Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Demam Dengan Ruam Pada Anak

Disusun oleh:

Dokter Pembimbing:
dr. Aulia Fitri Swity, SpA (K), Mkes

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 11 JUNI 2018 – 18 AGUSTUS 2018
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, CIDENG JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

BAB I

1
Pendahuluan
Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang masih relevan untuk para
praktisi pediatric. Demam dapat merupakan tanda permulaan adanya infeksi, namun demam
juga bisa disebabkan oleh adanya kelainan metabolic dan sebab-sebab lain. Masalah demam
pada anak pada sifatnya terbuka, banyak sekali kemungkinan yang tak terduga. Definisi
demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 380 Celcius.1
Adapula demam yang disertai adanya ruam yaitu eksantema akut. Penyakit eksantema
merupakan penyakit yang sering ditemukan pada terutama pada awal masa perkembangan
seorang anak. Walaupun penyakit eksantema sering memberikan gambaran klinis yang mirip
satu dengan yang lainnya, namun sebenarnya setiap penyakit eksantema memiliki
karakteristik klinis yang khas sehinga kita harus dapat membedakan satu penyakit eksantema
dengan yang lain.
Diagnosis banding penyakit eksantema ditegakkan berdasarkan pada beberapa faktor,
antara lain riwayat penyakit menular dan imunisasi, bentuk gejala prodromal, gambaran
erupsi kulit, adanya gejala patognomonik atau tanda lain, dan uji diagnostik laboratoris.2

BAB II
Pembahasan

Definisi Eksantema Akut


Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yag bermanifestasi sebagai erupsi difus
pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya disebabkan oleh
infeksi, dan penyebab tersering dari penyakit eksantema adalah infeksi virus. Mekanisme
terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel akibat invasi organisme patogen, produksi toksin
oleh organisme, dan respons imun penjamu. Bintik merah atau kelainan kulit yang terlihat
pada kelompok penyakit eksantema memang biasanya sulit dibedakan secara klinis. Bentuk-
bentuk macula, papula, vesikula, pustula maupun krusta sering terjadi sendiri-sendiri ataupun
bersamaan tanpa menunjukkan karakteristik khusus yang dapat mengarahkan diagnosis.
Namun demikian tidak sedikit penyakit yang mempunyai gambaran kemerahan pada kulit
dengan pola dan sifat yang khas sehingga sangat mudah mendeteksi penyakitnya. Pada
umumnya penyakit-penyakit eksantema pada anak memberikan imunitas seumur hidup pada
penderitanya, dengan konsekuensi adanya riwayat penyakit tersebut akan dapat
menyingkirkan penyakit tersebut.1,2

2
Penyakit eksantema diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, untuk kepentingan
diagnosis. Kelompok ini didasarkan atas gambaran kemerahan atau kelainan kulit yang ada
yaitu adanya kemerahan di kulit atau bentolan merah dan umumnya ditandai dengan
gambaran maculopapular atau kelompok lain yang ditandai dengan gambaran
papulovesikular.1,2
a. Kelompok Makulopapular
- Campak
- Rubela
- Scarlet fever
- Staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS)
- Staphylococcus toxic shock syndrome
- Meningococcemia
- Toxoplasmosis
- Infeksi sitomegalovirus
- Roseola infantum
- Infeksi enterovirus
- Infeksi mononucleosis
- Miliaria
- Penyakit Kawasaki
b. Kelompok Papulovesikular
- Infeksi varisela zoster
- Eksema herpetikum
- Infeksi virus coxsackie
- Moluskum kontagiosum

Penyebab penyakit eksantema sebagian besar adalah virus dan bentuk morfologi yang
mirip satu sama lain membuat kita sulit menentukan etiologi berdasarkan klinis. Karena
penyakit virus bersifat ringan dan self limited, etiologi spesifik tidak begitu diperlukan. Pada
kasus tertentu diagnosis etiologi yang spesifik sangat diperlukan yaitu pada kasus eksantema
yang timbul selama masa kehamilan, kasus imunokompromais, dan pada keadaan epidemik.3

