Anda di halaman 1dari 10

DIALOG PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN HIV/AIDS

Oleh kelompok :

Commented [bimaragil1]:

POLTEKKES KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018
Disuatu kota disebuah rumah sederhana hidup seorang anak perempuan bernama Jihan berumur
17 tahun yang saat ini memasuki tahun ke-2 di sekolah menengah atas. Namun dia tidak hidup
sendirian, gadis kecil itu hidup bersama ibunya yang bernama Nyonya Soraya. Perempuan
tangguh yang cantik berumur 40 tahun yang rela melakukan apapun demi anak semata
wayangnya. Mereka hanya tinggal berdua, Tuan Madika yang merupakan suami dari Nyonya
Soraya telah meninggalkan mereka bersama dengan wanita lain.
Waktu menunjukkan pukul 10.00 pm. Gadis kecil itu duduk didepan pintu yang sudah tak lagi
terlihat kuat dengan kedua tangan menengadah dagu kecilnya seakan menunggu seseorang
datang. Mata gadis itu tak terpejam menatap anak tangga kecil penghubung rumahnya dengan
jalanan.
“prokk.. prokk.. prokkk..” terdengar lirih langkah kaki seseorang.
Mendengarnya dengan sigap gadis kecil itu mengangkat pandangannya dan segera masuk
kedalam rumah.
Langkah kaki seseorang itu terhenti tepat didepan pintu tua tempat gadis kecil yang duduk
menunggu.
Ny. Soraya : “(menghela nafas panjang) kenapa kau selalu membuatku semakin lelah ?” lalu
membersihkan bungkus makanan yang berserakan dilantai.
Setelah selesai membersihkan sampah, Ny. Soraya membuka pintu dan masuk keruang tamu,
namun langkahnya terhenti melihat anak gadisnya duduk sendiri seperti kebiasaannya.
Ny. Soraya : “kamu belum tidur ?”
Namun Jihan hanya diam tanpa menolehkan pandangannya kepada ibunya.
“brakkkk….” Ny. Soraya melemparkan sebuah kotak ke meja tepat didepan Jihan.
Ny. Soraya : “makanlah !”
Namun dengan cepat jihan membuang kotak itu hingga isi dari kotak tersebut berantakan di
lantai.
Ny. Soraya : “(menghela nafas, lalu membungkuk membersihkan makanan yang berserakan
dilantai) ternyata kamu sudah makan ? aku membelinya jauh dipusat kota tadi.
Besok bilanglah padaku jika kamu tidak ingin makan. Tidurlah !”
Jihan masih konsisten dengan kediamannya.
Setelah membersihkan makanan yang berserakan, Ny. Soraya berjalan bermaksud masuk
kedalam kamarnya
Jihan : “kenapa kau sekarang terlihat sangat kurus ?” tanyanya masih dengan raut
wajah datar
Ny. Soraya : “diet.” Lalu melangkah menuju kamarnya.
Jihan menghela nafas mendengar jawaban dari ibunya lalu melangkah menuju kamarnya.
Keesokan harinya. Waktu menunjukkan pukul 06.30 am. Jihan duduk ditengah pintu tua sembari
memakai kaos kakinya.
Ny. Soraya : “minggirlah !” memerintah dengan nada sedikit tinggi lalu berjalan keluar
memakai sepatu hak tingginya.
Selesai memakai kaos kaki dan sepatu converse nya jihan bangun dari duduk dan berjalan bersiap
berangkat ke sekolah.
Jihan : “besok. Aku mengikuti kompetisi matematika di sekolahku.” Celetuknya tanpa
melihat ibunya
Ny. Soraya tak menanggapi anaknya, dia masih sibuk membenarkan heelsnya.
Jihan : “datanglah jika kamu punya waktu.” Tambahnya lagi masih tanpa menatap
ibunya
Lagi, Ny. Soraya diam tak menanggapi.
Jihan : “dan, berpakaianlah yang baik dan benar.” lalu berjalan cepat meninggalkan
ibunya
Mendengarnya, Ny. Soraya melihat dirinya sendiri yang memang memakai pakaian terlalu
terbuka.

