Anda di halaman 1dari 16

KMB

Luas luka bakar = baxter

Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “Rule Of Nine” oleh Polaski dan Tennison dari WALLACE
:

Kepala dan leher : 9%

Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan)

Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan)

Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%

Perineum dan genitalia : 1%

(Klasifikasi LB) 1
Jaringan yang Tes Jarum Waktu
Klasifikasi Klinis Hasil
rusak “Pin prick” Sembuh

I Epidermis Sakit Hiperalgesi 7 hari Normal

Merah

Kering

II Sebagian Sakit Hiperalgesi 7 – 14 hari Normal, pucat,


dermis, folikel, merah/kuning, atau normal berbintik
Dangkal rambut dan basah, bula
kelenjar
keringat utuh

Dalam Hanya kelenjar Sakit Hipoalgesi 14 – 31 hari Pucat,


keringat yang merah/kuning, depigmentasi,
utuh basah, bula rata, mengkilat,
rambut (-),
cicatrix,
hipertropi

III Dermis Tidak sakit, Analgesi 21 hari Cicatrix,


seluruhnya putih, coklat, persekundam hipertropi
hitam, kering

Pemberian cairan :

Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama, dan sisanya 16 jam berikutnya.
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar 25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama

= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar

= 1440 ml + 2000 ml

= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)

4cc x LB x Kg(BB)/2

ANAK

Di Indonesia ada 5 jenis imunisasi wajib untuk bayi, dan ini diberikan secara gratis di Posyandu. Jenis
imunisasi ini adalah:

1. Hepatitis B

Vaksin ini diberikan saat bayi baru lahir, paling baik diberikan sebelum waktu 12 jam setelah bayi
lahir. Vaksin ini berfungsi untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu ke anak saat proses
kelahiran.

2. Polio

Vaksin polio diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berusia 6 bulan. Vaksin ini bisa diberikan pada
saat lahir, kemudian pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Vaksin ini diberikan untuk mencegah
lumpuh layu.
3. BCG

BCG hanya diberikan sebanyak 1 kali dan disarankan pemberiannya sebelum bayi berusia 3
bulan.Paling baik diberikan saat bayi berusia 2 bulan.Vaksin BCG ini berfungsi untuk mencegah
kuman tuberkulosis yang dapat menyerang paru-paru dan selaput otak, dapat menyebabkan kecacatan
bahkan kematian.

4. Campak

Vaksin campak diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 9 bulan dan 24 bulan. Namun, vaksin
campak kedua pada usia 24 bulan tidak perlu lagi diberikan ketika anak sudah mendapatkan vaksin
MMR pada usia 15 bulan. Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit campak berat yang dapat
menyebabkan pneumonia (radang paru), diare, dan bahkan bisa menyerang otak.

5. Pentavalen (DPT-HB-HiB)

Pentavalen merupakan vaksin gabungan dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus), vaksin HB
(Hepatitis B), dan vaksin HiB (haemophilus influenza tipe B). Vaksin ini diberikan untuk mencegah 6
penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia, dan meningitis (radang
otak). Vaksin ini diberikan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan 18 bulan.

Vaksinasi tambahan yang juga bisa diberikan pada anak

Semua jenis imuniasi wajib di atas harus diberikan secara lengkap sebelum anak berusia 1 tahun.
Selain itu, juga terdapat jenis vaksin tambahan lain yang dapat diberikan kepada anak, yaitu:

Pneumokokus (PCV), dapat diberikan pada anak usia 7-12 bulan sebanyak 2 kali dengan interval 2
bulan. Bila diberikan pada anak usia di atas 2 tahun, PCV cukup diberikan sebanyak 1 kali. Vaksin ini
berfungsi untuk melindungi tubuh dari bakteri pneumokokus yang dapat
menyebabkan pneumonia, meningitis, dan infeksi telinga.

Varisela, diberikan setelah anak berusia 12 bulan, paling baik diberikan sebelum anak masuk sekolah
dasar.Vaksin ini berfungsi untuk mencegah anak dari cacar air.

Influenza, diberikan pada anak minimal usia 6 bulan, dan diulang setiap tahun.

Hepatitis A, dapat mulai diberikan saat anak berusia 2 tahun. Berikan sebanyak 2 kali dengan interval
6-12 bulan.

HPV (human papiloma virus), dapat mulai diberikan saat anak sudah berusia 10 tahun.Vaksin ini
melindungi tubuh dari human papiloma virus yang dapat menyebabkan kanker mulut rahim.