3
Kelompok Makulopapular
 Campak
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, family Paramyxoviridae. Penyebab infeksi ini terjadi jika terhirup droplet
di udara yang berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan
melekat di sel-sel epitel saluran napas. Setelah melekat virus bereplikasi dan diikuti
dengan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia
primer disusul multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar
limfe.4
Klinis
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari). Gejala klinis terjadi setelah masa
inkubasi, terdiri dari tiga stadium:4,5
Stadium Prodromal (2-4 hari)
Pada stadium ini ditandai dengan demam yang mencapai 39,50C. Selain
demam, dapat timbul gejala berupa malaise, peradangan akut membrane mukosa
rongga hidung, konjungtivitis, dan batuk. Konjungtivitis dapat disertai dengan mata
berair dan fotofobia. Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal yang
disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, ditengahnya didapatkan
noda putih keabuan. Timbulnya bercak ini hanya sebentar, kurang lebih 12 jam,
sehingga suka terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis.
Stadium Eksantem (6-7 hari)
Pada stadium ini timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal
yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah,
leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya eksterimtas bawah. Demam pada
stadium ini umumnya memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3 setelah
munculnya ruam.
Stadium Penyembuhan (Konvalesens)
Setelah 3-4 hari umunya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola
timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah mejadi kecoklatan yang akan
menghilag dalam 7- 10 hari .

4
Gambar 1. Karakter Campak4 , Gambar 2. Gambaran Lesi pada Campak4

 Rubella
Penyebab rubella oleh virus RNA dengan genus rubivrius, dari family Togaviridae.
Mas inkubasi penyakit rubella adalah 14-21 hari. Penularannya dapat terjadi sejak akhir
masa inkubasi sampai 5 hari setelah timbulnya ruam. Cara penularannya melalui
droplet.1,2
Manifestasi klinis:1,2
- Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia,
konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limfadenopati. Gejala
cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.
- Demam berkisar 380C – 38,70C. Biasanya timbul dan menghilang bersaamaan
dengan ruam kulit.
- Eksantema pada rubella ditemukan pada periode prodromal sampai satu hari
setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar, warna merah
muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan
tanda patognomonik.
- Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pad anodus limfatikus
suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.
- Eksantema berupa maculopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak
di muka dan meyebar ke bawah dengan cepat (leher, badan, dan ekstremitas).

5
Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari ke dua
ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di
ekstremitas sedangkan di tempat lain mulai menghilang.

Gambar 3. Gambaran Lesi pada Rubella2

 Scarlet Fever
Penyakit scarlet fever atau penyakit scarlatina disebabkan oleh bakteri grup A
Streptococcus dan dapat menjadi berat karena toxin yang dikeluarkannya. Penyakit ini
banyak menyerang terutama pada anak-anak. Pada dasarnya penyakit ini dapat menular
langsung seperti kontak langsung dengan penderita, terutama melalui cairan di mulut dan
hidung. Selain itu penularan dapat terjadi melalui penggunaan alat makan/minum
bersama-sama dengan orang yang sakit. Masa inkubasinya 1-7 hari, rata-rata 3 hari.2,6
Manifestasi Klinis 2,6
- Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala,
malaise dan mengigil. Dalam 12-24 jam timbul ruam yang khas.
- Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih
keabu-abuan.
- Pada lidah didapatkan cairan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran
strawberry tongue (tanda patognomonik).
- Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan.
Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh

6
badan dalma 24 jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerha leher, aksila,
inguinal dan lipatan poplitea.
- Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat
pucat (circumoral pallor)
- Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak
sandpaper yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.
- Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki.
Deskuamasi kemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.