Siang ini waktu menunjukkan pukul 2. Ny. Soraya seperti biasanya berdiri ditepi jalan dekat pasar
menunggu pelanggannya datang. Tiba-tiba suhu badannya naik, mual muntah, dan kepalanya
terasa sangat sakit. Memang 3 hari belakangan ini Ny. Soraya merasa tidak enak badan. Bahkan
sejak 3 bulan terakhir, ia mengalami diare yang tak berhenti dan berat badannya berangsur-
angsur mengalami penurunan. Dengan sekuat tenaga mencoba menahan tubuhnya yang
semakin melemah namun Ny. Soraya jatuh dan tak sadarkan diri. Dengan sigap orang yang
berada disekitarnya membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah sakit Ny. Soraya
mendapat penanganan dan dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengetahui penyakit
yang ia derita. Dari UGD, Ny. Soraya dipindahakan keruang perawatan.
Satu jam berlalu, perawat Tania datang keruang perawatan Ny. Soraya dengan membawa
beberapa hasil tes.
Perawat : “selamat siang ibu. Bagaimana keadaan ibu sekarang ? sudah merasa baikan ?”
Ny. Soraya : “sudah agak mendingan sust. Tapi bagaimana saya bisa disini ?”
Perawat : “tadi ada beberapa orang membawa ibu kesini karena ibu pingsan. Dan
mereka…..”
Ny. Soraya : “(memotong perkataan perawat) mereka hanya orang biasa sust. Mereka
sudah pulang.”
Perawat : “oh begitu. Tapi dimana keluarga ibu ? ada yang ingin saya bicarakan dengan
keluarga ibu.
Ny. Soraya : “saya tidak punya keluarga sust, saya hanya tinggal dengan putri saya.”
Perawat : “lalu dimana putri ibu ?” sambil mencari-cari
Ny. Soraya : “dia sedang belajar dirumah. Tapi, apa penyakit saya sust ?”
Perawat : “apa ibu tidak memberitahu anak ibu jika ibu sedang dirumah sakit ?”
Ny. Soraya : “jangan sust. Dia anak yang pintar. Dia sedang belajar untuk kompetisi besok
disekolahnya. Sebenarnya saya sakit apa sust ?”
Perawat : “(menghela nafas panjang) ibu, sebelumnya ibu harus tabah dan sabar dengan
keadaan ibu sekarang. Percayalah bu, semua sudah direncanakan sebaik
mungkin oleh tuhan…
Ny. Soraya : “(memotong perkataan perawat ) maksud suster apa ? saya sakit apa ?”
Perawat : “berdasarkan pemeriksaan yang telah ibu lakukan dan amanat dari Dr. Cahyo
ibu didiagnosa positif terkena HIV/AIDS.”
Ny. Soraya : “apa ? suster pasti bercanda bukan ? tidak mungkin saya mempunyai penyakit
seperti itu. Saya masih bisa bergerak dan saya masih sehat sust.”
Perawat : “tapi berdasarkan pemeriksaan ibu positif HIV/AIDS. Ibu harus menerimanya
dengan tabah dan sabar. Dan ibu harus menjalani perawatan di rumah sakit
untuk beberapa hari kedepan.”
Ny. Soraya : “tidak mungkin ! tidak mungkin suster !! (berteriak dan menangis menarik
selimut)”
Perawat : “(memegang tangan px) tenanglah bu, ibu harus menerimanya. Semua sudah
menjadi jalan dari tuhan.”
Ny. Soraya : (menangis tak dapat menerima keadaannya) kenapa ? kenapa tuhan sangat
tidak adil dengan hidupku ? bahkan aku tidak berbuat apapun, kenapa semua
terjadi padaku ?!!”
Perawat : “tenanglah bu. Sekarang bukan waktu untuk menyesali masa lalu ibu, sekarang
waktunya ibu untuk menjadi diri ibu yang lebih baik lagi. Semua akan baik-baik
saja jika ibu lebih mendekatkan diri kepada tuhan YME.”
Ny. Soraya : “jihan.. jihan, dia tidak boleh tau keadaanku. Aku harus pulang, dia pasti sudah
menungguku” lalu berusaha beranjak dari tempat tidurnya.
Perawat : “(menahan px) ibu mau kemana ? ibu harus menjalani perawatan disini.
Tenanglah bu. Percayakan semua pada tuhan. Semua akan baik-baik saja bu.”
Ny. Soraya : “tapi siapa yang akan memperhatikan jihan ? jihan. Dia anak yang manja. Dia
tidak bisa hidup sendiri. Bagaimana bisa aku bisa meninggalkannya sendiri ?”
Perawat : “tapi ibu harus menjalani perawatan disini. Kondisi ibu sudah sangat lemah.”
Ny. Soraya : “ pergilah sust. Saya ingin sendiri.”
Perawat : “baik bu. Ibu tenangkan diri dulu, jika ada apa-apa ibu bisa panggil saya atau
perawat lain dengan menekan tombol yang ada didinding.”
Ny. Soraya diam dengan tatapan kosong, lalu perawat meninggalkan ruangan Ny. Soraya.
Sudah 5 hari Ny. Soraya diam dengan tatapan kosong diruang perawatan. Perawat Tania setiap
hari mengajaknya berbicara namun selalu diabaikan. Keesokan harinya Ny. Soraya masih diam
dengan tatapan kosong. Perawat datang dan mendekati Ny. Soraya.
Perawat : “(membuka kelambu jendela) selamat pagi ibu, bagaimana keadaan ibu pagi ini
? apakah sudah merasa segar ?”
Ny. Soraya hanya diam tak menjawab, masih dengan tatapan kosongnya, lalu perawat duduk
mendekat dengan Ny. Soraya.
Perawat : “bu, apa yang bisa ibu ceritakan pada saya ? saya akan mendengarkannya.”
Ny. Soraya : “hari ini, jihan menjadi peserta kompetisi matematika disekolahnya. Dia sangat
pintar. Seharusnya saya berada disana untuk memberi semangat. Tapi dengan
keadaan saya seperti ini. Bahkan untuk memberi kesan baik untuknya saya
tidak bisa.”
Perawat : “(menghela nafas) apa tidak sebaiknya ibu memberitahu putri ibu dengan
keadaan ibu sekarang ? saya yakin putri ibu akan mengerti keadaan ibu.
Ny. Soraya : “tidak bisa. Dia bukan gadis yang dapat menerima semua tanpa ada alasan.
Terlebih dia sangat membenci ibunya. Bahkan mungkin dia tidak
menganggapku ibu.”
Perawat : “percayalah bu. Tidak ada anak yang tidak menganggap ibu sebagai seorang
ibu. Didalam lubuk hati mereka ibu adalah wanita yang paling ia cintai. Jadi,
ibu jangan berfikir seperti itu pada putri ibu.”
Ny. Soraya : “seandainya ini tidak terjadi pada saya, saya akan membahagiakan jihan dengan
sangat baik. Saya akan menjadi ibu yang baik untuknya” kata Ny. Soraya mulai
meneteskan air mata.
Perawat : “bu, semua sudah diatur sebaik mungkin oleh tuhan. Dibalik ini semua, tuhan
pasti sudah memberi hadiah yang baik untuk ibu. Lagipula, hanya orang-orang
yang disayangi-Nya yang diberi cobaan. Tuhan tidak pernah memberi ujian
melebihi batas kemampuan hamba-Nya bu.”

