Anda di halaman 1dari 38

BUPATI SAROLANGUN

PERATURAN BUPATI SAROLANGUN


NOMOR TAHUN 2013

TENTANG
PERATURAN INTERNAL
(HOSPITAL BY LAWS, MEDICAL STAFF BY LAWS, CORPORATE BY LAWS)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR. H. M. CHATIB QUZWAIN
KABUPATEN SAROLANGUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAROLANGUN,

Menimbang : a. bahwa untuk menyelenggarakan kegiatan rumah sakit


dapat berjalan efektif, efisien dan berkualitas maka
diperlukan suatu tatanan peraturan internal yang
mengatur kewajiban, kewenangan, hak dan tanggung
jawab antara pemilik Rumah Sakit atau yang mewakili,
direktur rumah sakit dan tenaga medis di Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Bupati tentang Peraturan Internal (Hospital By Laws,
Medical Staff By Laws dan Corporate By Laws) Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun;

Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-


Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041)
sebagaimana telah diubah dengan Undang–Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

1
2. Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten
Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3903)
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang
Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten
Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969);

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

4. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang–Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang


Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

7. Undang–Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);

2
8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4502);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4570);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang


Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang


Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4594);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang


Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4614);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Nomor 4737);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang


Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan Swasta di Bidang Medik;

3
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan
Praktik Dokter dan Dokter Gigi;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007


tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah;

18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/


Per/III/2008 tentang Rekam Medis;

19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor: 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;

20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws);

21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Mediacal Staff By Laws) di Rumah
Sakit;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PERATURAN INTERNAL
(HOSPITAL BY LAWS, MEDICAL STAFF BY LAWS, CORPORATE
BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. DR. H. M.
CHATIB QUZWAIN KABUPATEN SAROLANGUN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:


1. Hospital By Laws (Statuta)” adalah aturan dasar yang mengatur tata
cara penyelenggaraan Rumah Sakit.
2. Medical Staff By Laws adalah aturan yang mengatur clinical governance
untuk menjaga profesionalisme staf medis di Rumah Sakit.
3. Corporate By Laws adalah aturan yang mengatur agar corporate
governance terselenggara dengan baik melalui peraturan hubungan
antara pemilik, pengelola, dan komite medi di Rumah Sakit.
4. Yang dimaksud Rumah sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
4
5. Direktur adalah seseorang yang ditunjuk oleh Bupati untuk menduduki
jabatan sebagai pimpinan tertinggi Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.
H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun sesuai undang-undang
yang belaku dan dalam hal yang bersangkutan tidak ada, maka
pengertian ini juga meliputi orang-orang yang akan ditunjuk oleh Bupati
untuk bertindak dalam jabatan tersebut untuk sementara waktu.
6. Rapat rutin adalah setiap rapat terjadwal yang diselenggarakan oleh
Dewan Pengawas yang bukan termasuk rapat tahunan dan rapat
khusus.
7. Rapat tahunan adalah rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Pengawas
setiap tahun.
8. Rapat khusus adalah rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Pengawas
diluar jadual rapat rutin untuk mengambil putusan hal-hal yang
dianggap khusus.
9. Dokter adalah seorang tenaga medis yang memiliki ijin praktek di bidang
kedokteran diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis di
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun.
10. Dokter gigi adalah seorang tenaga medis yang memiliki ijin praktek di
bidang kedokteran gigi diberi kewenangan untuk melakukan tindakan
medis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun.
11. Dokter tetap adalah dokter yang sepenuhnya bekerja di Rumah Sakit
Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolagun.
12. Dokter tidak tetap adalah dokter yang bekerja tidak sepenuhnya di
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun.
13. Dokter Tamu adalah dokter yang bukan dokter tetap dan bukan dokter
tidak tetap di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun.
14. Dokter Konsultan adalah Dokter Spesialis tertentu yang karena
kompetensinya diminta membantu pelayanan medis di Rumah Sakit
Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolagun.
15. Dokter Paruh Waktu adalah dokter yang mendapat izin tertulis dari
Direktur untuk melaksanakan pelayanan medis di Rumah Sakit Umum
Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
16. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis adalah dokter yang sedang
mengikuti pendidikan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
17. Staf Medik Fungsional adalah kelompok dokter dan dokter gigi yang telah
disetujui dan diterima sesuai dengan aturan yang berlaku untuk
menjalankan profesi masing-masing di Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.

5
18. Staf medis pengganti adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan
dokter gigi spesialis yang telah terikat perjanjian dengan rumah sakit
maupun yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan penempatan di
rumah sakit dari pejabat yang berwenang dan hanya memiliki
kewenangan untuk melakukan tindakan medis di rumah sakit dalam
rangka menggantikan tugas profesi seorang staf medis yang
berhalangan.
19. Staf medis konsultan tamu adalah seorang dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dan dokter gigi spesialis yang telah diketahui memiliki reputasi
tinggi dibidang keahliannya yang diminta oleh rumah sakit untuk
melakukan tindakan medis tertentu untuk jangka waktu tertentu.
20. Komite Medik adalah wadah non-struktul fungsional yang sedang di beri
tugas mengkordinasikan kegiatan Komite Medik dalam rangka menjaga
mutu etika profes.
21. Komite Medik adalah wadah professional medis yang anggotanya terdiri
dari ketua-ketua staf Medik Fungsional dan atau yang mewakili disiplin
ilmu tertentu.
22. Panitia / Sub Komite adalah kelompok kerja yang dibentuk oleh Komite
Medik untuk mengatasi masalah khusus Panitia ditetapkan dengan
surat keputusan Direksi atas usul Komite Medik.
23. Hak Klinis adalah kewenangan yang diberikan oleh Direktur melalui
Komite Medis melalui surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
24. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan direktur
rumah sakit kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok
pelayanan medis tertentu berdasarkan daftar kewenangan klinis yang
telah ditetapkan.
25. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk
menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege).
26. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang memiliki
kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis tersebut.
27. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan
rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
28. Mitra bestari (peer group) adalah sekelompok staf medis dengan reputasi
dan kompetensi profesi yang baik untuk menelaah segala hal yang
terkait dengan profesi medis

Bagian Kedua
Nama, Visi dan Misi
Pasal 2

(1) Nama Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H.
M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun, merupakan Rumah Sakit
milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun.

6
(2) Visi Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun adalah menjadikan Rumah Sakit rujukan pilihan
jambi wilayah barat pada tahun 2016.
(3) Misi Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun adalah:
a. memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang bermutu tinggi
dan terjangkau sesuai perkembangan IPTEKDOK;
b. menjadi pusat rujukan spesialistik dijambi wilayah barat dan
sekitarnya;
c. menjadi pusat diklat tenaga kesehatan dan Litbang teknologi
kesehatan;
d. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
(4) Tujuan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun untuk memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang meliputi pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilatif serta menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat.
(5) Filosofi Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun merupakan Rumah Sakit Pemerintah Daerah
yang melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan, menjadi pusat
rujukan spesialistik, menjadi pusat diklat tenaga kesehatan dan litbang
teknologi kesehatan serta meningkat kesejahteraan karyawan.
(6) Motto Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun yaitu masyarakat puas adalah kebanggaan kami.
(7) Naskah ini adalah Hospital By Laws, Medical Staff By Laws dan
Corporate By Laws) Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun yang disingkat sebagai statuta.

BAB II
DIREKTUR RUMAH SAKIT

Pasal 3

(1) Pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan di Rumah Sakit Umum


Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun
dilakukan oleh Direktur.
(2) Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Sarolangun.
(3) Direktur bertugas untuk melaksanakan kebijakan pengelolaan Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun telah ditetapkan dengan peraturan perundangan-undangan
dan segala ketentuan umum yang berlaku, dan berbagai aturan dalam
statuta ini, serta memperhatikan hasil pelaksanaan tindakan / audit
dilaksanakan oleh Komite dan SPI (Satuan Pengawas Internal) di rumah
sakit.
(4) Tugas pokok, fungsi, wewenang dan tanggung jawab direktur diperinci
dalam suatu uraian tugas secara tertulis dalam Struktur Organisasi dan
Tata Laksana Rumah Sakit.

7
(5) Direktur mempunyai tugas dan wewenang untuk:
a. Memimpin dan mengelola Rumah Sakit sesuai dengan tujuan Rumah
Sakit dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan
hasil guna;
b. Memelihara dan mengelola kekayaan Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun;
c. Mewakili Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun di dalam dan di luar pengadilan;
d. Melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengelola
Rumah Sakit sebagaimana yang telah digariskan oleh Rumah Sakit
Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun;
e. Menetapkan kebijakan operasional Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun; dan
f. Menyiapkan Rencana Jangka Penjang dan Rencana Kerja dan
anggaran Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun.
(6) Mengadakan dan memelihara pembukuan Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun sesuai dengan
standar yang berlaku.
(7) Menerapkan Struktur Organisasi dan tata kerja Rumah Sakit lengkap
dengan rincian tugasnya.
(8) Mengangkat dan memberhentikan tenaga honorer sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(9) Menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan Hak dan Kewajiban tenaga
honorer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(10) Menyiapkan laporan tahunan dan laporan berkala.

Pasal 4

Dalam hal direktur berhalangan secara permanen, atau mengundurkan diri


maka dipilih pejabat sementara (PJs.) Direktur untuk memimpin Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun
sebelum melakukan rapat untuk memilih direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun yang baru.

BAB III
KEWENANGAN DIREKTUR

Pasal 5

(1) Direktur mengangkat dan memberhentikan staf medis fungsional (SMF)


atas saran Komite Medik, sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Direktur dapat mengangkat sub komite atau Panitia yang berkaitan
dengan kegiatan pelayanan teknis dan non teknis medis atas saran
Komite Medik.

8
Pasal 6

(1) Direktur menetapkan kriteria dan syarat-syarat penugasan setiap staf


medis untuk suatu tugas atau jabatan klinis tertentu dan akan
menyampaikan hal tersebut kepada setiap tenaga medis yang
menghendaki penugasan klinis di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.
H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
(2) Kriteria dan syarat-syarat penugasan sebagaimana dimaksud ditetapkan
oleh direktur setelah disepakati oleh Komite Medik.
(3) Tenaga medis yang telah mendapat penugasan klinis dirumah sakit
dapat berstatus sebagai dokter tetap atau tidak tetap.
(4) Jangka waktu penugasan tenaga medis adalah 6 bulan sampai dengan 1
tahun, kecuali ditetapkan lain oleh direktur dengan memperhatikan
kondisi yang akan menyebabkan penugasan dirumah sakit akan
berakhir sebagai berikut apabila:
a. Ijin praktek yang bersangkutan sudah tidak berlaku sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada;
b. Kondisi fisik atau mental tenaga medis yang bersangkutan tidak
mampu lagi melakukan medis secara menetap;
c. Tenaga medis telah berusia 60 tahun, namun yang bersangkutan
masih dapat pula diangkat sesuai dengan pertimbangan direktur;
d. Tenaga medis tidak memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang
ditetapkan dalam kontrak;
e. Tenaga medis ditetapkan telah melakukan tindakan yang tidak
profesional, kelainan, atau perilaku meyimpang lainnya
sebagaimana ditetapkan oleh Komite Medis; dan
f. Tenaga medis diberhentikan oleh direktur karena yang
bersangkutan mengakhiri kontrak dengan Rumah Sakit setelah
mengajukan pemberitahuan satu bulan sebelumnya.
(5) Penugasan di Rumah Sakit pada seorang tenaga medis hanya dapat
ditetapkan bila yang bersangkutan menyetujui syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Memenuhi syarat sebagai tenaga medis berdasarkan peraturan
perundangundangan kesehatan yang berlaku dan ketentuan lain
sebagaimana ditetapkan dalam statuta ini;
b. Menangani pasien dalam batas-batas sebagaimana ditetapkan oleh
direktur setelah mempertimbangkan daya dukung fasilitas rumah
sakit, dan bila diperlukan rekomendasi dari komite kredensial;
c. Mencatat segala tindakan yang di perlukan untuk menjamin agar
rekam medis tiap pasien yang ditanganinya di Rumah Sakit
terpelihara dengan kuat dan rekam medis dilengkapi dalam waktu
yang wajar;
d. Memperhatikan segala permintaan rumah sakit yang dianggap wajar
sehubungan dengan tindakan di Rumah Sakit dengan mengacu
pada ketentuan pelayanan yang berlaku di Rumah Sakit;
e. Mematuhi etika kedokteran yang berlaku di Indonesia, baik yang
berkaitan dengan kewajiban terhadap masyarakat pasien, teman
sejawat dan diri sendiri; dan

9
f. Memperhatikan syarat-syarat umum praktek klinis yang berlaku di
Rumah Sakit.

BAB IV
MEDICAL STAFF BY LAWS
NAMA, TUJUAN

Pasal 7

(1) Nama kelompok Dokter dan Dokter Gigi yang berhak memberikan
pelayanan medik di Rumah Sakit ini adalah Staff Medik Fungsional
(SMF) Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun.
(2) Pengelompokan anggota SMF berdasarkan bidang spesialisasi medik
yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun.
(3) Untuk Kelompok Dokter Umum masuk dalam SMF dokter umum dan
untuk Kelompok Dokter gigi dan dokter gigi speasialis masuk dalam SMF
dokter gigi.
(4) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) masuk dalam SMF
sesuai dengan spesialisasi yang sedang diikuti.
(5) Nama wadah profesional medis yang keanggotaannya berasal dari ketua-
ketua staf medis fungsional dan atau yang mewakili disiplin ilmu
tertentu adalah Komite Medik Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H.
M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.

Pasal 8

Tujuan dan pengorganisasian Staf Medis Fungsional adalah agar staf medis
di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun dapat lebih menata diri dengan fokus terhadap kebutuhan
pasien sehingga menghasilkan pelayanan medis yang berkualitas dan
bertanggung jawab.

Pasal 9

Secara administrasi Staf Medis Fungsional berada di bawah direktur Rumah


Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun
namun secara Fungsional sebagai profesi, anggota Staf Medis Fungsional
bertanggung jawab kepada Komite Medik melalui ketua SMF.

BAB V
PENERIMAAN, PENERIMAAN KEMBALI DAN PEMBERHENTIAN
ANGGOTA SMF

10
Pasal 10

Persyaratan Penerimaan Calon anggota SMF adalah sebagai berikut :


a. Mempunyai kualifikasi pendidikan yang sah; dan
b. Sehat jasmani dan rohani.

Pasal 11

Prosedur penerimaan calon anggota dilakukan sesuai dengan Standar


Prosedur operasional penerimaan Staf Medis Fungsional yang disusun oleh
Komite Medik.

Pasal 12

(1) Apabila seorang anggota SMF dengan alasan tertentu pindah/cuti diluar
tanggungan negara sehingga tidak bisa menjalankan tugas sebagai
anggota SMF.
(2) Apabila yang bersangkutan akan kembali anggota SMF maka yang
bersangkutan diharuskan untuk mendaftar ulang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
(3) Bagi anggota SMF yang pensiun bila ingin bekerja kembali di Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun maka satu (1) bulan sebelum SK pensiun keluar yang
bersangkutan diharuskan untuk mengajukan permohonan untuk
bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun sebagai dokter tidak tetap.

Pasal 13

Tenaga Medik anggota staf Medik Fungsional di Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun dapat diberhentikan
keanggotaanya oleh Direktur apabila:
a. meninggal dunia.
b. memasuki masa pensiun.
c. pindah bertugas dari lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.
H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.

BAB VI
KEANGGOTAAN

Pasal 14

(1) Mempunyai Ijazah dari fakultas Kedokteran/Kedokteran gigi


Pemerintah/swasta yang diakui Pemerintah dan memilki surat
penugasan yang masih berlaku dari Departemen Kesehatan.
(2) Telah melalui proses penerimaan calon anggota SMF Rumah Sakit
Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun
yang dilaksanakan oleh Komite Medik dan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.

11
(3) Memiliki surat keputusan penugasan sebagai anggota SMF dari Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun.
(4) Mengikuti program pengenalan tugas lingkungan kerja di Rumah Sakit
Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
(5) Bersedia hanya bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M.
Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun pada jam kerja.
(6) Dokter tamatan Pendidikan luar Negeri yang ingin bekerja di Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun harus mematuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.

Pasal 15

(1) Kategori keanggotaan SMF sebagai berikut:


a. anggota tetap SMF, adalah dokter tetap Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun; dan
b. anggota tidak tetap SMF adalah dokter tidak tetap Rumah Sakit
Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun.
(2) Masa berlaku keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
sejak keputusan Direktur dikeluarkan sampai seluruh hak klinik
anggota dicabut sesuai dengan kategori keanggotaannya.

