Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA SAAT HUJAN LEBAT DAN ANGIN

KENCANG DI MAKASSAR TANGGAL 16 OKTOBER 2013


AHMAD FADLAN
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jakarta

ABSTRAK

Pada tanggal 16 Oktober 2013 telah terjadi angin kencang disertai hujan lebat di wilayah
Makassar dan sekitarnya. Kejadian angin dan hujan lebat ini berdampak beberapa bangunan
rusak di beberapa wilayah. Dari analisa kondisi cuaca pada saat kejadian, dalam skala
global, SST di Indonesia khususnya di sekitar wilayah Sulawesi memiliki anomali positf
dimana suhunya lebih panas dari normalnya. Ditambah faktor regional seperti Low
Pressure Area yang pada umumnya berada di utara dan barat laut Indonesia dan High
Pressure Area berada di pasifik serta pengaruh palung di selatan Indonesia sehingga angin
pada umumnya berasal dari pasifik membawa massa udara basah ke Indonesia dan
menimbulkan banyaknya pertumbuhan awan pada daerah ini. Sedangkan skala lokal
diantaranya pantauan citra satelit MTSAT, terlihat perkembangan awan yang signifikan.
Suhu udara, tekanan di stasiun dan kelembaban relatif pada saat itu juga berpengaruh
terhadap terjadinya hujan. Dari data Curah Hujan tercatat curah hujan lebat sebesar 33 mm
yang terjadi dalam waktu satu jam dan angin maksimum bertiup sebesar 42 knot dari arah
tenggara. Ditambah dengan kondisi udara atas yang menunjukkan bahwa kondisi atmosfer
pada saat kejadian umumnya sangat tidak stabil.

Kata Kunci : Angin kencang, Hujan lebat.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang dari lintang
geografis 7o 20’ LU sampai 14o LS, dan bujur 92o BT sampai 141o BT dengan panjang
garis pantai total 43.670 mil atau 80.791 km. Dengan demikian wilayah Indonesia berada
pada posisi yang strategis, yaitu berada diantara Benua Asia dan Benua Australia, diantara
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta dilalui garis khatulistiwa. Hal ini menyebabkan
kondisi Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena global seperti El Nino, La Nina,
Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO). Iklim di Indonesia juga dipengaruhi
fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin

1
Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah
pertumbuhan awan, serta kondisi suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia Fenomena
lokal juga berkontribusi terhadap kondisi cuaca Indonesia, seperti topografi yang
bergunung, berlembah, daerah pantai, dan sebagainya, menambah beragamnya kondisi
iklim di Indonesia (Zakir, dkk., 2010)
Salah satu wilayah yang terpengaruh oleh kondisi iklim serta ditunjang oleh kondisi
lokal adalah wilayah Sulawesi Selatan, yang terletak pada antara 8º sampai 0º 12' LS dan
antara 116º 48' sampai 122º 36'
Pada tanggal 16 Oktober 2013 telah terjadi hujan dengan intensitas lebat di sertai angin
kencang (Gusty) di daerah Makassar dan sekitarnya sehingga menyebabkan beberapa
bangunan hancur di terjang angin kencang di beberapa wilayah di Kota Makassar.. Data
pengamatan di Stasiun Meteorologi Hasanuddin mencatat pada saat kejadian tersebut angin
yang bertiup kecepatannya mencapai 63 km/jam.
Satu rumah tempt pemancingan, ambruk setelah kena angin kencang usai hujan deras
di Kelurahan bonto-bonto, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep, Rabu (16/10/2013)
sore sekitar pukul 16.30 Wita. Tiang-tiang rumah itu patah sehingga atap rumah langsung
terjerembab ke dalam kolam pemancingan (CELEBES ONLINE)
Dari kondisi atmosfer yang terjadi pada tanggal 16 Oktober 2013, mendorong
untuk dilakukannya analisa penyebab terjadinya kejadian hujan lebat dan angin kencang
tersebut.
1.2. Landasan Teori
Cuaca ekstrim adalah fenomena meteorologi yang ekstrim dalam sejarah (distribusi),
khususnya fenomena cuaca yang mempunyai potensi menimbulkan bencana,
menghancurkan tatanan kehidupan sosial, atau yang menimbulkan korban jiwa manusia.
Pada umumnya cuaca ekstrim didasarkan pada distribusi klimatologi, dimana kejadian
ekstrim lebih kecil sama dengan 5% distribusi. Tipenya sangat bergantung pada Lintang
tempat, ketinggian, topografi dan kondisi atmosfer.