Anak di kelompokkan berdasarkan masa tumbuh kembangnya yaitu :

a) Bayi : 0 – 1 th
b) Toddler : 1 – 2,5 th
c) Pra Sekolah : 2,5 – 5 th
d) Sekolah : 5 – 11 th
e) Remaja : 11 – 18 th

FASE PSIKOSEKSUAL :

1. Fase Oral (0 – 1 Tahun)

Fase atau tahap-tahap perkembangan psikoseksual manusia yang pertama adalah fase oral,
yang terjadi pada usia 0 – 1 tahun. Pada tahap ini, dorongan utama dari bayi adalah kepuasan
pada bagian oral, yaitu daerah sekitar mulut. Jadi, wajar saja bayi pada usia 0 – 1 tahun sering
kali mengemut jarinya, dan juga menyusu dari ibunya. Hal ini karena memang secara
alamiah, si bayi sedang memiliki dorongan atau libido yang berpusat pada bagian mulut,
sehingga libido tersebut harus dipuaskan.

Banyak ahli mengatakan, mereka yang pada usia 0 – 1 tahun, tahapan oralnya tidak terpenuhi
dengan baik, bisa saja mengalami regresi, misalnya saja pada usia dewasa, masih suka
menggigit bolpen, merokok, dan melakukan kegiatan atau perilaku yang berhubungan dengan
bagian mulut secara berlebihan, sebagai kompensasi atas tidak terpenuhinya keinginan pada
tahapan oral di masa kecilnya.

2. Fase Anal (1 – 3 tahun)

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual yang berikutnya adalah fase anal. Pada fase ini,
letak pemuasan dari libido atau dorongan seseorang berada pada bagian anal atau dubur. Fase
ini merupakan salah satu fase yang tepat untuk melakukan toilet training, yaitu pelatihan
menggunakan toilet pada anak.

3. Fase Falik (3 – 5 tahun)

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual manusia berikutnya terjadi pada usia 3 – 5 tahun.


Pada fase ini, pemuasan libido atau dorongan seseorang berada pada alat kelamin. Anak-anak
sudah mulai paham dan menyadari perbedaan secara anatomis antara laki-laki dan
perempuan, dan menyadari fungsinya sebagai makhluk sosial yang memiliki perbedaan jenis
kelamin.

Pada fase ini, biasanya sering muncul Oedipus Complex dan Electra Complex. Oedipus
Complex merupakan rasa “suka” antara anak laki-laki dengan ibunya, sedangkan Electra
Complex merupakan rasa “suka” antara anak perempuan dengan ayahnya.

4. Fase Laten (5 – 12 tahun)

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual berikutnya adalah fase laten. Fase ini merupakan
fase tenang, dimana anak – anak akan lebih sibuk dengan kegiatannya tanpa “diganggu” oleh
munculnya libido dan dorongan-dorongan seksual. Pada fase ini, anak-anak cenderung
bermain dan berteman,, terutama dengan anak-anak lain ataupun orang dewasa yang memiliki
jenis kelamin sama.

5. Fase Genital (12 tahun ke atas)

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual manusia yang terakhir adalah fase genital. Pada fase
ini, organ – organ reproduksi sudah mulai matang, dan pusat keinginan, libido, dan juga
dorongan seksual berada pada alat kelamin. Pada fase ini, mulai muncul jalinan relasi
heteroseksual.

Tahapan perkembangan bermain kognitif anak adalah sebagai berikut:


a. Bermain Fungsional (Functional Play)
Bermain seperti ini biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang
bersifat sederhana dan berulang-ulang. Kegiatan bermain ini dapat dilakukan dengan atau
tanpa alat permainan. Misalnya: berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik
mobil-mobilan, mengolah lilin atau tanah liat tanpa maksud untuk membuat bentuk tertentu
dan yang semacamnya.
b. Bermain Bangun Membangun (Constructive Play)
Bermain membangun sudah dapat terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan
bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan
yang tersedia. Misalnya: membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego,
menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya.
c. Bermain Pura-pura (Make-believe Play)
Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain
pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-
hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan tokoh yang dikenalnya melalui
film kartun atau dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman
atau ksatria baja hitam.
d. Permainan dengan peraturan (Games with Rules)
Kegiatan jenis ini umumnya sudah dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan
bermain ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan
permainan pada awalhya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Lambat laun
anak memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang
terlibat dalam permaina, asalkan tidak terlalu menyimpang jauh dari aturan umumnya.
Misalnya: main kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga, monopoli, kartu, bermain tali
dan semacamnya.