Gambar 4. Manifestasi Klinis pada Scarlet Fever7

 Staphylococcus Scalded Skin Syndrome (SSSS)


Kejadian Staphylococcus Scalded Skin Syndrome lebih sering terjadi pada neonatus
dan anak-anak daripada orang dewasa, bila terjadi pada dewasa biasanya berhubungan
dengan keadaan immunokompromais. Pada neonates umumnya terjadi dalam 3 bulan
pertama kehidupan dan pada naak-anak biasanya terjadi di bawah usia 5 tahun. Usia anak
merupakan faktor predisposisi Staphylococcus Scalded Skin Syndrome karena imunitas
rendah dan kemampuan renal masih imatur dalam pembersihan toksin.2,8

7
Manifestasi klinis:2,8 umbilicus dan traktus gastrointestinal. Ruam kemerahan
kemudian muncul pada wajah
Gejala prodromal: infeksi lokal pada kulit, laring, hidung, mulut, badan dan
ekstremitas kemudian dalam waktu 24-48 jam berkembang menjadi bula besar dan
mudah rupture. Ruam dapat juga mengelupas setempat (Nikolsky’s sign) dan dapat
diikuti dengan eksfoliasi luas pada epidermal. Terlepasnya permukaan epidermal yang
luas akan meninggalkan permukaan eritematosa yang lembab. Sebelum timbul ruam,
sering terjadi kelemahan umum dan demam. Bayi biasanya gelisah, yaitu merasa tidak
nyaman bila dipeluk atauun ditidurkan, hal ini dikarenakan kulit nyeri bila disentuh.
Selanjutnya 2-3 hari permukaan kulit menjadi kering dan berkrusta. Penyembuhan
terjadi setelah 10-14 hari.

Gambar 5. Gambaran Lesi pada Staphylococcus Scalded Skin Syndrome 8

 Meningococcemia
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria meningitis, kuman gram negatif
berbentuk coccus, dengan 3 macam manifestasi klinis yaitu meningitis, meningitis
disertai meningococcemia dan meningococcemia tanpa meningitis. Masa inkubasi
penyakit ini 2-10 hari.1-3

8
Manifestasi klinis:1-3
 Infeksi nasofaring ringan
 Bakterimia tanpa sepsis
 Meningokoksemia fulminant tanpa meningitis
 Meningitis dengan/tanpa meningokoksemia
 Meningokoksemia kronik:
Masa prodromal berupa nyeri tenggorokan, 2-8 jam kemudian diikuti dengan demam
tinggi, nausea dan diare.
Ruam berupa petekie pada kulit, jarang di membran mukosa. Berwarna merah,
papula/makula terdapat pada ekstremitas dan badan.
Meningococcemia yang berat, tampak sakit berat, ruam petekiae, disertai
panas tinggi, mengigil, takikardi, takipnea dan hipotensi. Seringkali awalnya berupa
ruam makulopapular, baru kemudian berubah menjadi petekiae. Ruam petekiae
berukuran antara 1-2 mm, mulai muncul pada badan, kaki, juga dapat dijumpai di
pinggang, pergelangan tangan. Ruam petekiae dapat menyatu, membentuk
hemorrhagic patches dengan nekrosis di tengahnya.