2
Cuaca ekstrim, yaitu keadaan cuaca yang terjadi bila:
1. Jumlah hari hujan yang tercatat paling banyak melebihi harga rata-rata pada bulan
yang bersangkutan di stasiun tersebut.
2. Intensitas hujan terbesar dalam 1 (satu) jam selama periode 24 jam dan intensitas
dalam 1 (satu) hari selama periode satu bulan yang melebihi rata-ratanya.
3. Terjadi kecepatan angin > 45 km/jam dan suhu udara>35 C atau <15 C.
4. Hujan ekstrim, yaitu keadaan curah hujan melebihi 100 mm/hari.

Adapun intensitas curah hujan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Hujan ringan : 1,0-5,0 mm/jam atau 5-20 mm/hari.
2. Hujan sedang : 5,0-10 mm/jam atau 20-50 mm/hari.
3. Hujan lebat : 10-20 mm/jam atau 50-100 mm/hari.
4. Hujan sangat lebat : >20 mm/jam atau >100 mm/hari.
Kondisi cuaca dan terjadinya cuaca ekstrim di Indonesia ditentukan oleh kondisi
dinamika atmosfer seperti kondisi labilitas atmosfer, fenomena skala global dan
regional.
Analisa cuaca berarti mempelajari dengan seksama keadaan atmosfer pada saat
kejadian dan yang sebelumnya untuk menentukan penyebab keadaan atmosfer tersebut.
Proses terjadinya cuaca tidaklah bersifat linear artinya suatu fenomena atmosfer pasti
ditentukan oleh sebuah parameter tetapi banyak hal yang mempunyai porsi dalam
menentukan hal tersebut (Paulus A. Winarso, 2009).
1. Fenomena Global.
a. Sea Surface Temperature (SST).
Kenaikan suhu laut membawa dampak naiknya curah hujan karena naiknya suhu
muka laut menunjukkan peningkatan energi di laut yang memberikan kemungkinan
naiknya tingkat penguapan di atmosfer.
2. Fenomena Regional.
Gangguan cuaca skala global dipengaruhi antara lain:
• Konvergensi

3
• Siklon Tropis
• Palung/Punggung
• Sel gugusan awan Cumulonimbus
3. Fenomena Lokal.
Gangguan cuaca skala lokal dipengaruhi labilitas udara vertikal.
a. Teori Labilitas Udara.
Perubahan labilitas udara yang mendapat gangguan akan mempengaruhi keadaaan
fisis atmosfer sehingga akan menentukan keadaan cuaca yang akan terbentuk
 Stabil Mutlak (γ < γs)
Jika lapse rate udara sekitar lebih kecil daripada lapse rate udara adiabat jenuh. Dalam
hal ini udara sekitar lebih panas daripada udara yang naik mengikuti adiabat jenuh.
 Labil Mutlak (γ > γd)
Jika lapse rate udara sekitar lebih besar daripada lapse rate adiabat kering. Dalam hal
ini udara sekitar lebih dingin daripada parsel udara yang naik mengikuti lapse rate udara
kering
 Labil Bersyarat (γs < γ < γd)
Jika lapse rate udara sekitar lebih besar daripada lapse rate adiabat jenuh dan lebih
kecil daripada lapse rate adiabat kering. Dalam hal ini udara sekitar lebih panas daripada
parsel yang naik mengikuti lapse rate udara kering dan udara sekitar lebih dingin daripada
parsel yang naik mengikuti lapse rate udara jenuh, yang berarti stabil untuk udara tidak
jenuh tetapi labil untuk udara jenuh.
Hubungan antara suhu muka laut dan hujan menunjukkan hubungan antara laut dan
atmosfer dengan hubungan langsung atau interaksi antara keduanya. Kenaikan suhu laut
yang membawa implikasi naiknya curah hujan karena naiknya suhu muka laut
menunjukkan peningkatan energi di laut yang memberikan kemungkinan naiknya tingkat
penguapan di atmosfir. Interaksi antara atmosfer dan laut disekitar Indonesia berpengaruh
terhadap keragaman hujan di Indonesia, seperti kejadian El Niño/La Nina.