MATERNITAS

HPHT :

Rumus 1 Rumus 2
Tahun Tetap +1
Bulan +9 -3
Hari +7 +7
*R1 : januari-maret R2 : April-desember

TBJ :

 Jika kepala belum masuk PAP maka rumusnya : Berat Janin = (TFU – 12 ) x 155
 Jika kepala sudah masuk PAP maka rumusnya : Berat Janin = (TFU – 11 ) x 155

KALA PADA PERSALINAN

1) Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap.
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida 8 jam. (Manuaba, 2010;
h. 173).

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h.38), Kala satu persalian terdiri dari dua fase yaitu fase laten
dan fase aktif.

a) Fase laten

Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara
bertahap.

Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.

Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

b) Fase aktif

Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi diangap
adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40
detik atau lebih).
Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan
rata – rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 sampai 2 cm (multipara).

Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Menurut Manuaba (2010; h. 184), Hal yang perlu dilakukan dalam kala I adalah:

Memperhatikan kesabaran parturien.

Melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi temperatur perna-fasan berkala sekitar 2 sampai 3 jam.

Pemeriksaan denyut jantung janin setiap ½ jam sampai 1 jam.

Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.

Memperhatikan keadaan patologis (meningkatnya lingkaran Bandle, ketuban pecah sebelum waktu
atau disertai bagian janin yang menumbung, perubahan denyut jantung janin, pengeluaran mekoneum
pada letak kepala, keadaan his yang bersifat patologis, perubahan posisi atau penurunan bagian
terendah janin).

Parturien tidak diperkenankan mengejan.

2) Kala II

Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan
lahirnya bayi.Kala dua disebut juga kala pengeluaran bayi (JNPK-KR Depkes RI, 2008; h. 77).

Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi (Yeyeh, 2009 b; h.6).

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 77), tanda dan gejala kala dua persalinan adalah:

 Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.


 Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
 Perineum menonjol.
 Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
 Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah pembukaan serviks telah
lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introinvus vagina.

3) Kala III

Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari
30 menit (Saifuddin, 2008; h. 101).

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96), tanda – tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau
semua hal berikut ini: Perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali pusat memanjang, semburan darah
mendadak dan singkat.

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96-97), Manajemen aktif kala tiga bertujuan untuk
menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah
perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksaan fisiologis.

Keuntungan manajemen katif kala tiga adalah persalinan kala tiga lebih singkat, mengurangi jumlah
kehilangan darah, me-ngurangi kejadian retensio plasenta. Tiga langkah utama dalam manajemen
aktif kala tiga adalah peberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan
penegangan tali pusat terkendali, measase fundus uteri

4) Kala IV

Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum (Saifuddin, 2008; h.
101).

Menurut Manuaba (2010; h. 174, 192), Kala IV dimaksud-kan untuk melakukan observasi karena
perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang harus dilakukan
adalah:

Kesadaran penderita, mencerminkan kebahagiaan karena tugasnya untuk melahirkan bayi telah
selesai.

Pemeriksaan yang dilakukan: tekanan darah, nadi, pernafa-san, dan suhu; kontraksi rahim yang keras;
perdarahan yang mungkin terjadi dari plasenta rest, luka episiotomi, perlukaan pada serviks; kandung
kemih dikosongkan, karena dapat mengganggu kontraksi rahim.

Bayi yang telah dibersihkan diletakan di samping ibunya agar dapat memulai pemberian ASI.

Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval pemerik-saan setiap 2 jam.

Bila keadaan baik, parturien dipindahkan ke ruangan inap bersama sama dengan bayinya.

KONTRASEPSI

Usia tua : steril (tubektomi)

Usia 45 : IUD / spiral

Usia muda : Pil kombinasi

FASE ADAPTASI

1. Fase taking in
 Merupakan periode ketergantungan
 Berlangsung dari hari 1-2 setelah melahirkan
 Fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri
 Dapat disebabkan karena kelelahan
 Pada fase ini ibu cenderung pasif terhadap lingkungannya
 Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya.
2. Fase taking hold
 Berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan
 Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi
 Memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri
3. Fase letting go
 Berlangsung 10 hari setelah melahirkan
 Merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya. Ibu sudah memulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya

GAWAT DARURAT
1. Golongan I (Label Hijau) : Penderita tidak luka / menderita gangguan jiwa sehingga tidak
memerlukan tindakan bedah.

2. Golongan II (Label Kuning) : Penderita dengan luka ringan dan memerlukan tindakan bedah
minor.

3. Golongan III (Label Merah) : Penderita keadaan luka berat / syok.

4. Golongan IV (Label Putih) : Penderita dengan luka berat tetapi sulit ditolong

5. Golongan V (Label Hitam) : Penderita meninggal dunia

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.

Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien
dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi
tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di
depan barisan gigi atas

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).

MANAJEMEN

1. Peran Perawat

Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan
kedudukan dalam system, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat
maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu
kesehatan tahun 1989 terdiri dari :

a. Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan
dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

b. Advokat Klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima
ganti rugi akibat kelalaian.

c. Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan,
gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

d. Koordinator

peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan


kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuan klien.

e. Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat
untuk diberikan.Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peneliti / Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan
yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2. Fungsi Perawat

Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya:

a. Fungsi Independent

Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan
tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan
kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan
cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat lain.
Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan.Hal ini biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu
dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim
dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang
mempunyapenyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun yang lainnya.

3. Tugas Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan peran nya sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat
dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam
lokakarya tahun 1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
adalah:

a. Mengumpulkan Data
b. Menganalisis dan mengintrepetasi data
c. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan
d. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku, sosial budaya,
ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi KDM.
e. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan
f. Menilai tingkat pencapaian tujuan.
g. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan
h. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.
i. Mencatat data dalam proses keperawatan
j. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan
k. mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan
l. membuat usulan rencana penelitian keperawatan
m. menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.
n. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan
o. Membuat rencana penyuluhan kesehatan
p. Melaksanakan penyuluhan kesehatan
q. Mengevaluasi penyuluhan kesehatan
r. Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
s. Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan maupun tim kesehatan lain.

Isi dari prinsip – prinsip legal dan etis adalah :

a. Autonomi ( Otonomi )

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri.Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Beneficience ( Berbuat Baik )


Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.

c. Justice ( Keadilan )

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek
profesional ketika perawat bekerja untuk terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. d. Nonmal eficience ( Tidak
Merugikan ) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

e. Veracity ( Kejujuran )

Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien
sangat mengerti.Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

f. Fidellity (Metepati Janji)

Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.

g. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam
rangka pengobatan klien.

h. Accountability ( Akuntabilitas )

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

i. Informed Consent

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin.
Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat
informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang
diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

4. Fungsi Manajemen Keperawatan

a. Perencanaan : visi, misi, SOP


b. Pengorganisasian : Struktur, pembagian tugas
c. Pengaturan staf : seleksi perawat,/ recruitment, orientasi, penempatan, pelatihan, pend
lanjutan
d. Pengarahan : motivasi, supervisi, delegasi, leadershif, komunikasi (rapat), reword,
punishment
e. Pengendalian : penilaian apakah pekerjaan sdh sesuai dgn perencanaan, penilaian indikator
mutu, sanksi.

5. Metode Keperawatan

a. Metode Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai
pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah
dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu sampai dua jenis
intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal.
b. Metode Perawatan Tim
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif.
c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong
praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat perencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien
dengan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
d. Metode Kasus
Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive care.

6. Patient safety

a) KTD ( Kejadihan Tidak Diharapkan )


Suatu kejadian yg mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (omission), daripada karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien.
b) KNC ( Kejadian Nyaris Cedera )
Suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
serius tidak terjadi :
 Diberi obat yang seharusnya kontra indikasi tetapi tidak timbul cedera ( chance)
 Dosis lethal akan diberikan, diketahui, dibatalkan ( prevention )
 Diberi obat yang seharusnya kontra indikasi / dosis lethal, tetapi diketahui, dan
diberikan diberikan antidotenya ( mitigation )
c) KTC ( Kejadian Tidak Cedera )
Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera
d) KPC ( Kejadian Potensi Cedera )
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
e) Kejadian Sentinel
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis. Amputasi pada
kaki yg salah, dsb) sehingga pecarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya
masalah yang serius pada kebijakan & prosedur yang berlaku.

MANAJEMEN KONFLIK
 Kompetisi : bersaing
 Kompromi : ada kelonggaran
 Kerjasama
 Akomodasi : mengambil keduanya
 Menghindar

GAYA KEPEMIMPINAN

 Otoriter/ diktator : keputusan hanya oleh pemimpin


 Demokratis : keputusan bersama
 Parsitifatif : gabungan antara otorites & demokratis
 Laissesfaire : membiarkan tanpa pengawasan

KELUARGA

lima tugas keluarga

1. Mengenal masalah kesehatan

Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan keluarga yang tidak boleh di abaikan, karna kesehatan
berperan penting dalam keluarga

2. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga

Peran ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga

Adapun klarifikasi nya adalah :

a. Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ..??

b. Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang di hadapi salah satu anggota
keluarga ….??

c. Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang di lakukan terhadap salah satu anggota
keluarga nya ..?

d. Apakah kepala keluarga percaya pada petugas kesehatan ..?

e. Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan ..?