2 minggu berlalu, Ny. Soraya masih diam dengan tatapan kosong. Seperti orang depresi, Ny.
Soraya hanya diam dengan tatapan kosong tanpa mau mengeluarkan satu katapun. Kondisinya
pun semakin menurun, suhu badannya naik-turun dan pusing dikepalanya tak kunjung sembuh.
Perawat : “(mendekati px dengan membawa makanan) selamat pagi bu, makan dulu ya
bu ?”
Ny. Soraya masih diam tak menjawab dan tak mau memakan makanannya.
Perawat : “bu, makanlah sedikit agar kondisi ibu tidak lemah lagi. Saya suapi ya bu ?”
Ny. Soraya masih diam
Perawat : “ibu tidak menyukai menu nya ? ibu ingin makan apa ?”
Ny. Soraya : “sust, apakah saya bisa bertahan untuk 3 bulan kedepan ? jihan akan mewakili
sekolahnya ke korea selatan untuk olimpiade matematika. Saya ingin
melihatnya memegang medali emas.”
Perawat : “bu, hidup dan mati sudah diatur oleh tuhan. Percayakan hidup ibu dengan
kehendak tuhan. Yang seharusnya ibu lakukan sekarang adalah lebih
mendekatkan diri kepada sang maha pencipta. Jika ibu mau menjalani
perawatan, insyaAllah kondisi ibu akan kuat dan gejala-gejala yang ibu rasakan
dapat berkurang.”
Ny. Soraya : “baik sust. Saya akan menjalani perawatan sesuai dengan saran dokter. Saya
mohon pertahankan hidup saya hingga 3 bulan kedepan.”
Perawat : “kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk keadaan ibu. Lebih baik
sekarang ibu makan dan berfikirlah positif untuk hidup ibu yang lebih baik
lagi.”
Ny. Soraya : “baik sust. Saya akan menjalani perawatan sesuai perintah suster.”

