Aplikasi pegas adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menahan atau energi kendali akibat goncangan (shock)
lain atau getaran seperti dalam pegas mobil, penyangga rel, sok
breker, dan peredam getaran.
2. Untuk mempergunakan gaya-gaya, seperti dalam rem, kopling tidak
tetap dan pegas pada katup.
3. Untuk mengendalikan gerak dengan menahan kontak antara dua
elemen seperti pada cam.
4. Untuk mengukur gaya-gaya, seperti dalam indicator mesin.
5. Untuk menyimpan energi, seperti pada arloji, mainan anak-anak dan
lain-lain.

9.1. Tipe Pegas


Ada bermacam-macam jenis pegas yang penting untuk diketahui sebagai
berikut:
1. Helical springs (pegas helix). Pegas helix dibuat dari gulungan
kawat berbentuk helix dan terutama menahan beban tekan
(dinamakan pegas tekan) dan tarik (dinamakan pegas tarik) seperti
pada Gambar 9.1 (a) & (b). Bentuk penampang kawat pegas adalah
bisa lingkaran, persegi atau bujur sangkar.

120 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 9.1: Helical spring

2. Conical dan volute springs (pegas kerucut). Seperti ditunjukkan


pada Gambar 9.2, adalah digunakan dalam penerapan khusus dimana
sebuah pegas teropong.

Gambar 9.2: Conical dan volute springs

3. Torsion springs (pegas torsi). Pegas ini bisa digolongkan jenis


pegas helix atau spiral seperti pada Gambar 9.3. tipe helix digunakan
hanya dalam penerapan dimana beban cenderung untuk memutar
pegas dan digunakan dalam mekanika listrik. Tipe spiral juga
digunakan dimana beban cenderung untuk menaikkan jumlah coil
yang digunakan pada jam dinding.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 121


Gambar 9.3: Pegas torsi

4. Laminated atau leaf spring (pegas daun). Pegas daun terdiri dari
sejumlah plat tipis dengan panjang bervariasi yang ditahan
bersamaan oleh clamp dan baut, seperti pada Gambar 9.4. Pegas ini
banyak digunakan dalam automobile.

Gambar 9.4 Pegas daun

5. Disc atau bellevile springs (pegas piringan). Pegas ini terdiri dari
piringan kerucut yang ditahan bersamaan berlawanan dengan pusat
baut seperti pada Gambar 9.5. Pegas ini digunakan dalam aplikasi
dimana membutuhkan laju pegas yang tinggi.

Gambar 9.5: Pegas piringan

122 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


9.2. Pegas helix
Material pegas pegas helix harus mempunyai kekuatan fatik yang tinggi,
keuletan yang tinggi, gaya pegas yang tinggi dan tahan creep (deformasi
dalam waktu lama). Pemilihan material pegas sebagian besar tergantung
pada penggunaan dan gaya-gaya yang bekerja. Material pegas antara lain
adalah baja karbon, kawat stainless steel, kawat musik, phosphor bronze
(perunggu) dan brass (kuningan).

Gambar 9.6: Pegas helix

9.3. Tegangan dalam pegas helix berkawat lingkaran


Perhatikan pegas helix tekan pada Gambar 8.7 (a) dan (b) dibawah ini.

(a) Pegas tekan dibebani (b) Kawat menerima geser torsional


aksial dan geser utama
Gambar 9.7: Pegas helix tekan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 123


Misalkan: D = Diameter rata-rata lilitan pegas
d = Diameter kawat pegas,
n = Jumlah lilitan,
G = Modulus kekakuan untuk material pegas,
W = Beban aksial pada pegas,
η = Tegangan geser maksimum yang terjadi pada kawat,
C = Indek pegas = D/d,
p = Pitch (kisar) dari lilitan,
δ = Defleksi pegas sebagai akibat beban aksial W.
Perhatikan pegas tekan pada Gambar 9.7 (b), beban W cenderung
memutar kawat akibat momen puntir (T) pada kawat. Sehingga tegangan
geser torsional bisa terjadi dalam kawat.
Momen puntir T :

(9-1)

Diagram tegangan geser torsional ditunjukkan dalam Gambar 9.8 (a).


Tegangan geser utama (η2) akibat beban W:
(9-2)

Diagram tegangan geser utama ditunjukkan pada Gambar 9.8 (b).


Sedangakan diagram resultan tegangan geser torsional dan resultan
tegangan geser utama ditunjukkan pada Gambar 9.9 (a).

(a) Diagram tegangan geser (b) Diagram tegangan geser


torsional utama
Gambar 9.8 : Tegangan dalam pegas helix tekan

124 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


(a) Diagram tegangan geser torsional (b) Diagram tegangan geser
torsional, dan tegangan
geser utama tegangan
geser utama dan tegangan
lengkungan.
Gambar 9.9: Tegangan pada pegas helix tekan

Resultan tegangan geser yang terjadi dalam kawat:


η = η 1  η2 =

Tanda positif digunakan untuk bagian dalam kawat dan tanda negatif
digunakan untuk bagian luar kawat. Ketika tegangan adalah maksimum
pada bagian dalam kawat, sehingga; Tegangan geser maksimum yang
terjadi dalam kawat:
= Tegangan geser torsional + tegangan geser utama
( ) (9-3a)
( ) (9-3b)

Pengaruh geser utama adalah sama seperti lengkungan pada kawat,


sebuah faktor tegangan Wahl’s yang ditemukan oleh A.M.Wahl’s bisa
digunakan. Diagram resultan tegangan torsional, geser utama, dan geser

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 125


lengkungan ditunjukkan pada Gambar 9.9 (b). Tegangan geser maksimum
yang terjadi dalam kawat adalah:
(9-4)

K = KS + K C
dimana KS = Faktor tegangan akibat geser,
KC = Faktor konsentrasi tegangan akibat lengkungan.

9.4. Defleksi pada pegas helix


Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas tegangan geser
maksimum dalam kawat. Total panjang kawat:
l = π.D.n
θ = Defleksi sudut dari kawat ketika menerima torsi T.
Defleksi aksial dari pegas, δ = θ.D/2 (9-5a)
Hubungan torsi dengan tegangan geser adalah:

dimana J = momen inersia polar dari kawat pegas


G = modulus kekakuan untuk material kawat pegas.
Sehingga defleksi sudut menjadi:
( )
(9-5b)

Substitusi persamaan (8-5a) dan (8-5b) diperoleh:


..(C=D/d) (9-6)

dan kekakuan (stiffness) pegas atau laju pegas:


konstan (9-7)

126 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


9.5. Energi yang tersimpan dalam pegas helix berkawat lingkaran
Pegas yang digunakan untuk menyimpan energi adalah sama dengan
kerja yang dilakukan oleh beberapa beban eksternal.
Misalkan W = Beban pada pegas, dan
δ = Defleksi aksial yang dihasilkan akibat beban W.
Diasumsikan bahwa beban diaplikasikan secara bertahap, maka energi
yang disimpan dalam pegas adalah:
U = ½ W. (9-8a)
Tegangan geser yang terjadi dalam kawat pegas adalah:
=K atau W (9-8b)

Kita mengetahui bahwa defleksi pegas adalah:


(9-8c)
Substitusi persamaan (8-8a), (8-8b), dan (8-8c), diperoleh:

( )( ⁄ ) (9-9)

dimana V = Volume kawat pegas = Panjang kawat pegas x Luas


penampang kawat.

Contoh 1:
Tentukan tegangan geser maksimum dan defleksi yang terjadi dalam
pegas helix dengan spesifikasi berikut ini, jika pegas menyerap energi
1000 Nm. Diameter rata-rata pegas 100 mm; diameter kawat baja yang
digunakan untuk membuat pegas = 20 mm; jumlah lilitan = 30; modulus
kekakuan baja = 85 kN/mm2.
Penyelesaian:
diketahui: U = 1000 Nm ; D = 100 mm = 0,1 m ; d = 20 mm = 0,02 m ;
n = 30 ; G = 85 kN/mm2 = 85.109 N/m2.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 127


• Tegangan geser maksimum yang terjadi (τ) adalah:
Indek pegas, C = D/d = 0,1/0,002 = 5
Faktor tegangan Wahl’s, K = = 1,31
Volume kawat pegas, V = (.D.n)(/4.d ) = (.0,1.30)(/4.0.022)
2

V= 0,00296 m3
Energi yang diserap dalam pegas (U) dari persamaan (9-9),

η = 447,2.106 N/m2 = 447,2MPa

• Defleksi yang terjadi pada pegas


Dari persamaan (9-8c) diperoleh defleksi pegas:

Contoh 2:
Sebuah pegas helix dengan lilitan tertutup dibuat dari kawat baja
dengan diameter 10 mm, jumlah lilitan ada 10 dengan diameter rata-rata
120 mm. Pegas membawa beban tarik aksial 200 N. Tentukan tegangan
geser yang terjadi dalam pegas dengan mengabaikan pengaruh konsentrasi
tegangan. Tentukan juga defleksi pegas, kekakuan, dan energi regangan
yang oleh pegas jika modulus kekakuan material adalah 80 kN/mm2.
Penyelesaian:
Diketahui: d = 10 mm ; n = 10 ; W = 200 N ;
G = 80 kN/mm2 = 80.103 N/mm2

• Tegangan geser pada pegas (pengaruh konsentrasi tegangan


diabaikan)
Dari persamaan (9-3a) diperoleh tegangan geser pada pegas:

128 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


( ) ( ) N/mm2
η = 61,1.1,04 = 63,54 N/mm2 = 63,54MPa

• Defleksi pegas
Dari persamaan (9-6) diperoleh defleksi pegas:

• Kekakuan (stiffness)
Dari persamaan (9-7) diperoleh kekakuan pegas:

Atau secara langsung W/ = 200/34,56 = 5,8 N/mm

• Energi regangan yang disimpan dalam pegas


Dari persamaan (8-8a) diperoleh energi regangan yang disimpan
dalam pegas:
U = ½ . W.  = ½ . 200. 34,56 = 3456 Nmmm = 3,456 Nm

9.6. Beban fatik pada pegas helix


Pegas helix yang menerima beban fatik dirancang dengan menggunakan
“metode garis Soderberg”. Material pegas biasanya diuji untuk kekuatan
ketahanan torsional (torsional endurance strength) di bawah tegangan
berulang-ulang yang bervariasi dari nol sampai maksimum. Ketika pegas
biasanya dibebani hanya satu arah, maka sebuah diagram Soderberg
adalah yang digunakan untuk pegas, seperti pada Gambar 9.10.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 129


Gambar 9.10: Diagram Soderberg untuk pegas helix

Batas endurance (ketahanan) untuk beban balik ditunjukkan pada titik


A dimana tegangan geser rata-rata sama dengan ηe/2 dan tegangan geser
variable juga sama dengan ηe/2. Garis AB (titik yield dalam geser, ηy),
adalah garis tegangan gagal Soderberg. Jika faktor keamanan (SF)
diterapkan sampai tegangan yield (ηy), garis tegangan aman CD digambar
sejajar dengan garis AB. Perhatikan desain titik P pada garis CD. Nilai
faktor keamanan dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:
Dari persamaan segitiga PQD dan AOB, kita peroleh:
atau

Dengan membagi kedua sisi dengan ηe.ηy, diperoleh:


(9-10a)

130 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Jadi faktor keamanan (SF) adalah:
SF = (9-10b)

Nilai tegangan geser rata-rata (ηm) dapat dihitung dengan


menggunakan faktor tegangan geser (Ks), sementara tegangan geser
variable dihitung dengan menggunakan nilai penuh factor Wahl’s (K).
Sehingga tegangan geser rata-rata:
m = Ks
Dimana: Ks = 1 + ; dan Wm =
Tegangan geser variabel adalah:
v = K
Dimana: K = ; dan Wv =

Contoh 3:
Pegas tekan helix dibuat dari baja karbon tempering, mendapat beban
yang bervariasi dari 400 N sampai 1000 N. Indek pegas adalah 6 dan
faktor keamanan desain 1,25. Jika tegangan yield geser 770 MPa dan
tegangan endurance 350 MPa, tentukan :
1. Ukuran kawat pegas,
2. Diameter pegas,
3. Jumlah lilitan pegas,
Defleksi pegas ketika dikompresi pada beban maksimum adalah 30
mm. Modulus kekakuan material pegas adalah 80 kN/mm2.
Penyelesaian:
Diketahui:
Wmin = 440 N ; Wmax = 1000 N ; C = 6 ; SF 1.25 ; y = 770
MPa = 770 N/mm2 ; e = 770 MPa = 770 N/mm2 ;  = 30 mm ;
G = 80 kN/mm2 = 80 x 103 N/mm2.

• Ukuran kawat pegas


Diameter rata-rata pegas D = C.d = 6.d

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 131


Beban rata-rata:
Wm = = 700 N

Beban variabel :
Wv = = 300 N

Faktor tegangan geser:


Ks = 1 + = 1.083

Faktor tegangan Wahl’s:


K= = 1.2525

Tegangan geser rata-rata:


m = Ks = 1.083 N/mm2

Tegangan geser variabel:


v = K = 1.2525 N/mm2

Jadi diameter kawat pegas dapat dicari dari persamaan (9-10a):

d2 = 1.25 x 40.4 = 50.5 atau d = 7.1 mm

• Diameter pegas
Diameter rata- pegas D = C.d = 6.7,1 = 42,6 mm
Diameter luar pegas Do = D + d = 42,6 + 7,1 = 49,7 mm
Diameter dalam pegas, Di = D – d = 42,6 – 7,1 = 35,5 mm

• Jumlah lilitan pegas


Dari persamaan (9-6) untuk defleksi pegas diperoleh :
( )
30 ( )
= 3.04 n
N = 30/3.04 = 9.87  10

132 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


9.7. Penutup (Soal Latihan)
1. Rancanglah sebuah pegas helix tekan untuk membawa beban 500 N
dengan defleksi 25 mm. Indek pegas ditentukan 8. Asumsikan nilai
berikut untuk material pegas:
Tegangan geser yang diijinkan = 350 MPa,
Modulus kekakuan = 84 kN/mm2, Faktor Wahl’s =
2. Sebuah pegas helix dirancang untuk mengoperasikan beban fluktuasi
dari 90 sampai 135 N. Defleksi pegas untuk range beban tersebut
adalah 7,5 mm. Asumsikan indek pegas 10. Tegangan geser yang
diijinkan untuk material pegas = 480 MPa dan modulus kekakuan =
80 kN/mm2. Rancanglah pegas tersebut?
3. Sebuah pegas helix tekan dibuat dari baja karbon distemper oli,
menerima beban bervariasi dari 600 N sampai 1600 N. Indek pegas =
6 dan desain faktor keamanan = 1,43. Jika tegangan geser luluh 700
MPa dan tegangan endurance 350 MPa, tntukan ukuran kawat pegas
dan diameter rata-rata lilitan pegas.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 133


BAB X
PEMILIHAN MOTOR

Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor pemilihan motor,


jenis motor baik motor AC maupun motor DC, perhitungan daya motor,
unjuk kerja motor AC, dan motor 1 fasa dan 3 fasa, serta analisa motor
listrik.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan jenis motor yang tepat terhadap mesin yang
dirancangnya.

10.1. Faktor-faktor pemilihan motor


Motor listrik digunakan sebagai penyedia daya untuk berbagai produk
rumah tangga, pabrik, sekolah, fasilitas-fasilitas komersial, perlengkapan
transportasi, dan berbagai peralatan yang dapat dibawa kemana-mana.
Motor listrik ini dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu arus bolak
balik (Alternating Current, AC) dan arus searah (Direct Current, DC).
Ada beberapa hal-hal berikut yang harus ditetapkan dalam pemilihan
motor:
 Jenis motor: DC, AC, satu fasa, tiga fasa dan sebagainya
 Daya nominal dan kecepatan
 Tegangan dan frekuensi operasi
 Jenis rumah
 Ukuran rangka
 Rincian rakitan
Selain itu, ada beberapa faktor-faktor utama yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan sebuah motor, meliputi:
a) Torsi operasi, kecepatan operasi, daya nominal. Ketiga item ini dapat
saling berhubungan menurut persamaan
Daya = torsi x kecepatan putar

134 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


b) Torsi pengawalan
c) Variasi beban yang diharapkan dan toleransi terhadap variasi
kecepatan kaitannya.
d) Pembatasan arus selama beroperasi dan fasa-fasa pengawalan operasi.
e) Siklus kerja: berapa sering motor dihidupkan dan dimatikan.
f) Faktor-faktor lingkungan: suhu potensi terjadinya peristiwa korosi
dan ledakan, keterbukaan terhadap segala cuaca atau terhadap cairan,
dsb.
g) Variasi tegangan yang diharapkan
h) Pembebanan poros.
Secara garis besar pengelompokan motor berdasarkan ukuran yang
digunakan untuk membedakan motor-motor dengan rancangan yang sama.
Daya dalam satuan hp dan watt atau kilowatt saat ini sudah sering
digunakan dengan konversi: 1 hp = 0.746 kW = 746 W.
Perhatikan Gambar 10.1 yang memperlihatkan motor listrik yang
paling umum. Motor tersebut dikategorikan berdasarkan pasokan input,
konstruksi, dan mekanisme operasi.

Gambar 10.1 Klasifikasi motor listrik

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 135


10.2. Motor AC
Sumber daya arus bolak balik (AC) dimaksudkan untuk menyuplai
kebutuhan listrik dalam berbagai industri, perdagangan atau pelanggan
tetap. Sumber daya AC dikelompokkan dalam satu fasa dan tiga fasa.
Sebagian besar instalasi komersial ringan hanya menggunakan sumber
daya satu fasa yang disalurkan melalui dua kawat konduktor dan satu
kawat tanah dengan bentuk gelombang daya yang terjadi seperti terlihat
dalam Gambar 10.2. Sedangkan daya tiga fasa disuplai ke sistem tiga
kawat dan tersusun dari tiga gelombang berbeda dengan amplitudo dan
frekuensi yang sama dengan beda tiap fasa 120o (lihat Gambar 10.3)

Gambar 10.2 Sumber daya AC satu fasa

Gambar 10.3 Sumber daya AC tiga fasa

136 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Beberapa tegangan nominal yang biasanya tersedia dalam sumber
daya AC diperlihatkan dalam Tabel 10.1. Sebuah motor AC tanpa beban
akan cenderung beroperasi pada kecepatan putar sinkron (ns) yang
mempunyai hubungan dengan frekuensi (f) dan jumlah kutub listrik (p)
yang dililitkan didalam motor dengan persamaan:
ns = 120 f / p [rpm] (10-1)

Tabel 10.1 Tegangan motor AC


Tegangan Tegangan nominal motor
Satu fasa Tiga fasa
120 115 115
120 / 208 115 200
240 230 230
480 460
600 575

Motor-motor ini mempunyai jumlah kutub genap, biasanya dari 2


sampai 12 yang menghasilkan kecepatan putar seperti yang diperlihatkan
dalam Tabel 10.2 untuk daya 60Hz. Tetapi motor induksi yang banyak
digunakan, beroperasi dengan kecepatan yang semakin lebih lambat dari
kecepatan putar sinkronnya semakin meningkat beban (torsi).
Ada banyak jenis motor AC, namun yang paling umum digunakan
adalah motor induksi, dimana terdapat dua komponen yang aktif dari
motor induksi yaitu stator (elemen yang tetap) dan rotor (elemen yang
berputar). Gambar 10.4 memperlihatkan sebuah penampang lintang
longitudinal sebuah motor induksi yang menunjukkan stator berbentuk
silinder berongga yang terpasang tetap dalam sebuah motor. Rotor
diletakkan di sebelah dalam stator dan terhubung tetap pada poros. Poros
sendiri ditumpu oleh bantalan-bantalan didalam rumah motor.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 137


Gambar 10.4 Penampang longitudinal sebuah motor induksi

Stator dibuat dari piringan pelat baja tipis yang disebut sebagai
laminations yang disusun rapat dan diberi penyekat satu terhadap lainnya.
Gambar 10.5 memperlihatkan bentuk laminations tersebut, termasuk
sederet alur di sekeliling sisi dalamnya dan dibuat berjajar menurut arah
penumpukan laminations stator, sehingga membentuk kanal-kanal
sepanjang lubang stator.

Gambar 10.5 Laminations motor induksi

Rotor juga mempunyai laminations dengan kanal-kanal sepanjang


rotor dan diisi dengan batang-batang yang terbuat dari bahan konduktor
listrik yang baik seperti tembaga atau aluminium yang ujung-ujungnya
dihubungkan dengan gelang kontinyu pada setiap ujungnya. Untuk rotor
yang kecil, kumpulan batang dan gelang ujung dibuat menjadi satu

138 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


kesatuan dari bahan aluminium melalui proses pengecoran, seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 10.6 dimana jika dilihat tanpa laminations,
hasil pengecoran ini akan terlihat seperti sarang tupai, sehingga motor
induksi ini sering disebut sebagai motor sarang tupai.

Gambar 10.6 Sangkar tupai

10.2.1. Motor Tiga Fasa


Sumber daya listrik tiga fasa dihubungkan dengan kumparan-kumparan
stator. Ketika arus mengalir melalui kumparan tersebut, maka akan timbul
medan elektromagnetik yang dinampakkan pada kondukstor-konduktor
dalam rotor. Oleh karena menghasilkan arus yang terinduksi didalam rotor,
maka motor ini disebut motor induksi.
Unjuk kerja motor listrik biasa ditunjukkan melalui grafik hubungan
kecepatan putar terhadap torsi seperti dalam Gambar 10.7. Ketika
memberikan torsi beban penuhnya, motor beroperasi pada kecepatan beban
penuhnya dan mengantarkan daya nominalnya. Torsi dibagian bawah
kurva untuk kecepatan putar yang sama disebut starting torque (torsi
awalan). Belokan pada kurva merupaka torsi maksimun yang dihasilkan
oleh motor selama tahap percepatan disebut juga breakdown torque (torsi
puncak).

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 139


Gambar 10.7 Bentuk umum kurva unjuk kerja motor

Terdapat tiga dari sejumlah besar motor AC tiga fasa yang dirancang
secara sederhana dalam kelas B, C dan D oleh NEMA (National Electrical
Manufacturers Association). Perbedaan dari ketiga motor ini adalah pada
nilai torsi awalannya dan regulasi kecepatan putar di sekitar beban penuh.
1) Motor Kelas B NEMA; Motor ini memepunyai torsi awalan sedang
sekitar 150% dari torsi beban penuh dan regulasi kecepatan putar
yang baik. Arus awalannya juga tinggi sekitar enam kali dari beban
penuh. Biasanya jenis motor ini digunakan untuk pompa sentrifugal,
kipas angin, blower, dan mesin-mesin perkaka, seperti gerinda dan
mesin bubut.
2) Motor Kelas C NEMA; Torsi awalan yang tinggi merupaka
kelebihan motor kelas C. Beban-beban yang memerlukan awalan 200
hingga 300% dari torsi beban penuh dapat digerakkan dengan motor
ini. Arus awalan motor ini lebih rendah dari motor kelas B untuk torsi
awalan yang sama. Motor kelas C biasanya digunakan untuk
compressor torak, sistem pendingin, dan konveyor berbeban tinggi.
3) Motor Kelas D NEMA; motor ini mempunyai torsi awal yang tinggi
berkisar 300% dari torsi beban penuh, namun motor ini mempunyai
regulasi kecepatan putar yang buruk yang menghasilkan perubahan

140 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


kecepatan yng besar akibatnya berubahnya beban. Sering juga disebut
motor slip tinggi dengan kisaran 5 hingga 30% pada beban penuh,
sedangkan motor kelas B dan C hanya 3 hingga 5 % slip pada
operasinya.
4) Motor dengan rotor berkumparan; Rotor pada motor ini
mempunyai kumparan listrik yang dihubungkan melalui gelang-
gelang selip ke sirkuit daya eksternal. Penyelipan selektif suatu
hambatan (resistance) didalam sirkuit rotor akan memungkinkan
unjuk kerja motor dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan sistem
dan dapat diubah dengan relatif mudah sehingga sistem dapat diubah
atau secara nyata mengubah kecepatan putar.
5) Motor sinkron; Motor ini beroperasi secara tepat sama dengan
kecepatan putar sinkronnya tanpa slip dan tersedia dalam ukuran hp
besar untuk transmisi penggerak kompressor udara, pompa, atau
blower yang besar.
6) Motor universal; Jenis motor ini dapat beroperasi baik dengan daya
AC maupun daya DC. Konstruksi motor ini serupa dengan konstruksi
motor DC kumparan seri. Terdapat rotor dalam motor ini yang
mempunyai kumparan listrik yang berhubungan dengan sirkuit
eksternal melalui sebuah komutator yang terdapat pada poros.

10.2.2. Motor Satu Fasa


Ada empat jenis motor satu fasa (single-phase motors) yang paling umum
digunakan adalah jenis-jenis fasa terpisah, kapasitor pengawalan, kapasitor
pemisah permanen, dan kutub terlindung dengan kekhasan masing-masing
dalam konstruksi fisik dan cara penghubungan komponen listrik yang
disediakan untuk pengawalan dan pengoperasian motor. Gambar 2.8
memperlihatkan karakteristik dari keempat jenis motor tersebut, sehingga
dapat dibandingkan.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 141


Gambar 10.8 Kurva unjuk kerja 4 jenis motor listrik satu fasa

Secara umum, konstruksi motor satu fasa serupa dengan konstruksi


motor tiga fasa yang terdiri atas sebuah stator yang terpasang tetap, sebuah
rotor yang pejal, dan sebuah poros yang ditumpu dengan bantalan-
bantalan. Tetapi perbedaan terjadi karena daya satu fasa tidak memiliki
sifat berputar mengelilingi stator untuk menciptakan sebuah medan yang
bergerak. Masing-masing jenis motor ini menggunakan sebuah skema
pengawalan motor yang berbeda (Gambar 2.9).

142 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 10.9 Diagram skematis motor satu fasa

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 143


1) Motor dengan fasa terpisah; Stator pada motor dengan fasa terpisah
(lihat Gambar 10.9 (b)) mempunyai dua kumparan: kumparan utama
(main winding) yang secara kontinyu berhubungan dengan saluran
daya; dan kumparan pengawalan (starting winding) yang
berhubungan hanya selama pengawalan motor. Kumparan
pengawalan ini menciptakan sedikit pergeseran fasa yang akan
menghasilkan torsi pengawalan dan mempercepat putaran rotor.
Motor ini mempunyai torsi pengawalan sedang berkisar 150% dari
torsi beban penuh, regulasi kecepatan putar dan efisiensi yang bagus
serta dirancang untuk operasi yang kontinyu. Namun kekurangannya
adalah perlunya saklar sentrifugal untuk memutus hubungan dengan
kumparan pengawalan.
2) Motor dengan kapasitor pengawalan; Motor ini mempunyai dua
kumparan yaitu kumparan utama dan kumparan pengawalan (lihat
Gambar 10.9 (c)). Tetapi pada motor ini, sebuah kapasitor
dihubungkan dengan susunan seri dengan kumparan pengawalan yang
akan memberikan torsi pengawalan yang sangat tinggi dari yang
diberikan oleh motor dengan fasa terpisah. Umumnya memberikan
torsi pengawalan 250% atau lebih dari torsi beban penuhnya. Motor
ini memiliki saklar sentrifugal untuk memutuskan hubungan listrik ke
kumparan pengawalan dan kapasitor. Sedangkan kekurangannya
adalah diperlukan saklar dan kapasitor yang relative tebal, sehingga
seringkali kapasitor dipasang secara mencolok di bagian atas motor.
3) Motor dengan kapasitor pemisah permanen; Sebuah kapasitor
dihubungkan tetap secara seri dengan kumparan pengawalan (lihat
Gambar 10.9 (d)). Umumnya, torsi pengawalannya dengan kapasitor
pemisah permanen agak rendah yaitu hanya berkisar 40% atau kurang
dari torsi beban penuh, sehingga hanya digunakan untuk beban
kelembaman yang kecil seperti kipas angin dan blower. Kelebihannya
adalah pada unjuk kerja dan regulasi kecepatan putarnya yang dapat
diperbaiki sehingga cocok dengan beban yang diberikan dengan
memilih nilai kapasitor yang tepat.
4) Motor dengan kutub terlindung; Jenis motor (lihat Gambar 10.9
(e)) ini mempunyai satu kumparan (kumparan utama). Reaksi

144 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


pengawalan diciptakan oleh adanya pita tembaga di sekeliling salah
satu sisi dari masing-masing kutub. Pita dengan tahanan rendah
“terlindungi” kutub supaya menghasilkan sebuah medan magnet
untuk menjalankan motor. Motor ini tergolong sederhana dan murah,
tapi memiliki efisiensi yang rendah dan torsi pengawalan yang sangat
kecil. Regulasi kecepatan putarnya juga buruk dan perlu didinginkan
dengan kipas selama operasi normal.

10.3. Motor DC
Motor DC mempunyai kelebihan yang khas jika dibandingkan dengan
motor AC. Kekurangan motor DC adalah keharusan tersedianya sumber
daya DC. Kebanyakan rumah dan industry hanya memiliki sumber daya
AC yang disediakan PLN. Ada tiga jenis komponen yang dapat digunakan
untuk menyediakan daya DC, yaitu:
1. Baterai; Baterai-baterai yang umumnya tersedia mempunyai 1.5, 6,
12, dan 24 Volt. Baterai ini digunakan untuk peralatan yang mudah
dibawa-bawa dan daya yang dihasilkan berupa DC murni, tetapi
tegangannya berubah terhadap waktu seiring mengosongnnya baterai
tersebut.
2. Generator; dengan digerakkan oleh motor-motor AC, motor bakar,
motor turbin, kincir angin, turbin air, generator DC akan
menghasilkan arus searah (DC) murni dan tegangan-tegangan
dihasilkan sebesar 115 dan 230 V.
3. Penyearah (rectifier); penyearahaan (rectification) adalah proses
pengubahan sumber daya AC yang bervariasi tegangan sinusoidalnya
terhadap waktu menjadi sumber daya DC, yang idealnya tidak
bervariasi.
Disamping itu, ada beberapa kelebihan dari motor DC yang dapat
diringkas sebagai berikut:
 Kecepatannya dapat diubah dengan menggunakan sebuah tahanan
atur (rheostat) sederhana, yaitu mengatur tegangan yang diberikan ke
motor.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 145


 Arah putarannya dapat dibalik dengan mengubah hubungan polaritas
tegangan yang diberikan ke motor.
 Kendali otomatis kecepatanya sederhana.
 Percepatan dan perlambatan dapat dikendalikan dengan memberikan
waktu respon sesuai dengan yang diinginkan atau dengan mengurangi
sentakan.
 Torsi dapat dikendalikan dengan mengubah arus yang diberikan ke
motor.
 Pengereman dinamis dapat dihasilkan dengan membalik polaritas
daya ketika motor masih berputar.
 Motor DC secara lazim mempunyai respon yang cepat dan
memberikan percepatan yang tinggi ketika tegangan berubah.
Motor DC mempunyai kumparan listrik didalam rotornya dan setiap
lilitan mempunyai dua buah hubungan ke komutator yang terdapat pada
poros. Komutator ini merupakan deretan potongan tembaga sebagai laluan
daya listrik yang diteruskan ke rotor. Terdapat empat jenis motor DC yang
umum digunakan, adalah berikut ini:
1) Motor DC lilitan shunt; Medan elektromagnetiknya terhubung
sejajar dengan jangkar magnet yang berputar. Jenis motor ini terutama
digunakan untuk kipas dan blower kecil.
2) Motor DC lilitan seri; Medan elektromagnetiknya terhubung seri
dengan jangkar magnet yang berputar.
3) Motor DC lilitan kompon; jenis motor ini mempunyai unjuk kerja
gabungan antara motor lilitan seri dan lilitan shunt.
4) Motor DC magnet permanen; motor ini menggunakan magnet
permanen untuk memberikan medan pada jangkar magnetnya

10.4. Pengkajian Motor Listrik


Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana mengkaji kinerja motor listrik.
10.4.1. Efisiensi motor listrik
Motor mengubah energi listrik menjadi energi mekanik untuk melayani
beban tertentu. Pada proses ini, kehilangan energi ditunjukkan dalam
Gambar 10.10.

146 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 10.10 Kehilangan motor

Efisiensi motor ditentukan oleh kehilangan dasar yang dapat


dikurangi hanya oleh perubahan pada rancangan motor dan kondisi
operasi. Kehilangan dapat bervariasi dari kurang lebih dua persen hingga
20 persen. Tabel 1 memperlihatkan jenis kehilangan untuk motor induksi.

Tabel 10.1 Jenis Kehilangan pada Motor Induksi (BEE India, 2004)
Persentase kehilangan total
Jenis kehilangan
(100%)
Kehilangan tetap atau kehilangan inti 25
Kehilangan variabel: kehilangan stator I2R 34
Kehilangan variabel: kehilangan rotor I2R 21
Kehilangan gesekan & penggulungan ulang 15
Kehilangan beban yang menyimpang 5

Efisiensi motor dapat didefinisikan sebagai “perbandingan keluaran


daya motor yang digunakan terhadap keluaran daya totalnya.” Faktor-
faktor yang mempengaruhi efisiensi adalah:
 Usia. Motor baru lebih efisien.
 Kapastas. Sebagaimana pada hampir kebanyakan peralatan, efisiensi
motor meningkat dengan laju kapasitasnya.
 Kecepatan. Motor dengan kecepatan yang lebih tinggi biasanya lebih
efisien.
 Jenis. Sebagai contoh, motor kandang tupai biasanya lebih efisien
daripada motor cincin geser

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 147


 Suhu. Motor yang didinginkan oleh fan dan tertutup total (TEFC)
lebih efisien daripada motor screen protected drip-proof (SPDP)
 Penggulungan ulang motor dapat mengakibatkan penurunan efisiensi
 Beban.
Terdapat hubungan yang jelas antara efisiensi motor dan beban.
Pabrik motor membuat rancangan motor untuk beroperasi pada beban 50-
100% dan akan paling efisien pada beban 75%. Tetapi, jika beban turun
dibawah 50% efisiensi turun dengan cepat seperti ditunjukkan pada
Gambar 11. Mengoperasikan motor dibawah laju beban 50% memiliki
dampak pada faktor dayanya. Efisiensi motor yang tinggi dan faktor daya
yang mendekati 1 sangat diinginkan untuk operasi yang efisien dan untuk
menjaga biaya rendah untuk seluruh pabrik, tidak hanya untuk motor.
Untuk alasan ini maka dalam mengkaji kinerja motor akan bermanfaat
bila menentukan beban dan efisiensinya. Pada hampir kebanyakan negara,
merupakan persyaratan bagi pihak pembuat untuk menuliskan efisiensi
beban penuh pada pelat label motor. Namun demikian, bila motor
beroperasi untuk waktu yang cukup lama, kadang-kadang tidak mungkin
untuk mengetahui efisiensi tersebut sebab pelat label motor kadangkala
sudah hilang atau sudah dicat.
Untuk mengukur efisiensi motor, maka motor harus dilepaskan
sambungannya dari beban dan dibiarkan untuk melalui serangkaian uji.
Hasil dari uji tersebut kemudian dibandingkan dengan grafik kinerja
standar yang diberikan oleh pembuatnya. Jika tidak memungkikan untuk
memutuskan sambungan motor dari beban, perkiraan nilai efisiensi didapat
dari tabel khusus untuk nilai efisiesi motor. Lembar fakta dari US DOE
(www1.eere.energy.gov/industry/bestpractices/pdfs/10097517.pdf)
memberikan tabel dengan nilai efisiensi motor untuk motor standar yang
dapat digunakan jika pabrik pembuatnya tidak menyediakan data ini. Nilai
efisiensi disediakan untuk:
 Motor dengan efisiensi standar 900, 1200, 1800 dan 3600 rpm
 Motor yang berukuran antara 10 hingga 300 HP

148 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


 Dua jenis motor: motor anti menetes terbuka/ open drip-proof (ODP)
dan motor yang didinginkan oleh fan dan tertutup total/ enclosed fan-
cooled motor (TEFC)
 Tingkat beban 25%, 50%, 75% dan 100%.

Gambar 10.11 Efisiensi Motor Beban Sebagian (sebagai fungsi dari %


efisiensi beban penuh) (US DOE)

Lembar fakta juga menjelaskan tiga kategori metode yang lebih


canggih untuk mengkaji efisiensi motor: peralatan khusus, metode
perangkat lunak, dan metode analisis. Dengan kata lain, survei terhadap
motor dapat dilakukan untuk menentukan beban, yang juga memberi
indikasi kinerja motor. Hal ini diterangkan dalam bagian berikut.

10.4.2. Beban motor


Karena sulit untuk mengkaji efisiensi motor pada kondisi operasi yang
normal, beban motor dapat diukur sebagai indikator efisiensi motor.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 149


Dengan meningkatnya beban, faktor daya dan efisinsi motor bertambah
sampai nilai optimumnya pada sekitar beban penuh.
Persamaan berikut digunakan untuk menentukan beban:
Beban = Pi x η
HP x 0,7457
Dimana, η = Efisiensi operasi motor dalam %
HP = Nameplate untuk Hp
Beban = Daya yang keluar sebagai % laju daya
Pi = Daya tiga fase dalam kW
Survei beban motor dilakukan untuk mengukur beban operasi
berbagai motor di seluruh pabrik. Hasilnya digunakan untuk
mengidentifikasi motor yang terlalu kecil. (mengakibatkan motor terbakar)
atau terlalu besar (mengakibatkan ketidak efisiensian). US DOE
merekomendasikan untuk melakukan survei beban motor yang beroperasi
lebih dari 1000 jam per tahun.
Terdapat tiga metode untuk menentukan beban motor bagi motor
yang beroperasi secara individu:
1. Pengukuran daya masuk. Metode ini menghitung beban sebagai
perbandingan antara daya masuk (diukur dengan alat analisis daya)
dan nilai daya pada pembebanan 100%.
2. Pengukuran jalur arus. Beban ditentukan dengan membandingkan
amper terukur (diukur dengan alat analisis daya) dengan laju amper.
Metode ini digunakan bila faktor daya tidak dketahui dan hanya nilai
amper yang tersedia. Juga direkomendasikan untuk menggunakan
metode ini bila persen pembebanan kurang dari 50%.
3. Metode Slip. Beban ditentukan dengan membandingkan slip yang
terukur bila motor beroperasi dengan slip untuk motor dengan beban
penuh. Ketelitian metode ini terbatas namun dapat dilakukan dengan
hanya penggunaan tachometer (tidak diperlukan alat analisis daya).
Karena pengukuran daya masuk merupakan metode yang paling
umum digunakan, maka hanya metode ini yang dijelaskan untuk motor
tiga fase.

150 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


10.4.3. Pengukuran daya masuk
Beban diukur dalam tiga tahap.
Tahap 1. Menentukan daya masuk dengan menggunakan persamaan
berikut:

Pi =

Dimana, Pi = Daya tiga fase dalam kW


V = RMS (akar kwadrat rata-rata) tegangan, nilai tengah garis
ke garis 3 fase
I = RMS arus, nilai tengah 3 fase
PF = Faktor daya dalam desimal
Alat analisis daya dapat mengukur nilai daya secara langsung. Industri
yang tidak memiliki alat analisis daya dapat menggunakan multi-meters
atau tong-testers untuk mengukur tegangan, arus dan faktor daya untuk
menghitung daya yang masuk.

Tahap 2. Menentukan nilai daya dengan mengambil nilai pelat


nama/nameplate atau dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Pr =

Dimana, Pr = Daya masuk pada beban penuh dalam kW


hp = Nilai Hp pada nameplate
ηr = Efisiensi pada beban penuh (nilai pada nameplate atau
dari tabel efisiensi motor)
Beban =

Dimana, Beban = Daya keluar yang dinyatakan dalam % nilai daya


Pi = Daya tiga fase terukur dalam kW
Pr = Daya masuk pada beban penuh dalam kW

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 151


10.4.4. Contoh Perhitungan
Pertanyaan:
Pengamatan terhadap pengukuran daya berikut dilakukan untuk motor
induksi tiga fase 45 kW dengan efisiensi beban penuh 88%.
V = 418 Volt ; I = 37 Amp ; PF = 0.81
Hitung beban.
Jawab:
Daya Masuk = (1,732 x 418 x 37 x 0,81)/1000 = 21,70 kW
% Pembebanan = [21,70 /(45/0,88)] x 100 = 42,44 %

10.5. Penutup (Soal Latihan)


1. Apa jenis motor yang harus Anda pilih jika akan digunakan untuk
sebuah penggiling daging dan motor tersebut berada di luar?
2. Berapa jumlah konduktor yang diperlukan untuk mengantarkan daya
satu fasa? Berapa yang diperlukan untuk daya tiga fasa?

152 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


BAB XI
TRANSMISI SABUK DAN RANTAI

Pada bab ini akan dibahas mengenai transmisi sabuk dan rantai,
beserta jenis-jenisnya dan perancangannya, dan perancangan transmisi
sabuk-V.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan transmisi sabuk dan rantai, puli penggerak dan yang
digerakkan, dan instalasi secara tepat terhadap mesin yang dirancangnya.
Sabuk dan rantai adalah jenis utama dari elemen-elemen penerus daya
yang fleksibel. Sabuk memutar puli sedangkan rantai memutar roda
bergerigi yang disebut sproket.

11.1. Transmisi Sabuk


Sabuk adalah elemen transmisi daya yang fleksibel yang dipasang secara
ketat pada puli dan cakra. Gambar 3.1 memperlihatkan tata letak dasar.
Jika sabuk digunakan untuk menurunkan kecepatan, puli kecil dipasang
pada poros yang berkecepatan tinggi, seperti poros motor listrik,
sedangkan puli besar dipasang pada mesin yang digerakkan. Sabuk ini
dirancang untuk mengitari dua puli tanpa slip.

Gambar 11.1 Dasar-dasar geometri transmisi sabuk

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 153


Sabuk dipasang dengan menempatkannya mengitari dua puli setelah
jarak pusat antara keduanya dikurangi. Kemudian kedua puli digeser
menjauh sampai sabuk memiliki tegangan tarik awal yang cukup tinggi.
Ketika sabuk memindahkan daya, gesekan menyebabkan sabuk
mencekram puli penggerak, sehingga menaikkan tegangan tarik pada satu
sisi, yang disebut ”sisi kencang”. Gaya tarik pada sabuk menimbulkan
gaya tangensial pada poros yang digerakkan, sehingga menghasilkan gaya
torsi pada puli yang digerakkan. Sedangkan sisi lainnya masih mengalami
tegangan tarik yang bernilai kecil, bagian ini disebut ” sisi kendor”.

11.2. Klasifikasi Transmisi Sabuk


Ada banyak jenis sabuk yang digunakan, yaitu: sabuk rata, sabuk beralur
atau bergigi, sabuk satndar V, sabuk V sudut ganda, dan lainnya seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 3.2.

Gambar 11.2 Jenis-jenis konstruksi sabuk

1. Sabuk rata (flat belt); adalah jenis paling sederhana, sering terbuat
dari kulit atau berlapis karet. Permukaan pulinya juga rata dan halus.

154 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Dan karena itu penggeraknya dibatasi oleh sgesekan murni antara puli
dan sabuk.
2. Sabuk sinkron (synchronous belt); atau sering disebut sabuk gilir
(timing belt) bergerak bersama puli yang mempunyai alur-alur yang
sesuai dengan gigi-gigi pada sisi dalam sabuk (lihat Gambar 11.2 (c)).
Ini merupakan gerak positif, hanya dibatasi oleh kekuatan tarik sabuk
dan kekuatan geser gigi-giginya.
3. Sabuk bergerigi; seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 11.2 (b)
digunakan pada puli standar V. Gigi-gigi ini menyebabkan sabuk
mempunyai fleksibilitas dan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sabuk-sabuk standar. Sabuk ini dapat beroperasi pada
diameter puli yang kecil.
4. Sabuk V; merupakan jenis sabuk yang banyak digunakan pada
kendaraan dan industri (lihat Gambar 11.2 (a) dan 11.3). Bentuk V
menyebabkan sabuk-V dapat terjepit alur dengan kencang,
memperbesar gesekan dan memungkian torsi yang tinggi dapat
ditransmisikan sebelum terjadi slip.

Sebagian besar sabuk memiliki senar-senar serabut berkekuatan tarik


tinggi yang ditempatkan pada diameter jarak bagi dari penampang
melintang sabuk, yang berguna untuk meningkatkan kekuatan tarik pada
sabuk. Senar serabut ini terbuat dari serat alami, serabuk sintetik atau baja
yang ditanamkan dalam campuran karet yang kuat untuk menghasilkan
fleksibilitas yang dibutuhkan agar sabuk dapat mengitasi puli. Sering pula
ditambahkan pelapis luar supaya sabuk menjadi lebih tahan lama.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 155


Gambar 11.3 Penampang lintang sabuk V dan alur puli

11.3. Perancangan Transmisi Sabuk-V


Bagian-bagian dari komponen sabuk-V yang umum digunakan dan
ditampakkan dalam Gambar 11.1, yaitu sebagai berikut:
1. Puli (puli) dengan alur melingkar untuk membawa sabuk, disebut
sheave.
2. Ukuran puli (sheave) dinyatakan dengan diameter jarak bagi, sedikit
lebih kecil dibandingkan diameter luar puli.
3. Rasio kecepatan antara puli penggerak dan yang digerakkan
berbanding terbali dengan rasio diameter jarak bagi puli dengan
asumsi tidak ada slip (dibawah beban normal). Jadi kecepatan linier
garis jarak bagi dari kedua puli adalah sama dan sama dengan
kecepatan sabuk vb. Dengan demikian
vb = R1 1 = R22
tetapi R1 = D1 /2 dan R2 = D2 / 2, karena itu
vb = D1 1 /2 = D2 1 /2
Rasio kecepatan sudut adalah
1/1 = D2/D1
4. Hubungan antara panjang jarak bagi (L), jarak sumbu poros (C) dan
diameter puli adalah
( )
L = 2C + 1.57 (D2 + D1) +
√ ( )
C=

156 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


B = 4L -6.28 (D2 + D1)
5. Sudut kontak sabuk pada masing-masing puli adalah:
1 = 180o – 2sin-1* +

2 = 180o + 2sin-1* +
6. Panjang bentangan antara dua puli, yaitu sabuk yang tidak tersangga
puli adalah:

S=√ * +
7. Peranan tegangan dalam sabuk adalah:
a) Gaya tarik pada sabuk, maksimun pada sisi kencang sabuk
b) Kelengkungan sabuk mengitari puli, maksimun ketika sisi
kencang sabuk melengkung mengitari puli yang lebih kecil
c) Gaya-gaya sentrifugal dihasilkan pada saat sabuk bergerak
mengitari puli
8. Nilai rancangan rasio tegangan sisi kencang terhadap tegangan sisi
kendor adalah 5.0 untuk transmisi sabuk-V. nilai aktualnya dapat
berkisar 10.
Sabuk yang digunakan secara komersial dibuat dalam bentuk standar
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.4 sampai 3.7. Nilai nominal
sudut antara sisi-sisi alur V berkisar antara 30o sampai 42o. Standar SAE
(Society of Automotive Engineers) berikut ini memberi dimensi dan
standar unjuk kerja untuk sabuk otomotif.
SAE standar J637 : Sabuk-V dan puli
SAE standar J637 : Transmisi sabuk-V otomotif
SAE standar J1278 : Sabuk sinkron dan puli SI (metrik)
SAE standar J1313 : Transmisi sabuk sinkron otomotif
SAE standar J1459 : Sabuk-V berusuk dan puli

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 157


Gambar 11.4 Sabuk-sabuk-V industri untuk pekerjaan berat

Gambar 11.5 Sabuk-sabuk-V industri penampang sempit

158 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 11.6 Sabuk-sabuk-V FHP untuk pekerjaan ringan

Gambar 11.7 Sabuk-sabuk-V otomotif

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sabuk-


V, puli penggerak dan yang digerakkan, dan instalasi secara tepat. Data-
data yang dibutuhkan untuk menentukan jenis transmisi ini, yaitu:
 Daya nominal motor penggerak atau penggerak utama lainnya
 Jarak sumbu poros
 Panjang sabuk
 Ukuran puli penggerak dan yang digerakkan
 Faktor koreksi panjang sabuk

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 159


 Faktor koreksi sudut kontak pada puli kecil
 Jumlah sabuk
 Tegangan tarik awal pada sabuk.

11.4. Transmisi Rantai


Rantai adalah elemen transmisi daya yang tersusun sebagai sebuah deretan
penghubung dengan sambungan pena, sehingga mampu menyediakan
fleksibilitas dan memungkin rantai mentransmisikan gaya tarik yang besar.
Pada saat mentransmisikan daya antara poros-poros yang berputar, rantai
berhubungan terpadu dengan roda bergigi yang disebut sprocket. Gambar
11.8 memperlihatkan transmisi rantai umumnya.

Gambar 11.8 Transmisi rantai rol (Rexnord Inc.)

Jenis rantai yang umum disebut rantai rol (roller chain), dimana rol-
rol pada setiap pena menyediakan gesekan yang sangat kecil diantara
rantai dan sprocket. Jenis lainnya meliputi berbagai rancangan penghubung
yang dapat diperpanjang, yang banyak digunakan pada konveyor (lihat
Gambar 11.9)

160 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 11.9 Beberapa model rantai rol (Rexnord Inc.)

Rantai rol digolongkan berdasarkan jarak bagi (pitch)-nya, jarak


antara penghubung yang berdekatan. Jarak bagi biasanya digambarkan
sebagai jarak antara pusat pena yang berdekatan. Rantai rol standar
mempunyai ukuran tertentu dari 40 – 240, seperti pada Tabel 11.1. angka-
angka tersebut menunjukkan jarak bagi bagi rantai dalam seperdelapan
inci. Tegangan tarik rata-rata dari berbagai ukuran rantai juga terdapat
dalam Tabel 11.1. Data tersebut dapat digunakan untuk transmisi
kecepatan rendah atau untuk berbagai aplikasi dimana fungsi rantai adlah
untuk mengatasi gaya tarik atau untuk menyangga beban.
Gambar 11.10 memperlihatkan berbagai macam rantai, khususnya
yang digunakan untuk aplikasi pengangkutan dan sejenisnya.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 161


Tabel 11.1 Ukuran-ukuran rantai rol
Nomor Pitch Diameter Lebar Tebal plat tarik rata-
rantai (in) rol rol penghubung rata (lb)
25 ¼ Tidak ada - 0.030 925
35 3/8 Tidak ada - 0.050 2100
41 ½ 0.306 0..250 0.050 2000
40 ½ 0.312 0.312 0.060 3700
50 5/8 0.400 0.375 0.080 6100
60 ¾ 0.469 0.500 0.094 8500
80 1 0.626 0.625 0.125 14500
100 1¼ 0.750 0.750 0.156 24000
120 1½ 0.875 1.000 0.187 34000
140 1¾ 1.000 1.000 0.219 46000
160 2 1.125 1.250 0.250 58000
180 2¼ 1.406 1.406 0.281 80000
200 2½ 1.562 1.500 0.312 95000
240 3 1.875 1.875 0.375 13000

11.5. Perancangan Transmisi Rantai


Penilaian kapasitas transmisi daya rantai mempertimbangkan tiga model
kegagalan, yaitu:
1) Kelelahan pelat penghubung akibat mengalami tegangan tarik
berulang pada sis kencang
2) Tumbukan rol-rol saat berhubungan dengan gigi sprocket
3) Cacat muka antara pena-pena pada setiap penghubung dan bus pada
pena
Penilaian didasarkan pada data empiris yang menggunakan penggerak
yang halus dan beban yang halus (faktor koreksi = 1.0) dengan umur pakai
rata-rata 15000 jam. Variabel-variabel yang penting adalah jarak bagi
rantai dan ukuran serta kecepatan sproket kecil. Disamping itu, pelumasan
merupakan bagian yang penting supaya transmisi dapat beroperasi dengan
baik dan pabrik telah merekomendasikan jenis-jenis metode pelumasan
menurut kombinasi ukuran rantai, ukuran sproket, dan kecepatan.
Perhatikan sifat-sifat data berikut ini:

162 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


1. Penilaian didasarkan pada kecepatan sproket kecil dan umur pakai
yang diinginkan mencapai 15000 jam.
2. Untuk kecepatan yang diberika, kapasitas daya meningkat sebanding
dengan jumlah gigi pada sproket, dan tentu saja lebih besar jumlah
gigi maka lebih besar pula diameter sproket.
3. Untuk ukuran sproket tertentu (jumlah gigi), kapasitas daya akan
meningkat jika kecepatan meningkat hingga mencapai nilai tertentu,
lalu akan menurun. Setiap ukuran sproket memiliki batas atas
kecepatan absolute akibat cacat muka antara pin dan bus rantai.
4. Penilaian diberikan untuk rantai baris tunggal, meskipun penggandaan
jumlah baris akan meningkatkan kapasitas daya, namun tidak
berbanding lurus terhadap kelipatan dari kapasitas baris tunggal.
5. Penilaian diberikan faktor layanan 1.0. Tentukan faktor layanan atas
dasar jenis penggunaan menurut Tabel 11.2.

Tabel 3.2 Faktor layanan untuk transmisi rantai


Jenis penggerak
Motor bakar
Motor
Transmisi dengan
Jenis beban listrik atau
hidrolik penggerak
turbin
mekanis
Transmisi halus (pengaduk, kipas
angin, lampu, konveyor dengan 1.0 1.0 1.2
beban merata
Kejutan sedang (mesin perkakas,
kran, konveyor tugas berat, 1.2 1.3 1.4
pengaduk makanan dan gerinda)
Kejutan berat (mesin pres
tumbuk, konveyor dengan
1.4 1.5 1.7
putaran mampu balik, transmisi
mesin giling rol)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 163


Gambar 11.10 Rantai-rantai konveyor (Rexnord Inc.)

164 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


11.6. Penutup (Soal Latihan)
1. Tentukan panjang sabuk 5V (dari Tabel 3.2) yang akan digunakan
pada dua puli dengan diameter jarak bagi 8.4 in dan 27.7 in, dengan
jarak sumbu poros tidak lebih dari 60.0 in.
2. Dengan soal. 1, hitunglah sudut kontak sabuk pada kedua puli ?
3. Dengan data pada soal 1 pula, hitunglah jarak sumbu poros actual?

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 165


BAB XII
PERANCANGAN BANTALAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai bantalan gelinding (bearing)


yang digunakan untuk menumpu beban, sembari tetap memberikan
keleluasaan gerak relatif antara dua elemen dalam sebuah mesin.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan jenis bantalan gelinding (bearing) yang tepat terhadap
mesin yang dirancangnya.

12.1. Klasifikasi Bantalan


Bantalan gelinding (bearing) dipergunakan untuk menumpu sesuatu beban
dengan tetap memberikan keleluasaan gerak relatif antara dua elemen
dalam sebuah mesin. Jenis bantalan yang umum digunakan untuk menahan
sebuah poros yang berputar, menahan beban radial murni atau gabungan
beban radial dan aksial. Beberapa bantalan dirancang hanya untuk
menahan beban aksial. Kebanyakan bantalan digunakan dalam banyak
aplikasi yang berkaitan dengan gerakan berputar, tapi beberapa lainnya
digunakan dalam aplikasi gerakan lurus.
Komponen-komponen sebuah bantalan gelinding yang umum adalah
cincin dalam, cincin luar, dan elemen-elemen gelinding. Gambar 4.1
memperlihatkan bantalan bola alur dalam, baris tunggal dan biasanya
cincin luar tidak bergerak dan ditahan oleh rumah mesin. Cincin dalam
dipasang ketat ke poros yang berputar sehingga berputar bersama poros.
Kemudian bola-bola berputar di antara cincin luar dan cincin dalam. Beban
diteruskan dari poros ke cincin dalam, ke bola-bola, kemudian ke cincin
luar, dan akhirnya sampai ke rumah mesin.
Terdapat dua jenis bantalan gelinding yang berbeda dan aplikasinya
digunakan secara khusus, serta tersedia banyak variasi rancangan dan
perbandingan daya guna relatif dengan bantalan lain seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 12.1.

166 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Tabel 4.1 Perbandingan jenis-jenis bantalan
Kapasitas Kapasitas Kemampuan
Jenis bantalan
beban radial beban aksial ketidaklurusan
Bola alur dalam, baris tunggal Baik Cukup Cukup
Bola alur dalam, baris ganda Sangat baik Baik Cukup
Kontak sudut Baik Sangat baik Buruk
Rol silindris Sangat baik Buruk Cukup
Jarum Sangat baik Buruk Buruk
Rol bundar Sangat baik Cukup baik Sangat baik
Rol kerucut Sangat baik Sangat baik Buruk

1. Bantalan bola alur dalam – baris tunggal


Bantalan bola alur dalam baris tunggal yang sering disebut Conrad
bearings (lihat Gambar 12.1) atau disebut juga bantalan bola cincin
dalam biasanya terpasang ketat pada bagian poros yang berada pada
dudukan bantalan dengan sedikit suaian sesak untuk memastikan
berputar bersama dengan poros. Elemen-elemen gelinding yang
berbentuk bulat atau bola menggelinding didalam sebuah alur yang
dalam, baik terhadap cincin luar maupun terhadap cincin dalam. Jarak
antar bola ditahan oleh penahan atau sangkar. Walaupun pada
dasarnya dirancang agar mampu memikul beban radial, tetapi alur
dalam ini juga memikul beban aksial dalam ukuran sedang.

Gambar 12.1 Bantalan bola alur dalam baris tunggal (NSK Corp.)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 167


2. Bantalan bola alur dalam – baris ganda
Dengan menambah satu baris bola-bola kedua (Gambar 12.2) dapat
meningkatkan kemampuan pemikulan beban radial bantalan jenis alur
dalam dibandingkan dengan jenis baris tunggal, karena terdapat lebih
banyak bola untuk berbagi beban. Jadi beban yang lebih besar dapat
dipikul dalam jarak yang sama, atau suatu beban tertentu dapat
dipikul dalam jarak ruang yang lebih kecil. Lebar yang lebih besar
dari bantalan bola alur dalam baris ganda sering berpengaruh negatif
terhadap kemampuan ketidaklurusan.

Gambar 12.2 Bantalan bola alur dalam baris ganda (NSK Corp.)

3. Bantalan bola kontak sudut


Salah satu dari tiap cincin dalam bantalan kontak sudut dibuat lebih
tinggi, agar dapat menerima beban aksial yang lebih besar
dibandingkan bantalan alur dalam baris tunggal standar. Sketsa dalam
Gambar 12.3 menunjukkan sudut gaya resultan yang dipilih
(gabungan beban radial dan aksial) dengan bantalan-bantalan yang
tersedia secara komersial yang memiliki sudut 15o dan 40o.

Gambar 12.3 Bantalan bola kontak sudut (NSK Corp.)

168 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


4. Bantalan rol silindris
Rol-rol silindris dimanfaatkan untuk mengganti bola-bola bundar
seperti dalam Gambar 12.4 dan perubahan dalam rancangan cincin
akan memberikan kapasitas beban radial yang lebih besar. Pola
persinggungan antara rol dan cincinya secara teori berbentuk garis
dan akan berubah menjadi empat persegi panjang ketika rol
mengalami deformasi akibat beban. Tingkat tegangan kontak yang
dihasilkan lebih rendah daripada bantalan bola dengan ukuran yang
sama. Kapasitas beban aksilnya cukup buruk karena sebarang beban
aksial akan bekerja pada rol-rol yang menyebabkan gesekan bukan
menggelinding, sehingga dianjurkan agar tidak ada beban aksil yang
bekerja. Bantalan rol sering kali memiliki ukuran yang cukup lebar,
karena itu kemampuannya menerima ketidaklurusan berada pada
tingkat sedang.

Gambar 12.4 Bantalan bola silindris (NSK Corp.)

5. Bantalan jarum
Bantalan jarum sebenarnya merupakan bantalan rol seperti dalam
Gambar 4.5, tapi diameter rolnya jauh lebih kecil. Bantalan jarum
umumnya memerlukan jarak radial yang lebih kecil sehingga lebih
mampu menahan beban tertentu. Hal ini mempermudah
perancangannya pada banyak jenis peralatan dan komponen seperti
pompa, sambungan universal, instrumen presisi, dan peralatan rumah
tangga. Lengan penerus nok (cam follower) yang ditunjukkan dalam
Gambar 12.5 (b) adalah contoh lain dimana operasi antigesek bantalan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 169


jarum dapat ditempatkan dengan sedikit memerlukan jarak radial.
Kemampuan bantalan jarum dalam menahan beban aksial dan
ketidaklurusannya dinilai buruk.

Gambar 12.5 Bantalan jarum (McGill Manufacufaturing Corp.)

6. Bantalan rol bundar


Bantalan rol bundar (lihat Gambar 12.6) merupakan salah satu jenis
bantalan yang dapat mapan sendiri, disebut demikian karena ada
putaran negatif yang nyata dari cincin luar relatif terhadap rol-rol dan
cincin dalam ketika terjadi ketidaklurusan. Hal ini memberikan
tingkat yang sangat baik dalam kemampuan ketidaklurusan, tapi dapat
tetap mempertahankan tingkat kemampuannya dalam menahan beban
radial.

170 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 12.6 Bantalan rol bundar (NSK Corp.)

7. Bantalan rol kerucut


Pada dasarnya bantalan rol kerucut (lihat Gambar 12.7) dirancang
untuk menerima beban aksial yang disertai dengan beban radial yang
besar dengan tingkat yang sangat baik. Bantalan ini sering digunakan
sebagai bantalan roda untuk kendaraan dan peralatan dorong dan
mesin-mesin berat yang biasanya memikul beban aksial yang besar.

Gambar 12.7 Bantalan rol kerucut (NSK Corp.)

8. Bantalan aksial
Banyak proyek perancangan mesin memerlukan suatu bantalan yang
hanya menerima beban aksial. Bantalan ini menggunakan jenis-jenis
elemen gelinding yang sama: bola bundar, rol silinder, dan rol kerucut
(lihat Gambar 12.8). sebagian besar bantalan aksial dapat menerima
sedikit beban radial atau tidak sama sekali, karena itulah rancangan

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 171


dan pemilihan bantalan semacam ini hanya bergantung pada besarnya
beban aksial dan umur rancangan.

Gambar 12.8 Bantalan aksial (Andrews Bearing Corp.)

9. Bantalan bercangkang
Bantalan bercangkang lebih dipilih dibanding jenis bantalan lain
untuk penggunaan mesin berat dan mesin khusus yang diproduksi
dalam jumlah kecil. Bantalan bercangkang memberikan sarana
pengikatan bantalan secara langsung ke rangka mesin dengan
menggunakan baut. Gambar 12.9 menunjukkan konfigurasi yang
umum untuk bantalan bercangkang: blok bantalan (pillow block).
Rumah bantalan ini terbuat dari baja bentukan, besi cor atau baja cor
dengan lubang melingkar atau lubang memanjang yang tersedia untuk
pemasangan selama perakitan mesin, yaitu pada saat penyetelan
bantalan dilakukan.

172 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 12.9 Blok alas bantalan bola (Rockwell automation/Dodge)

Bentuk-bentuk lain bantalan bercangkang diperlihatkan dalam


Gambar 12.10. unit bantalan dengan flens dirancang untuk dipasang secara
vertikal pada rangka mesin yang menahan poros horizontal. Unit bantalan
geser adalah bantalan dipasang dalam sebuah rumah, yang selanjutnya
dimasukkan dalam sebuah rangka yang memungkinkan bantalan bersama
porosnya bergeser pada tempatnya. Seperti yang dipergunakan pada
konveyor, transmisi rantai, transmisi sabuk, dan sebagainya.

Gambar 12.10 Bentuk-bentuk bantalan bercangkang (Rockwell


automation)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 173


Tabel 12.2 Perbandingan bahan-bahan bantalan
Bahan
Silikon Baja Stainless steel Baja
Nitrida 52100 440C M50
Kekerasan pada suhu
78 62 60 64
ruang, HRC
Modulus elastis pada 193
310 GPa 207 GPa 200 GPa
suhu ruang GPa
Suhu operasi maksimal 1200oC 180oC 260oC 320oC
Rapat massa, kg/m3 3200 7800 7800 7600

12.2. Rancangan umur Bantalan


Meskipun menggunakan baja dengan kekuatan sangat tinggi, semua
bantalan memiliki umur batas dan akhirnya akan rusak dikarenakan
kelelahan karena tegangan kontak yang tinggi, namun yang jelas bahwa
semakin ringan beban semakin lama umurnya dengan hubungan berikut:
( ) (12-1)

Dengan menggunakan persamaan diatas, maka prosedur perhitungan


tingkat beban dinamis dasar yang diperlukan (C) untuk sebuah beban
rancangan yang diberikan (P) dan umur rancangan yang diberikan (L). jika
data beban yang diberikan literatur pabrikan adalah untuk 10 6 putaran,
maka persamaannya menjadi:
Ld = (C/Pd)k (106) (12-2)
Dan jika diperlukan C untuk sebuah beban rancangan yang diberikan
dan umurnya menjadi:
C = Pd (Ld/106)1/k (12-3)
Umur rancangan bantalan ditentukan oleh perancang dengan
mempertimbangkan aplikasinya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.

174 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Tabel 12.3 Umur rancangan yang dianjurkan untuk bantalan (Avallone dan
Baumeister, 1986)
Umur Rancangan,
Aplikasi
L10, jam
Peralatan rumah tangga 1000 – 2000
Mesin pesawat terbang 1000 – 4000
Otomotif 1500 – 5000
Alat-alat pertanian 3000 – 6000
Elevator, kipas angin industri, gigi persneling 8000 – 15000
Motor listrik, blower industri, mesin industri umum 20000 – 30000
Pompa dan kompressor 40000 – 60000
Peralatan kritis yang beroperasi 24 jam 100000 – 200000

Tingkat beban dinamis dasar yang dibutuhkan (C) untuk suatu


bantalan yang memikul suatu beban rancangan (Pd) akan menjadi:
C = Pd fL / fN (12-4)
Dimana: fN adalah faktor kecepatan dan fL adalah faktor umur.

12.3. Pemilihan Bantalan


Pemilihan sebuah bantalan (bearing) memerlukan pertimbangan kapasitas
beban dan geometri bantalan yang akan memastikan bahwa bantalan
tersebut dapat terpasang secara tepat pada mesin. Sebagai permulaan kita
akan mempertimbangkan bantalan-bantalan yang tidak bercangkang yang
hanya memikul beban radial, lalu dilanjutkan dengan yang memikul beban
radial dan beban aksial. Bantalan biasanya dipilih setelah rancangan poros
dilakukan hingga mencapai tahap penentuan diameter minimal poros yang
diperlukan.
Adapun prosedur untuk pemilihan bantalan hanya memikul beban
radial, yaitu:
1. Menetapkan beban rancangan pada bantalan atau disebut beban
ekivalen. Metode penentuannya jika hanya beban radial (R),
digunakan persamaan:
P = VR (12-5)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 175


Dimana V adalah faktor putaran dengan nilai V = 1.0 jika cincin
dalam bantalan yang berputar dan nilai V = 1.2 jika cincin luar yang
berputar.
2. Menentukan diameter minimal poros yang dapat diterima, yang akan
membatasi ukuran lubang bantalan.
3. Memilih jenis bantalan dengan mengacu pada Tabel 4.1
4. Menetapkan umur rancangan bantalan dengan menggunakan Tabel
12.3.
5. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur jika tabel-tabel untuk
jenis bantalan yang dipilih tersedia dengan menggunakan Gambar
12.11.
6. Menghitung tingkat beban dinamis dasar yang dibutuhkan (C), yaitu
dari persamaan (12-1), (12-.3) dan (12-.4).
7. Mencatat seperangkat bantalan yang memiliki tingkat beban dinamis
dasar yang diperlukan.
8. Memilih bantalan yang memiliki geometri paling tepat dan diperkuat
dengan pertimbangan biaya serta kesediaannya.
9. Menentukan kondisi penempatan seperti diameter dudukan poros dan
toleransi, diameter lubang pada rumah mesin dan toleransinya, cara
penempatan bantalan secara aksial, dan kebutuhan khusus seperti
perapat atau lapisan pelindung.
Jika beban radial dan aksial bekerja bersamaan pada bantalan, maka
beban ekivalennya adalah beban radial konstan yang berbeban kombinasi
yang akan menghasilkan tingkat umur yang sama untuk bantalan. Metode
perhitungan beban ekuivalen (P) yaitu:
P = VXR + YT (12-6)
Dimana: P adalah beban ekivalen, V adalah faktor putaran, R adalah
beban radial yang berlaku, T adalah beban aksial yang berlaku, X adalah
faktor radial, dan Y adalah faktor aksial.
Adapun prosedur untuk pemilihan bantalan dengan pembebanan
aksial dan radial, yaitu:
1. Pilihlah nilai Y dari Tabel 4.4, dimana nilai Y = 1.50 merupakan nilai
tengah yang cukup pantas.

176 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


2. Menghitung P = VXR + YT.
3. Menhitung tingkat beban dinamis dasar yang dibutuhkan C dari
persamaan (4.1), (4.3) dan (4.4).
4. Memilih satu bakal calon bantalan yang memiliki satu nilai C
sekurangnya sama dengan nilai yang dibutuhkan.
5. Untuk bantalan yang dipilih, tentukanlah nilai Co.
6. Menghitung T/Co.
7. Menentukan e dari Tabel 4.4.
8. Jika T/R > e, maka tentukanlah Y dari Tabel 12.4.
9. Jika nilai baru Y berbeda dengan yang diambil dalam langkah 1,
ulangi prosesnya.
10. Jika T/R < e, gunakanlah persamaan (12-5) untuk menghitung P dan
lanjutkan seperti langkah pada hanya beban radial.

Tabel 12.4 Faktor radial dan aksial untuk bantalan bola alur dalam baris
tunggal
e T/Co Y e T/Co Y
0.19 0.014 2.30 0.34 0.170 1.31
0.22 0.028 1.99 0.38 0.280 1.15
0.26 0.056 1.71 0.42 0.420 1.04
0.28 0.084 1.55 0.44 0.560 1.00
0.30 0.110 1.45

Gambar 12.11 Faktor umur dan kecepatan untuk bantalan bola dan rol

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 177


12.4. Penempatan Bantalan
Perlu dipikirkan bahwa kapasitas pembawaan beban bantalan-bantalan dan
ukuran lubang dalam memilih sebuah bantalan untuk aplikasi tertentu dan
merupakan parameter yang penting, namun penerapan bantalan yang baik
harus dengan mempertimbangkan penempatanya yang benar.
Bantalan (bearing) adalah komponen mesin yang presisi, sehingga
harus berhati-hati dalam penangan, penempatan, pemasangan dan dalam
pelumasan bantalan. Pertimbangan utama dalam penempatan suatu
bantalan adalah:
 Diameter dudukan poros dan toleransinya
 Lubang pada rumah mesin dan toleransinya
 Diameter bahu poros yang berhadapan dengan cincin dalam bantalan
yang akan diletakkan
 Diameter bahu pada rumah mesin yang disediakan untuk penempatan
cincin luar
 Radius fillet pada alas poros dan bahu-bahu pada rumah mesin
 Cara menahan bantalan pada porosnya.
Umumnya pemasangan dilakukan dengan lubang bantalan membuat
suaian sesak ringan pada poros, dan diameter luar cincin luar membuat
suaian longgar rapat dalam lubang pada rumah mesin. Untuk memastikan
operasi dan umur yang tepat, maka ukuran-ukuran penempatan harus
dikontrol pada toleransi total sepersepuluh ribu inci (0.00225 mm).
Bantalan dapat ditahan dalam arah aksial dengan banyak cara, namun
ada tiga cara yang umum digunakan adalah dengan cincin penahan,
penutup, dan mur pengunci. Gambar 4.12 menunjukkan satu kemungkinan
rancangan, dimana bahwa untuk bantalan kiri, diameter poros di sebelah
kiri agak lebih kecil dari diameter poros pada dudukan bantalan. Hal ini
memudahkan bantalan meluncur melalui poros tersebut hingga ke tempat
dimana seharusnya bantalan tersebut terpasang. Sedangkan bantalan kanan
ditahan pada poros dengan mur yang dibuat pada ujung poros seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 4.13 untuk rancangan mur pengunci standar.
Radius bagian dalam pada cincin pengunci dipasangkan dengan sebuah
alur pada poros, dan salah satu radius bagian luarnya dibengkokkan

178 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


memauki sebuah alur pada mur setelah terpasang untuk mencegah mur
terlepas kembali.

Gambar 4.12 Ilustrasi penempatan bantalan

Gambar 12.13 Mur dan pengunci untuk menahan bantalan (SKF USA)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 179


12.5. Pertimbangan Praktis Dalam Aplikasi Bantalan
Pada bagian ini akan dibahas hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan bantalan, yaitu:
1. Pelumasan
Bantalan gelinding biasanya dilumasi dengan gemuk atau minyak.
Pelumasan dalam suatu bantalan berfungsi untuk:
 Memberikan lapisan gesekan rendah antara elemen-elemen
gelinding dan cincin bantalan dan pada titik kontak.
 Melindungi komponen bantalan dari korosi
 Membantu menghilangkan panas pada unit bantalan
 Meneruskan panas yang dikeluarkan dari unit bantalan
 Membantu menghalangi kotoran dan udara yang lembab pada
bantalan.
2. Pemasangan
Umumnya bantalan dipasang dengan suaian sesak antara lubang
bantalan dan poros untuk menghindarkan kemungkina putaran relatif
cincin dalam bantalan terhadap poros. Kondisi ini mengakibatkan
keausan yang tidak tersebar merata dan kerusakan dini pada elemen
bantalan. Oleh karenanya, pemasangan bantalan memerlukan gaya
yang agak besar dan diberikan secara aksial. Diperlukan usaha yang
dilakukan dengan hati-hati agar bantalan tidak rusak selama
pemasangan. Gaya pemasangan harus diberikan secara lurus dan
merata pada cincin dalam bantalan.
3. Kekakuan bantalan
Kekakuan (stiffness) adalah defleksi yang dialami oleh suatu bantalan
tertentu ketika memikul suatu beban. Untuk bantalan, kekakuan radial
yang mempengaruhi perilaku dinamis dari sistem poros yang
berputar. Kekakuan kritis dan ragam getaran keduanya merupakan
fungsi kekakuan bantalan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
semakin lunak suatu bantalan (kekakuan rendah) maka semakin
rendah kecepatan kritis poros yang terpasang.

180 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


4. Pengoperasian dengan beban bervariasi
Hubungan beban/umur yang digunakan sejauh ini menganggap bahwa
beban dan arah yang konstan. Jika bebannya bervariasi secara luas,
maka harus digunakan beban rata-rata efektif untuk menentukan umur
yang diharapkan dari bantalan itu.
5. Perapatan
Lapisan pelindung dan perapat khusus diberikan pada salah satu atau
kedua sisi elemen-elemen gelinding untuk pengoperasian bantalan
dalam lingkungan yang kotor atau lembab. Lapisan pelindung
biasanya dari logam dan dipasang tetap pada cincin yang diam, tapi
tetap meleluaskan cincin yang berputar. Perapat dibuat dari bahan-
bahan elastomer dan melakukan persinggungan dengan cincin yang
berputar.
6. Standar
Ada beberapa grup yang dilibatkan dalam penentuan standar untuk
industri bantalan, yaitu:
- American Bearing Manufacturers Association (ABMA)
- Annular Bearing Engineers Committee (ABEC)
- Roller Bearing Engineers Committee (RBEC)
- Ball Manufacturers Engineers Committee (BMEC)
- American National Standard Institute (ANSI)
- International Standard Organization (ISO)
7. Toleransi
Industri bantalan memberikan beberapa kelas toleransi yang berbeda-
beda, tujuannya adalah untuk menyediakan kebutuhan berbagai
peralatan yang menggunakan bantalan gelinding. Secara umum,
semua bantalan adalah elemen-elemen mesin yang presisi dan harus
mendapatkan perlakuan demikian. Kelas toleransi standar diterapkan
oleh ABEC, seperti berikut:
ABEC 1 : Bantalan rol dan bola radial standar
ABEC 3 : Bantalan rol instrumen semipresisi
ABEC 5 : Bantalan rol dan rol radial presisi
ABEC 5P : Bantalan rol instrumen presisi
ABEC 7 : Bantalan rol radial presisi tunggal
ABEC 7P : Bantalan rol instrumen presisi tunggal.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 181


12.6. Perancangan Bantalan Luncur
Istilah bantalan luncur mengacu pada jenis bantalan dimana dua
permukaan bergerak relatif satu sama lain tanpa menggunakan kontak
gelinding, namun yang ada hanya kontak luncur. Bentuk-bentuk yang
umum adalah permukaan rata dan silindris konsentris. Gambar 12.14
menunjukkan geometri dasar dari bantalan luncur silinder.

Gambar 12.14 Geometri bantalan luncur

Sistem bantalan yang diberikan dapat beroperasi dengan salah satu


dari tiga jenis pelumasan:
1. Pelumasan batas (boundary lubrication); Ada kontak actual antara
permukaan padat dari komponen yang bergerak dan yang diam dari
sistem bantalan, meskipun ada suatu lapisan pelumas.
2. Pelumasan lapisan campuran (mixed-film lubrication); Ada daerah
transisi antara pelumasan batas dan lapisan penuh.
3. Pelumasan lapisan penuh (mixed-film lubrication); Komponen yang
bergerak dan yang diam dari sistem bantalan dipisahkan oleh suatu
lapisan pelumas lengkap yang membawa beban. Tipe pelumasan ini
sering disebut juga pelumasan hidrodinamis.

182 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Semua jenis pelumasan tersebut dapat dijumpai dalam suatu bantalan
tanpa penekanan dari luar bantalan. Jika pelumas dibawah tekanan
diberikan ke bantalan, maka ini disebut pelumasan hidrostatis.
Pelumasan lapisan penuh merupakan jenis pelumasan yang paling
disukai dan dianjurkan diberikan untuk beban ringan, kecepatan relatif
tinggi antara komponen yang bergerak dan diam, dan adanya pelumas
kental pada bantalan dengan persediaan yang banyak. Untuk bantalan tap
yang berputar, efek gabungan dari tiga faktor tersebut, yang berkaitan
dengan gesekan dalam bantalan, dapat dievaluasi dengan cara menghitung
parameter bantalan, µn/p, dimana µ adalah viskositas pelumas dengan
satuan N.s/m2 (Pa.s) n adalah kecepatan putar dengan satuan
(putaran/detik), dan p adalah beban bantalan dengan satuan N/m2 (Pa).
Dalam aplikasi putaran, komponen pada poros seringkali dibuat dari
baja, sedangkan bantalan yang diam/tidak bergerak dapat dibuat dari salah
satu bahan seperti: perunggu, coran, aluminium, seng, logam berpori, dan
plastik. Adapun sifat-sifat yang disukai untuk bahan-bahan yang
digunakan untuk bantalan luncur, yaitu:
a. Kekuatan; Fungsi bantalan untuk membawa beban dan
mengirimkannya ke struktur penopang. Beban dapat berubah-ubah,
sehingga ketahanan lelah serta kekuatan statis.
b. Mampu benam (embeddability); Ini berkaitan dengan kemampuan
bahan menahan kototran didalam bantalan tanpa menyebabkan
kerusakan pada tap yang berputar
c. Tahan karat; seluruh lingkungan bantalan perlu dipikirkan, termasuk
bahan tap, pelumas, suhu, partikel dari udara, gas dan uap air yang
dapat menimbulkan karat.
d. Biaya; Hal ini meliputi biaya bahan dan biaya pemrosesan dan
pemasangan.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan ketika memilih bahan
untuk bahan dan menentukan detail perancangan meliputi hal-hal seperti:
koefisien gesek, kapasitas beban (p), kecepatan operasi (V), suhu pada
kondisi operasi, batas keausan, dan mampu produksi.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 183


12.6.1. Prosedur Perancangan Bantalan Luncur
Jika diketahui Beban radial pada bantalan (F) dalam lb atau N, kecepatan
putar (rpm), diameter poros nominal minimum (Dmin) dalam in atau mm,
dan akan ditentukan diameter nominal dan panjang bantalan serta bahan
yang akan dimiliki nilai pV yang aman. Maka perlu diikuti prosedur
perancangn berikut ini:
1. Menentukan diameter coba-coba, D, untuk tap dan bantalan.
2. Menentukan rasio panjang bantalan dengan diameternya, L/D,
khususnya dalam kisaran 0.5 – 2.0. Untuk bantalan berpori tanpa
pelumas atau berisi minyak disarankan L/D = 1, sedangkan untuk
bantalan karbon-grafit, disarankan L/D = 1.5.
3. Menghitung L = D (L/D) panjang nominal dari bantalan.
4. Menentukan nilai yang tepat untuk L.
5. Menghitung tekanan permukaan (Pa atau lb/in2)  p = F/LD
6. Menghitung kecepatan linier permukaan tap (V) = Dn/60000 [m/s]
7. Menghitung pV [psi.fpm atau Pa.m/s atau kW/m2]
8. Mengalikan 2(pV) untuk memperoleh satu nilai perancangan untuk
pV.
9. Menentukan bahan dari Tabel 12.5 dengan nilai yang dihitung dari pV
sama dengan atau lebih besar dari nilai perancangan.
Tabel 12.5 Parameter untuk bahan-bahan bantalan dalam pelumasan batas
pV
Bahan
[kPa.m/s] [lb/in2 . ft/min]
Vespel SP-21 polymide 300000 10500 DuPont Co.
Perunggu mangan (C86200) 150000 5250 SAE 430A
Perunggu aluminium (C95200) 125000 4375 SAE 68A
Perunggu timah-Ti (C93200) 75000 2625 SAE 660
Bantalan pelumas kering KU 51000 1785
Perunggu berpori/berisi minyak 50000 1750
Babit: kadar timah 89% 30000 1050
Rulon® PTFE:M-liner 25000 875 Bahan dasar logam
Rulon® PTFE:FCJ 20000 700
Babit: Kadar Timah 10% 18000 630
Grafit/Berlogam 15000 525 Graphite Met. Co.
Rulon® PTFE:641 10000 350
Rulon® PTFE:J 7500 263
Polyethane:UHMW 4000 140
Nylon® 101 3000 105 DuPont Co.

184 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


10. Menghitung perancangan dari sistem bantalan yang
mempertimbangkan kelonggaran diamtral, pemilihan dan pemberian
pelumas, spesifikasi kehalusan permukaan, control panas, dan
pertimbangan penempatan.
11. Kelonggaran diametral nominal. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi spesifikasi akhir untuk kelonggaran seperti
diperlihatkan dalam Gambar 12.15 yang menunjukkan nilai-nilai
minimum yang dianjurkan untuk kelonggaran berdasarkan diameter
tap dan kecepatan putar dalam beban tetap.

Gambar 12.15 Kelonggaran diametral minimun

12.6.2. Contoh Perancangan Bantalan Luncur


Buatlah perancangn sebuah bantalan luncur berpelumas batas untuk
membawa beban radial sebesar 2.5 kN dari sebuah poros yang berputar
pada kecepatan 1150 rpm. Diameter nominal minimum tap adalah 65 mm.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 185


Penyelesaian: Kita akan menggunakan prosedur perancangan dengan
terperinci.
Langkah 1 : Diameter coba-coba. Cobalah D = 75 mm
Langkah 2 – 4 : Cobalah L/D = 1.0 kemudian L = D = 75 mm.
Langkah 5 : Menghitung tekanan permukaan
P = F/LD = (2500 N) / (75 mm) (75 mm) = 0.444
N/mm2
Konversilah ke kPa, maka: p = 0.444 N/mm2 (103 kPa)
= 444 kPa
Langkah 6 : Kecepatan linier tap
V = Dn/60000 =  (75) (1150)/60000 = 4.52 m/detik.
Langkah 7 : Faktor pV
pV = (444 kPa) (4.52 m/detik) = 2008 kPa.m/detik
Langkah 8 : Nilai perancangan untuk pV = 2 (2008) = 4016
kPa.m/detik
Langkah 9 : Dari Tabel 4.6, kita dapat menentukan perunggu
aluminium (C95200) yang memiliki nilai pV sebesar
4375 kPa.m/detik.
Langkah 10 – 11: Dari Gambar 4.15, kita dapat menyarankan minimal Cd
= 75 m (0.075 mm atau 0.003 in) berdasarkan D = 75
mm dan 1150 rpm.

Perancangan alternatif: Faktor pV untuk perancangan awal,


sekalipun cukup memuaskan, namun agak tinggi dan mungkin
memerlukan pelumasan yang seksama. Pertimbangkan perancangan
alternatif berikut ini yang memiliki diameter bantalan yang lebih besar.
Langkah 1 : Cobalah D = 150 mm
Langkah 2 : L/D = 1.25
Langkah 3 : Maka
L = D (L/D) = (150 mm) (1.25) = 187.5 mm
Langkah 4 : Mari kita gunakan nilai yang lebih tepat, yaitu 175 mm
untuk L.
Langkah 5 : Menghitung tekanan permukaan

186 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


P = F/LD = (2500 N) / (175 mm) (150 mm) = 0.095
N/mm2 = 444 kPa
Langkah 6 : Kecepatan linier tap
V = Dn/60000 =  (150) (1150)/60000 = 9.03
m/detik.
Langkah 7 : Faktor pV
pV = (95 kPa) (9.03 m/detik) = 860 kPa.m/detik = 860
kW/m2
Langkah 8 : Nilai perancangan untuk pV = 2 (860) = 1720
kPa.m/detik
Langkah 9 : Dari Tabel 4.6, kita dapat menentukan bantalan
perunggu berpori yang terisi minyak yang memiliki
nilai pV sebesar 1750 kPa.m/detik atau bantalan
berpelumas kering KU yang memiliki nilai pV 1785
kPa.m/detik.
Langkah 10 – 11: Dari Gambar 4.15, kita dapat menyarankan minimal Cd
= 150 m (0.150 mm atau 0.006 in) berdasarkan D =
150 mm dan 1150 rpm. Perincian laintergantung pada
sistem dimana bantalan akan diletakkan.

12.7. Penutup (Soal Latihan)


1. Sebuah bantalan bola radial memiliki beban dinamis dasar sebesar
2350 lb untuk tingkat umur (L10) sebesar 106 putaran. Berapakah
tingkat umur L10-nya jika beroperasi dengan beban 1675 lb ?
2. Sebuah bantalan akan digunakan untuk menahan beban radial 455 lb
tanpa beban aksial. Tentukan bantalan yang sesuai dari Tabel 4.3 jika
poros berputar 1150 rpm dan umur rancangan 20 000 jam?

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 187


BAB XIII
RANGKA MESIN, SAMBUNGAN BAUT
DAN LAS

Pada bab ini akan dibahas mengenai rangka dan struktur yang
menahan komponen mesin, sambungan baut yang meliputi profil
kepatahan dan beban yang ditumpunya, dan sambungan las yang memiliki
kemampuan menahan beban dan tegangan yang terjadi pada sambungan
las.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan rangka mesin dan sistem sambungan pada suatu
mekanisme.

13.1. Rangka dan Struktur Mesin


Perancangan rangka dan struktur mesin sebagian besar merupakan seni
dalam hal mengakomodasi komponen-komponen mesin. Tentu saja
persyaratan teknis harus terpenuhi, ada beberapa parameter perancangan
yang lebih penting meliputi hal-hal, antara lain: kekuatan, penampila,
ketahanan korosi, ukuran, pembatasan getaran, kekakuan, biaya
manufaktur, berat, reduksi kebisingan, dan umur.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan pada awal perancangan,
yaitu:
 Gaya yang ditimbulkan oleh komponen mesin melalui titik-titik
pemasangan seperti bantalan, engsel, siku dan kaki-kaki dari elemen
mesin lainnya.
 Cara dukungan rangka itu sendiri.
 Kepresisian sistem: defleksi komponen yang diizinkan.
 Lingkungan tempat mesin akan beroperasi.
 Jumlah produksi dan fasilitas yang tersedia.

188 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


 Ketersediaan alat-alat analitis seperti analisa tegangan dengan
komputer.
 Keterkaitan dengan mesin lain, dinding dan sebagainya.

13.2. Sambungan Baut


Untuk memasang mesin, berbagai bagian harus disambung atau di ikat
untuk menghindari gerakan terhadap sesamanya. Baut, pena, pasak dan
paku keling banyak dipakai untuk maksud ini. Tapi ada pula
penyambungan dengan cara pengelasan dan pres dan sebagainya.

13.2.1. Terminologi Baut


Geometri ulir (standart Inggris) yang umum dipakai. Ulir Standar
(American National atau Unified) dan ulir ISO (International Standard
Organization ) mempunyai sudut ulir sebesar 60o.

Gambar 13.1 Terminologi Baut

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 189


Gambar 13.2 Geometri ulir yang digunakan

Keterangan : d = diameter Utama; dm = diameter puncak; dr = diameter


minor
P = jarak puncak ulir. Ulir Persegi  biasanya dipakai pada
Dongkrak dan mesin Frais.
Berdasarkan hasil-hasil pengujian tarik terhadap batang –batang
berulir didapatkan bahwa suatu batang tanpa ulir yang berdiameter d, (d =
½ (dm + dr)) mempunyai kekuatan tarik yang sama dengan batang berulir
dengan dimensi d, dm dan dr. Luas penampang batang tanpa ulir
berdiameter d tersebut disebut At.

190 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Tabel 13.1 Luas bidang-bidang tegangan

13.2.2. Kasus yang terjadi pada baut


Baut merupakan alat pengikat yang sangat penting untuk mencegah
kecelakaan atau kerusakan pada mesin. Jenis kerusakan pada baut terjadi
karena putus karena tarikan dan puntiran, tergeser, dan ulir lumur (dol).
Dalam beberapa pengujian, kerusakan disebabkan oleh pemberian
beban tekan dongkrak sehingga pembebanan terjadi pada baut yang
dipasangkan pada plat pengujian sehingga mengakibatkan terjadinya
konsentrasi tegangan dan membuat pergesaran pada plat maka
menyebabkan patah atau putusnya baut. Kerusakan tersebut dapat dilihat
seperti pada gambar dibawah ini:

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 191


Gambar 13.3 Jenis kerusakan pada baut

13.2.3. Tipe dan profil dari kepatahan


Untuk menemukan sebab-sebab kepatahan, pengetahuan tetang tipe-tipe
kepatahan, profil kepatahan adalah sangat penting. Apakah kepatahan ini
disebabkan oleh kekeliruan konstruksi, cara membuatnya atau bahan kerja
yang tidak cocok, atau ada hubungannya dengan cara pelayanan yang salah
atau kondisi kerja yang luar biasa. Pertanyaan selanjutnya adalah berapa
jauh kesimpulan yang dapat ditarik dari jalannya kepatahan, profilnya dan
pengecekan kembali karakteristik bahan kerja. Gambar 13.4 menunjukkan
tipe-tipe khas kepatahan dan jalan-jalanya kepatahan tergantung dari
macamnya pembebanan gambar a sampai d dan reaksi I dan II dari bahan
kerja. Lebih lanjut dibedakan pula berdasarkan timbulnya kepatahan.
a. Patah tak terkendali plastis : Jalannya kepatahan searah dengan
tegangan geser, sesuai dengan kolom I. Ini terjadi pada bahan yang
liat, bila kekuatan patah statis dilampaui.
b. Patah tak terkendali getas : Jalannya kepatahan searah dengan
tegangan normal, sesuai dengan kolom II. Kepatahan ini timbul pada
bahan kerja yang getas atau karena pengaruh suhu tinggi yang
membuat bahan kerja menjadi getas. Juga terjadi pada komponen
yang konstruksinya tidak memungkinkan untuk memuai yang
menyebabkan tegangan kekuatan patah statis dilampaui.
c. Patah kekal : Patahan yang terjadi searah tegangan normal, sesuai
dengan kolom II. Kepatahan ini timbul karena kekuatan kekal yang
disebabkan oleh takik (tegangan puncak) menjadi menurun dilampaui.

192 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Menjalarnya kepatahan kekal seringkali dapat dikenal dari tanda garis
keretakan dan patah tak terkendali pada permukaan yang kasar.

Gambar 13.4 Tipe-tipe kepatahan secara skematis

Bentuk permukaan patah baut dari gambar 13.5 dapat dilihat bentuk
permukaan patah dari baut pengunci girth-gear kiln, bagian A adalah
bentuk patahan akibat beban bolak-balik yaitu patah lelah dan pada bagian
B merupakan patah getas. Patah getas ini terjadi karena baut tidak lagi
mampu menahan beban yang bekerja setelah terjadinya awal patahan
(patah lelah). Garis berwarna kuning merupakan batas antara patah lelah
dengan patah getas. Semakin besar daerah B berarti material yang
digunakan adalah material yang semakin getas dan semakin tidak mampu

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 193


menahan beban bolak-balik yang bekerja. Begitu juga sebaliknya, semakin
besar daerah A maka material tersebut akan semakin mampu untuk
menahan beban bolak-balik yang bekerja (Devi et. al 2010).

Gambar 13.5 Bentuk permukaan patah pada baut akibat beban geser

13.2.4. Contoh Perhitungan Baut


Pada sebuah batang Cantilever : (Secara Matematis).
Diketahui : P = 10 ton = 10.000 kg
a = 18 cm b = 30 cm
Baut 1, 2, 3 dan 4 = M12 x 1,75
Ditanya : (a) Resultan (R) dan (b) Momen (M)

Pembahasan :
(a) Agar batang P tidak melengkung / bengkok ke bawah, maka diberi
gaya momen.
M = Gaya x jarak  M = P x L
M = P ( b + ½.a )

194 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Mencari titik momen / titik berat dari sekelompok baut (cancroids):
Free body diagram.

Catatan : xi dan yi adalah jarak dari masing-masing titik pusat baut.

Mencari harga x dan y pada jarak yang telah ditentukan :


x1 = 0 cm y1 = 18 cm
x2 = 18 cm y2 = 18 cm
x3 = 18 cm y3 = 0 cm
x4 = 0 cm y4 = 0 cm
luas penampang masing-masing baut ( A ) :
A1 = A2 = A3 = A4 = ¼  d2
= ¼ (3.14) (12)2 = 113.04 cm2
Jadi harga : x = 9 cm y = 9 cm

mencari luas segi tiga dengan menggunakan Dalil Phytagoras:


A2 = √
jadi : x = 9 atau (18 – x)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 195


r1 = r2 = r3 = r4 = √
=√ = 12.72 cm

(b) Momen (M) : M = P (9 + b)


M = 10.000 kg (9 cm + 30 cm) = 39.000 kg.cm

13.3. Sambungan Las


Sambungan las adalah sambungan antara dua atau lebih permukaan logam
dengan cara mengaplikasikan pemanasan lokal pada permukaan benda
yang disambung. Perkembangan teknologi pengelasan saat ini memberikan
alternatif yang luas untuk penyambungan komponen mesin atau struktur.
Beberapa komponen mesin tertentu sering dapat difabrikasi dengan
pengelasan, dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan
pengecoran atau tempa. Saat ini banyak part yang sebelumnya dibuat
dengan cor atau tempa, difabrikasi dengan menggunakan pengelasan
seperti ditunjukkan pada gambar 5.6. Sebagian besar komponen mesin
yang difabrikasi menggunakan las, menggunakan teknik pengelasan
dengan fusion, dimana dua benda kerja yang disambung dicairkan
permukaannya yang akan disambung.
Beberapa kelebihan sambungan las dibandingkan sambungan baut-
mur atau sambungan keling (rivet) adalah lebih murah untuk pekerjaan
dalam jumlah besar, tidak ada kemungkinan sambungan longgar, lebih
tahan beban fatigue, ketahanan korosi yang lebih baik. Sedangkan
kelemahannya antara lain adalah adanya tegangan sisa (residual stress),
kemungkinan timbul distorsi, perubahan struktur metalurgi pada
sambungan, dan masalah dalam disasembling.

196 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 13.6 Komponen mesin yang dibuat dengan fusion welding

13.3.1. Metode Pengelasan


Metoda pengelasan diklasifikasikan berdasarkan metoda pemanasan untuk
mencairkan logam pengisi serta permukaan yang disambung.
1. Electric Arc Welding : panas diaplikasikan oleh busur listrik antara
elektroda las dengan benda kerja (lihat gambar 13.7). Berdasarkan (1)
aplikasi logam pengisi dan (2) perlindungan logam cair terhadap
atmosfir, electric arc welding diklasifikasikan menjadi :
a. Shielded Metal Arc welding (SMAW)
b. Gas Metal Arc Welding (GMAW)
c. Gas Tungsten Arc Welding (GTAW)
d. Flux-cored Arc Welding (FCAW)
e. Submerged Arc Welding (SAW)

Gambar 13.7 Electric Arc welding dengan coated electrode (spott)

2. Resistance Welding : arus listrik meng-generate panas dengan laju


I2R, melalui kedua permukaan benda kerja yang disambung. Kedua
benda di cekam dengan baik. Tidak diperlukan adanya logam pengisi

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 197


atau shield, tetapi proses pengelasan dapat dilakukan pada ruang
vakum atau dalam inert gas. Metoda pengelasan ini cocok untuk
produksi masa dengan pengelasan kontinu. Range tebal material yang
cocok untuk pengelasan ini adalah 0,004 s/d 0,75 inchi.
3. Gas Welding : umumnya menggunakan pembakaran gas
oxyacetylene untuk memanaskan logam pengisi dan permukaan benda
kerja yang disambung. Proses pengelasan ini lambat, manual sehingga
lebih cocok untuk pengelasan ringan dan perbaikan.
4. Laser beam welding : plasma arc welding, electron beam welding,
dan electroslag welding : adalah teknologi pengelasan modern yang
juga menggunakan metoda fusi untuk aplikasi yang sangat spesifik.
5. Solid state welding: proses penyambungan dengan
mengkombinasikan panas dan tekanan untuk menyambungkan benda
kerja. Temperatur logam saat dipanaskan biasanya dibawah titik cair
material.
Simbol las diberikan pada gambar teknik dan gambar kerja sehingga
komponen dapat difabrikasi secara akurat. Simbol las distandardkan oleh
AWS (American Welding Society). Komponen utama simbol las sesuai
dengan standard AWS adalah (1) Reference line, (2) tanda panah, (3) basic
weld symbols, (4) dimensi dan data tambahan lainnya, (5) supplementary
symbols, (6) finish symbols, (7) tail, dan (8) spesifikasi atau proses.
Simbol las selengkapnya ditunjukkan pada gambar 13.8. Contoh aplikasi
simbol las dan ilustrasi hasil bentuk konfigurasi sambungan ditunjukkan
pada gambar 13.9.

Gambar 5.8 Simbol las

198 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 13.9 Berbagai bentuk sambungan las

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 199


Gambar 13.10 Berbagai bentuk sambungan las

Pemilihan metoda pengelasan untuk fabrikasi komponen mesin perlu


mempertimbangkan mampu las dari material. Kemampuan logam untuk
disambung dengan pengelasan ditampilkan pada tabel 5.1.Terdapat banyak
sekali konfigurasi sambungan las, tetapi dalam buku ini hanya dibahas
tegangan dan kekuatan sambungan jenis fillet weld. Diharapkan setelah
memahai konfigurasi ini dengan baik, maka aplikasi untuk konfigurasi
sambungan yang lain dapat dipelajari dengan mudah. Beberapa sambungan
dengan konfigurasi fillet weld dan jenis beban paralel, dan beban
melintang ditunjukkan pada gambar 5.9.

200 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Tabel 13.1 Mampu las logam yang umum digunakan untuk komponen
mesin

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 201


Gambar 13.11 Konfigurasi Fillet Weld dengan berbagai kondisi
Pembebanan

13.3.2. Tegangan pada Sambungan Las


Beban yang bekerja pada struktur sambungan dengan tipe fillet dapat
berbentuk beban paralel, beban melintang (transverse), beban torsional,
dan beban bending. Untuk menganalisis tegangan yang terjadi pada

202 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


sambungan las terlebih dahulu perlu diperhatikan geometri sambungan las.
Konfigurasi sambungan las jenis fillet dinyatakan dengan panjang leg, he
seperti ditunjukkan pada Gambar 13.10. Umumnya panjang leg adalah
sama besar, tetapi tidak selalu harus demikian. Untuk keperluan
engineering praktis, tegangan pada sambungan las yang terpenting adalah
tegangan geser pada leher fillet (throat). Panjang leher, te didefinisikan
sebagai jarak terpendek dari interseksi pelat ke garis lurus yang
menghubungkan leg atau kepermukaan weld bead. Untuk kasus yang
umum yaitu las convex, panjang leher adalah pada posisi 450 dari leg, atau
te = 0,707 he. Jadi luas leher yang digunakan untuk perhitungan tegangan
adalah Aw = teL, dimana L adalah panjang las.

Gambar 13.12 Geometri dan bidang geser sambungan fillet weld

A. Beban Paralel dan Beban Melintang


Struktur sambungan las akan mengalami kegagalan geser pada
penampang terkecil yaitu pada bagian leher. Hal ini berlaku baik untuk
pembebanan paralel maupun pembebanan melintang. Nilai tegangan geser
pada penampang leher dapat dihitung dengan persamaan :
=

dengan
te = panjang leher
he = panjang leg

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 203


Lw = panjang sambungan las
Jadi untuk menghindari kegagalan pada sambungan, maka tegangan yang
terjadi haruslah lebih kecil dari kekuatan luluh geser material :
= ( )

Mengingat geometri sambungan las, maka efek konsentrasi tegangan


perlu dipertimbangkan dalam perancangan konstruksi las. Penelitian yang
dilakukan oleh Salakian dan Norris tentang distribusi tegangan di
sepanjang leher las fillet menunjukkan adanya fenomena konsentrasi
tegangan tersebut. Bentuk distribusi tegangan ditunjukkan pada Gambar
13.11. Untuk keperluan praktis dalam perancangan sambungan las, harga
faktor konsentrasi tegangan ditunjukkan pada Gambar 13.12.

Gambar 13.13 Distribusi tegangan pada sambungan las fillet yang


mendapat beban melintang

204 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 13.14 Faktor konsentrasi tegangan sambungan las fillet

B. Beban Torsional
Untuk struktur sambungan las yang mendapat beban torsional maka
resultan tegangan geser yang terjadi pada suatu grup sambungan las adalah
jumlah vektor tegangan geser melintang dengan tegangan geser torsional.
Tegangan geser akibat gaya melintang (transverse load) dapat dihitung
dengan persamaan:
d =
Sedangkan tegangan geser torsional adalah
f =
dengan
T = torsi yang bekerja, N-m
r = jarak dari titik pusat massa ke titik terjauh, m
J = momen inersia polar penampang las, m3
Seperti halnya pada beban paralel dan melintang, penampang kritis
untuk beban torsional adalah pada penampang leher. Momen inersia polar
penampang lasa dapat dinyatakan dalam satuan momen inersia polar grup
las sebagai
J = teJu = 0,707heJu
dengan Ju adalah satuan momen inersia polar yang ditunjukkan pada
gambar 9.6 untuk berbagai konstruksi sambungan las fillet yang umum
digunakan. Tabel tersebut dapat mempermudah perhitungan tegangan
akibat beban torsional. Jadi untuk mengindarkan struktur sambungan gagal

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 205


akibat beban torsional maka haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga
resultan tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari kekuatan geser
material.
 = d + f  (Ssy)

C. Beban Bending
Pada pembebanan bending, sambungan lasa akan mengalami
tegangan geser melintang dan juga tegangan normal akibat momen
bending. Tegangan geser langsung akibat gaya geser dapat dihitung
dengan persamaan (9.1). Sedangkan tegangan normal dapat dihitung
dengan persamaan
ζ = Mc / I (5.7)
dimana c adalah jarak dari sumbu netral, dan I adalah momen inersia
penampang yang dapat dinyatakan dalam satuan momen inersia
penampanng las, Iu sebagai
I = teIuLw = 0,707heIuLw (5.8)
Tabel 13.2 Parameter geometri konstruksi sambungan las fillet untuk
berbagai kondisi pembebanan

206 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 207
Lw adalah panjang las, dan Iu untuk beberapa konstruksi sambungan
ditunjukkan pada tabel 9.2. Gaya persatuan panjang dari las adalah
w' = Pa / Iu (13-9)
dimana a adalah jarak antara posisi sambungan dengan aplikasi beban.
Setelah tegangan geser dan tegangan normal yang terjadi didapatkan, maka
selanjutnya dapat ditentukan principal stress tertinggi pada sambungan.

208 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Kegagalan sambungan dapat ditentukan dengan menggunakan teori
tegangan geser maksimum (MSST) atau teori energi distorsi (DET).

13.3.3. Kekuatan Material Sambungan Las


Elektroda yang digunakan pada electric arc welding ditandai dengan huruf
E dan diikuti empat digit angka. Contoh E6018. Dua angka pertama
menandakan kekuatan material setelah menjadi sambungan dalam ribuan
pound per inchi kuadrat (ksi). Angka ke tiga menunjukkan posisi las
seperti misalnya posisi flat, vertikal, atau overhead. Sedangkan angka
terakhir menandakan variabel dalam pengelasan seperti misalnya besarnya
arus. Tabel 13.3 menampilkan kekuatan minimum untuk beberapa
elektroda yang banyak digunakan untuk komponen mesin. Dengan
diketahuinya kekuatan yield material dan tegangan yang terjadi akibat
beban yang bekerja, maka perancang dapat menentukan tegangan
perancangan dan faktor keamanan yang diinginkan.

Tabel 13.3 Kekuatan elektroda las


Nomor Tegangan tarik Tegangan mulur Elongasi, ek
Elektroda maksimun, u (ksi) maksimun, y (ksi) (%)
E60XX 62 50 17 – 25
E70XX 70 57 22
E80XX 80 67 19
E90XX 90 77 14 – 17
E100XX 100 87 13 – 16
E120XX 120 107 14

13.3.4. Contoh Perhitungan Las


Diketahui elekroda E-70 untuk mengelas baja A36, tegangan geser ijin
(s)= 145 MPa. Hitunglah kekuatan las sudut 45° ?
Penyelesaian :
P =  .A
= (145x106)(0,707 t.L x10-6) = 103 t L

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 209


 Biasanya kekuatan las sudut dinyatakan dalam terminologi gaya izin
(q) per (mm) panjang las :
q = =103 t
dimana: q adalah kekuatan las (N/mm), P adalah beban (N), dan L
adalah Panjang las (mm)

 Berdasarkan rekomendasi AISC (American Institut of Steel


Construction), ukuran las sudut maks. :
T ³ 6 (mm) : ukuran las sudut maks. = t-2 (mm)
T < 6 (mm) : ukuran las sudut maks. ≤ t (mm)

 Faktor-faktor yang penting dalam mengukur kemampuan las :


1) Sifat fisik & kimia bahan, termasuk prasejarah (cara pengolahan,
metode pemberian bentuk perlakuan panas).
2) Tebal, bentuk & konstruksi yg akan dibuat.
3) Metode las, sifat & susunan elektroda, urutan pengelasan,
perlakuan panas (sebelum, selama & sesudah pengelasan),
temperatur sekitar, keahlian juru las.
4) Sifat beban (statis, dinamis, tumbukan), dan keadaan pekerjaan
selanjutnya (temperatur, pengaruh korosif).

13.4. Penutup (Soal Latihan)

1. Baut yang digunakan : baut 1 = M12 dan baut 2 & 3 = M15, dengan
diberi pembebanan P sebesar 2500 pound (lb). Tentukanlah Resultan
masing-masing baut dan Momen yang terjadi.

210 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


2. Sebuah gantungan celana (kait) di bautkan pada sebuah papan.
Panjang dari gantungan tersebut adalah 350 mm, dimana gantungan
ini akan digantung sebuah celana LEVIS 999 yang beratnya 0,5 kg
pada 3 buah baut yang diameternya berbeda. Hitunglah momen yang
terjadi pada ketiga baut tersebut.

3. Sebuah bracket di-las pad beam seperti ditunjukkan pada gambar


mendapat beban statik sebesar 20 kN. Sambungan las adalah jenis
fillet dan menggunakan elektroda nomor E60XX. Rancanglah panjang
leg untuk kondisi pembebanan tersebut dengan mengabaikan efek
bending. Diinginkan faktor keamanan 2,5.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 211


BAB XIV
PERANCANGAN POROS

Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi dan klasifikasi poros,
gaya-gaya yang diterima oleh poros, konsentrasi dan perancangan
tegangan pada poros, dan ukuran dasar dari poros itu sendiri.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam bab ini adalah setelah
mempelajari materi perkuliahan ini, mahasiswa akan memiliki kompetensi
dalam menentukan kekuatan dan tegangan poros yang menahan beban
yang diterimanya.

14.1. Definisi dan Klasifikasi Poros


Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar yang memindahkan daya
dan gerak berputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang
elemen-elemen seperti roda gigi (gear), puli, flywheel, engkol, sprocket
dan elemen pemindah lainnya. Poros ini merupakan satu kesatuan dari
sebarang sistem mekanis dimana daya ditransmisikan dari penggerak
utama, misalnya motor listrik atau motor bakar, ke bagian lain yang
berputar dari sistem. Poros bisa menerima beban lenturan, beban tarikan,
beban tekan atau beban puntiran yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa
gabungan satu dengan lainnya (Josep Edward Shigley, 1983).
Klasifikasi poros dapat dikelompokkan berdasarkan berikut ini:
1) Pembebanannya
a. Poros transmisi (transmission shafts). Poros transmisi lebih
dikenal dengan sebutan shaft. Shaft akan mengalami beban putar
berulang, beban lentur berganti ataupun kedua-duanya. Pada
shaft, daya dapat ditransmisikan melalui gear, belt puli, sprocket
rantai, dll.
b. Gandar. Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara
roda-roda kereta barang. Poros gandar tidak menerima beban
puntir dan hanya mendapat beban lentur.

212 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


c. Poros spindel. Poros spindel merupakan poros transmisi yang
relatip pendek, misalnya pada poros utama mesin perkakas
dimana beban utamanya berupa beban puntiran. Selain beban
puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load).
Poros spindle dapat digunakan secara efektif apabila deformasi
yang terjadi pada poros tersebut kecil.
2) Bentuknya
a. Poros lurus
b. Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin
Ditinjau dari segi besarnya transmisi daya yang mampu
ditransmisikan, poros merupakan elemen mesin yang cocok untuk
mentransmisikan daya yang kecil hal ini dimaksudkan agar terdapat
kebebasan bagi perubahan arah (arah momen putar).
Selain dari pengelompokkan poros diatas, ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan, yaitu:
1. Kekuatan Poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment),
beban lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir
dan lentur. Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa
faktor, misalnya: kelelahan, tumbukan dan pengaruh konsentrasi
tegangan bila menggunakan poros bertangga ataupun penggunaan alur
pasak pada poros tersebut. Poros yang dirancang tersebut harus cukup
aman untuk menahan beban-beban tersebut.
2. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman
dalam menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang
terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin
perkakas), getaran mesin (vibration) dan suara (noise). Oleh karena
itu disamping memperhatikan kekuatan poros, kekakuan poros juga
harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan
ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 213


3. Putaran Kritis
Bila putaran mesin dinaikan maka akan menimbulkan getaran
(vibration) pada mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang
mempunyai jumlah putaran normal dengan putaran mesin yang
menimbulkan getaran yang tinggi disebut putaran kritis. Hal ini dapat
terjadi pada turbin, motor bakar, motor listrik, dll. Selain itu,
timbulnya getaran yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada
poros dan bagian-bagian lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu
mempertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut agar lebih
rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida korosif
maka dapat mengakibatkan korosi pada poros tersebut, misalnya
propeller shaft pada pompa air. Oleh karena itu pemilihan bahan-
bahan poros (plastik) dari bahan yang tahan korosi perlu mendapat
prioritas utama.
5. Material Poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang
berat pada umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan
proses pengerasan kulit (case hardening) sehingga tahan terhadap
keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom
nikel molebdenum, baja khrom, baja khrom molibden, dll. Sekalipun
demikian, baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya
hanya karena putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja. Dengan
demikian perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat
treatment yang tepat sehingga akan diperoleh kekuatan yang sesuai.
Didalam proses perancangan poros perlu kita mengetahui prosedur-
prosedur berikut:
 Menentukan kecepatan putar poros
 Menentukan daya atau torsi yang ditransmisikan oleh poros
 Menentukan perancangan komponen-komponen transmisi daya yang
akan dipasang pada poros
 Menentukan posisi bantalan yang menumpu poros

214 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


 Mengusulkan bentuk umum geometri poros dengan memperhatikan
setiap elemen poros berada pada posisi aksial dan pemindahan daya
dari setiap elemen.
 Menentukan besarnya torsi di semua titik yang ditunjukkan pada
poros
 Menentukan gaya-gaya yang bekerja pada poros baik radial maupun
aksial
 Menguraikan gaya radial ke dalam komponen dalam arah tegak lurus,
biasanya vertical dan horizontal
 Menentukan reaksi pada semua bantalan penumpu pada setiap bidang
 Memilih bahan poros dan menentukan kondisinya: tarik dingin,
perlakuan panas dan sebagainya
 Menentukan tegangan rancangan dengan cara mempertimbangkan
model pembebanan
 Menganalisa setiap titik kritis pada poros untuk menentukan diameter
minimum poros
 Menentukan dimensi akhir pada setiap pada poros
Proses tersebut akan ditunjukkan setelah membahas konsep gaya dan
analisa tegangan.

14.2. Gaya-Gaya yang Diterima Poros


Roda gigi, puli sabuk, sproket rantai dan elemen-elemen lainnya
umummnya ditempatkan pada poros akan memberikan gaya-gaya pada
poros dan akan meneybabkan momen-momen yang lengkung. Berikut ini
adalah pembahasan tentang metode untuk menghitung gaya-gaya tersebut.
1. Roda Gigi Lurus
Gaya yang terjadi pada roda gigi selama transmisi daya yang
bekerjanormal (tegak lurus) terhadap profil gigi involut seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 14.1. pada saat menganalisa poros, perlu
diperhatikan komponen tegak lurus dari gaya yang bekerja dalam arah
radial dan tangensial.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 215


Roda gigi yang
digerakkan

Gambar 14.1 Gaya-gaya yang bekerja pada roda gigi

Torsi: T = 63000 (P) / n


Gaya Tangensial: Wt = T/(D/2)
Dimana P = daya yang ditransmisikan dalam hp
N = kecepatan putar dalam rpm
T = torsi pada roda gigi dalam lb.in
D = diameter jarak bagi roda gigi dalam inci
Sudut antara gaya total dan komponen gaya tangensial adalah sama
dengan sudut tekan () dari bentuk gigi. Biasanya sudut tekan pada roda
gigi memiliki sudut 14½o, 20o, dan 25o. Gaya normal tidak perlu dihitung,
sehingga gaya radial dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Gaya Radial: Wr = Wt tan 
Dasar untuk menentukan analisa yang tepat terhadap gaya dan
tegangan pada poros yang menyangga roda gigi adalah dengan
menunjukkan arah gaya-gaya pada roda gigi secara tepat seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 14.2. Kerja roda gigi penggerak A pada roda
gigi yang digerakkan B, dimana gaya tangensial Wt menekan tegak lurus
terhadap garis radial yang meneyebabkan roda gigi yang digerakkan akan
berputar. Gaya radial Wr yang bekerja pada rod gigi penggerak A bekerja
sepanjang arah radial dan cenderung menekan roda gigi yang digerakkan
B.

216 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 14.2 Arah gaya pada roda gigi lurus yang berpasangan

Aksi: Roda gigi penggerak menekan roda gigi yang digerakkan


Wt : Beraksi ke kiri
Wr : Beraksi ke bawah

Reaksi: Roda gigi yang digerakkan menekan balik roda gigi penggerak
Wt : Beraksi ke kanan
Wr : Beraksi ke atas

2. Roda Gigi Miring


Gaya-gaya yang bekerja pada roda gigi miring adalah gaya tangensial,
gaya radial dan gaya aksial. Perhitungan gaya-gaya pada roda gigi miring
dimulai dari menghitung gaya tangesial hingga gaya aksial dengan
persamaan berikut:
Gaya Tangensial: Wt = T/(D/2)
Gaya Radial : Wr = Wt tg n / cos 
Gaya Aksial : Wx = Wt tg 
Dimana  adalah sudut kemiringan roda gigi miring dan n adalah
sudut tekan normal.

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 217


3. Sproket Rantai
Sepasang sproket rantai yang mentransmisikan daya diperlihatkan
dalam Gambar 6.3, dimana bagian atas rantai dalam keadaan tertarik dan
menghasilkan torsi pada sproket lain, sementara rantai bawah, yang biasa
disebut sisi kendor, tidak memberikan gaya pada kedua sproket. Oleh
karenanya gaya pelengkung pada poros yang membawa sproket sama
dengan besarnya gaya tarik pada sisi kencang rantai. Jika torsi pada
sproket diketahui dengan persamaan berikut:
Fc = T / (D/2)
Dimana D = diameter jarak bagi sproket

Gambar 14.3 Gaya-gaya pada sproket rantai

Perhatikan bagaimana gaya Fc bekerja sepanjang arah sisi kencang


rantai. Karena ukuran antara dua sproket tersebut berbeda, maka arahnya
akan membentuk sudut tertentu terhadap garis tengah penghubung sumbu-
sumbu poros.
Fcx = Fc cos dan Fcy = Fc cos

218 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Dimana arah x sejajar dengan garis tengah, arah y tegak lurus
terhadap garis tengah, dan sudut  adalah sudut inklinasi sisi kencang
rantai terhadap sumbu x.

4. Puli Sabuk-V
Penampilan umum sistem transmisi sabuk-V sama dengan sistem
transmisi rantai. Tetapi ada satu perbedaan penting: kedua sisi sabuk-V
dalam keadaan tertarik, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 14.4.
tarikan sisi kencang, F1, lebih besar daripara tarikan sisi kendor, F2, jadi
gaya transmisi efektif pada puli sama dengan:
FN = F1 – F2
Besar gaya transmisi efektif dapat dihitung dari torsi yang ditransmisikan:
=FN = T / (D/2)

Torsi efektif pada B


TB = (F1 – F2) (DB/2)

Gambar 14.4 Gaya-gaya pada sabuk atau puli

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 219


14.3. Konsentrasi Tegangan pada Poros
Dalam rangka mendapatkan pemasangan dan peletakan berbagai jenis
elemen mesin pada poros dapat dilakukan secara benar, maka pada
rancangan akhir umumnya perlu dicantumkan diameter, alur pasak, alur
cincin, dan diskontinuitas geometeri lainnya yang menghasilkan
konsentrasi tegangan.
Analisa perancangan harus mempertimbangkan konsentrasi tegangan.
Tetapi masalah akan muncul karena nilai rancangan sebenarnya dari faktor
konsentrasi tegangan, Kt, tidak diketahui pada saat awal proses
perancangan. Sebagian besar nilai ini tergantung pada diameter poros dan
pada geometri fillet dan alur, dan inilah tujuan perancangan ini.
Disini akan ditinjau jenis-jenis diskontinuitas geometri yang paling sering
ditemukan dalam poros yang mentransmisikan daya, meliputi:
- Alur pasak; merupakan irisan alur memanjang pada poros untuk
menempatkan pasak, yang memungkinkan pemindahan torsi dari
poros ke elemen yang mentransmisikan daya atau sebaliknya. Dua
jenis alur pasak yang sering digunakan adalah jenis profil dan
luncuran (lihat Gambar 6.5). Karena memulai dan mengakhiri pasak,
pisau jenis alur pasak luncuran ini menghasilkan radius yang halus,
sehingga inilah menjadikan faktor konsentrasi tegangan alur pasak
luncuran lebih rendah daripada alur pasak profil, yaitu Kt = 2.0
(profil) dan Kt = 1.6 (luncuran).

220 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Gambar 14.5 Alur pasak

- Fillet bahu; Bila akan ada perubahan diameter pada poros untuk
membuat bahu sebagai pembatas dudukan sebuah elemen mesin,
maka konsentrasi tegangan yang diberikan bergantung pada rasio dari
kedua diameter tersebut dan radius fillet yang dibuat (lihat Gambar
14.6). fillet dibagi dalam dua kategori untuk tujuan perancangan
adalah tajam dan bulat, dimana nilai Kt = 2.5 (fillet tajam) dan Kt =
1.5 (fillet bulat halus).

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 221


Gambar 14.6 Fillet pada poros

- Alur cincin penahan; Cincin penahan digunakan dalam berbagai


jenis usaha penempatan dalam aplikasi poros. Cincin dipasang dalam
alur poros setelah elemen tetap pada tempatnya. Geometri alur
ditentukan oleh pabrikan cincin. Sebagai perancangan awal, dapat
digunakan Kt = 3.0 untuk tegangan lengkung pada alur cincin
penahan dengan anggapan radius fillet agak tajam.

14.4. Perancangan Tegangan Poros


Beberapa kondisi tegangan yang berbeda dapat saja terjadi secara
bersamaan dalam sebuah poros. Pada sebarang bagian poros yang
mentrasmisikan daya akan terdapat tegangan geser torsional, sementara itu

222 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


biasanya pada bagian yang sama terdapat pula tegangan lengkung.
Beberapa titik mungkin tidak mengalami pelengkungan atau puntiran,
tetapi mengalami tegangan geser vertikal. Tegangan tarik bersama dengan
tegangan lainnya mungkin terdapat pada tempat yang sama.
Jadi, keputusan tentang tegangan rancangan apa yang digunakan
bergantung pada situasi pada titik yang ditinjau secara khusus. Dalam
banyak perancangan poros dan pekerjaan analisa, perhitungan dapat
dilakukan pada berbagai titik dengan memasukkan variasi beban dan
kondisi geometeri yang ada.
A. Tegangan geser Rancangan – Torsi tetap
Teori energi distorsi merupakan predikator terbaik kegagalan bahan
yang ulet akibat tegangan geser yang tetap, dimana tegangan geser
rancangan dihitung dari:
d = Sy / (N3) = (0.577 Sy) / N
Nilai diatas akan digunakan untuk tegangan geser torsional, tegangan geser
vertikal, atau tegangan geser lurus yang tetap dalam poros.

B. Tegangan Geser Rancangan – Geseran Vertikal Berbalik


Titik-titik pada sebuah poros yang tidak menerima torsi dan ditempat
yang momen lengkungnya nol atau sangat kecil, sering mendapat gaya
geser vertikal yang signifikan sehingga sebagai penentu dalam analisa
perancangan. Keadaan ini biasanya terjadi pada bagian poros yang salah
satu ujungnya ditumpu oleh sebuah bantalan dan dibagian itu tidak
mentransmisikan torsi. Gambar 14.7 memperlihatkan distribusi tegangan
geser vertikal pada sebuah penampang lintang lingkaran. Perhatikan bahwa
tegangan geser maksimun ada pada sumbu netral, yaitu sumbu poros.
Tegangan turun dengan pola parabolik sampai bernilai nol pada
permukaan luar poros. Tegangan geser maksimun untuk penampang
lintang lingkaran pejal dapat dihitung dengan:
max = 4V / 3A
Dimana V = gaya geser vertikal dan A = luas penampang lintang.
Jika faktor konsentrasi tegangan dilibatkan, maka:
max = Kt (4V / 3A)

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 223


Gambar 14.7 Tegangan geser dalam poros

Analisa tegangan diselesaikan dengan persamaan berikut:


N = S’sn / max
Dimana: S’sn = 0.577 S’n , maka:
N = 0.577 S’n / max
Sedangkan tegangan rancangannya adalah:
d = 0.577 S’n / N
Dan jika max = d =Kt (4V / 3A), maka:
0. Sn ( )
N=
t (4 )

Dan jika diketahui A = D2/4, maka diperoleh diameter poros yang


diperlukan:
D=√ ( )

C. Tegangan Normal Rancangan – Pembebanan Lelah


Untuk pelengkungan yang berulang dan berbalik pada sebuah poros
yang disebabkan oleh beban lintang yang dikenakan pada poros berputar,
tegangan rancangan akan dikaitkan dengan kekuatan lelah bahan poros.
Kondisi aktual pembuatan dan pemakaian poros hatus dipertimbangkan
pula ketika menentukan tegangan rancangan. Perhatikan bahwa dalam
persamaan perancangan yang dikembangkan selanjutnya, sebarang faktor
konsentrasi tegangan akan dilibatkan. Sedangkan faktor lain adalah
pengaruh yang merugikan terhadap tegangan kekuatan lelah bahan poros.

224 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri


Untuk bagian-bagian poros yang hanya menerima pelengkungan berbalik,
tegangan rancangannya adalah:
d = S’n / N
Dimana faktor rancangan (N) bernilai 2.0 untuk perancangan poros
dimana tingkat keandalan data untuk kekuatan bahan dan beban adalah
rata-rata.

14.5. Ukuran Dasar untuk Poros


Bila akan dipergunakan untuk menahan elemen komersial, maka tentu saja
ukuran poros dan toleransi harus memenuhi rekomendasi pabrik. Dalam
sistem satuan SI, diameter biasanya ditentukan menjadi pecahan umum
atau ekivalen desimalnya.

Tabel 14.1 Diameter yang direkomendasikan


Pasangan Nomor diameter Diamater minimun Diameter yang ditetapkan
Roda gigi D1 1.65 in ( mm) 1.800 in ( mm)
Tidak ada D2 3.30 in ( mm) 3.400 in ( mm)
Bantalan D3 3.55 in ( mm) 3.7402 in (95 mm)
Tidak ada D4 > D3 atau D5 4.400 in ( mm)
Roda gigi D5 3.90 in ( mm) 4.400 in ( mm)
Tidak ada D6 1.094 in ( mm) 3.1496 in (80 mm)

14.6. Penutup (Soal Latihan)


1. Sebutkan prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan proses
perancangan poros!
2. Jelaskan pengelompokan poros dalam menerima beban?

Perancangan Mesin-Mesin Industri ‖ 225


DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.H, Jr., 2005, Marks’ Calculations for Machine Design,


McGraw-Hill companies, New York.
Jac Stolk. 1994. Elemen Konstruksi Bangunan Mesin.Jakarta, Penerbit
Erlangga.
Khurmi, R.S., and Gupta, J.K., 1982, Text Books of Machine Design,
Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd, Ram Nagar, New Delhi
110055.
Khurmi. R. S. 1982. Strength of Materials, New Delhi. S. Chand &
Company Ltd.
Mott L. Robert. 2004. Elemen-Elemen Mesin dalam Perancangan
Mekanis. Yogyakarta, Penerbit ANDI.
Shigley, J.E., and Mischke, C.R., 1996, Standard Handbook of Machine
Design, McGraw-Hill companies, New York.
Shigley. J. E. 1986. Perencanaan Teknik Mesin, Jakarta, penerbit
Erlangga.
Timoshenko & Gere. 2000. Mekanika bahan. Jakarta, penerbit Erlangga

226 ‖ Perancangan Mesin-Mesin Industri

Anda mungkin juga menyukai