Gambar 6. Gambaran Lesi pada Meningococcemia9

9
 Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii dengan gejala bervariasi dari asimtomatik sampai limfadenopati di daerah servikal
disertai panas tinggi dan malaise berat. 1,3,10
Cara penularan dapat terjadi melalui beberapa jalur:1,3,10
1. Transmisi kongenital
Infeksi yang terjadi pada awal masa kehamilan akan menimbulkan parasitemia dan
infeksi pada plasenta sehingga menyebabkan kelainan kongenital. Seorang ibu
seringkali tidak mengetahui mendapat infeksi toksoplasma pada saat kehamilan,
walaupun kadang-kadang masih dapat ditemukan pembesaran kelenjar servikal pada
saat melahirkan.
2. Transmisi melalui makanan
Transmisi kemungkinan besar melalui daging yang mengandung kista. Transmisi
melalui daging yang tidak atau kurang matang bukan merupakan jalur penularan yang
penting dibandingkan dengan penularan melalui makanan yang tercemar kista dari
tinja kucing. Sedangkan penularan melalui air susu, termasuk asi tidak pernah
dilaporkan.
3. Penularan lain
Transmisi lain yang pernah dilaporkan ialah penularan melalui transfuse darah dari
donor yang menderita toksoplasmosis asimtomatis,. Penularan lain dapat terjadi
melalui petugas laboratorium yang bertugas memelihara binatang, dan alat suntik
yang terkontaminasi.
Manifestasi klinis:
Trias klasik toxoplasmosis meliputi korioretinitis, kalsifikasi intracranial, dan
hidrosefalus. Tanda dan gejala lainnya meliputi abnormalitas cairan spinal, anemia,
kejang, demam, tuli, gangguan pertumbuham, hepatomegali, jaundice, gangguan
pembelajaran, limfadenopati, ruam makulopapular, retardasi mental, mikrosefali,
spastisitas, splenomegali, trombositopenia dan gangguan pnglihatan.1
Sebagian besar bayi yang terinfeksi intrauterine lahir dengan gejala yang tidak
khas, lebih dari 80% berkembang menjadi gangguan penglihatan, pendengaran,
perkembangan, dan IQ yang lebih rendah pada masa anak-anak.

10
 Infeksi Sitomegalovirus
Sitomegalovirus (CMV) merupakan virus DNA yang termasuk dalam genus virus
Herpes, menyerang manusia dan mamalia. Infeksi CMV prevalensinya tinggi di negara
sedang berkembang dan kasusnya banyak dijumpai pada masyarakat sosial ekonomi
rendah serta banyak menyerang kelompok usia muda. Sumber infeksi adalah urin, sekret
orofaring, sekret servikal dan vagina, semen, air susu ibu, air mata dan darah pasien.
Penyebaran CMV membutuhkan kontak yang amat dekat/intim. Penyakit yang
berhubungan dengan CMV umumnya terjadi pada keadaan imunokompromais.
Penyebaran infeksinya dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Penyebaran secara
vertikal : dari ibu yang sedang hamil kepada janin dalam kandungannya. Sedangkan
penyebaran secara horizontal: kontak intim dengan pasien, penyebaran melalui transfusi
darah atau transplantasi jaringan, dan penyebaran melalui hubungan seksual.1,2,11
Kejadian infeksi CMV tinggi pada anak usia 1-2 tahun, infeksinya sering terjadi
karena kontak tidak langsung, misalnya melalui mainan anak yang terbuat dari bahan
plastik yang dimiliki oleh anak yang diketahui mengekskresi CMV dari air liurnya.
Penyebaran lewat transfusi darah atau transplantasi jaringan (infeksi nosokomial)
ditemukan 1-2 minggu setelah pemberian transfusi darah. Gejalanya akan timbul 3-4
minggu setelah pemberian transfusi darah dan 4 minggu sampai 4 bulan setelah
dilakukannya transplantasi jaringan dari donor yang positif menderita infeksi CMV.1,2,10,12
Manifestasi klinis:1,2,11,12
Infeksi CMV Kongenital
Pada infeksi CMV kongenital akut, petekia dapat merupakan satu-satunya
gejala klinis yang ditemukan, tetapi lebih sering ditemukan bersama-sama
hepatomegali dan splenomegali. Petekie dapat menetap sampai beberapa minggu
setelah lahir, bahkan dapat timbul karena menangis, batuk atau tindakan seperti uji
Tourniquet setelah anak berusia beberapa bulan. Bisa disertai dengan
trombositopenia.
Mikrosefali dapat ditemukan namun bukan merupakan suatu gejala yang
mencolok. Tidak semua bayi mempunyai mikrosefali yang mentap, terutama bila
ukuran lingkaran kepala pada waktu lahir mendekati persentil 5. Kelainan lain yang
bisa ditemukan yaitu pada mata adalah korioretinitis. Kelainan lain yang lebih jarang
mikroftalmos, katarak, nekrosis retina, kebutaan, malformasi KOA, dan malmormasi
diskus optikus. Korioretinitis ini sering sulit dibedakan dengan yang disebabkan oleh