1 bulan Ny. Soraya menjalani perawatan di rumah sakit. Dia mengikuti semua perawatan dengan
baik dan tertib. Sekarang Ny. Soraya sudah mau menerima keadaannya, diapun bersemangat
untuk memulihkan keadaannya.
Disuatu siang, perawat Tania sedang berjalan menuju ruang perawatan Ny. Soraya. Namun
langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis dengan seragam SMA berdiri dibalik pintu
dengan mencuri pandangan kedalam ruangan melalui celah kaca ditengah pintu. Perawat Tania
berdiri dibelakang gadis itu dan mencolek bahunya, dengan terkaget Gadis itu menatap perawat
Tania dan bermaksud lari meninggalkan rumah sakit.
Perawat : “tunggu. (memegang tangan jihan)”
Jihan berusaha melepas tangannya dari genggaman perawat Tania.
Perawat : “apa kamu jihan anak dari ibu soraya ?”
Jihan : “bukan. (berusaha melepaskan tangannya)”
Perawat : “tunggu. Saya ingin berbicara sebentar denganmu tentang keadaan ibu soraya.”
Jihan : “Saya tidak ingin tahu !(berlari pergi)”
Perawat Tania kembali berjalan menuju ruang perawatan Ny. Soraya. Keadaan Ny. Soraya pun
semakin lemah dan Nampak sangat kurus.
Perawat : “(memeriksa TTV) selamat siang ibu. Bagaimana keadaan ibu sekarang ?”
Ny. Soraya : “baik sust. Tapi kenapa saya selalu gelisah ya sust ? entah kenapa banyak fikiran
bersalah di otak saya.”
Perawat : “(duduk disamping px) maaf bu, ibu islam ?”
Ny. Soraya mengangguk.
Perawat : “cobalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah bu. Sholat dan jika sedang
jenuh berdzikir agar hati dan fikiran ibu tenang. Serahkan semua kepada Allah.”
Ny. Soraya : “bagaimana saya akan sholat sust ? sedangkan untuk mengambil air saja saya
sudah merasa lemah.
Perawat : “sholat tidak harus mengambil air wudhu bu. Ibu bisa bertayamum menggunakan
dinding yang ada disamping ibu.”
Ny. Soraya : “tidak sust. Saya belum ingin sholat. Saya rindu dengan anak saya.”
Perawat : “(menghela nafas) apa ibu ingin bertemu dengan putri ibu ?”
Ny. Soraya : “ingin sekali saya memeluknya sust. Tapi dia pasti tidak akan bisa menerima
keadaan saya.”
Perawat : “tidak bu. Putri ibu pasti sangat mengkhawatirkan ibu. Lebih baik sekarang ibu
lebih mendekatkan kepada Allah agar hati ibu senantiasa tenang dan dapat mendoakan anak
ibu.”
Ny. Soraya : “iya sust.”
Siang hari pada hari berikutnya, seperti biasa jihan berdiri didepan pintu menatap ibunya dari
balik pintu. Perawat Tania yang melihat Jihan dari kejauhan berjalan mendekatinya.
Perawat : “apa kamu tidak akan masuk jihan ?”
Jihan : “(terkejut dan mengeleng lalu bermaksud pergi, namun lagi-lagi perawat Tania
menahan tangan Jihan.
Perawat : “ikutlah dengan saya sebentar saja.”
Dengan terpaksa jihan mengikuti perawat Tania menuju taman Rumah Sakit. Mereka duduk
disebuah kursi ditengah taman.
Perawat : “kamu baru pulang sekolah ?”
Jihan mengangguk.
Perawat : “apa kamu sudah mengetahui keadaan ibumu ?”
Jihan kembali mengangguk.
Perawat : “lalu apa kamu tidak akan menemui dan menemani ibumu ?”
Jihan : “dia tidak membutuhkan saya. Lebih baik suster yang menjaganya”
Perawat : “jihan. Bagaimanapun peran keluarga sangat penting bagi ibu soraya dalam
keadaan seperti ini. Apalagi kamu satu-satunya keluarga yang dekat dengan ibu soraya. Kamu
tidak boleh bersikap seperti itu kepada ibumu sendiri.”
Jihan : “suster tau apa tentang kami ? bagaimana bisa dia disebut seorang ibu jika
tingkah lakunya bukan seperti seorang ibu. Suster tidak tau kan bagaimana dia mendapat
penyakit itu ? yaa, karna dia suka gonta-ganti cowo. Dan suster tau, tiap hari saya duduk didepan
pintu hingga tengah malam untuk menunggunya, namun apa ? dia datang dengan pakaian seperti
itu.”
Perawat : “(menghela nafas) tapi jihan, tidak ada gunanya menyesali perbuatan dimasa
lalu. Yang utama sekarang adalah ibu soraya sangat membutuhkan dukungan dari kamu.
Bagaimanapun juga ibu soraya adalah ibumu. Wanita yang telah melahirkanmu.”
Jihan masih diam dengan tatapan penuh emosi.
Perawat : “jihan, keadaan ibumu sekarang semakin lemah. Apa kamu tidak merasa sakit
jika melihat ibumu seperti ini ? dia telah menderita karena penyakitnya, apa kamu juga akan
menambah penderitaannya ? lupakan semua yang telah terjadi jihan fokuslah untuk
membahagiakan ibumu. Peluk dia dan berilah kasih sayangmu.”
Jihan : “(terharu mendengar perkataan perawat) baiklah. Besok aku akan bertemu
dengannya.”