3. Memberikan perawatan pada keluarga yang sakit

Pemberian secara fisik merupakan beban paling berat yang di rasakan keluarga (friedman,1998)

Suprajitno (2004) menyatakan bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah
keperawatan keluarga,

Untuk mengetahui yang dapat di kaji yaitu :

a. Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien ..?

b. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang di perlukan pasien
..?

c. Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien ..?

4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

a. Pengetahuan keluarga tentang sumber yang di miliki di sekitar lingkungan rumah

b. Pengetahuan tentang penting nya sanitasi lingkungan dan manfaat nya

c. Kebersamaan dalam meningkat kan dan memelihara lingkngan rumah yang menunjang kesehatan

5. Menggunakan pelayanan kesehatan


Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan yang perlu di kaji
tentang :

a. Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat di jangkau keluarga

b. Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan

c. Kepercayaan keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang ada

d. Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga

C. Menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu :

1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai
sejak lahir.Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma
tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga.

3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

JIWA

Regresi : org berprilaku seperti anak kecil

Represi : org mencoba melupakan mslh dgn disimpan di alam bawah sadar

Kompensasi : org yg gagal pd satu aspek, tapi dapat mngembangkan pd aspek lain

Rasionalisasi : org yg menggunakan mekanisme koping dgn memberi banyak alasan

Reaksi formasi : spt kompensasi, tp lbh kompleks

Diperkenalkan oleh Joseph Luth dan Harrington Ingham. Kemampuan seseorang untuk memahami
dirinya sendiri baik perilaku perasaan dan pikirannya sendiri.
Sebuah kaca jendela yang diri dari empat bagian:
a. Kuadran 1 (OPEN)
b. Kuadran 2 (BLIND)
c. Kuadran 3 (HIDDEN)
d. Kuadran 4 (UN KNOW)
Wilayah Terbuka
Segala aspek dalam diri, seperti tingkah laku perasaan dan pikiran selain diketahui oleh diri sendiri
juga diketahui orang lain. Jika wilayah ini makin melebar, dalam arti dapat memahami orang lain dan
orang lain dapat memahami diri kita terjadi komunikasi yang baik. Sebaliknya jika wilayah ini makin
menyempit berati komunikasi semakin tertutup.

Wilayah Buta
Segala aspek tingkah laku, perasaan dan pikiran diketahui orang lain tapi tidak diketahui diri sendiri /
tidak disadari diri sendiri. Jika wilayah makin melebar dan mendesak wilayah lain terjadi kesulitan
komunikasi. Wilayah ini ada pada tiap manusia dan sulit dihapuskan, kecuali mengurangi dengan cara
bercermin pada nilai norma dan hukum.

Wilayah Tersembunyi atau Rahasia


Kemampuan yang kita miliki tersembunyi tidak diketahui orang lain, ada dua konsep :
a) Over Disclosed (terlalu banyak mengungkapkan sesuatu hal yang harus disembunykan juga
diutarakan)
b) Under Disclosed (terlalu menyembunyikan sesuatu yang harus dikemukakan)

Wilayah Tidak Dikenal


Wilayah paling kritis dalam komunikasi aspek dalam diri tidak dikenal diri sendiri lain maupun orang

Komponen Konsep Diri


Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga Diri (Self esteem),
Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).

a. Citra Tubuh (Body Image)


Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari maupun tidak disadari
meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena secara konstan
berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak belajar mengenal
tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image (citra tubuh) dapat
berubah dalam beberapa jam, hari, minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam
tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).

b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan
standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau
sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan
diri berdasarkan norma-norma sosial di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian
diri. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan
kemampuan menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental.

Pembentukan ideal diri dimulai pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan
dirinya yang memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu
menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada usia remaja,
ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang
lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan
peran serta tanggung jawab.
b. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak
kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain
yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat,
berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak
sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya (Keliat
BA, 2005).

Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat
sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada
saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut
dirinya sendiri.

c. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat
dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial. Setiap orang disibukkan oleh
beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal
diri.

d. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan
penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda dengan orang lain. Seseorang yang
mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain,
dan tidak ada duanya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan
berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek
terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.

Anda mungkin juga menyukai