4
Streamline angin adalah garis – garis yang dibuat atau digambar searah dengan arah
aliran. Streamline digunakan untuk melihat kecenderungan pergerakan angin dan massa
udara di suatu wilayah, streamline mempunyai karakteristik :

Gambar : Analisa Streamline


• Arus keluar antisiklon merupakan gabungan antara antisiklon dan arus keluar
murni angin cenderung menyebar.
• Arus masuk siklonik merupakan gabungan antara siklon dan arus masuk murni
angin cenderung mengumpul.
• Titik Netral adalah daerah netral yang selalu berpasangan dengan pusaran angin
disekitarnya cenderung calm.
• Garis konfluensi adalah gambar garis arus masuk yang mengalami perlambatan
kecepatan angin.
• Garis difluensi adalah gambar garis arus keluar yang mengalami pertambahan
kecepatan angin.
• Palung merupakan belokan angin secara siklonal yang terkait dengan pusat
tekanan rendah.
• Punggung merupakan belokan angin secara antisiklonal yang terkait dengan pusat
tekanan tinggi.
• Shear Line adalah sebuah garis atau zona lintasan yang terdapat atau terjadi
perubahan mendadak tiba-tiba pada komponen sejajar angin horizonta

5
• ITCZ merupakan daerah pertemuan angin dari belahan bumi selatan dan belahan
bumi utara. Bila dalam gambar peta daerah pertemuan angin dari salah satu
belahan bumi, maka kondisi ini bukan ITCZ.
• Eddy Sirkulasi di atmosfer yang memiliki vortisitas dalam suatu area atau
Puasaran angin dengan durasi harian dan biasanya jika suatu daerah terdapat eddy
maka cenderung banyak hujan.

Data citra satelit digunakan untuk memantau kondisi sebaran awan hujan yang
selanjutnya digunakan untuk menambah bahan pertimbangan dalam melakukan analisa
cuaca.

2. DATA DAN METODE


Data yang digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Data sinop pada tanggal 15 – 17 Oktober 2013 dari Stasiun Meteorologi Hasanuddin
Makassar.
2. Data citra satelit MTSAT
3. Data RASON pada hari kejadian.
4. Data Anomali SST pada tanggal 16 Oktober 2013.
5. Data dukung lainnya, berupa data streamline angin 3000 feet dan peta medan tekanan.
Dalam tulisan ini, metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah :
1. Analisa SST (Sea Surface Temperature)
Analisa SST digunakan untuk mengetahui apakah suhu permukaan laut cukup
hangat untuk memungkinkan terjadinya penguapan yang menyebabkan
pertumbuhan awan terjadi.
2 Analisa Data Cuaca Permukaan
Analisa data cuaca permukaan digunakan untuk mengetahui keadaan sinoptik
yakni suhu, keadaan awan dan cuaca bermakna berdasarkan observasi

6
3 Analisa Medan Angin
Analisa ini digunakan untuk mengetahui sifat gerakan dan aliran udara yaitu untuk
memberikan informasi yang berkaitan dengan gangguan cuaca.
4 Analisa Labilitas Udara
Analisa labilitas udara digunakan untuk mengetahui keadaan labilitas atmosfer
pada saat kejadian. Metode yang digunakan untuk mengetahui keadaan labilitas
udara ini adalah dengan menganalisis kandungan kelembapan udara, nilai K-
Indeks, dan nilai Showalter Indeks (SI)
5 Analisa Interpretasi Citra Satelit
Analisa interpretasi citra satelit pada tulisan ini digunakan untuk mengetahui
daerah-daerah liputan awan serat jenis awan khususnya di sekitar tempat kejadian.

3. PEMBAHASAN
Berdasarkan data-data yang telah dianalisa, maka didapatkan hasil analisa dan
pembahasan terjadinya hujan lebat yang menyebabkan banjir sebagai berikut:

3.1 Pembahasan Analisa Suhu Muka Laut (SST)

Gambar : Anomali suhu muka laut pada tanggal 16 Oktober 2013

7
Berdasarkan data dari peta analisis Sea Surface Temperature (SST) tanggal 16 Oktober
2013 pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa suhu permukaan laut di sekitar Sulawesi
khususnya bagian selatan berkisar antara +0.5 hingga +1.5 yang merupakan kondisi dimana
SST pada saat itu lebih tinggi dari normalnya sehingga sangat memungkinkan terjadinya
banyak penguapan dan menghasilkan awan-awan konvektif di wilayah Sulawesi Selatan.