Waktu cepat berganti. Hingga waktu yang ditunggu-tunggu pun datang. Yaitu pertemuan 2 orang
ibu dan anak setelah 1 bulan lebih tidak bertemu. Perawat mengantar Jihan hingga depan pintu
ruang perawatan Ny. Soraya. Terlihat Ny. Soraya berbaring sambil membaca sebuah buku. Jihan
berjalan mendekati ibunya.
Ny. Soraya : “(terkejut) jihan ?”
Jihan : “bagaimana keadaanmu ?”
Ny. Soraya : “oh aku baik-baik saja. Kenapa kamu kesini ? dan bagaimana kamu tau kalo aku
disini ?”
Jihan : “apa kamu akan terus menyembunyikan ini semua ? apa belum cukup kamu tidak
menganggapku ada ?”
Ny. Soraya : “apa maksudmu ?”
Jihan : “penyakitmu. Itu karena ulahmu sendiri. Berapa kali aku bilang sama kamu untuk
berhenti bekerja seperti itu. Tapi apa ? sampai aku malu diejekin teman-temanku karena ulahmu.
Dan ayah, dia pergi karena tingkah lakumu !”
Ny. Soraya : “(berteriak) jaga bicaramu jihan !”
Jihan : “(marah-marah dan berteriak) kenapa ? kamu kaget ? anak yang kamu fikir masih
kecil yang tak pernah kamu anggap ada sekarang berani berbicara padamu ? jhh. Kamu fikir
selama ini aku diam karena apa ? karena aku masih menghargai kamu sebagai orang yang telah
melahirkan aku. Tapi aku tidak bisa melupakan semua. Ayah pergi karna kamu !”
Ny. Soraya : “(menampar Jihan)”
Jihan : “jhh. Akhirnya. Hampir selama 4 tahun aku nunggu sentuhanmu akhirnya kamu
nyentuh aku juga. Apa kamu fikir aku sengaja membuat ulah untuk menyusahkanmu ? asal kamu
tau, aku ingin kamu memperhatikanku. Aku ingin kamu memarahiku karena ulahku. Bukan yang
hanya selalu diam dan memperbaiki semuanya.”
Ny. Soraya : “kamu tau, apa pekerjaanku selama ini ? aku bukan pelacur seperti yang kamu
dengar dari orang-orang itu. Tiap pagi aku menjadi kuli panggul dipasar dan malamnya aku
menjadi supir pengganti untuk para pemabuk itu. Dan soal ayahmu, bukan ibu yang berselingkuh.
Tapi ayahmu yang jahat. Dia selalu mengoleksi banyak wanita muda hingga dia menularkan
penyakit ini padaku.”
Jihan : “(terkejut) ke.. kenapa kamu baru menceritakan sekarang ?”
Ny. Soraya : “aku tidak ingin kamu membernci ayahmu. Cukup ibu yang merasakan
penderitaan ini, kamu jangan. Karna bagi ibu kamu harta ibu satu-satunya !”
Jihan : “(diam menunduk dan memikirkan perkataan ibunya. Air matanya mulai
menetes)
Ny. Soraya : “percayalah jihan. Tidak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya. (lalu memeluk
jihan)”

