Anda di halaman 1dari 10

PENGGUNAAN Na-CMC SEBAGAI GELLING AGENT DALAM

FORMULASI PASTA GIGI EKSTRAK KULIT NANAS


(Ananas comosus L.Merr) DAN AKTIVITAS
ANTIBAKTERINYA TERHADAP
Streptococcus mutans
PENYEBAB KARIES GIGI

Ingga Gamma Utara, Muhaimin, Indri Maharini


Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi
Jl. Jambi-Ma. Bulian KM 15 Mendalo Darat Jambi 36361
Email: inggagammautara@gmail.com

ABSTRAK

Kulit nanas (Ananas comosus L.Merr) merupakan limbah dari buah nanas yang masih
kurang dimanfaatkan. Pada kulit nanas terdapat senyawa metabolit sekunder seperti
flavonoid, tanin dan enzim bromelain yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi. Penggunaan kulit nanas akan lebih
efisien dan praktis jika digunakan dalam bentuk pasta gigi. Penelitian ini bertujuan
untuk membuat formulasi pasta gigi dari ekstrak kulit nanas dengan menggunakan Na-
CMC sebagai gelling agent dan untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak kulit
nanas pada berbagai konsentrasi serta untuk mengetahui konsentrasi ekstrak kulit
nanas yang paling baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. Ekstrak kulit nanas
dibuat dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 90%. Formula
pasta gigi dibuat dengan tiga variasi konsentrasi ekstrak kulit nanas yaitu 1,5%; 2,5%
dan 3,5%. Uji evaluasi fisik pasta gigi meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH,
viskositas, daya sebar, tinggi busa, kesukaan panelis dan stabilitas dipercepat dengan
tes freeze thaw. Metode yang digunakan dalam uji daya hambat menggunakan difusi
sumuran cakram dengan 5 sampel pada setiap kelompok perlakuan. Sampel terdiri dari
pasta gigi formula 1, formula 2, formula 3, pasta gigi Herbal Daun Sirih® sebagai kontrol
positif dan pasta gigi tanpa ekstrak sebagai kontrol negatif. Analisis data pada penelitian
ini menggunakan One Way ANOVA dan uji Tukey sebagai uji lanjut. Hasil penelitian
menunjukkan ketiga formula pasta gigi ekstrak kulit nanas telah sesuai dan memenuhi
standar mutu fisik pasta gigi. Sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas yang memiliki nilai
zona hambat paling baik terhadap bakteri Streptococcus mutans adalah pada Formula 3
yaitu sebesar 23,17 mm dan termasuk dalam kategori sangat kuat.
Kata Kunci: Kulit nanas (Ananas comosus L.Merr), formulasi, pasta gigi, antibakteri,
Streptococcus mutans

PENDAHULUAN

Karies gigi adalah penyakit pada jaringan keras gigi akibat aktivitas dari bakteri
penghasil asam yang dapat melakukan fermentasi karbohidrat yang dikonsumsi oleh
manusia. Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri yang secara umum
dianggap sebagai agen utama penyebab karies gigi. Proses karies gigi dapat berlangsung
lebih cepat jika populasi dari mikroorganisme normal rongga mulut ini meningkat
(Natarini, 2007).
Pasta gigi merupakan sediaan semi padat yang digunakan untuk membersihkan
gigi dan melindungi gigi dari bakteri yang ada pada mulut. Formulasi pasta gigi
umumnya mengandung bahan abrasif (pembersih), pembuat busa (surfaktan), pelembab
(humektan), bahan pengikat (gelling agent), pemanis dan bahan-bahan minor (pewarna,
agen pemutih, pengawet) (Poucher, 2000). Di dalam pasta gigi juga terkandung bahan
antimikroba yang berfungsi sebagai bahan aktif yang dapat memberikan efek
penghambatan pembentukan plak secara langsung (Herlina dan Sulayman, 2013). Dari
sekian banyak produk pasta gigi yang beredar, umumnya produk-produk tersebut
banyak yang mengandung flour yang digunakan untuk memperkuat gigi dan

1
memutihkan gigi. Telah terbukti pula penggunaan flour dapat menurunkan resiko karies
gigi dengan cara menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme
(Herdiyati et al., 2010). Namun flour tersebut dapat menyebabkan flourosis email pada
gigi jika digunakan secara berlebihan dan tidak terlalu efektif untuk menghilangkan
bakteri pada gigi (Prasetya, 2012).
Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan inovasi produk pasta gigi dari bahan
alam yang mengandung senyawa antibakteri yang dapat membunuh bakteri pada gigi
secara efektif. Salah satu tanaman kearifan lokal provinsi Jambi yang dapat berkhasiat
sebagai antibakteri adalah buah nanas (Ananas comosus L.Merr). Umumnya limbah
nanas yang berupa kulit belum dimanfaatkan secara maksimal. Jika semakin lama kulit
nanas dibiarkan menumpuk tentunya dapat mencemari lingkungan. Pada kulit nanas
terkandung zat aktif diantaranya adalah antosianin, vitamin C dan flavonoid (Angraeni
dan Rahmawati, 2014). Selain itu terdapat pula enzim bromelain dan tanin yang
memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.mutans (Caesarita et al., 2012).
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Audies (2015), terbukti bahwa
ekstrak etanol 90% kulit nanas (Ananas comosus L.Merr) memiliki aktivitas antibakteri
pada S.mutans sebagai penyebab karies gigi dengan konsentrasi efektif 25%.
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin melakukan formulasi sediaan pasta gigi ekstrak
kulit nanas dengan memvariasikan konsentrasi ekstrak dan menggunakan Na-CMC
sebagai gelling agent serta melihat aktivitas antibakterinya terhadap bakteri S.mutans.