3.2 Pembahasan Analisa Medan Angin dan Tekanan

PALUNG

Gambar. Medan Tekanan Tanggal 16 Oktober 2013


Dari data peta medan tekanan secara umum terlihat bahwa terdapat daerah tekanan
tinggi terjadi di samudra Pasifik sebesar 1012 hPa dan di Australia bagian Timur 1026 hPa.
Sementara itu daerah tekanan rendah terdapat di Thailand sebesar 1004 hPa, India 1007 hPa
dan samudra Pasifik bagian Utara Papua. Dilihat dari kondisi tersebut maka massa udara
dari Selatan Pasifik dan Ekuator Pasifik berpotensi menuju daerah tekanan rendah di daerah
tersebut, dan massa udara maritim ekuator yang bersifat basah bergerak melewati sebagian
wilayah Indonesia salah satunya di wilayah Sulawesi bagian Selatan. Kemudian, pada
gambar tersebut juga terlihat ativitas palung yang mengarah ke wilayah Indonesia, hal ini
juga yang mempengaruhi kondisi cuaca di wilayah Sulawesi Selatan dimana cuaca buruk
dapat terjadi.

8
Gambar Analisa Peta Streamline Tanggal 16 Oktober 2013

Sedangkan berdasarkan analisa angin (Streamline) 900 hPa (3000 feet), arah angin
dominan bertiup dari Timur Laut hingga Tenggara sehingga dapat dikatakan angin berasal
dari Ekuator Pasifik dan Selatan Pasifik. Namun demikian, apabila melihat secara
keseluruhan arah angin cenderung bervariasi meskipun dominan dari timur sehingga
kemungkinan pada periode waktu tersebut telah memasuki musim peralihan dengan ciri
angin melemah dan arahnya tidak menentu. Dalam kondisi musim peralihan seperti ini
perlu diwaspadai munculnya kondisi cuaca dengan intensitas hujan yang cenderung lebat.

3.3 Pembahasan Hasil Pengamatan Udara Permukaan


1. Pengamatan pada tanggal 15 Oktober 2013 (sebelum kejadian)
Suhu maksimum dan suhu minimum tercatat sebesar 34oC dan 24oC , pada
umumnya cuaca berawan dengan banyaknya tutpan awan sebanyak 3 – 6 Oktaf
dan tidak teramati kondisi cuaca yang bermakna. Angin maksimum tercatat
sebesar 22 kt dari arah timur laut.
2. Pengamatan pada tanggal 16 Oktober 2013 (saat kejadian)
Suhu maksimum dan suhu minimum tercatat sebesar 34oC dan 22oC. Terjadi
Hujan Lebat disertai Badai Guntur pada jam 06 UTC hingga 07 UTC (14.00 –
15.00 LT) dengan curah hujan tertakar sebanyak 33 mm selama 1 jam kejadian.
Awan Cb mulai terbentuk antara jam 05 UTC dan 06 UTC dan mulai punah
pada jam 08 UTC. Tutpan awan yang terjadi sebanyak 3 – 8 Oktaf. Angin
maksimum tercatat sebesar 42 kt dari arah Tenggara antara jam 06 – 07 UTC
3. Pengamatan pada tanggal 17 Oktober 2013

9
Suhu maksimum dan suhu minimum tercatat sebesar 34oC dan 22oC. Terjadi
Hujan ringan disertai guntur pada jam 05 UTC hingga 08 UTC (14.00 – 16.00
LT) dengan curah hujan tertakar sebanyak 0.2 mm selama kejadian. Awan Cb
mulai terbentuk antara jam 04 UTC dan 05 U
UTC
TC dan mulai punah pada jam 08
UTC. Tutpan awan yang terjadi sebanyak 1 – 7 Oktaf. Angin maksimum
tercatat sebesar 20 kt dari arah Barat.
Adapun kondisi tekanan pada tanggal 16 Oktober adalah sebagai berikut,

Gambar Pola Tekanan di Stasiun Meteoro


Meteorologi
logi Hasanuddin Makassar 16 Oktober 2013
Berdasarkan pola tekanan di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi angin kencang
disertai hujan lebat dan badai Guntur kondisi tekanannya meruapakan terendah pada hari
itu dengan tekanan hanya 1009.1 hPa. Kemudian graden
raden suhu antara jam 00 dan 02 UTC
sangat tinggi dimana selisihnya sebesar 4.4oC yang mengindikasikan bahwa pemanasan
pada saat pagi udah mulai giat.

