Artemisinin
Salah satu obat antimalaria yang saat ini digunakan untuk mengatasi resistensi Plasmodium
falciparum penyebab penyakit malaria yang direkomendasikan WHO adalah artemisinin yang
dihasilkan oleh tanaman Artemisia annua. Tanaman ini mengandung kadar artemisinin yang
bervariasi mulai rendah hingga cukup tinggi, berkisar antara 0,01-0,14%. Secara tradisional tanaman
ini telah lama dimanfaatkan untuk obat antimalaria.
Artemisin dan derivatnya bekerja sebagai skizontosid darah. Selama pertumbuhan dan
penggandaannya dalam sel darah merah, parasit memakan dan menghancurkan sampai 80% sel
hemoglobin inang dalam bagian luar yang dinamakan vakuola makanan. Ini akan melepaskan F2+
hema, yang teroksidasi menjadi F3+ -hematin, dan kemudian mengendap kedalam vakuola makanan
membentuk pigmen Kristal disebut hemozoin.
Efek antimalaria dari artemisinin disebabkan oleh masuknya molekul ini kedalam vakuola
makanan parasit dan kemudian berinteraksi dengan F2+ -hem. Interaksi mengakibatkan radikal bebas
yang menghancurkan komponen vital parasit hingga mati.
Derivat artemisinin dipilih sebagai dasar terapi kombinasi antimalaria yang penting karena
mampu menurunkan parasitemia lebih cepat sepuluh kali dari pada obat antimalaria lainnya.
Artesunat yang merupakan salah satu derivat artemisinin bekerja lebih cepat daripada kinin.
Artemisinin-Based Combination Therapy (ACT) mempunyai banyak manfaat karena dapat
memperpanjang waktu dan mencegah terjadinya resistensi. Dilaporkan bahwa artesunat
mempunyai kemampuan mengeliminasi parasitemia lebih cepat dibandingkan standar antimalaria
seperti Cq dan Kina.
ACT merupakan kombinasi pengobatan yang berbeda dari yang lain, karena artemisinin
memiliki kemampuan antara lain:
1. Menurunkan biomass parasite dengan cepat
2. Menghilangkan simptom dengan cepat,
3. Efektif terhadap parasit resisten multi-drug
4. Semua bentuk/ stadium parasit dari bentuk muda sampai tua yang berkuestrasi pada pembuluh
kapiler
5. Menurunkan pembawa gamet
6. Menghambat transmisi
7. Belum ada resistensi terhadap artemisinin dan
8. Memiliki efek samping minimal
Pada tahun 2013 dilakukan penelitian di Papua Barat dan didapatkan berbagai jenis penyakit
malaria yang tertular kepada penduduknya. Setelah diketahui jenis malaria yang paling banyak
ditularkan di Provinsi Papua Barat, maka ingin diketahui apakah pemberian ACT bergantung pada
jenis malaria atau tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua obat kombinasi antimalaria yang
sama, sesuai untuk penderita malaria secara umum.
2. Nicotinamide/ Vitamin B3
Nama Kimia : (3-Pyridinecarboxamide)
Rumus Molekul : C6H6N2O
Rumus Struktur :