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Peralatan
Bahan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah nanas
(Ananas comosus L.Merr), FeCl3 1%, metanol 50%, HCl pekat, HCl 2%, H2SO4 pekat,
serbuk Mg, Kloroform, Asam Asetat Anhidrat, kertas saring, reagen Dragendorff, reagen
Mayer, Na-CMC, Natrium Lauryl Sulfat, Kalsium Karbonat, Gliserin, Sorbitol, Natrium
Metabisulfit, Nipagin, Nipasol, Oleum Menthae Piperitae, Aquadest, larutan dapar kalium
biftalat, dapar fosfat ekimolal, Pasta Gigi Herbal Daun Sirih®, pasta gigi tanpa ekstrak,
bakteri Streptococcus mutans, plastic wrap, kapas, masker, sarung tangan, alumunioum
foil, media NA dan BHI-B.
Peralatan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, blender, botol
maserasi, timbangan analitik, rotary evaporator, waterbath, corong kaca, labu
erlenmeyer, gelas beker 1 Liter, batang pengaduk, tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes,
lumpang dan stamfer, gelas beker 100 mL, gelas ukur 100 mL, cawan porselen, spatula,
pot, sudip, kaca arloji, objek glass, cover glass, beban timbangan, pH meter, penggaris,
refrigerator, oven, Viscometer Brookfield, bunsen, autoclave, Laminar Air Flow (LAF),
inkubator, desikator, cawan petri, jangka sorong, freezer, vortex, mikropipet, besi
silinder, batang L dan pinset.
Metode Penelitian
Ekstraksi Kulit Nanas
Pembuatan ekstrak kulit nanas mengacu pada penelitian Audies (2015), yaitu 2,5
kg kulit nanas yang sudah disortasi dan sudah kering selanjutnya dihaluskan dengan
menggunakan blender dan dimaserasi dengan 9 liter etanol 90% dengan perbandingan
pelarut 1:3,6 dan diaduk agar seluruhnya terbasahi. Botol maserasi ditutup rapat dan
disimpan selama 3 x 24 jam pada suhu ruangan (37°C) dan terlindung dari cahaya.
Setelah 3 x 24 jam selanjutnya disaring untuk mendapatkan maserat. Dilakukan
pengulangan yang sama hingga hari ke 9 dengan prosedur yang sama dan dilakukan
penggantian pelarut setiap 3 hari sekali (dua kali remaserasi). Maserat yang didapatkan
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 45°C untuk menguapkan pelarut dan
dilakukan pengeringan untuk mendapatkan ekstrak kental kulit nanas dengan
menggunakan waterbath sampai didapatkan ekstrak kental berwarna coklat pekat.
Kemudian ekstrak sebelum digunakan disimpan pada refrigerator pada suhu 4°C.
Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Kulit Nanas
Uji Flavonoid. Ekstrak dicampur dengan 5 ml etanol, dikocok, dipanaskan,
dikocok lagi kemudian disaring, dan ditambahkan serbuk Mg 0,2 gram serta 3 tetes HCl

2
pekat. Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya senyawa
flavonoid (Harborne, 1987).
Uji Tanin. Ekstrak ditambah dengan 10 ml air kemudian dididihkan selama 15
menit, lalu setelah dingin disaring menggunakan kertas saring. Filtrat ditambah dengan
1-2 tetes FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru, hijau, atau hitam menunjukkan adanya
senyawa tanin (Harborne, 1987).
Uji Saponin. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml
air, dan kemudian dikocok kuat selama 10 menit. Sampel positif mengandung saponin
jika terbentuk buih kurang dari 10 menit (Depkes RI, 1995).
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi,
dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat.
Campuran ini selanjutnya ditambah dengan 1-2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung
tersebut. Adanya triterpenoid ditunjukkan dengan adanya cincin kecoklatan atau violet
pada perbatasan dua pelarut, sedangkan adanya steroid ditunjukkan dengan adanya
warna hijau kebiruan (Sangi, 2008).
Uji Alkaloid. Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 0,5 mL HCl
2% dan larutan dibagi dalam dua tabung. Tabung I ditambahkan 2-3 tetes reagen
Dragendorff, tabung II ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer. Adanya alkaloid
ditunjukkan dengan endapan jingga pada tabung I dan endapan kekuning-kuningan
pada tabung II (Sangi, 2008).
Proses Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Nanas
Rancangan formula pasta gigi ekstrak kulit nanas ini mengacu pada penelitian
Rahman (2009). Na-CMC dikembangkan dalam air panas dan didiamkan selama 15
menit sambil diaduk perlahan (M1). Kemudian Kalsium Karbonat ditambahkan dengan
0,5 bagian Gliserin dan Sorbitol lalu diaduk hingga homogen (M2). Dalam mortar
terpisah, 0,5 bagian Gliserin ditambahkan dengan Na-Metabisulfit, Nipagin dan Nipasol
lalu dihomogenkan (M3). Kemudian M1 dicampur dengan M2 dan diaduk hingga
homogen (M4). Kemudian M3 dicampur dengan M4 dan diaduk pula hingga homogen
(M5). Selanjutnya M5 dicampur dengan Na-Lauril Sulfat dan dihomogenkan (M6).
Selanjutnya M6 dicampur dengan ekstrak kulit nanas lalu diaduk hingga homogen (M7).
Setelah itu M7 dicampur dengan Oleum Menthae Piperitae lalu dihomogenkan dan
dihasilkan sediaan pasta gigi. Kemudian pasta gigi yang dihasilkan dimasukan kedalam
pot. Rancangan formula pasta gigi ekstrak kulit nanas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rancangan formula pasta gigi ekstrak kulit nanas
Formula (%)
No. Bahan
I II III

1 Ekstrak Kulit Nanas 1,5 2,5 3,5


2 CaCO3 45 45 45
3 Gliserin 10 10 10
4 Larutan Sorbitol 5 5 5
5 Na CMC 5 5 5
6 Nipagin (Metilparaben) 0,1 0,1 0,1
7 Nipasol (Propilparaben) 0,2 0,2 0,2
8 Natrium Lauryl Sulfat 2 2 2
9 Oleum Menthae Piperitae 0,5 0,5 0,5
10 Na Metabisulfit 1 1 1
11 Aquades ad 100 100 100

Evaluasi Sediaan Pasta Gigi


Uji Organoleptis. Sediaan pasta gigi yang dihasilkan diamati secara fisik yang
meliputi aroma, warna, konsistensi dan tekstur dari pasta gigi yang telah dibuat (SNI 12-
3524-1995).
Uji Homogenitas. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan
yang telah dibuat homogen atau tidak. Sediaan pasta gigi dioleskan pada objek glass
dan ditutup dengan cover glass. Sediaan dengan homogenitas yang baik harus
menunjukkan tidak terlihat adanya gelembung udara, gumpalan, dan partikel yang
terpisah serta tidak adanya benda asing yang tampak (SNI 12-3524-1995).

3
Uji pH. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4,0 (dapar kalium biftalat) dan
larutan dapar pH 7,0 (dapar fosfat ekimolal). Setelah dikalibrasi, pH meter dicelupkan
kedalam sediaan pasta gigi (Depkes RI, 1995). Angka yang terbaca pada pH meter adalah
nilai pH sediaan (Rawlins, 2003). Persyaratan pH pasta gigi menurut Syarat Mutu
Sediaan Pasta Gigi (SNI 12-3524-1995) yaitu 4,5 - 10,5 dimana pada rentang pH
tersebut diharapkan pasta gigi yang digunakan tidak mengiritasi mukosa mulut.
Uji Viskositas. Sediaan pasta gigi dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield tipe RV-DVE.
Spindel nomor 6 dicelupkan kedalam sediaan pasta gigi sampai garis tanda batas yang
ada pada spindel, kemudian dinyalakan alat tersebut lalu diatur kecepatan pada 2 rpm.
Kemudian viskositas dari sediaan pasta gigi akan terbaca dan dicatat skalanya ketika
angka yang ditunjukan stabil. Selanjutnya hasil pembacaannya dicatat (Lachman, 1994).
Uji Daya Sebar. Sebanyak 0,5 gr sediaan pasta gigi diletakkan diatas cawan petri
yang berdiameter 15 cm, cawan petri lain diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1
menit. Diameter sebar sediaan diukur dengan menggunakan penggaris. Selanjutnya
ditambahkan 150 gr dan 200 gr beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu
diukur diameter penyebarannya hingga konstan. Menurut Grag et al (2002), luas daya
sebar sediaan semi padat berkisar antara 7 - 19 cm2 yang menunjukan konsistensi
sediaan yang baik dan nyaman untuk digunakan.
Uji Tinggi Busa. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode sederhana
yaitu 5 gram pasta gigi dilarutkan dengan 25 mL Aquades, kemudian larutan pasta gigi
dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL lalu dikocok dengan cara membalikkan gelas
ukur lebih dari 5 kali, lalu dilihat dan dicatat tinggi busa yang dihasilkan (Rieger, 1985).
Uji Kesukaan Panelis. Uji organoleptis dengan menggunakan 10 orang panelis
yang terdiri dari mahasiswa/i Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi. Uji ini dilakukan untuk melihat penilaian panelis terhadap sediaan
yan telah dibuat. Uji ini meliputi warna, aroma dan tekstur. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan skala 1 sampai 4 yaitu: 1 = Tidak suka; 2 = Agak suka; 3 = Suka; 4 =
Sangat suka.
Uji Stabilitas Metode Freeze Thaw. Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui stabilitas suatu sediaan dalam pengaruh suhu. Siklus pemisahan fase
dengan metode freeze thaw pada sediaan pasta gigi dilakukan selama 6 siklus. Setiap
siklus diamati selama 2 hari yaitu penyimpanan pada suhu 4°C dalam refrigerator pada
hari pertama dan penyimpanan pada suhu 45°C dalam oven pada hari kedua (Lachman,
1994).
Uji Aktivitas Antibakteri Pasta Gigi Ekstrak Kulit Nanas
Pengujian ini dilakukan mengacu pada Pratiwi (2008). Uji aktivitas antibakteri
terhadap pasta gigi ekstrak kulit nanas menggunakan bakteri Streptococcus mutans
dengan cara difusi sumuran. Pada perlakuan dibuat 5 sumuran pada media NA dengan
diameter 6 mm untuk masing-masing lubang sumuran. Tiga sumuran untuk 3 sediaan
pasta gigi ekstrak kulit nanas, satu sumuran untuk pasta gigi tanpa ekstrak sebagai
kontrol negatif dan satu sumuran lagi untuk sediaan Pasta Gigi Herbal Daun Sirih®
sebagai kontrol positif. Pasta gigi dimasukkan ke dalam sumuran dan diinkubasi pada
suhu 37°C selama 24 jam dalam kondisi anaerob. Setelah diinkubasi selama 24 jam
dilihat zona hambat yang terbentuk dan diukur kemudian hasil pengukuran dicatat.
Analisis Data
Data hasil uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, uji tinggi busa dan uji aktivitas
antibakteri yang diperoleh akan diuji dengan menggunakan program pengolahan data
statistik SPSS 16.0 dengan analisa uji ANOVA satu arah pada taraf kepercayaan 95% (α=
0,05). Uji ANOVA satu arah dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi
ekstrak kulit nanas pada mutu pasta gigi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans. Apabila ada pengaruh perlakuan atau hasil berbeda nyata
maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey.

4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Kulit Nanas (Ananas comosus L.Merr)
Sebanyak 2,5 kg serbuk kering kulit nanas didapatkan dari 10 kg kulit nanas
basah yang telah dikeringkan sehingga diperoleh nilai rendemen simplisia kulit nanas
yaitu 4%. Kulit nanas diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol
90%. Metode ini dipilih karena tidak menggunakan pemanasan, sehingga senyawa
termolabil yang terdapat dalam kulit nanas diharapkan tidak rusak (Mukhriani, 2014).
Sedangkan etanol 90% dipilih sebagai pelarut yang digunakan karena etanol merupakan
pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan senyawa polar maupun non
polar. Senyawa metabolit sekunder yang dibutuhkan sebagai antibakteri adalah yang
bersifat polar (Wulandari, 2011). Setelah dilakukan ekstraksi didapatkan ekstrak kental
kulit nanas yang berwarna coklat tua sebanyak 267,82 gram dan diperoleh nilai
rendemen ekstrak kulit nanas sebesar 10,71%.
Skrining Fitokimia Ekstrak Kulit Nanas
Skrining fitokimia ekstrak kulit nanas dilakukan secara kualitatif bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam
ekstrak (Kristanti et al., 2008). Uji yang dilakukan meliputi uji flavonoid, alkaloid,
triterpenoid, steroid, tanin dan saponin. Berdasarkan hasil skrining fitokimia senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada kulit nanas yaitu flavonoid, tanin, triterpenoid
dan saponin. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan
(2015).
Evaluasi Sifat Fisik Pasta Gigi Ekstrak Kulit Nanas
Organoleptis. Hal yang dilihat pada uji organoleptis sediaan pasta gigi ekstrak
kulit nanas adalah aroma, warna, konsistensi dan tekstur yang diamati secara visual,
objektif dan kontinyu (Poucher, 2000). Ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas
menunjukkan aroma yang sama yaitu beraroma mint karena adanya oleum menthae
piperitae. Warna dari ketiga sediaan adalah hampir sama yaitu coklat. Dengan adanya
perbedaan konsentrasi ekstrak kulit nanas menyebabkan terdapat sedikit perbedaan
yang tampak dari segi warna yaitu coklat muda pada formula 1, coklat agak tua pada
formula 2 dan coklat lebih tua pada formula 3. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka warna pasta gigi yang dihasilkan
semakin pekat. Konsistensi akhir pada setiap sediaan telah sesuai dengan bentuk pasta
yaitu semi solid dan bertekstur halus. Hal ini sesuai dengan Syarat Mutu Sediaan Pasta
Gigi (SNI 12-3524-1995). Hasil pengamatan selama 1 bulan penyimpanan tidak terjadi
perubahan aroma, warna, konsistensi dan tekstur pada setiap sediaan, yang berarti
sediaan pasta gigi tersebut baik selama penyimpanan.
Homogenitas. Hasil pengamatan menunjukkan ketiga sediaan pasta gigi telah
homogen secara fisik yang ditunjukkan dengan tidak terdapat gumpalan-gumpalan
kecil, partikel-partikel kasar, gelembung udara dan tidak terjadi pemisahan antar
masing-masing komposisi serta tidak terjadi perubahan warna selama 1 bulan
penyimpanan. Hal ini sesuai dengan Syarat Mutu Sediaan Pasta Gigi (SNI 12-3524-
1995).
Uji pH. Power of Hydrogen (pH) adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.
Pengukuran pH digunakan untuk mengukur tingkat keasaman pada suatu larutan yang
bergantung pada konsentrasi sifat asam yang diikat oleh ion H+ (Anna et al., 2015). Nilai
pH pasta gigi ekstrak kulit nanas yang telah diukur dengan menggunakan alat pH meter
berkisar antara 7,33-7,38. Nilai pH ini sesuai dengan Syarat Mutu Sediaan Pasta Gigi
(SNI 12-3524-1995) yaitu 4,5 - 10,5 dimana pada rentang pH tersebut diharapkan pasta
gigi yang digunakan tidak mengiritasi mukosa mulut. Nilai pH pada setiap formula
mengalami perbedaan dikarenakan perbedaan konsentrasi ekstrak kulit nanas yang
digunakan dalam formula pasta gigi. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit nanas
yang digunakan maka semakin rendah pH pasta gigi yang dihasilkan (semakin asam).
Hal ini disebabkan karena ekstrak kulit nanas bersifat asam dengan nilai pH 4,10.
Viskositas. Viskositas adalah suatu besaran yang menunjukkan ketahanan
suatu cairan untuk mengalir (Aeni et al., 2012). Uji viskositas ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa kental pasta gigi yang dihasilkan. Viskositas pasta gigi ekstrak
kulit nanas diukur dengan alat Viskometer Brookfield model RV menggunakan spindel

5
nomor 6 pada kecepatan 2 atm. Hasil uji viskositas menunjukkan nilai viskositas pasta
gigi ekstrak kulit nanas yang tertinggi pada formula 3 sedangkan nilai yang paling
rendah pada formula 1. Peningkatan nilai viskositas dari formula 1 ke formula 3
dikarenakan perbedaan konsentrasi ekstrak kulit nanas yang digunakan dalam formula.
Semakin besar konsentrasi ekstrak kulit nanas yang digunakan maka semakin besar
pula nilai viskositasnya, begitu juga sebaliknya.
Hasil nilai viskositas pasta gigi ekstrak kulit nanas berbeda jika dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahman (2009). Nilai viskositas
pasta gigi pada penelitian sebelumnya sebesar 122.800 cps. Hasil ini menunjukkan
bahwa viskositas pasta gigi pada penelitian sebelumnya lebih kecil dari pasta gigi
ekstrak kulit nanas yang telah dibuat. Perbedaan nilai viskositas dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti jumlah konsentrasi gelling agent dan pengikat pada pasta gigi,
proses pengadukan, proses pencampuran, pemilihan surfaktan, emulgator yang
digunakan dalam formula dan proporsi fase terdispersi (Alfred et al., 1993).
Daya Sebar. Uji daya sebar sediaan semi padat bertujuan untuk mengetahui
kemampuan menyebar sediaan tersebut saat digunakan atau diaplikasikan secara
topikal. Kemampuan menyebar merupakan karakteristik yang penting dalam sediaan
karena mempengaruhi penyerapan bahan aktif pada daerah target dalam dosis yang
tepat, kemudahan penggunaan, tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan sediaan
dari kemasan dan kenyamanan bagi konsumen (Garg et al., 2002). Luas daya sebar
sediaan semi padat berbanding terbalik dengan viskositasnya. Semakin kecil nilai
viskositas sediaan, maka daya sebar akan semakin luas karena lebih mudah mengalir,
begitupun sebaliknya. Batasan luas daya sebar yang telah ditentukan untuk sediaan
semi padat yang baik adalah 7-19 cm2 (Grag et al., 2002).
Dari hasil pengukuran luas daya sebar, seluruh sediaan pasta gigi ekstrak kulit
nanas telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Semakin besar konsentrasi
ekstrak kulit nanas yang digunakan dalam formula (formula 3) maka semakin besar nilai
viskositas sediaan sehingga semakin kecil luas daya sebar pasta gigi yang dihasilkan.
Sedangkan semakin kecil konsentrasi ekstrak kulit nanas yang digunakan dalam
formula (formula 1) maka semakin kecil nilai viskositas sediaan sehingga semakin besar
luas daya sebar pasta gigi yang dihasilkan. Penurunan luas daya sebar terjadi dengan
meningkatnya ukuran unit molekul karena telah menyerap pelarut sehingga cairan
tersebut tertahan dan meningkatkan tahanan untuk mengalir dan menyebar (Martin et
al., 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu terjadi peningkatan
viskositas dalam ketiga formula yang diiringi dengan terjadinya penurunan luas daya
sebar. Dengan adanya penambahan gliserin sebagai humektan yang digunakan dalam
formula maka dapat membantu memperluas daya sebar sediaan pasta gigi. Hal ini
dikarenakan sifat gliserin yang higroskopis (Aeni et al., 2012).
Uji Tinggi Busa. Pengukuran tinggi busa menunjukkan kemampuan suatu
detergen untuk menghasilkan busa. Tidak ada persyaratan nilai tinggi busa untuk
sediaan pasta gigi dalam Syarat Mutu Sediaan Pasta Gigi (SNI 12-3524-1995). Parameter
tinggi busa ini dikaitkan dengan nilai estetika yang disukai konsumen pada saat
menggunakan pasta gigi (Daud et al., 2016). Hasil uji tinggi busa ketiga sediaan pasta
gigi ekstrak kulit nanas memiliki tinggi busa yang tidak jauh berbeda disebabkan oleh
jumlah Na-Lauril Sulfat yang digunakan adalah sama yaitu 2%. Namun dapat dilihat
bahwa hasil pengukuran tinggi busa yang paling besar diantara ketiga sediaan adalah
pada formula 3, sedangkan tinggi busa yang paling kecil adalah pada formula 1. Hal ini
disebabkan karena perbedaan konsentrasi ekstrak kulit nanas yang digunakan dalam
formula. Semakin kecil konsentrasi ekstrak kulit nanas yang digunakan maka semakin
kecil pula nilai tinggi busa pasta gigi yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya kandungan saponin yang ada pada ekstrak kulit nanas yang
bersifat sebagai surfaktan karena dapat menurunkan tegangan permukaan antar sel
(Muthia, 2013).
Hasil nilai tinggi busa pasta gigi ekstrak kulit nanas berbeda jika dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khairi et al (2016). Nilai tinggi busa
pasta gigi pada penelitian sebelumnya sebesar 6,5 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa
tinggi busa pasta gigi pada penelitian sebelumnya lebih kecil dari pasta gigi ekstrak kulit
nanas yang telah dibuat. Perbedaan nilai tinggi busa dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti jumlah konsentrasi surfaktan yang digunakan. Konsentrasi surfaktan (Na-

6
Lauril Sulfat) yang digunakan pada penelitian sebelumnya sebesar 1%, sedangkan
konsentrasi surfaktan yang digunakan pada penelitian ini sebesar 2%, sehingga nilai
tinggi busa pasta gigi ekstrak kulit nanas pada penelitian ini lebih besar dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya.
Stabilitas (Cycling Test Freeze Thaw). Berdasarkan hasil uji stabilitas dari segi
organoleptis dan homogenitas dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan secara fisik
yang meliputi aroma, warna, konsistensi dan tekstur pada ketiga sediaan pasta gigi
ekstrak kulit nanas selama 1 bulan penyimpanan. Aroma dari ketiga sediaan pasta gigi
yang diuji tetap beraroma mint dan berwarna coklat muda (formula 1), coklat agak tua
(formula 2) dan coklat lebih tua (formula 3). Konsistensi dari ketiga sediaan tersebut juga
tetap sama yaitu semi padat (pasta) dan bertekstur halus. Ketiga sediaan pasta gigi yang
diujikan juga tetap homogen dan tidak terjadi pemisahan fase yang ditunjukkan dengan
nilai F (rasio pemisahan) pada ketiga sediaan adalah 1. Sediaan semi padat yang baik
adalah apabila rasio pemisahan atau nilai (F) = 1 (Mollet dan Grubenmann, 2001). Pada
ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas terlihat bahwa tidak terjadi pemisahan
pada setiap siklusnya. Hal ini menunjukkan ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit
nanas stabil selama penyimpanan.
Hasil pengujian stabilitas nilai pH dengan metode cycling test menunjukkan
bahwa ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas mengalami penurunan nilai pH.
Sebelum uji stabilitas dilakukan, nilai pH ketiga sediaan berkisar antara 7,33 – 7,38.
Sedangkan nilai pH sesudah dilakukan uji stabilitas berkisar antara 7,30 – 7,32.
Perubahan nilai pH ini dapat terjadi karena uji stabilitas dilakukan dengan adanya
perubahan suhu dalam penyimpanannya yaitu pada kondisi suhu 4°C dan 40°C.
Penurunan pH yang terjadi antara sebelum dan sesudah uji stabilitas dapat terjadi
akibat pengaruh perubahan suhu dan adanya gas CO₂, karena gas CO₂ dapat bereaksi
dengan air (H2O) sehingga dapat membentuk asam (Anonim, 2007). Perubahan nilai pH
yang terjadi masih sesuai dengan persyaratan pH pasta gigi menurut Syarat Mutu
Sediaan Pasta Gigi (SNI 12-3524-1995) yaitu 4,5 - 10,5 dimana pada rentang pH
tersebut diharapkan pasta gigi yang digunakan tidak mengiritasi mukosa mulut. Dalam
rentang pH yang dihasilkan tersebut juga masih sesuai dengan pH mulut yaitu 5,5-7,9
(Rooban, 2006).
Hasil pengujian stabilitas luas daya sebar dengan metode cycling test
menunjukkan bahwa ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas mengalami
peningkatan luas daya sebar. Sebelum uji stabilitas dilakukan, luas daya sebar ketiga
sediaan berkisar antara 13,26 – 14,29 cm2. Sedangkan luas daya sebar sesudah
dilakukan uji stabilitas berkisar antara 13,65 – 14,62 cm2. Perubahan luas daya sebar
ini dapat terjadi karena uji stabilitas dilakukan dengan adanya perubahan suhu dalam
pengujian yaitu pada kondisi suhu 4°C dan 40°C. Selain itu juga karena adanya kontak
antara pasta gigi dengan udara ataupun uap air (H2O) selama penyimpanan sehingga
dapat mengakibatkan sediaan pasta gigi menjadi lebih encer dari sebelumnya. Kondisi
suhu yang tinggi (40°C) dapat menurunkan viskositas dari suatu sediaan semi padat,
dimana viskositas ini berbanding terbalik dengan luas daya sebar, sehingga jika
viskositas suatu sediaan menurun maka kemampuan menyebar sediaan tersebut
semakin meningkat (Zulkarnain et al., 2013). Hal tersebut tentunya akan berpengaruh
pada luas daya sebar sediaan. Namun perubahan luas daya sebar yang terjadi masih
sesuai dengan persyaratan luas daya sebar yang baik yaitu berkisar antara 7- 19 cm2
(Grag et al., 2002).
Hasil pengujian stabilitas tinggi busa dengan metode cycling test menunjukkan
bahwa ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas mengalami penurunan tinggi busa.
Sebelum uji stabilitas dilakukan, tinggi busa ketiga sediaan berkisar antara 11,00 –
11,73 cm. Sedangkan tinggi busa sesudah dilakukan uji stabilitas berkisar antara 10,33
– 11,17 cm. Perubahan tinggi busa ini dapat terjadi karena pengaruh suhu yang terjadi
selama uji stabilitas dilakukan yaitu pada kondisi suhu 4°C dan 40°C. Semakin tinggi
suhu (40°C) maka dapat mempercepat penurunan tinggi busa (Fathurrahman et al.,
2017). Faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi busa adalah kesadahan air, waktu
pendiaman dan suhu ruang saat pengukuran (BPOM RI, 2004).
Aktivitas Antibakteri Pasta Gigi Ekstrak Kulit Nanas
Uji aktivitas antibakteri pasta gigi ekstrak kulit nanas bertujuan untuk
mengetahui daya antibakteri pasta gigi ekstrak kulit nanas terhadap bakteri

7
Streptococcus mutans yang merupakan penyebab utama terjadinya karies gigi
(Samaranayake, 2002). Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode sumuran (well
diffusion method). Pada uji aktivitas antibakteri ini digunakan pasta gigi tanpa ekstrak
sebagai kontrol negatif, sedangkan kontrol positif yang digunakan adalah Pasta Gigi
Herbal Daun Sirih® yang ada di pasaran. Pasta gigi ini dipilih sebagai kontrol positif
karena juga mengandung bahan herbal dan dapat mencegah terjadinya karies gigi.
Selain itu daun sirih juga diketahui memiliki efek antibakteri terhadap beberapa jenis
bakteri dan salah satunya adalah S.mutans (Yendriwati, 2008). Kontrol negatif pada
penelitian ini menggunakan pasta gigi tanpa ekstrak untuk memastikan bahwa aktivitas
antibakteri pada saat penelitian berasal dari sampel uji (ekstrak kulit nanas).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa pasta gigi ekstrak
kulit nanas mempunyai daya antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri S.mutans. Hasil
uji aktivitas antibakteri pasta gigi ekstrak kulit nanas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Pasta Gigi Ekstrak Kulit Nanas
Formula Rata - rata Zona Hambat (mm) ± SEM
Pasta Gigi Tanpa Ekstrak (K -) 7,50A ± 0,447
F1 19,67B ± 0,447
F2 21,33C ± 0,447
F3 23,17d ± 0,447
Pasta Gigi Herbal Daun Sirih (K +) 24,00d ± 0,447
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dapat dilihat bahwa ketiga sediaan
pasta gigi ekstrak kulit nanas memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.mutans yang
ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekeliling sumuran. Pengukuran diameter
zona hambat didapatkan berdasarkan penjumlahan garis horizontal dan vertikal pada
bagian terluar zona bening kemudian dirata-ratakan. Diantara ketiga sediaan, rata-rata
diameter zona hambat paling besar adalah pada formula 3.
Berdasarkan dari pembagian kategori kekuatan daya antibakteri dapat dilihat
bahwa formula 1 termasuk kedalam kategori kuat, formula 2 dan formula 3 serta kontrol
positif termasuk kedalam kategori sangat kuat, sedangkan pasta gigi tanpa ekstrak
termasuk kedalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga sediaan
pasta gigi yang telah dibuat memiliki perbedaan nilai zona hambat yang terbentuk. Hal
ini dapat terjadi disebabkan oleh perbedaan konsentrasi ekstrak kulit nanas yang
digunakan pada ketiga sediaan. Hal ini didukung oleh penelitian Roslizawaty et al
(2013), yang menyebutkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak dapat
menyebabkan peningkatan jumlah kandungan senyawa aktif yang berkhasiat sebagai
antibakteri, sehingga kemampuan untuk menghambat atau membunuh suatu bakteri
juga semakin besar. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Rakhmanda
(2008), hal sebaliknya pun dapat terjadi yaitu jika konsentrasi ekstrak semakin rendah,
maka jumlah senyawa aktif dalam ekstrak tersebut semakin kecil sehingga kemampuan
dalam menghambat atau membunuh suatu bakteri pun berkurang.
Kontrol positif tentu lebih efektif dibandingkan dengan pasta gigi ekstrak kulit
nanas karena banyak komposisi lain yang berperan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri S.mutans, namun rata-rata diameter zona hambat yang terbentuk tidak terlalu
berbeda jauh dengan sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas. Zona hambat yang
terbentuk pada kontrol negatif dapat disebabkan oleh adanya beberapa bahan penyusun
pasta gigi yang berkhasiat sebagai antibakteri seperti Gliserin, Nipagin, Nipasol, Na-
Lauril Sulfat, Na-Metabisulfit dan Oleum Menthae Piperitae (Rowe et al., 2009). Dengan
adanya bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan daya antibakteri ekstrak kulit nanas
setelah dicampur dalam formula pasta gigi.
Aktivitas antibakteri dalam ekstrak kulit nanas dikarenakan adanya senyawa-
senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit nanas yang bersifat sebagai antibakteri
seperti flavonoid, tanin dan enzim bromelain. Mekanisme kerja flavonoid yaitu dengan
mendenaturasikan molekul-molekul protein dan asam nukleat yang menyebabkan
koagulasi dan pembekuan protein yang akhirnya akan terjadi gangguan metabolisme
dan fungsi fisiologis bakteri. Jika metabolisme bakteri terganggu maka kebutuhan energi
tidak tercukupi sehingga dapat mengakibatkan rusaknya sel bakteri secara permanen
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian bakteri (Sabir, 2003). Senyawa tanin
juga memiliki aktivitas antibakteri dalam menghambat sel bakteri yaitu dengan cara
mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel

8
satu ke sel lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri
dapat terhambat (Roslizawaty et al., 2013). Selain flavonoid dan tanin, pada ekstrak kulit
nanas juga terdapat kandungan enzim bromelain yang menjadi zat antibakteri. Enzim
bromelain adalah suatu enzim proteolitik yang berperan dalam pemecahan protein
(Caesarita, 2011). Mekanisme kerja enzim bromelain dalam menghambat pertumbuhan
bakteri yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan bakteri dengan cara
menghidrolisis glikoprotein dan protein saliva yang merupakan mediator bakteri untuk
melekat pada permukaan gigi (Rakhmanda, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Ketiga sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas yang telah dibuat telah sesuai dengan
standar uji mutu pasta gigi dan stabil secara fisik.
2. Sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik
adalah pada Formula 3 yaitu pada konsentrasi ekstrak kulit nanas sebesar 3,5%
dengan zona hambat sebesar 23,17 mm.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan uji optimasi sediaan pasta gigi ekstrak kulit nanas yang memiliki
nilai zona hambat besar tetapi tetap disukai oleh konsumen.

DAFTAR PUSTAKA
Aeni, L. N., T. N. S. Sulaiman dan S. Mulyani. 2012. Formulasi Gel Mukoadhesif
Kombinasi Minyak Cengkeh dan Getah Jarak Pagar Serta Uji Aktivitas Antibakteri
Terhadap Streptococcus mutans, Majalah Farmaseutik, Volume 8, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Alfred, M., S. James and C. Arthur. 1993. Farmasi Fisik, Dasar-dasar Kimia Fisik Dalam
Ilmu Farmasetik, Jilid 3, UI Press, Jakarta.
Anonim. 2007. The Significance of Surface pH in Chronic Wounds, Wounds UK. 3(3): 53.
Audies, A. 2015. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Nanas (Ananas comosus. L)
Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi, Skripsi,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas, Padang.
BPOM RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Caesarita, D. P. 2011. Pengaruh Ekstrak Buah Nanas (Ananas comosus) 100% terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus dari Pioderma, Artikel Karya Tulis Ilmiah, Program
Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Semarang.
Caesarita, D. P., L. Suryatmaja dan T. N. Kristina. 2012. Pengaruh Ekstrak Buah Nanas
(Ananas comosus L) 100% Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dari Pioderma,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Daud, N. S., S. A. Desi dan M. Ifaya. 2016. Formulasi Pasta Gigi Infusa Daun Jambu Biji
(Psidium guajavalinn.) Dengan Variasi Konsentrasi Na. CMC Sebagai Bahan
Pengikat, Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, Akademi Farmasi ISFI, Banjarmasin. 1(1): 42-
49.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Fathurrahman, B., S. Kasmungin dan O. Ridaliani. 2017. Studi Kestabilan Busa
Mengenai Pengaruh Suhu dan Elektrolit Serta Konsentrasi Surfaktan Dengan dan
Tanpa Minyak, Universitas Trisakti, Jakarta.
Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg and A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid Formulation:
An Update. Pharmaceutical Technology. 9(2): 84-102.
Harbone, J. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Edisi II, ITB Press, Bandung.

9
Herdiyati, Y. dan I. S. Sasmita. 2010. Penggunaan Flour Dalam Kedokteran Gigi, Skripsi,
Program Profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, Bandung.
Kristanti, A. N., N. S. Aminah, M. Tanjung dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia,
Airlangga University Press, Surabaya.
Lachman, L., A. Lieberman and L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
II, Terjemahan: Siti Suyatmi, UI Press, Jakarta.
Martin, A., J. Swarbick dan A. Cammarata. 2008. Farmasi Fisik 2, Edisi III, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Mollet, H. and A. Grubenmann. 2001. Formulation Technology Emulsions, Suspensions,
Solid Forms, Diterjemahkan oleh: Payne, H. R., Willey-VCH, Weinheim.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Seyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal
Kesehatan, Volume 7.
Natarini, F. W. 2007. Perbandingan Efek Anti Bakteri Jus Anggur Merah (Vitis vinifera)
Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Streptococcus mutans, Universitas
Diponegoro Semarang, Semarang.
Poucher, J. 2000. Poucher’s Perfume, Cosmetics and Soap, 10th Edition, Editor Hilda
Butler, Kluwer Academic, Netherlands.
Prasetya, F. 2012. Formulasi Pasta Gigi Berbahan Aktif Ekstrak Daun Sirih Hitam Sebagai
Antimikroba Penyebab Radang Gusi (Gingivitis) Dan Gigi Berlubang (Caries),
Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman. 2(1): 1-7.
Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta.
Rahman, D. A. 2009. Optimasi Formula Sediaan Gel Gigi Yang Mengandung Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan Na CMC Sebagai Gelling Agent, Skripsi,
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rakhmanda, A. P. 2008. Perbandingan Efek Antibakteri Jus Nanas (Ananas comosus L.
Merr) Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Streptococcus mutans, Artikel Karya
Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Rawlins, E. A. 2003. Bentleys of Pharmaceutics, 18th Edition, Baillierre Tindall, London.
Rieger, M. 1985. Surfactants in Cosmetics, Marcel Dekker, New York. 16: 333.
Rooban, T., G. Mishra, J. Elizabeth, K. Ranganathan and T. R. Saraswathi. 2006. Effect
Of Habitual Arecanut Chewing On Resting Whole Mouth Salivary Flow Rate And
pH, Indian J Med Sci. 60(3): 95.
Roslizawaty, et al. 2013. Aktivitas Antibakterial Ekstrak Etanol dan Rebusan Sarang
Semut (Myrmecodia sp.) terhadap Bakteri Escherichia coli, Jurnal Medika
Veterinaria. 7(2): 91-94.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient,
6th Edition, The Pharmaceutical Press, London.
Sabir, A. 2003. Pemanfaatan Flavonoid di Bidang Kedokteran Gigi, Majalah Kedokteran
Gigi Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional III, Airlangga University Press, Surabaya.
Samaranayake, L. 2002. Essential Microbiology For Dentistry, 2nd Edition, Churchill
Livingstone, Hong Kong.
Sangi, M., M. R. J. Runtuwene, H. E. I. Simbala dan V. M. A. Makang. 2008. Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara, Chemistry Progress. 1:
47-53.
Setiawan, M. H. 2015. Isolasi dan Uji Daya Antimikroba Ekstrak Kulit Nanas (Ananas
comosus L. Merr), Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Wulandari, I. 2011. Teknologi Ekstraksi Dengan Metode Maserasi Dalam Etanol 70 %
Pada Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) di Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2p2to-Ot) Tawamangu,
Tugas Akhir, Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
Yendriwati, H. 2008. Efek Antibakteri Sediaan Daun Sirih (Piper betle L), Obat Kumur
Minyak Essensial dan Povidone Iodine 1% Terhadap Streptococcus mutans,
Dentika Dental Jurnal. 13(2): 145-8.
Zulkarnain, A., M. Susanti dan A. Lathif. 2013. Stabilitas Fisik Sediaan Lotion O/W dan
W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Tabir Surya dan Uji Iritasi Primer Pada
Kelinci, Jurnal Farmasi Indonesia. 18(3): 141-150.

10

Anda mungkin juga menyukai