Pasal 16

(1) Tugas Staf Medik Fungsional sebagai berikut :


a. memberikan pelayanan Medik yang bermutu kepada penderita sesuai
dengan standar pelayanan medik yan telah ditentukan oleh SMF dan
disahkan oleh Direktur, dan menghormati hak pasien sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
b. memberikan pendidikan dan pelatihan kepada peserta didik yang ada
dalam program SMF dan Rumah Sakit.
(2) Tanggung Jawab Staf Medis Fungsional sebagai berikut:
a. menyelesaikan dan melengkapi rekam medis penderita yang menjadi
tanggung jawabnya dalam tempo 2 x 24 jam; dan
b. bertanggung Jawab atas pelayanan medis yang dilaksanakan oleh
PPDS yang sedang menjalani pendidikan dibawah bimbingannya.
(3) Kewajiban Staf Medis Fungsional sebagai berikut:
a. mentaati Peraturan Internal Staf Medis;
b. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab;
c. mengindahkan kode etik Kedokteran Indonesia dan Etika;
d. mempunyai surat ijin praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun;
e. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
Standar Presedur Operasional serta kebutuhan medis pasien;
f. mematuhi kebijakan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M.
Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun tentang penggunaan obat
dan formularium Rumah Sakit Informed Consent dan Rekam Medis;

12
g. merujuk ke staf medis yang mempunyai kemampuan/keahlian yang
lebih baik apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau
pengobatan;
h. merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
i. melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lian yang bertugas dan mampu melakukannya;
j. meningkatkan pengetahuan dan mempuannya secara terus menerus
dengan ikut serta secara aktif dalam program pendidikan, pelatihan,
dan penelitian yang berkesinambungan dan program-program
pengembangan medik lainnya yang diatur SMF dan Rumah Sakit;
k. membangun dan membina kerjasama yang baik dengan sesama
sejawat anggota SMF, paramedis dan pegawai rumah sakit lain demi
kelancaran pelayanan medik;
l. bersedia ikut dalam panitia-panitia Komite Medik dan Rumah Sakit;
m. ikut dan aktif pada penelitian yang diprogram oleh SMF dan Rumah
Sakit; dan
n. tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang patut diduga dapat
merugikan penderita dan Rumah Sakit.

Pasal 17

Hak-hak Anggota SMF sebagai berikut:

a. Menggunakan hak klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M.


Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun;
b. Mendapatkan gaji dan tunjangan lain, hak cuti serta hak lain sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
c. Mendapatkan imbalan jasa pelayanan sesuai dengan peraturan Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun; dan
d. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesinya
sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku.

Pasal 18

Hak -Hak Klinik sebagai berikut:

a. Hak Klinik adalah kewenangan dari anggota SMF untuk melaksanakan


pelayanan Medik sesuai dengan profesi dan keahliannya. Tanpa hak
klinik maka seorang tenaga medik tidak dapat menjadi anggota SMF dan
bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun;
b. Hak Klinik diberikan oleh Direktur atas Rekomendasi Komite Medik/
Panitia Kredensial , sesuai dengan prosedur penerimaan anggota SMF;
dan
c. Hak Klinik diberikan kepada seorang anggota SMF untuk jangka waktu 5
tahun. Pemberian hak Klinik ulang dapat diberikan setelah yang
bersangkutan mendapat resertifikasi dari organisasi profesi.

13
Pasal 19

(1) Komite Medik bila memandang perlu dapat memberi rekomendasi agar
anggota SMF dibatasi hak kliniknya kepada Direktur (Utama), atas
rekomendasi dari Panitia Kredensial agar anggota SMF dilakukan
pembatasan hak kliniknya.
(2) Pembatasan hak klinik ini dapat dipertimbangakan bila anggota SMF
tersebut dalam pelaksanaan tugasnya di Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun dianggap tidak
melaksanakannya sesuai dengan standar pelayanan medis yang berlaku,
dapat dipandang dari sudut kinerja klinik, sudut etik profesi dan sudut
hukum.
(3) Panitia Kredensial membuat rekomendasi pembatasan hak klinik
anggota SMF setelah terlebih dahulu :
a. ketua SMF mengajukan surat untuk mempetimbangkan pencabutan
hak klinik dari anggota SMF nya kepada ketua Komite Medik;
b. komite Medik meneruskan permohonanan tersebut kepada panitia
kredensial untuk meneliti kinerja klinis dan etika profesi dan anggota
SMF yang bersangkutan; dan
c. panitia kredensial berhak memanggil anggota SMF yang
bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan membela diri
setelah sebelumnya diberi kesempatan untuk membaca dan
mempelajari bukti-bukti tertulis tentang pelanggaran yang dibuatnya;
Panitia kredensial dapat meminta pendapat dari pihak lain yang
terkait.

Pasal 20

Pencabutan pembatasan hak klinik dilaksanakan oleh Direktur atas usul


Komite Medik bila SMF tersebut telah melaksanakan sesuai waktu yang
telah ditentukan pada saat sanksi pembatasan.

Pasal 21

Pencabutan Hak Klinik dilaksanakan apabila :


a. Pindah dari lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
DR.H.M.Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun; dan
b. Meninggal dunia.

BAB VII
PENGORGANISASIAN STAF MEDIS FUNGSIONAL

Pasal 22

(1) Anggota Staf Medik Fungsional (SMF) dikelompokkan dalam masing-


masing Staf Medik Fungsional (SMF) sesuai dengan profesi dan
keahliannya.
(2) Susunan Kepengurusan SMF terdiri dari :
a. Ketua SMF merangkap anggota;
b. Sekertaris merangkap anggota;

14
c. Koordinator Pelayanan merangkap anggota; dan
d. Koordinator Penelitian dan Pemgembangan merangkap anggota.
(3) Masa bakti kepengurusan SMF adalah 5 tahun.

Pasal 23

(1) Pemilihan Calon Ketua SMF dilakukan dalam rapat pleno SMF dengan
prosedur yang telah ditetapkan oleh Komite Medik.
(2) Ketua SMF ditentukan oleh Direktur dari 2 (dua) calon yang diajukan.
(3) Dalam menetukan ketua SMF tersebut, bila dianggap perlu Direktur
dapat meminta pendapat Komite Medik.
(4) Bila anggota SMF kurang dari 3 orang , maka penentuan ketua SMF
dilakukan oleh Direktur setelah mendapat saran/masukan dari Komite
Medik.
(5) Ketua SMF terpilih menjadi anggota Komite Medik.
(6) Tugas Ketua SMF adalah mengkoordinasikan semua kegiatan anggota
SMF serta menyusun uraian tugas, wewenang dan tata kerja anggota
SMF dalam SMF yang dipimpinnya.
(7) Ketua SMF mempunyai kewenangan mengatur anggota SMF yang
mempunyai jabatan rangkap di struktural. Bila dianggap perlu maka
ketua SMF dapat membebas tugaskan yang bersangkutan dari kegiatan
rutin di SMF dan menerima kembali setelah yang bersangkutan selesai
dengan tugas jabatan strukturalnya.

Pasal 24

(1) Sekretaris dipilih oleh Ketua SMF dari anggota tetap SMF.
(2) Sekretaris SMF bertugas membantu Ketua SMF dalam bidang
administrasi dan manajemen.

Pasal 25

(1) Koordinator Pelayanan dipilih oleh Ketua SMF dari anggota tetap SMF.
(2) Koordinator Pelayanan SMF bertugas membantu Ketua SMF dalam
mengkoordinir kegiatan pelayanan medis.

Pasal 26

(1) Koordinator Penelitian dan Pengembangan dipilih oleh Ketua SMF dan
anggota tetap SMF.
(2) Koordinator Penelitian dan Pengembangan SMF bertugas membantu
Ketua SMF dalam mengkoordinasikan kegiatan penelitian,
pengembangan dan pelatihan anggota SMF.

15
Pasal 27

SMF mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan medis, penelitian


pengembangan pelayanan medis sesuai dengan kemajuan ilmu kedoktern,
meningkatkan keterampilan dan ilmu pengetahuan, serta memberikan
pendidikan dan pelatihan kepada mahasiswa kdokteran dan tenaga
kesehatan lain.

Pasal 28

Kewajiban Staf Medis Fungsional sebagai berikut:


a. SMF wajib menyusun Standar Prosedur Operasional yang terdiri dari:
1) Standar Prosedur Operasional Pelayanan Medis yang terdiri dari
Standar Palayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional
Tindakan Medis, Penyusunan Standar Prosedur Opersional ini di
bawah koordinasi Komite Medik;
2) Standar Prosedur Operasional bidang administrasi/manajerial yang
meliputi pengaturan tugas dan wewenang anggota staf medis, jadual
rapat kelompok SMF, pengaturan pertemuan klinik / presentasi
kasus, pengaturan prosedur konsultansi dan peraturan lain yang
dianggap perlu Penyusunan Standar Prosedur Operasional bidang
Administrasi ini dibawah koordinasi Direktur Rumah Sakit.
b. SMF wajib menyusun indikator kinerja mutu klinis/mutu pelayanan
medis Indikator mutu yang disusun adalah indicator output atau
outcome.

Pasal 29

Kewenangan Staf Medis Fungsional sebagai berikut:


a. memberikan rekomendasi tentang penempatan anggota SMF baru dan
penempatan ulang anggota SMF kepada Direktur melalui Ketua Komite
Medik.
b. melakukan evaluasi kinerja anggota SMF didalam kelompoknya dan
bersama-sama dengan komite klinis bidang medis menentukan
kompetensi dari anggota SMF tersebut.
c. melakukan evaluasi dan revisi (bila diperlukan) terhadap perturan
internal staf medis, standar pelayanan medis , standar prosedur
operasional tindakan medis dan standar prosedur operasional bidang
administrasi / manejerial.

BAB VIII
CORPORATE BY LAWS
Bagian Kesatu
Kedudukan Rumah Sakit

Pasal 30

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten


Sarolangun berkedudukan sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah
dan merupakan unsur pendukung di bidang pelayanan kesehatan.

16
Pasal 31

Rumah sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten


Sarolangun sebagaimana merupakan unit pelaksana teknis pemerintah
daerah Sarolangun dibidang pelayanan kesehatan.

Bagian Kedua
Tujuan, Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit

Pasal 32

Tujuan Rumah Sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan


perorangan secara paripurna yang meliputi pelayanan kesehatan yang
didasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalisme,
manfaat, keadilan, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien serta
mempunyai fungsi sosial.

Pasal 33

Tugas pokok Rumah Sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan


dengan upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan, pencegahan,
pelayanan rujukan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian,
dan pengembangan serta pengabdian masyarakat.

Pasal 34

Fungsi Rumah Sakit dalam menunaikan tugas adalah mengenai:


a. perumusan kebijakan teknis di bidang pelayanan kesehatan;
b. pelayanan penunjang dalam menyelenggarakan pemerintah daerah di
bidang pelayanan kesehatan;
c. penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan di
bidang pelayanan kesehatan;
d. pelayanan medis;
e. pelayanan penunjang medis dan non medis;
f. pelayanan keperawatan;
g. pelayanan rujukan;
h. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;
i. pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta pengabdian
masyarakat;
j. pengelolaan keuangan dan akutansi; dan
k. pengelolaan urusan kepegawaian, hukum, hubungan masyarakat,
organisasi dan tatalaksana, serta rumah tangga, perlengkapan dan
umum.

Bagian Ketiga
Kewenangan Dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Pasal 35

Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap:


a. kelangsungan hidup Rumah Sakit; dan
b. keterjangkauan masyarakat terhadap Rumah Sakit; dan Menuntut
kerugian.

17
Pasal 36

Kewenangan pemerintah daerah adalah:


a. menetapkan peraturan tentang Pola Tata Kelola dan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Rumah Sakit beserta perubahannya;
b. mengangkat dan menetapkan Dewan Pengawas sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku;
c. memberhentikan Pejabat Pengelola dan Dewan Pengawas karena sesuatu
hal yang menurut peraturannya membolehkan untuk diberhentikan;
d. menyetujui dan mengesahkan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA); dan
e. memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar ketentuan yang
berlaku dan memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi.

Pasal 37

Tanggung jawab pemerintah daerah adalah:


a. pemerintah bertanggung jawab menutup defisit anggaran rumah sakit
yang bukan karena kesalahan dalam pengelolaan dan setelah diaudit
secara independen.
b. pemerintah bertanggung gugat atas terjadinya kerugian pihak lain,
termasuk pasien, akibat kelalaian dan atau kesalahan dalam pengelolaan
rumah sakit.
c. pemerintah bertanggung gugat atas terjadinya kerugian pihak lain
termasuk pasien, akibat kelalaian dan atau kesalahan pengelolaan Rumah
Sakit.

Bagian Keempat
Struktur Organisasi

Pasal 38

Rumah Sakit Umum Daerah Terdiri Dari :


a. Direktur Rumah Sakit Umum;
b. Bagian Tata Usaha;
1. Subbagian Umum dan Kepegawaian;
2. Subbagian Keuangan;
3. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan;
c. Bidang Pelayanan;
1. Seksi Pengendalian, Pelayanan dan Penunjang Medik;
2. Seksi Analis dan Pedayagunaan Sarana;
d. Bidang Perawatan;
1. Seksi Profesi/SDM dan Asuhan Keperawatan;
2. Seksi Logistik Keperawatan;
e. Bidang Rekam Medik;
1. Seksi Rekam Medik;
2. Seksi Kesehatan Lingkungan dan Pemeliharaan sarana.
d. Kelompok Jabatan Fungsional.

18
BAB VIII
KOMITE MEDIK

Bagian Kesatu
Nama dan struktur Organisasi

Pasal 39

(1) Nama organisasi : Komite Medik adalah wadah profesional medis yang
anggotanya terdiri dari Ketua-ketua Staf Medis Fungsional dan atau yang
mewakili disiplin ilmu tertentu.
(2) Komite Medik mempunyai otoritas tertinggi dalam pengorganisasian staf
medis.
(3) Susunan kepengerusan Komite Medik terdiri dari :
a. Ketua merangkap anggota;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris buka anggota;
d. Anggota.
(4) Masa bakti kepengurusan Komite Medik adalah 5 tahun.
(5) Kepengurusan Komite Medik dipilih melalui rapat pleno untuk memilih
ketua, wakil ketua dan sekretaris.
(6) Pemilihan dilaksanakan sesuai prosedur tetap yang telah diatur di dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten
Sarolangun .

Bagian Kedua
Tugas, Fungsi dan Wewenang

Pasal 40

Tugas Komite Medik adalah:


a. membantu Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun menyusun standar pelayanan medis
dan pemantau pelaksanaannya.
b. membantu Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun menyusun medical staff bylaws dan
memantau pelaksanaannya.
c. membantu Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun menyusun kebijakan dan prosedur yang
terkait medico-legal dan etiko-legal.
d. melakukan koordinasi dengan Direktur dalam melaksanakan
pemantauan dan pembinaan pelaksanaan tugas SMF.
e. mengatur kewenangan profesi dan SMF.
f. melaksanakan pembinaan etika profesi, disiplin profesi dan mutu
profesi.
g. melakukan pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan medis.
h. meningkatkan program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta
penelitian dan pengembangan dalam bidang medis.

19
Pasal 41

Fungsi Komite Medik adalah sebagai pengarah dalam pemberian pelayanan


medis, sedangkan SMF adalah pelaksana pelayanan medis.

Pasal 42

Wewenang Komite Medik adalah :


a. memberikan usul rencana kebutuhan dan peningkatan kualitas tenaga
medis.
b. meberikan pertimbangan tentang rencana pengadaan, penggunaan dan
pemeliharaan peralatan pelayanan medis dan peralatan penunjang medis
serta pengembangan pelayanan medis.
c. membentuk Tim Klinis yang mepunyai tugas menangani kasus-kasus
pelayanan medis yang memerlukan koordinasi lintas profesi.
d. memantau dan mengevaluasi penggunaan obat di Rumah sakit.
e. memantau dan mengevaluasi efisiensi dan efektivitas penggunan alat
kedokteran di Rumah Sakit.
f. melaksanakan pembinaan Etika Profesi serta mengatur kewenangan
profesi anggota Staf Medik Fungsional.
g. memberikan rekomendasi tentang kerjasama anatara Rumah Sakit dan
Fakultas Kedokteran/Kedokteran Gigi/Instalasi pendidikan lain.
h. menetapkan tugas dan kewajiban Sub Komite/Panitia dalam lingkungan
Komite Medik.

Pasal 43

(1) Sub Komite/Panitia adalah kelompok kerja khusus yang bertugas


membantu pelaksanaan tugas –tugas Klinik Bidang Medis.
(2) Sub Komite/Panitia dibentuk sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
(3) Sub Komite/Panitia kepengurusannya ditetapkan oelh Surat Keputusan
Direktur Utama.
(4) Keanggotaan Sub Komite/Panitia terdiri dari anggota tetap staf medis
fungsional dan tenaga lain secara ex officio.
(5) Susunan Kepengurusan Sub Komite/Panitia terdiri :
a. Ketua Merangkap Anggota;
b. Sekretaris merangkap Anggota;
c. Anggota.
(6) Tata Kerja Sub Komite/Panitia:
a. Sub Komite/Panitia membuat kebijakan , program dan prosedur
operasional.
b. Sub Komite/Panitia membuat laporan berkala dan laporan tahunan
kepada Komite Medik Laporan tahunan berisi evaluasi kegiatan dan
rencana kegiatan berikutnya.
c. Biaya operasional dibebankan pada anggaran rumah sakit.
(7) Sub Komite/Panitia yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H.
M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun adalah Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KPRS).

20
(8) Jumlah panitia/sub komite dapat ditambah atau di kurang sesuai
dengan kebutuhan.

Bagian Ketiga
Pola Hubungan Komite Medik Dengan Direktur

Pasal 44

(1) Direktur rumah sakit menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya
yang diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi komite medik.
(2) Ketua komite medik bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit.
(3) Komite medik wajib memberikan laporan tahunan dan laporan berkala
tentang kegiatan keprofesian yang dilakukan kepada direktur.
(4) Direktur bersama komite medik untuk menyusun pengaturan layanan
medis (medical staff rules and regulations) agar pelayanan yang
profesional terjamin mulai saat pasien masuk hingga keluar dari rumah
sakit.

Bagian Keempat

Panitia Adhoc

Pasal 45

(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik dapat dibantu
oleh panitia adhoc.
(2) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
direktur rumah sakit berdasarkan usulan ketua komite medik.
(3) Panitia adhoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari staf medis
yang tergolong sebagai mitra bestari.
(4) Staf medis yang tergolong sebagai mitra bestari sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat berasal dari rumah sakit lain, perhimpunan dokter
spesialis/dokter gigi spesialis, kolegium dokter/dokter gigi, kolegium
dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dan/atau institusi pendidikan
kedokteran/kedokteran gigi.

BAB IX
RAPAT KOMITE MEDIK
Bagian Kesatu
Jenis Rapat

Pasal 46

(1) Rapat komite medik terdiri atas rapat rutin, rapat khusus, dan rapat
pleno.
(2) Setiap rapat komite medik dinyatakan sah hanya bila undangan telah
disampaikan secara pantas kecuali seluruh anggota komite medik yang
berhak memberikan suara menolak undangan tersebut.

21
Paragraf 1
Rapat Rutin Komite Medik

Pasal 47

(1) Komite menyelenggarakan rapat rutin satu bulan sekali pada waktu dan
tempat yang ditetapkan oleh komite medik.
(2) Sekretaris komite medik menyampaikan pemberitahuan rapat rutin
beserta agenda rapat kepada para anggota yang berhak hadir paling
lambat lima hari kerja sebelum rapat tersebut dilaksanakan.
(3) Rapat rutin dihadiri oleh pengurus komite medik.
(4) Ketua dapat mengundang pihak lain bila dianggap perlu.
(5) Setiap undangan rapat yang disampaikan oleh sekretaris komite medik
sebagaimana diatur dalam ayat (2) harus melampirkan:
a. satu salinan agenda rapat;
b. satu salinan risalah rapat rutin yang lalu; dan
c. satu salinan risalah rapat khusus yang lalu

Paragraf 2
Rapat Khusus Komite Medik

Pasal 48

(1) Rapat khusus komite medis diselenggarakan dalam hal:


a. diperintahkan oleh ketua atau;
b. permintaan yang diajukan secara tertulis oleh paling sedikit tiga
pengurus komite medis dalam waktu empat puluh delapan jam
sebelumnya atau;
c. permintaan ketua komite medik untuk hal-hal yang memerlukan
penetapan kebijakan komite medis dengan segera.
(2) Sekretaris komite medik menyelenggarakan rapat khusus dalam waktu
empat puluh delapan jam setelah diterimanya permintaan tertulis rapat
yang ditandatangani oleh seperempat dari jumlah anggota komite medis
yang berhak untuk hadir dan memberikan suara dalam rapat tersebut.
(3) Sekretaris komite medik menyampaikan pemberitahuan rapat khusus
beserta agenda rapat kepada para pengurus yang berhak hadir paling
lambat dua puluh empat jam sebelum rapat tersebut dilaksanakan.
(4) Pemberitahuan rapat khusus akan menyebutkan secara spesifik hal-hal
yang akan dibicarakan dalam rapat tersebut, dan rapat hanya akan
membicarakan hal-hal yang tercantum dalam pemberitahuan tersebut.

Paragraf 3
Rapat Pleno Komite Medik

Pasal 49

(1) Rapat pleno komite medik diselenggarakan satu kali satu tahun.
(2) Rapat pleno dihadiri oleh seluruh staf medis Rumah Sakit Umum Daerah
Prof DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun.
22
(3) Agenda rapat pleno paling tidak memuat laporan kegiatan yang telah
dilaksanakan komite medik, rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
komite medik, dan agenda lainya yang ditetapkan oleh komite medik.
(4) Sekretaris komite medik menyampaikan pemberitahuan rapat tahunan
secara tertulis beserta agenda rapat kepada para anggota yang berhak
hadir paling lambat empat belas hari sebelum rapat tersebut
dilaksanakan.

Bagian Kedua
Kuorum

Pasal 50

(1) Sekretaris komite medik menyampaikan pemberitahuan rapat tahunan


kepada seluruh anggota komite medik. Kuorum rapat tercapai bila rapat
dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah pengurus komite medik
ditambah satu yang berhak untuk hadir dan memberikan suara.
(2) Keputusan hanya dapat ditetapkan bila kuorum telah tercapai.

Bagian Ketiga
Pengambilan Putusan Rapat

Pasal 51

Kecuali telah diatur dalam Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff By
Laws) ini, maka:

a. Pengambilan putusan rapat diupayakan melalui musyawarah dan


mufakat;
b. Dalam hal tidak tercapai mufakat, maka putusan diambil melalui
pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak dari anggota yang
hadir; dan
c. Dalam hal jumlah suara yang diperoleh adalah sama maka ketua
berwenang membuat keputusan hasil rapat.

Bagian Keempat
Tata Tertib Rapat

Pasal 52

(1) Setiap rapat komite medik berhak dihadiri oleh seluruh pengurus komite
medik.
(2) Rapat dipimpin oleh ketua komite medik atau yang ditunjuk oleh ketua
komite medik.
(3) Sebelum rapat dimulai agenda rapat dan notulen dibacakan atas perintah
ketua.
(4) Setiap peserta rapat wajib mengikuti rapat sampai selesai.
(5) Setiap peserta rapat hanya dapat meninggalkan rapat dengan seijin
pimpinan rapat.
(6) Setiap peserta wajib menjaga ketertiban selama rapat berlangsung.
23
(7) Hal-hal lain yang menyangkut teknis tata tertib rapat akan ditetapkan
oleh ketua sebelum rapat dimulai.

Bagian Kelima
Notulen Rapat

Pasal 53

(1) Setiap rapat harus dibuat notulennya.


(2) Semua notulen rapat komite medis dicatat oleh sekretaris komite medis
atau penggantinya yang ditunjuk.
(3) Notulen akan diedarkan kepada semua peserta rapat yang berhak hadir
sebelum rapat berikutnya.
(4) Notulen rapat tidak boleh dirubah kecuali untuk hal-hal yang berkaitan
dengan keakuratan notulen tersebut.
(5) Notulen rapat ditandatangani oleh ketua komite medik dan sekretaris
komite medik pada rapat berikutnya, dan notulen tersebut diberlakukan
sebagai dokumen yang sah.
(6) Sekretaris memberikan salinan notulen direktur paling lambat satu
minggu setelah ditandatangani oleh ketua dan sekretaris komite Medis.

BAB X
SUBKOMITE KREDENSIAL

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 54

(1) Tujuan umum penetapan SubKomite Kredensial adalah untuk


melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medis
yang akan melakukan pelayanan medis dirumah sakit kredibel.
(2) Tujuan khusus penetapan Subkomite Kredensial adalah:
a. mendapatkan dan memastikan staf medis yang profesional dan
akuntabel bagi pelayanan di rumah sakit;
b. tersusunnya jenis-jenis kewenangan klinis (clinical privilege) bagi
setiap staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit
sesuai dengan cabang ilmu kedokteran/kedokteran gigi yang
ditetapkan oleh Kolegium Kedokteran/Kedokteran Gigi Indonesia;
c. dasar bagi kepala/direktur rumah sakit untuk menerbitkan
penugasan klinis (clinical appointment) bagi setiap staf medis untuk
melakukan pelayanan medis di rumah sakit; dan
d. terjaganya reputasi dan kredibilitas para staf medis dan institusi
rumah sakit di hadapan pasien, penyandang dana, dan pemangku
kepentingan (stakeholders) rumah sakit lainnya.

24
Bagian Kedua
Konsep Kredensial

Pasal 55

(1) Setiap pelayanan medis yang dilakukan terhadap pasien hanya


dilakukan oleh staf medis yang benar-benar kompeten, yang meliputi
dua aspek, kompetensi profesi medis yang terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku profesional, serta kompetensi fisik dan
mental.
(2) Komite medik wajib melakukan verifikasi kembali keabsahan bukti
kompetensi seseorang dan menetapkan kewenangan klinis untuk
melakukan pelayanan medis dalam lingkup spesialisasi tersebut
(credentialing).
(3) Setelah dilakukan kredensial medis dinyatakan kompeten maka komite
medik akan menerbitkan rekomendasi kewenangan klinis.
(4) Dalam hal pelayanan medis seorang staf medis membahayakan pasien
maka kewenangan klinis (clinical privilege) seorang staf medis dapat saja
dicabut sehingga tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan
medis tertentu di lingkungan rumah sakit tersebut.
(5) Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut dilakukan
melalui prosedur tertentu yang melibatkan komite medik.

Bagian Ketiga
Keanggotaan

Pasal 56

(1) Subkomite kredensial di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3


(tiga) orang staf medis yang memiliki surat penugasan klinis (clinical
appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang
berbeda.
(2) Pengorganisasian subkomite kredensial sekurang-kurangnya terdiri dari
ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung
jawab kepada ketua komite medik.

Bagian Keempat
Mekanisme Kredensial dan
Pemberian Kewenangan Klinis

Pasal 57

(1) Direktur rumah sakit menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur bagi
staf medis untuk memperoleh kewenangan klinis.
(2) Tahapan pemberian kewenangan klinis meliputi:
a. Staf medis mengajukan permohonan kewenangan klinis kepada
direktur dengan mengisi formulir daftar rincian kewenangan klinis
yang telah disediakan rumah sakit dengan dilengkapi bahan-bahan
pendukung.
25
b. Berkas permohonan staf medis yang telah lengkap disampaikan oleh
direktur rumah sakit kepada komite medik.
c. Kajian terhadap formulir daftar rincian kewenangan klinis yang
telah diisi oleh pemohon.
d. Dalam melakukan kajian subkomite kredensial dapat membentuk
panel atau panitia ad-hoc dengan melibatkan mitra bestari dari
disiplin yang sesuai dengan kewenangan klinis yang diminta
berdasarkan buku putih (white paper).
e. Subkomite kredensial melakukan seleksi terhadap anggota panel
atau panitia ad-hoc dengan mempertimbangkan reputasi, adanya
konflik kepentingan, bidang disiplin, dan kompetensi yang
bersangkutan.
f. Pengkajian oleh subkomite kredensial meliputi elemen:
1. kompetensi:

a) berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi yang


disahkan oleh lembaga pemerintah yang berwenang untuk
itu;
b) kognitif;
c) afektif;
d) psikomotor.
2. kompetensi fisik;

3. kompetensi mental/perilaku;

4. perilaku etis (ethical standing).

g. Kewenangan klinis yang diberikan mencakup derajat kompetensi


dan cakupan praktik.
h. Daftar rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege)
diperoleh dengan cara:
1. menyusun daftar kewenangan klinis dilakukan dengan
meminta masukan dari setiap Kelompok Staf Medis;
2. mengkaji kewenangan klinis bagi Pemohon dengan
menggunakan daftar rincian kewenangan klinis (delineation of
clinical privilege);
3. mengkaji ulang daftar rincian kewenangan klinis bagi staf
medis; dan
4. dilakukan secara periodik.
i. Rekomendasi pemberian kewenangan klinis dilakukan oleh komite
medik berdasarkan masukan dari subkomite kredensial.
j. Subkomite kredensial melakukan rekredensial bagi setiap staf medis
yang mengajukan permohonan pada saat berakhirnya masa berlaku
surat penugasan klinis (clinical appointment), dengan rekomendasi
berupa:
1. kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan;
2. kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
3. kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
4. kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu
tertentu;
26
5. kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi;
6. kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri
k. Bagi staf medis yang ingin memulihkan kewenangan klinis yang
dikurangi atau menambah kewenangan klinis yang dimiliki dapat
mengajukan permohonan kepada komite medik melalui
kepala/direktur rumah sakit. Selanjutnya, komite medik
menyelenggarakan pembinaan profesi antara lain melalui
mekanisme pendampingan (proctoring).
l. Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memberikan
rekomendasi kewenangan klinis:
1. pendidikan:
a) lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi, atau dari
sekolah kedokteran luar negeri dan sudah diregistrasi;
b) menyelesaikan program pendidikan konsultan.
2. perizinan (lisensi):
a) memiliki surat tanda registrasi yang sesuai dengan bidang
profesi;
b) memiliki izin praktek dari dinas kesehatan setempat yang
masih berlaku.
3. kegiatan penjagaan mutu profesi:
a) menjadi anggota organisasi yang melakukan penilaian
kompetensi bagi anggotanya; dan
b) berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis.
4. kualifikasi personal:
a) riwayat disiplin dan etik profesi;
b) keanggotaan dalam perhimpunan profesi yang diakui;
c) keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak terlibat
penggunaan obat terlarang dan alkohol, yang dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan terhadap pasien;
d) riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan;
e) memiliki asuransi proteksi profesi (professional indemnity
Insurance).
5. pengalaman dibidang keprofesian:
a) riwayat tempat pelaksanaan praktik profesi;
b) riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien selama
menjalankan profesi.
m. Berakhirnya kewenangan klinis .
1. Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis
(clinicalappointment) habis masa berlakunya atau dicabut oleh
direktur rumah sakit.
2. Surat penugasan klinis untuk setiap staf medis memiliki masa
berlaku untuk periode tertentu.
3. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan tersebut rumah
sakit harus melakukan rekredensial terhadap staf medis yang
bersangkutan.
4. Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan
proses kredensial awal sebagaimana diuraikan di atas karena
sudah memiliki informasi setiap staf medis yang melakukan
pelayanan medis di rumah sakit tersebut.
27
n. Pencabutan, perubahan/modifikasi, dan pemberian kembali
kewenangan klinis.
1. Pertimbangan pencabutan kewenangan klinis tertentu oleh
direktur rumah sakit didasarkan pada kinerja profesi
dilapangan, misalnya staf medis yang bersangkutan terganggu
kesehatannya, baik fisik maupun mental;
2. Pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila
terjadi kecelakaan medis yang diduga karena inkompetensi
atau karena tindakan disiplin dari komite medik;
3. Kewenangan klinis yang dicabut sebagaimana dimaksud
dalam diktum 1) dan 2) diatas dapat diberikan kembali bila
staf medis tersebut dianggap telah pulih kompetensinya.
4. Dalam hal kewenangan klinis tertentu seorang staf medis
diakhiri, komite medik akan meminta subkomite mutu profesi
untuk melakukan berbagai upaya pembinaan agar kompetensi
yang bersangkutan pulih kembali.
5. Komite medik dapat merekomendasikan kepada
kepala/direktur rumah sakit pemberian kembali kewenangan
klinis tertentu setelah melalui proses pembinaan.

BAB XI
SUBKOMITE MUTU PROFESI

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 58

Subkomite mutu profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medis


dengan tujuan :

a. memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh


staf medis yang bermutu, kompeten, etis, dan profesional;
b. memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan
memelihara kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis
(clinical privilege);
c. mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps);
d. memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui
upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan
(on-going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja
profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation).

Bagian Kedua
Konsep Mutu Profesi

Pasal 59

(1) Kualitas pelayanan medis yang diberikan oleh staf medis sangat
ditentukan oleh semua aspek kompetensi staf medis dalam melakukan
penatalaksanaan asuhan medis (medical care management).
28
(2) Untuk mempertahankan mutu dilakukan upaya pemantauan dan
pengendalian mutu profesi melalui :
a. memantau kualitas, misalnya morning report, kasus sulit, ronde
ruangan, kasus kematian (death case), audit medis, journal reading;
b. tindak lanjut terhadap temuan kualitas, misalnya pelatihan singkat
(short course), aktivitas pendidikan berkelanjutan, pendidikan
kewenangan tambahan.

Bagian Ketga
Keanggotaan

Pasal 60

(1) Subkomite mutu profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya


3 (tiga) orang staf medis yang memiliki surat penugasan klinis (clinical
appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang
berbeda.
(2) Pengorganisasian subkomite mutu profesi sekurang-kurangnya terdiri
dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan oleh dan
bertanggung jawab kepada ketua komite medik.

Bagian Keempat
Mekanisme Kerja

Pasal 61

(1) Direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh


mekanisme kerja subkomite mutu profesi berdasarkan masukan komite
medis.
(2) Direktur rumah sakit wajib memfasilitasi agar seluruh kegiatan dalam
mekanisme menjaga mutu profesi medis yang meliputi:
a. Audit Medis
1. Dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis
dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah
sakit dan tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya
kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus.
2. Audit medis dilakukan dengan mengedepankan respek terhadap
semua staf medis (no blaming culture) dengan cara tidak
menyebutkan nama (no naming), tidak mempersalahkan (no
blaming), dan tidak mempermalukan (no shaming).
3. Audit medis yang dilakukan dengan melibatkan mitra bestari
(peer group) yang terdiri dari kegiatan peer-review, surveillance
dan assessment terhadap pelayanan medis di rumah sakit.
4. Evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused professional
practice evaluation) dapat dilaksanakan di tingkat rumah sakit,
komite medik, atau masing-masing kelompok staf medis.
5. Pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 (empat) peran
penting, yaitu

29
a) sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap
kompetensi masing-masing staf medis pemberi pelayanan di
rumah sakit;
b) sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical
privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki;
c) sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan
pencabutan atau penangguhan kewenangan klinis (clinical
privilege); dan
d) sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan
perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis seorang staf
medis.
6. Langkah-langkah pelaksanaan audit medis dilaksanakan sebagai
berikut:
a) Pemilihan topik yang akan dilakukan audit memperhatikan
jumlah kasus atau epidemiologi penyakit yang ada di rumah
sakit dan adanya keinginan untuk melakukan perbaikan;
b) Pemilihan dan penetapan topik atau masalah yang ingin
dilakukan audit dipilih berdasarkan kesepakatan komite
medik dan kelompok staf medis;
c) Penetapan kriteria dan standar profesi yang jelas, obyektif dan
rinci terkait dengan topik tersebut;
d) Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit;
e) Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan
pelayanan;
f) Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan
kriteria;
g) Kasus-kasus tersebut di analisis dan didiskusikan apa
kemungkinan penyebabnya dan mengapa terjadi
ketidaksesuaian dengan standar;
h) Tim pelaksana audit dan Mitra bestari (peer group) melakukan
tindakan korektif terhadap ketidak sesuaian secara kolegial,
dan menghindari “blaming culture”. Hal ini dilakukan dengan
membuat rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara
pencegahan dan penanggulangan, mengadakan program
pendidikan dan latihan, penyusunan dan perbaikan prosedur
yang ada dan lain sebagainya;
i) Rencana reaudit untuk topik yang sama untuk mengetahui
apakah sudah ada upaya perbaikan.
j) Memilih topik yang lainnya.

b. Merekomendasikan Pendidikan Berkelanjutan Bagi Staf Medis


dengan dengan rincian sebagai berikut :
1. subkomite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan
ilmiah yang harus dilaksanakan oleh masing-masing kelompok
staf medis dengan pengaturan-pengaturan waktu yang
disesuaikan.
2. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus
tersebut antara lain meliputi kasus kematian (death case), kasus
sulit, maupun kasus langka.
30
3. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi,
kesimpulan dan daftar hadir peserta yang akan dijadikan
pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi.
4. Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari
subkomite mutu profesi.
5. Subkomite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf
medis menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat
oleh subkomite mutu profesi yang melibatkan staf medis rumah
sakit sebagai narasumber dan peserta aktif.
6. Setiap kelompok staf medis wajib menentukan minimal satu
kegiatan ilmiah yang akan dilaksanakan dengan subkomite
mutu profesi per tahun.
7. Subkomite mutu profesi bersama dengan bagian pendidikan dan
penelitian rumah sakit memfasilitasi kegiatan tersebut dan
dengan mengusahakan satuan angka kredit dari ikatan profesi.
8. Subkomite mutu profesi menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah
yang dapat diikuti oleh masing-masing staf medis setiap tahun
dan tidak mengurangi hari cuti tahunannya.
9. Subkomite mutu profesi memberikan persetujuan terhadap
permintaan staf medis sebagai asupan kepada direksi.

c. Memfasilitasi Proses Pendampingan (Proctoring) bagi Staf Medis yang


membutuhkan dengan dengan rincian sebagai berikut.
1. Subkomite mutu profesi menentukan nama staf medis yang
akan mendampingi staf medis yang sedang mengalami sanksi
disiplin/mendapatkan pengurangan clinical privilege.
2. Komite medik berkoordinasi dengan direktur rumah sakit untuk
memfasilitasi semua sumber daya yang dibutuhkan untuk
proses pendampingan (proctoring) tersebut

BAB XII
SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 62

Subkomite etika dan disiplin profesi pada komite medik di rumah sakit
dibentuk dengan tujuan:

a. melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi


syarat (unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan
asuhan klinis (clinical care); dan
b. memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medis di
rumah sakit.

31
Bagian Kedua
Konsep Etika Dan Disiplin Profesi

Pasal 63

(1) Setiap staf medis dalam melaksanakan asuhan medis di rumah sakit
harus menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kedokteran sehingga
dapat memperlihatkan kinerja profesi yang baik sehingga pasien akan
memperoleh asuhan medis yang aman dan efektif.
(2) Upaya peningkatan profesionalisme staf medis dilakukan dengan
melaksanakan program pembinaan profesionalisme kedokteran dan
upaya pendisiplinan berperilaku profesional staf medis di lingkungan
rumah sakit.
(3) Dalam penanganan asuhan medis tidak jarang dijumpai kesulitan dalam
pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit
kerja yang dapat membantu memberikan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis tersebut.
(4) Pelaksanaan keputusan subkomite etika dan disiplin profesi di rumah
sakit merupakan upaya pendisiplinan oleh komite medik terhadap staf
medis di rumah sakit yang bersangkutan.
(5) Landasan kerja Subkomite ini antara lain:
a. peraturan internal rumah sakit;
b. peraturan internal staf medis;
c. etik rumah sakit; norma etika medis dan norma-norma bioetika.
(6) Tolak ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional staf medis,
antara lain adanya:
a. pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit;
b. prosedur kerja pelayanan di rumah sakit;
c. daftar kewenangan klinis di rumah sakit;
d. pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medis
(white paper) di rumah sakit;
e. kode etik kedokteran Indonesia;
f. pedoman perilaku profesional kedokteran (buku penyelenggaraan
praktik kedokteran yang baik);
g. pedoman pelanggaran disiplin kedokteran;
h. pedoman pelayanan medik/klinik;
i. standar prosedur operasional asuhan medis.

Bagian Ketiga
Keanggotaan

Pasal 64

(1) Subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit terdiri atas
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang staf medis yang memiliki surat
penugasan klinis (clinical appointment) di rumah sakit tersebut dan
berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
(2) Pengorganisasian subkomite etika dan disiplin profesi sekurang-
kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota, yang ditetapkan
oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.
32
Bagian Keempat
Mekanisme Kerja

Pasal 65

(1) Direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh


mekanisme kerja subkomite disiplin dan etika profesi berdasarkan
masukan komite medis.
(2) Direktur rumah sakit menyediakan berbagai sumber daya yang
dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.
(3) Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk
oleh ketua subkomite etika dan disiplin profesi.
(4) Panel terdiri 3 (tiga) orang staf medis atau lebih dalam jumlah ganjil
dengan susunan sebagai berikut :
a. 1 (satu) orang dari subkomite etik dan disiplin profesi yang memiliki
disiplin ilmu yang berbeda dari yang diperiksa;
b. 2 (dua) orang atau lebih staf medis dari disiplin ilmu yang sama
dengan yang diperiksa dapat berasal dari dalam rumah sakit atau
luar rumah sakit, baik atas permintaan komite medik dengan
persetujuan direktur rumah sakit.
c. Panel tersebut dapat juga melibatkan mitra bestari yang berasal dari
luar rumah sakit. Pengikutsertaan mitra bestari yang berasal dari
luar rumah sakit mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh rumah
sakit berdasarkan rekomendasi komite medik.
(5) Program atau kegiatan yang harus dilakukan Subkomite Etika dan
Disiplin Profesi meliputi:
a. Upaya Pendisiplinan Perilaku Profesional, dengan mekanisme
pemeriksaan sebagai berikut:
1. Sumber Laporan
a) Notifikasi (laporan) yang berasal dari perorangan, antara lain:
1) manajemen rumah sakit;
2) staf medis lain;
3) tenaga kesehatan lain atau tenaga non kesehatan;
4) pasien atau keluarga pasien.
b) Notifikasi (laporan) yang berasal dari non perorangan berasal
dari:
1) hasil konferensi kematian;
2) hasil konferensi klinis.
2. Dasar Dugaan Pelanggaran Disiplin Profesi, dengan Keadaan
dan situasi yang dapat digunakan sebagai dasar dugaan
pelanggaran disiplin profesi oleh seorang staf medis adalah hal-
hal yang menyangkut, antara lain:
a) kompetensi klinis;
b) penatalaksanaan kasus medis;
c) pelanggaran disiplin profesi;
d) penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan kedokteran di rumah sakit;
e) ketidakmampuan bekerja sama dengan staf rumah sakit
yang dapat membahayakan pasien.

33
3. Pemeriksaan
a) dilakukan oleh panel pendisiplinan profesi;
b) melalui proses pembuktian;
c) dicatat oleh petugas sekretariat komite medik;
d) terlapor dapat didampingi oleh personil dari rumah sakit
tersebut;
e) panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai
kebutuhan;
f) seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel disiplin
profesi bersifat tertutup dan pengambilan keputusannya
bersifat rahasia.
4. Keputusan
a) Keputusan panel yang dibentuk oleh subkomite etika dan
disiplin profesi diambil berdasarkan suara terbanyak, untuk
menentukan ada atau tidak pelanggaran disiplin profesi
kedokteran di rumah sakit;
b) Bilamana terlapor merasa keberatan dengan keputusan
panel, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
keberatannya dengan memberikan bukti baru kepada
subkomite etika dan disiplin yang kemudian akan
membentuk panel baru;
c) Keputusan ini bersifat final dan dilaporkan kepada direksi
rumah sakit melalui komite medik.
5. Tindakan Pendisiplinan Perilaku Profesional, pemberian
Rekomendasi tindakan pendisiplinan profesi pada staf medis
oleh subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit berupa:
a) peringatan tertulis;
b) limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege);
c) bekerja dibawah supervisi dalam waktu tertentu oleh orang
yang mempunyai kewenangan untuk pelayanan medis
tersebut;
d) pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) sementara
atau selamanya.
6. Pelaksanaan Keputusan, Ketua komite medik memberikan
rekomendasi hasil keputusan subkomite etika dan disiplin
profesi tentang pemberian tindakan disiplin profesi diserahkan
kepada direktur rumah sakit untuk ditindaklanjuti.
b. Pembinaan Profesionalisme Kedokteran
1. Subkomite etika dan disiplin profesi menyusun materi kegiatan
pembinaan profesionalisme kedokteran.
2. Pelaksanaan pembinaan profesionalisme kedokteran dapat
diselenggarakan dalam bentuk ceramah, diskusi, simposium,
lokakarya, dsb yang dilakukan oleh unit kerja rumah sakit
terkait seperti unit pendidikan dan latihan, komite medik, dan
sebagainya.
c. Pertimbangan Keputusan Etis
1. Staf medis dapat meminta pertimbangan pengambilan
keputusan etis pada suatu kasus pengobatan di rumah sakit
melalui kelompok profesinya kepada komite medik;
34
2. Subkomite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan
pembahasan kasus dengan mengikutsertakan pihak-pihak
terkait yang kompeten untuk memberikan pertimbangan
pengambilan keputusan etis tersebut.

BAB XIII
MUTU ASUHAN PROFESIONAL KEPADA PASIEN

Bagian Kesatu
Pemeliharaan Rekam Medis

Pasal 66

(1) Staf medis harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin
kelengkapan rekam medis tiap pasien yang ditanganinya di Rumah Sakit
Umum Daerah Prof DR. H. M. Chatib Quzwain Kabupaten Sarolangun
terpelihara dengan baik, adekuat dan dalam waktu yang secukupnya;
(2) Pelanggaran atas ketentuan ini, staf medis dapat dikenakan sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Pengiriman Jaringan Untuk Pemeriksaan Patologi

Pasal 67

(1) Staf medis wajib mengirimkan jaringan yang dikeluarkan pada waktu
operasi untuk pemeriksaan patologi.
(2) Staf medis wajib melakukan pemeriksaan secara cermat dan teliti pada
waktu masuk rawat dan mencatat diagnosa pra-bedah.

Bagian Ketiga
Kesempatan Konsultasi

Pasal 68

Staf medis wajib memberikan kesempatan yang cukup bagi pasien yang
hendak melakukan konsultasi mengenai penyakit dan/atau keluhan yang
dideritanya sebelum dilakukan upaya medis.

Bagian Keempat
Persetujuan Tindakan Medis

Pasal 69

(1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara
tertulis maupun lisan.

35
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan
kedokteran dilakukan.
(4) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang dibuat dalam bentuk pernyataan
yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu dan
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(5) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan dan diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau
bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai
ucapan setuju.
(6) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan
tertulis.
(7) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan
kedokteran, tindakan yang dilakukan dicatat di dalam rekam medik,
dan dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera
mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga
terdekat.
(8) Dokter dan/atau staf medis yang akan melakukan tindakan medik
mempunyai tanggungjawab utama memberikan informasi dan penjelasan
yang diperlukan kepada pasien dan/atau keluarga pasien.
(9) Informasi dan penjelasan atas persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Altematif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Perkiraan pembiayaan.

BAB XIV
KERAHASIAN, INFORMASI MEDIS

Pasal 70

(1) Pasien mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita


termasuk data-data medisnya.
(2) Pengungkapan kerahasian pasien dimungkinkan pada keadaan:
1. Atas ijin/otorisasi pasien;
2. Menjalankan undang-undang (ps 50 KUHP);
3. Perintah jabatan (ps 51 KUHP);
4. Bela diri (ps 49 KUHP);
5. Daya paksa (ps 48 KUHP);
6. Pendidikan dan penelitian.

36
Pasal 71

(1) Hak-hak pasien yang dimaksud adalah hak-hak pasien sebagaimana


yang terdapat didalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
(2) Informasi medis yang harus diungkapkan dengan jujur dan benar adalah
mengenai:
1. Keadaan kesehatan pasien;
2. Rencana terapi dan alternatif nya;
3. Manfaat dan resiko masing-masing alternatif tindakan;
4. Prognosis;
5. Kemungkinan Komplikasi.

BAB XV
AMANDEMEN/PERUBAHAN

Pasal 72

Perubahan terhadap Hospital Bylaws dapat dilakukan sesuai dengan


kebutuhannya.

BAB XVI
PEMBIAYAAN

Pasal 73

Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan peraturan ini dibebankan pada
anggaran Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain
Kabupaten Sarolangun.

37
BAB XVII
PENUTUP

Pasal 74

Peraturan Bupati ini berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan Bupati ini dengan menempatkannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Sarolangun.
Ditetapkan di Sarolangun
Pada tanggal 2013

BUPATI SAROLANGUN,

CEK ENDRA

Diundangkan di Sarolangun
Pada tanggal 2013

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN,

THABRONI ROZALI

BERITA DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2013 NOMOR

38

Anda mungkin juga menyukai