Mulai dari saat itu, jihan mulai luluh dan mau berbaikan dengan ibunya. Jihan dibantu oleh
perawat Tania selalu mengajak Ny. Soraya untuk beribadah kepada Allah. 3 bulan berselang,
keadaan Ny. Soraya semakin memburuk. Dia sudah tidak bisa berdiri dan berjalan. Jihanpun
jarang datang ke RS karena sibuk menyiapkan untuk kompetisinya di Korea Selatan. Disore hari,
perawat Tania duduk disamping Ny. Soraya.
Ny. Soraya : “sust. Kenapa aku merasa sangat lemah akhir-akhir ini ? apa saya akan mati ?”
Perawat : “hidup dan mati hanya Allah yang bisa menentukan bu. Lebih baik sekarang ibu
tidur dan berdzikir agar hati ibu tenang.”
Ny. Soraya : “saya ingin sekali melihat jihan membawa medali emas sust. Saya ingin
memeluknya sat pulang dari kompetisinya nanti. Dan saya ingin disaat terakhir saya, saya
ditemani oleh jihan dan pamannya. Saya ingin jihan dirawat oleh pamannya. Agar saya bisa pergi
dengan tenang.”
Jihan : “lebih baik sekarang ibu tidur ya ? istirahat agar kondisi ibu tidak semakin lemah.”

1 minggu berlalu. Keadaan Ny. Soraya semakin memburuk, diapun mengalami penurunan
kesadaran. Dengan cepat semua perawat dan dokter segera memberi tindakan agar dapat
mempertahankan hidupnya. dengan berlari dan membawa medali jihan datang dan memeluk Ny.
Soraya.
Jihan : “apa yang terjadi sust ?”
Perawat : “keadaan Ny.soraya memburuk jihan.”
Jihan : “(memegang tangan Ny. Soraya) ibu ? ibu harus bertahan bu. Jihan membawa
medali ini untuk ibu. Dan paman, dia akan segera datang. Bu, bukankah ini kali pertama aku
memanggilmu ibu ? apa ibu tak ingin mendengarnya ? bu, aku mohon buka matamu bu.
Bertahanlah sedikit lagi, paman akan datang.”
Terlihat nafas Ny. Soraya semakin dalam dan panjang.
Perawat : “(merangkul bahu jihan) iringi kepergian ibumu dengan menyebut nama Allah
jihan.”
Jihan : “bertahanlah sebentar bu, bukankah ibu ingin bertemu denganku dan paman ?
sebentar lagi paman datang.”
Tiba-tiba seorang lelaki tinggi dengan menggunakan setelan jas berlari datang dan berdiri
disamping Jihan.
Tn. Cahyo : “soraya, aku disini.”
Jihan : “bu, paman sudah disini bu.”
Nafas Ny. Soraya semakin tak beraturan. Tanpa pikir panjang perawat Tania membimbing Ny.
Soraya didekat telinga Ny. Soraya menggunakan masker dan handscoon.
Perawat : “Allah.. Allah.. Allah..”
Ny. Soraya semakin memburuk dan hanya mampu menggerakkan bibirnya sedikit mencoba
mengikuti bimbingan dari perawat Tania. Hingga Ny. Soraya menghembuskan nafas terakhirnya.
Perawat : “innalillahiwainna ilaihi rojiun.”
Jihan : “(menangis dan berteriak mendekati Ny. Soraya dan memegang tangannya) ibu.
Jihan janji jihan akan jadi anak yang membanggakan. Jihan akan menjadi dokter nantinya. Ibu
harus bahagia disana, jihan akan selalu doain ibu. Maafin jihan bu. Jihan selalu menyalahkan ibu.
Jihan sangat sayang sama ibu. Ibu harus baik-baik disana. Ibu harus bahagia dipelukan Allah. Jihan
akan baik-baik saja bu. Ibu jangan terlalu mengkhawatirkan jihan. I love you mom ! you’re the
best mom in the world and your smile always in my mind”
Dan akhirnya perawat menyiapkan perawatan jenazah Ny. Soraya sesuai SOP.

……………………………………………………………………END………………………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai