Anda di halaman 1dari 5

DAYA ANTIGLUKAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma

Xanthorrhiza Roxb) TERHADAP Streptococcus Mutans

Pra-Proposal Skripsi

Oleh:
Erin Imaniar Basar
NIM.021311133151

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karies gigi merupakan masalah kesehatan dalam rongga mulut yang paling
banyak dijumpai, dengan prevalensi karies gigi pada orang dewasa di sebagian
besar negara-negara di dunia hampir mencapai 100% (Petersen, 2013).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, indeks DMF-T penduduk Indonesia adalah
sebesar 4,6 yang berarti menunjukkan bahwa kerusakan gigi penduduk Indonesia
yaitu 460 buah gigi per 100 orang.
Karies gigi merupakan penyakit dengan penyebab multifaktorial yang
melibatkan beberapa faktor, yaitu faktor penjamu atau host (gigi), substrat
(makanan), agen (bakteri), dan waktu. Interaksi dari faktor-faktor tersebut secara
bersamaan menyebabkan terjadinya karies gigi. Bakteri memiliki peranan penting
dalam terjadinya karies gigi. Salah satu bakteri yang dominan dalam rongga mulut
dan merupakan bakteri utama penyebab timbulnya plak dan karies gigi adalah
Streptococcus mutans (Isnarianti et al, 2013).
Dental plak atau biofilm pada permukaan gigi merupakan sekumpulan
beranekaragam mikroorganisme pada permukaan gigi, yang melekat kuat pada
matriks ekstraseluler host dan polimer mikroba (Fatmawati, 2011). Pembentukan
biofilm atau dental plak dapat terjadi melalui beberapa tahapan. Adapun tahap
awal dari pembentukan biofilm yaitu perlekatan bakteri pada subtrat. Untuk
mampu melakukan perlekatan pada substrat tersebut, S. mutans akan
mensekresikan glikosilltransferase (GTF) yang dikode oleh gen gtf yaitu gtfB,
gtfC, dan gtfD. Dari ketiga gen gtf tersebut yang berperan dalam pembentukan
karies adalah gtf B dan gtf C karena menghasilkan glukan yang tidak larut dalam
air (lengket). Glukan tersebut merupakan tempat perlekatan, sehingga glukan
tersebut dapat membantu perlekatan S. mutans pada permukaan gigi. Selanjutnya
bakteri akan tumbuh dan membelah kemudian membentuk kolonisasi di
lingkungan sekitar dan terbentuklah biofilm (Anggraeni, 2005; Fatmawati, 2011;
Soemantadiredja et al., 2005).
Untuk mencegah pembentukan biofilm penyebab karies tersebut, adapun
upaya yang dapat dilakukan salah satunya dengan penggunaan bahan yang dapat
menghambat dan membunuh pertumbuhan glukan bakteri (antiglukan).
Chlorhexidine (CHX) merupakan bahan yang terbukti mampu menghambat
aktivitas enzim glikosilltransferase. Glikosilltransferase merupakan enzim yang
dapat mengubah sukrosa menjadi glukan (Wijaya et al., 2016, Fejersko et al.,
2008).
Namun, pada penelitian Silva et al, menunjukkan adanya perbedaan pengaruh
CHX dalam menghambat pembentukan glukan pada S. mutans dalam biofilm dan
S. mutans dalam bentuk bebas atau plaktionik. Berdasarkan penelitian tersebut
meskipun CHX dapat menghambat pembentukan glukan pada S. mutans dalam
biofilm melalui penurunan ekspresi gtfC dan gtfD, namun sebaliknya CHX justru
dapat meningkatkan ekspresi gtfC dan gtfD pada S. mutans dalam bentuk bebas
atau planktionik. Hal ini membuktikan bahwa CHX tidak sepenuhnya mampu
menghambat pembentukan glukan. Pembentukan glukan oleh S. mutans masih
mungkin terjadi meskipun pemberian CHX telah dilakukan (Silva et al., 2014).
Oleh karena itu, saat ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai
antiglukan alami menggunakan tanaman obat herbal yang dievaluasi terhadap
mikroba mulut. Beberapa bahan alami dari tanaman seperti cranberry (Vaccinium
macrocarpon), daun teh (Camelia sinensis), ekstrak kulit biji kakao, ekstrak
methanol dari akar Polygonum cuspidatum dan daun sirih (Piper betle)
menunjukkan efek antiglukan yang menjanjikan. Pemanfaatan bahan alam juga
lebih dipercaya sebab hingga saat ini belum terdapat laporan mengenai efek
samping dari bahan tersebut yang merugikan bagi tubuh dibandingkan dengan
obat atau bahan sintetis lainnya (Salam et al., 2015; Isnarianti et al., 2013;
Palombo, 2011).
Curcuma Xanthorrhiza Roxb adalah salah satu obat herbal yang populer di
Indonesia. Temulawak diketahui mengandung curcuminoid, minyak atsiri,
saponin, flavonoid dan tannin yang memiliki kemampuan menghambat dan
membunuh bakteri. Curcuminoid pada temulawak terdiri dari tiga macam
senyawa fenolik, yaitu curcumin, demetoxicurcumine dan bisdemetoxicurcumine.
Keberadaan ketiga senyawa tersebut menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat
pada sistem biologis. Selain itu, minyak atsiri dari temulawak terdiri atas
felandren, kamfer, borneol, sineal, dan xanthorrhizol. Xanthorrhizol (XNT)
merupakan kandungan yang unik pada temulawak dan juga merupakan kandungan
yang membedakan tanaman ini dari Curcuma spesies lain. XNT memiliki
beberapa manfaat bagi kesehatan seperti efek antimikroba, antiinflamasi,
antioksidan, antihiperglikemi, dan antihipertensi. XNT juga dianggap aktif
terhadap berbagai mikroorganisme patogen (Purnamasari et al., 2014; Halim et
al., 2012; Oon et al., 2015).
Beberapa penelitin telah dilakukan untuk melihat pengaruh tanaman ini
terhadap bakteri, seperti pada penelitian Mangunwardoyo et al. yang
menunjukkan bahwa ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 70% dapat
menghambat pertumbuhan S. mutans pada konsentrasi 0,10-0,75%
(Mangunwardoyo et al., 2012). Ekstrak temulawak dengan konsentrasi 25% yang
merupakan konsentrasi bunuh minimal terhadap S. mutans, juga terbukti mampu
menghambat penurunan pH biofilm (Tirta, 2012). Selain itu, kandungan khas dari
temulawak yaitu XNT terbukti memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap
Streptococcus mutans dengan konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh
minimal berturut-turut 2 µg/ml dan 4 µg/ml (Hwang et al., 2000).
Penelitian mengenai pengaruh ekstrak temulawak terhadap berbagai bakteri
telah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai pengaruh ekstrak temulawak
terhadap efek antiglukan secara khusus belum pernah dilakukan. Daya antiglukan
adalah kemampuan suatu obat atau bahan dalam menghambat dan membunuh
pertumbuhan glukan bakteri pada permukaan kaca, sedangkan glukan merupakan
faktor virulensi utama dari Streptococcus mutans (Wijaya et al., 2016;
Adindaputri et al, 2013). Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai daya antiglukan ekstrak temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza Roxb) terhadap bakteri Streptococcus mutans.

1.2 Rumusan Masalah


Seberapa besar perbedaan daya antiglukan ekstrak temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza Roxb) terhadap bakteri Streptococcus mutans?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antiglukan ekstrak temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza Roxb) terhadap bakteri Streptococcus mutans.

1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
ilmiah mengenai daya antiglukan ekstrak temulawak (Curcuma Xanthorrhiza
Roxb) terhadap bakteri Streptococcus mutans, sehingga dapat diaplikasikan
sebagai bahan pencegah karies gigi yaitu salah satunya dalam bentuk obat kumur.

Anda mungkin juga menyukai