3.4 Pembahasan Analisa Labilitas Udara


Adapun hasil analisa labilitas udara dari pengamatan RASON pada tanggal 16
Oktober 2013 di daerah Makassar dan sekitarnya adalah sebagai berikut:
a. Lifted Index (LI) sebesar -4.4
4.4 dimana mengindikasikan udara sangat tidak stabil
dengan kemungkinan sangat besar terjadi badai Guntur besar.
b. Showalter Index (SI) sebesar 2.1 dimana kemungkinan terjadi badai Guntur
besar juga disertai shower.

10
c. K Index (KI) sebesar 26.5 dimana sekitar 60 % kemungkinan terjadi badai
Guntur.
d. RH 500mb sebesar 68 % dimana menunjukkan kondisi udara di ketinggan
tersebut cenderung basah sehingga kemungkinan pertumbuhan awan sangat
besar
Dari hasil analisa labilitas udara di atas menunjukkan bahwa pada tanggal 16 Oktober
memang sangat berpotensi terjadi cuaca buruk dan pertumbuhan awan-awan
konvektif seperti awan Cb. Angin kencang yang terjadi pada jam 06 – 07 UTC
merupakan akibat aktivitas awan Cb.

3.5 Pembahasan Citra Satelit MTSAT

2013-10-16,05 2013-10-16,06 2013-10-16,07

2013-10-16,08 2013-10-16,09 2013-10-16,10

Gambar. Kondisi Pertumbuhan awan pada saat kejadian angin kencang yang
melanda wilayah Makassar dan sekitarnya yang diambil melauli satelit MTSAT

11
Berdasarkan citra Satelit MTSAT tanggal 16 Oktober 2013 di atas, awan mulai giat
tumbuh pada jam 05 UTC dimana pada saat itu juga teramati awan Cb. Setelah mengalami
hujan lebat dan juga badai Guntur awan Cb mulai habis dan setelah jam 10 UTC secara
perlahan-lahan awan mulai tidak terlihat tebal lagi dan lama kelamaan cuaca kembali cerah.
Dari kondisi tersebut, bisa dikatakan bahwa awan yang terbentuk lebih besar diakibatkan
karena aktfivitas pemanasan atau konvektif.

4. KESIMPULAN

Dari hasil analisa mulai dari global, regional dan lokal, dapat disimpulkan penyebab
terjadinya hujan lebat dan angin kencang (gusty) pada tanggal 16 Oktober 2013 adalah
sebagai berikut:
1. Keadaan atmosfer global yakni anomaly SST mendukung terjadinya hujan lebat.
2. Adanya pengaruh low pressure area, dimana letak palung yang persis di selatan
Indonesia kemungkinan besar mempengaruhi kondisi cuaca di daerah Sulawesi.
3. Gradien suhu yang tinggi antara jam 00 UTC dengan jam 02 UTC, sebesar 4.4oC
menandakan konvektivitas yang kuat serta kelembaban udara yang cukup tinggi,
sehingga memicu terbentuknya awan.
4. Adanya perkembangan awan Cb yang tumbuh pada tanggal 16 Oktober jam 05 UTC
mengakibatkan angin kencang di daerah tersebut terjadi.
5. Hasil pengamatan udara atas yang menunjukkan kondisi atmosfer “sangat tidak
stabil”
6. Hasil pengamatan sinoptik di Stasiun Meteorologi Hasanuddin Makassar mencatat
selama 1 jam terjadi curah hujan lebat sebesar 33 mm pada tanggal 16 Oktober 2013
disertai badai Guntur dan angin kencang sebesar 42 KT dari arah Tenggara

12
ACUAN

Anonim. 2010. Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan

dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim. Peraturan Ka. BMKG No. Kep: 009.

BMKG. Jakarta.

Tjasyono, B (1999). Klimatologi Umum. ITB

Tjasyono H.K., Bayong. 2007. Meteorologi Indonesia Volume I. BMG. Jakarta.

Tjasyono HK, Bayong dan Harijono, Sri Woro B. 2006. Meteorologi Indonesia 2. BMG.

Jakarta.

Zakir, Ahmad dkk. 2010. Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Jakarta: BMG. Jakarta.

Winarso, Paulus Agus, 2009. Analisa Cuaca II , Akademi Meteorologi Dan Geofisika,

Jakarta.

Hidayanto Nurdeka. 2013. Analisa Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Di

Puttusibau. Jakarta : Tugas Akhir DIII AMG, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai