Kemajuan pada masa kejayaan kerajaan Mughal memberikan sumbangan yang besar terhadap penyebarluasan agama Islam di wilayah India. Kemajuan- kemajuan pada masa Kerajaan Mughal dapat dibedakan menjadi beberapa bidang seperti di bawah ini : 1) Bidang politik dan militer Kemajuan Kerajaan Mughal dalam bidang politik dan militer adalah kemampuan Kerajaan Mughal menerapkan politik sulh e- kul atau politik toleransi universal. Sistem politik ini sangat tepat dilakukan karena mayorits masyarakat India adalah beragama Hindu dan Kerajaan Mughal sendiri menganut agama Islam. Untuk mendukung sisitem politik ini, dibentuklah lembaga Din-i-Ilahi dan mansabdhari. Dalam bidang militer, Kerajaan Mughal dikenal memiliki pasuakn yang kuat dimana pasukannya terdiri dari pasukan gajah, pasukan berkuda, dan pasukan meriam. Wilayah pemerintahan dari Kerajaan Mughal dibagi menjadi beberapa distrik- distrik dimana setiap distrik dikepalai oleh seorang sipah solar dan subdistrik yang diketuai oleh Faujdar. Dengan sistem ini, Kerajaan Mughal berhasil menkalukan dan menguasai daerah-derah sekitarnya. 2) Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi, Kerajaan Mughal berperan besar dalam memajukan pertanian terutama dalam pertanian tanamna padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Untuk mendukung hal ini, pemerintah membuat lembaga tersendiri yang bertugas mengembangkan bidang pertanian. Wilayah terkecil disebut deh, dan beberapa deh tergabung dalam bargana (kawedanan) setiap komunitas petani dipimpin oleh mukaddam. Pemerintah berhubungan dengan petani melalui Mukaddam. Selain bertani, pemerintah Kerajaan Mughal mengembangkan industri tenun yang banyak diekspor ke luar negeri, sehingga banyak investor asing yang ikut menannmkan modalnya dalam industri tenun. 3) Bidang Seni dan Arsitektur Kerajaan Mughal memiliki hasil karya seni dan arsitektur yang sangat terkenal karena memiliki ciri yang menonjol karena memakai ukiran dan marmer dengan kombnasi warna yang warna warni. Contoh bangunan yang menggunakan ciri ini adalah benteng merah, istana, makam kerajaan dan taj Mahal. Kebudayaan di Kerajaan Mughal merupakan perpaduan antara unsur Islam dan Hindu. Sejumlah bangunan dinding yang berkelok- kelok untuk menyangga bagian atap, bentuk-bentuk zoomorphic, motif lonceng dan rantai, dan sejumlah sarana lainnya, seluruhnya telah digunakan dalam konstruksi bangunan masjid dan istana zaman sebelumnya. Kubah yang lahir dari tradisi arsitektur Muslim dipakai baik untuk masjid maupun kuil. Bidang sastra juga menonjol. Banyak karya sastra yang diubah dari bahasa Persia ke bahasa India. Pada masa Akbar berkembang bahasa Urdu, yang merupakan perpaduan dari berbagai bahasa yang ada di India. Bahasa urdu ini kemudian banyak dipakai di India dan Pakisan sekarang. Sastrawan Mughal yang terkenal adalah malik Muhammad Jayashi, dengan karya monumentalnya Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung kebajikan jiwa manusia. Sastrawan lain adalah Abu Fadhl yang juga sejarawan. Karyanya berjudul Akbar Nama dan Ain e-Akbari, yang mengupas sejarah Mughal berdasarkan figure pimpinannya. b. Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Mughal Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa- masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai. Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan- tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya. Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5] Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka. Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an diganti oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah apat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M. Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing- masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh. Sebab-sebab keruntuhan Mughal yaitu : a. Terjadinya stagnasi pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat dipantau. b. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang Negara. c. Pendekatan Aurengzeb yang terkesan kasar dalam mendakwahkan agama. d. Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah pribadi-pribadi lemah.
c. Peninggalan Kerajaan Mughal
1) Karya sastra gubahan penyair istana. 2) Padmayat hasil karya sufi terkenal yang mengandung pesan kebijakan manusia. 3) Istana Fatpur Sikri 4) Masjid masjid yang indah. 5) Masjid raya Delhi 6) Taj Mahal 7) Perguruan tinggi 8) Hukum Islam Fatawa I Alamgiri.