Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

EMFIESEMA

1. Pengertian

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan
pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Definisi emfisema menurut beberapa ahli :

1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus
terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).

2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang


udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).

4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding
alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.

2. Etiologi

1. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah
atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE)
serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan
defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru
rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.

3. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel
skuamus saluran pernapasan.

4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih
berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale,
dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi
paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi
paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

5. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian
emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara
seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi
makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

6. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.

7. Pengaruh usia
8. obstruksi jalan nafas

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus , sehingga terjadi
mekanisme ventil . udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak
dapat keluar pada ekspirasi . etiologinya adalah benda asing di dalam lumen dengan reaksi
local , tumor intrabronkial di mediastinum , konginetal . pada jenis yang terakhir , obstruksi
dapat di sebabkan oleh defek tulang rawan bronkus .

3. Manifestasi klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun.
Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.Pada umur 25-35 tahun mulai
timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk
yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan
spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia . gejala lain juga timbul yaitu sebagai berikut :

Dispnea

1) Pada inspeksi : bentuk dada “ burrel chest”

2) Pernafasan dada , pernafasan abnormal tidak efektif , dan penggunaan otot – otot
aksesori pernafasan (sternokleidomastoid )

3) Pada perkusi : hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

4) Pada aukultasi : terdengar bunyi nafas dengan krekels , ronkhi ,dan perpanjangan
ekspirasi

5) Anoreksia , penurunan berat badan , dan kelemahan umum

6) Distensi vena leher selama ekspirasi


4. Patofisiologi

5. Klasifikasi

Berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru – paru terdapat 3 jenis emfisema :

1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru bagian bawah.
Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk
morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis
mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas
yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil
penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan
bronchitis kronik.

Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim
alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat
penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan
cherniack, 1983). Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit
penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh
dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut centriacinar
emfisema, sering kali timbul pada perokok.

2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap
baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan bronkhiolus,
biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya
kantung alveolus tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus
respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang.

Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar
tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung
sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih
banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia
A. Price 1995).

3. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli)
sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak
spontan.

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula
timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen
bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan
banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit,
sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.

Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi menjadi 4 tipe, yakni:

1. Emfisema asinus distal atau disebut juga dengan emfisema paraseptal Lesi ini biasanya
terjadi di sekitar septum lobules, bronkus, dan pembuluh darah atau di sekitar pleura
maka mudah menimbulkan pneumotoraks pada orang muda.

2. Emfisema sentrilobular disebut juga emfisema asinus proksimal atau emfisema


bronkiolus respiratorius. Biasanya terjadi bersama-sama dengan pneumoconiosis atau
penyakit-penyakit oleh karena debu lainnya. Penyakit ini erat hubungannya dengan
perokok, bronchitis kronik, dan infeksi saluran napas distal. Penyakit ini sering didapat
bersamaan dengan obstruksi kronik dan berbahaya bila terdapat pada bagian atas paru.

3. Emfisema parasinar , biasanya terjadi pada seluruh asinus , secara klinis berhubungan
erat dengan :

a) Defisiensi alfa antitrypsin

b) Bronkus dan bronkiolus obliterasi (biasanya lebih jarang)

4. Emfisema irregular atau disebut juga dengan emfisema jaringan parut. Biasanya
terlokalisir, bentuknya irregular dan tanpa gejala klinis. Salah satu bentuk emfisema
yang lain adalah emfisema jaringan parut yang berbentuk irregular. Jaringan parut yang
menyebabkan irregular dan emfisema ini berhubungan dengan tuberkulosa,
histoplasmosis, dan pnemokoniosis. Begitu pula eosinofilik granuloma dalam bentuk
irregular dan limfangileiomiomatosis.
6. Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

2. Daya tahan tubuh kurang sempurna

3. Tingkat kerusakan paru semakin parah

4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

5. Pneumonia
6. Atelaktasis

7. Pneumothoraks

8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

Komplikasi patologik juga terjadi pada klien emfisema :

 Hilangnya elastisitas paru

Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara merusakka serabut
elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisnya dan jalan nafas kecil
menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat
menjadi membesar .

 Hiperinflasi paru

Perbesaran alveoli mencegah paru – paru kembali kepada posisi istirahat normal selama
ekspirasi .

 Terbentuknya bullae

Dnding alveolar membengkak dan sebagi kompensasi membentuk suatu bellae (ruanagan
temapt udar yang dapat di lihat pada pemeriksaan sinar-X .

 Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap ketika klien berusaha untuk ekshalasi
secara kuat , tekanan positif intra torak akan menyebabkan kolapsnya jalan nafas
(alveoli)

7. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
penyakit – penyakit lain . foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan foto dada
pada emfiseama paru , yaitu :

 Gambaran defesiensi arteri overinflasi terlihat diafragma yang rendah dan datar ,
kadang – kadang terlihat konkaf . oligoemia penyempitan pembuluh darah pulmonal
dan penambahan corakan kedistal .
 Corakan paru yang bertambah , sering terdapat pada kor pulmonal , emfisema
sentrilobular dan bloaters . overinflasi tidak begitu hebat .

1. Pemeriksaan kedistal fungsi paru

Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang
.

2. Analisis gas darah

Ventilasi yang hamper adekuat masih sering dapat di pertahankan oleh pasien emfisema paru .
sehingga PaCO2 rendah atau normal . saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi .

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung . bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II , III , dan Avf.
Voltase QRS rendah . V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1 .

1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;


peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).

2. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer.

3. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;


pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

8. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas :

1. PENYULUHAN
Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
di hindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
1. PENCEGAHAN

a) ROKOK
Merokok harus di hentikan meskipun sukar . penyeluhan dan usaha yang optimal harus di
lakukan .

b) Menghidari lingkungan polusi


Sebaiknya di lakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja paprik , terutama pada pabrik –
pabrik yang mengeluarkan zat – zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas

c) VAKSIN
Di anjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi , terutama terhadap influenza dan infeksi
pneumokukus

1. TERAPI FARMAKOLOGI

Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih memepunyai
komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat di lakukan dengan :

a) Pemberian bronkodilator
b) Pemberian kortikoteroid
c) Mengurangi sekresi mucus
d) Pemberian bronkodialtor

Golongan teofilin

Biasanya di beriakan denagn dosis 10-15mg/kgBB per oral dengan memperhatikan kadar
teofilin dalam darah . konsentrasi dalam darah yang baik antara 10 – 15 mg/L .

Golongan agonis B2

Biasanya di berikan secara aerosol /nebuliser . efek samping utama adalah tremor , tetapi
menghilang dengan pemberian agak lama .

 Pemberian kortikosteroid

Pada beberapa pasien , pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran
nafas . Hinsway dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama3-
4 minggu . kalau tidak ada respon baru di hentikan .
 Mengurangi sekresi mucus

Minum cukup supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga encer sehingga urine
tetap kuning pucat .

Ekspektoran yang sering di guankan adalah gliseril guaiakoat ,kalium yodida dan ammonium
klorida .

Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum
Mukolitik dapat di gunakan asetilsistein atau bromheksin .

 Fisioterpi dan rehabilitasi

Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas
hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social , emosional , dan vokasional . program
fisioterapi yang di laksanakan berguna untuk :

Memperbaiki efisiensi ventilasi

Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

 Pemberian O2 jangka panjang

Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema di sertai kenaikan toleransi
latihan . biasanya di berikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu
latihan . menurut MAKE , pemberian O2 sealma 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik
dari pada 12 jam/hari .

9. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi-perfusi.
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas.
Rencana Tindakan:
a. Berikan bronkodilator sesuai yang diresepkan.
b. Evaluasi tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB.
c. Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan
batuk efektif.
d. Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan.
Rasional:
a. Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema
mukosabronchial dan spasme muscular.
b. Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodsilator nebulisasi
biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi.
c. Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan membersihkan
jalan napas dari sputum. Pertukaran gas diperbaiki.
d. Oksigen akan memperbaiki hipoksemia.
Evaluasi:
a. Mengungkapkan pentingnya bronkodilator.
b. Melaporkan penurunan dispnea
c. Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.
d. Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan : Pencapaian klirens jalan napas.
Rencana Tindakan :
a. Beri pasien 6-8 gelas cairan/hari, kecuali terdapat kor pulmonal.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmaik dan
batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler, atau IPPB.
d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam
hari sesuai yang diharuskan.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan, seperti asap rokok, aerosol, dan asap
pembakaran.
f. Berikan antibiotik sesuai yang diresepkan.
Rasional :
a. Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk
pengeluaran.
b. Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi
tanpa harus menyebabakan sesak napas dan keletihan.
c. Tindakan ini menambahakan air ke dalam percabangan bronchial dan pada sputum
menurunkan kekentalannya, sehingga memudahkan evakuasi sekresi.
d. Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkitkan sekresi sehingga
sekresi dapat lebih mudah dibatukkan atau diisap.
e. Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukan
lendir, yang kemudian mengganggu klirens jalan napas.
f. Antibiotik mungkin diresepkan untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
Evaluasi :
a. Mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas per hari.
b. Batuk berkurang.
c. Jalan napas kembali efektif.

3. Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek,


lendir, bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.
Tujuan : perbaikan dalam pola pernapasan.
Rencana Tindakan :
a. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.
c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
Rasional :
a. Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan
bernapas lebih efisien dan efektif.
b. Memberikan jeda aktivias akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas
tanpa distres berlebihan.
c. Menguatkan dan mengkoordinasiakn otot-otot pernapasan.
Evaluasi :
a. Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya
ketika sesak napas dan saat melakukan aktivitas.
b. Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam
aktivitas
c. Menggunakan pelatihan otot-otot inspirasi, seperti yang diharuskan

4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat


peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan : kemandirian dalam aktivitas perawatn diri.
Rencana Tindakan :
a. Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan
aktivitas.
b. Berikan pasien dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan.
c. Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.

Rasional :
a. Akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan
yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
b. Sejalan dengan teratasinya kondisi, pasien akan mampu melakukan lebih banyak
namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
c. Memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat dalam perawtan dirinya.
Evaluasi :
a. Menggunakan pernapasan terkontrol ketika beraktivitas.
b. Menguraikan strategi penghematan energi.
c. Melakukan aktivitas perawatan diri seperti sebelumnya.

5. Intoleran aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak


efektif.
Tujuan: perbaikan dalam toleran aktivitas.
Rencana Tindakan:
Dukungan pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur
Rasional:
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan
memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, kelompok
otot menjadi lebih terkondisi.
Evaluasi:
a. Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.
b. Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk
memperbaiki kondisi fisik.

6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi,


ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: pencapaian tingkat koping yang optimal.
Rencana Tindakan:
a. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan
kepada pasien.
b. Dorongan aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.

Rasional:
a. Suatu perasaan harapan akan memberikan pasien sesuatu yang dapat dikerjakan.
b. Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan
pasien menjadi terkondisi.
c. Relaksasi mengurangi stres dan ansietas dan membantu pasien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
Evaluasi :
a. Mengekspresikan minat di masa depan Mendiskusikan aktivitas dan metode yang
dapat dilakukan untuk menghilangkan sesak napas.
b. Menggunakan teknik relaksasi dengan sesuai.

7. Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di


rumah
Tujuan: kepatuhan dengan program terapeutik dan perawatan di rumah
Rencana Tindakan:
a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok.
Rasional:
a. Pasien harus mengetahui bahwa ada metoda dan rencana dimana ia memainkan
peranan yang besar.
b. Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan
mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
Evaluasi:
a. Mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengarukinya.
b. Berhenti merokok.

Anda mungkin juga menyukai