11
toxoplasmosis, tetapi pada toxoplasmosis penyakit tersebut jarang aktif pada
pascanatal biasanya telah inaktif pada awal masa bayi.
IUGR dapat terjadi, dilaporkan IUGR terjadi pada 40% di antara 34 kasus,
sedangkan prematuritas terjadi pada 34% bayi dengan infeksi CMV kongenital. Pada
infeksi CMV bisa disertaibayi yang lahir dengan berat badan yang lebih rendah
daripada bayi sehat, dapat juga disertai kelainan gigi, lapisan email gigi menjadi tipis
dan gigi berwarna gelap. Pneumonitis jarang dijumpai.
Infeksi CMV perinatal
Untuk menegakkan infeksi CMV perinatal harus disingkirkan terlebih dahulu
kemungkinan infeksi kongenital. Masa inkubasi infeksi CMV perinatal biasanya
antara 4-12 minggu. Kebanyakan infeksi CMV perinatal bersifat asimtomatik. Pada
infeksi perinatal sering dijumpai prematuritas, hepatosplenomegali, neutropenia,
limfositosis dan trombositopenia. Infeksi CMV perinatal dapat terjadi sebagai akibat
transfusi darah dan transplantasi jaringan dari donor yang mengalami infeksi CMV.
Infeksi CMV akibat transfuse darah dan transplantasi jaringan dan individu
dengan imunokompromais.
Risiko infeksi CMV meningkat pada individu imunokompromais sering
mendapatkan infeksi primer dan infeksi ulang. Infeksi primer dengan pneumonitis
(paling sering), hepatitis, chorioretinitis, penyakit gastrointestinal, atau demam
dengan leukopeni, seirngkali berakibat fatal. Pneumonia, retinitis, dan kelainan sistem
saraf pusat dan traktur gastrointestinal biasanya progresif dan berat. Ulserasi
submukosa dapat terjadi dimanapun dalam traktur gastrointestinal. Komplikasi yang
paling sering yaitu perdarahan dan perforasi, juga pankreatitis dan kolesistitis dapat
terjadi.

 Infeksi Mononucleosis
Penyebab infeksi mononucleosis adalah virus Epstein Barr. Virus Epstein Barr tidak
dapat dibedakan dalam ukuran dan struktur dari virus-virus herpes lainnya. Penularan
virus Epstein Barr biasanya ditularkan melalui air liur yang terinfeksi dan memulai
infeksi di orofaring. Replikasi virus terjadi pada sel epitel faring dan kelenjar ludah. Masa
inkubasi 30-50 hari, setelah masa inkuasi tersebut terjadi gejala nyeri kepala, malaise,
kelelahan, dan nyeri tenggorokan. Demam bertahan sampai 10 hari, terjadi pembesaran
kelenjar getah bening umum dan dapat di temukan pada daerah leher dan pembesaran
limpa. Penyakit ini mempunyai kekhasan sembuh sendiri dan berlangsung 2-4 minggu.
12
Selama penyakit berlangsung terjadi peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi
dengan limfosit dominan.1,2
Belum ada vaksin virus ini yang tersedia. Acylovir dapat diberikan selama masa
pengobatan, namun hanya mengurangi pelepasan virus EB dari orofaring, tidak
mempengaruhi latensi, tidak berefek pada gejala klinik mononucleosis, dan tidak terbukti
menguntungkan dalam penatalaksanaan virus EB. Untuk demam dan nyeri, dapat
diberikan asetaminofen atau paracetamol. Kebanyakan penderita akan sembuh
sempurna.1,2

Gambar 9. Gambaran Lesi pada


Infeksi Mononucleosis13

 Roseola Infantum (Eksantema Subitum)


Eksantema subitum adalah penyakit virus pada bayi dan anak kecil yang bersifat akut
biasanya terjadi secara sporadic dan dapat menimbulkan epidemi. Penyebab penyakit ini
oleh Human herpes virus 6 (HHV 6) selain HHV 6, infeksi primer human herpesvirus 7

13
(HHV 7) yang mirip dengan HHV 6 juga dapat menyebabkan eksantema subitum dengan
demam yang tinggi. Transmisi infeksi HHV 6 dan HHV 7 pada anak belum jelas.
Umumnya infeksi virus yang terjadi pada masa bayi bersumber secara horizontal dari
orang yang tinggal dekat dengan bayi tersebut. Seperti orangtua, dokter, perawat saat
membantu melahirkan, atau terjadi infeksi transplasental. Infeksi HHV 7, diduga berasal
dari virus yang hidup di saliva orang dewasa karena ditemukannya DNA HHV 7 pada
kelenjar liur dari dewasa yang sehat. Transmisi yang mungkin terjadi berasal dari orang
tua ke anak melalui kontak dekat. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan periodenya
selama 7-17 hari.1-3
Manifestasi klinis:
- Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-
40,60C, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, konjungtivitis
dan batuk. Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu
normal disertai timbulnya ruam.
- Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher, ekstemitas atas
muka, dan ekstremitas bawah.
- Ruam berwarna merah muda, makulopapular, dan diskret. Lesinya memiliki
ukuran dengan diameter 1-3 mm.
- Ruam hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.
Ruam jarang menetap selama 24 jam.
- Pada beberapa kasus, eksantema subitum dapat disertai gejala-gejala lain seperti
otitis media sampai infeksi saluran pernapasan atas dan gastroenteritis.

14
Gambar 10. Gambaran Lesi pada Roseola Infantum14
 Miliaria
Miliaria merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai pada bayi dan anak.
Kulit bayi masih dalam tahap perkembangan dan penyempurnaan. Misalnya saja,proses
penyerapan dan pengeluaran keringat belum berjalan semestinya. Akibatnya, sering
dijumpai bayi yang berkeringat berlebihan. Daerah yang rawan terhadap serangan biang
keringat adalah dahi, leher, bahu, dada, punggung, dan lipatan-lipatan kulit.
Miliaria bisa kambuh berulang-ulang, terutama ketika suhu udara sedang panas. Bila
biang keringat ini mengalami iritasi dan kontak dengan kuman di kulit, biang keringat ini
akan terinfeksi. Bila tidak ditangani dengan baik, biang keringat yang terinfeksi ini dapat
menjadi bisul (abses) yang berisi nanah. 1,2,15
Manifestasi klinis:
- Dapat berupa miliaria kristalina dan miliaria rubra. Miliaria kristalina tanpa
disertai dengan peradangan, sedangkan miliaria rubra disertai dengan peradangan
dan lesinya biasanya terlokalisir pada tempat oklusi atau daerah fleksor dimana
kulit kemudian menjadi maserasi dan terlepas.
- Ditandai dengan munculnya bintil-bintil kecil berwarna merah yang kadang-
kadang berisi air, disertai atau tidak kulit yang tampak kemerahan. Pada bayi
sering disertai gejala rewel bahkan menganggu tidurnya, anak yang lebih besar
akan sering menggaruk bagian-bagian yang terkena miliaria, hal ini disebabkan
karena rasa gatal.

Gambar 11. Gambaran Lesi pada Miliaria15

15
Gambar 12. Gambaran Lesi pada Miliaria15

 Penyakit Kawasaki
Penyakit Kawasaki didefinisikan sebagai suatu penyakit inflamasi sistemik pada anak
yang menyebabkan aneurisma arteri coroner, infark miokardium, dan kematian
mendadak. Definisi lain menyebutkan penyakit Kawasaki adalah vasculitis akut yang
dapat sembuh sendiri. Penyakit ini masih sangat jarang didiagnosis di Indonesia. Penyakit
ini menyerang anak di bawah 5 tahun. Penyakit ini biasanya terdiri dari gejala demam,
eksantema, infeksi konjungtiva, dan limfadenopati servikal.16,17
Penyebab penyakit ini masih belum dapat dibuktikan dengan jelas apakah termasuk
dalam infeksi bakteri, virus, atau klamidia. Diduga, dipacu oleh gangguan sistem imun
yang didahului oleh suatu proses infeksi.
Manifestasi klinis:16,17
- Fase akut (10 hari pertama): demam tinggi >380C dan bisa mencapai 410C,
bersifat remiten, tanpa disertai gejala prodromal seperti batuk, bersin dan pilek.
Setelah 2-5 hari demam, gejala lain pada kulit dan mukosa akan muncul yaitu
infeksi konjungtiva, perubahan pada rongga mulut (lidah menjadi merah dan
timbul bintil-bintil,bibir menjadi kering dan pecah sering berwarna
merah),perubahan pada ekstremitas(telapak tangan dan kaki menjadi merah.
Tangan dan kaki dapat membengkak, kadang terjadi leher kaku), eksantema
polimorfik, dan limfadenopati servikal.
- Fase subakut ( hari 11 -25 ): eksantema, demam dan limfadenopati menghilang,
serta mulai terjadi perubahan kardiovaskuler yang nyata. Dapat terjadi
dilatasi/aneurisma arteri coroner, efusi pericardium, gagal jantung, dan infark
16
miokard dan trombositosis dapat mencapi kurang lebih 1.000.000/mm3. Kulit
mulai mengelupas di sekitar jari tangan dan kaki. Deskuamasi ini bisa juga terjadi
pada daerah perineum, selain itu terjadi artritis pada satu atau lebih sendi.
- Fase konvalesen (berbulan-bulan sampai bertahun-tahun)

Gambar 13. Gambaran Lesi pada Penyakit Kawasaki17

Kelompok Papulovesikular
 Infeksi Varisela-Zoster
Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau disebut juga varicella-zoster
virus. Varisela terkenal dengan nama chichkenpox atau cacar air adalah penyakit primer

17
VZV, yang pada umumnya menyerang anak. Varisela sangat mudah menular terutama
melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui
secret saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung.Pasien dapat menularkan
penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya 7-8 hari.1-3
Manifestasi klinis;
- Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise, batuk, mengigil, nyeri
kepala, anoreksia dan nyeri tenggorokan serta gatal.
- Stadium erupsi:
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat menyebar ke badan
dan ekstremitas. Penyebaran lesi varisela bersifat sentrifugal. Gambaran yang
menonjol adalah perubahan yang cepat dari macula kemerahan ke papula,
vesikula, pustula, dan akhirnya menjadi krusta. Gambaran vesikel khas,
superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti tetesan air. Cairan vesikel pada
permulaan jernih, dan dengan cepat menjadi keruh akibat serbukan sel radang dan
menjadi pustula. Lesi kemudian mongering yang dimulai dari bagian tengah dan
akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam waktu 1-3 minggu bergantung
kepada dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal
berwarna merah muda dan kemudian berangsur-angsur hilang. Keluhan yang
paling menonjol adalah perasaan gatal selama fase erupsi, sehingga dapat
dijumpai lesi bekas garukan.

Gambar 14. Gambaran Lesi pada Varisela Zooster18

18
 Eksema Herpetikum
Penyebab penyakit ini adalah virus Herpes Simpleks. Eksema herpetikum merupakan
manifestasi paling berat dari herpes traumatis, biasanya terjadi akibat infeksi primer oleh
virus herpes pada kulit eksematosa yang tersebar luas.1-3,19
Manifestasi klinis:
- Lesi berupa vesikel yang klinis bergerombol pada dasar eritematous, vesikel
berkembang menjadi pustule yang kemudian pecah menjadi ulkus yang ditutupi
oleh krusta berwarna kuning. Lesi dapat terasa nyeri atau gatal.
- Kekambuhan dapat terjadi karena trauma, demam atau sinar matahari, lokasi
biasanya di mulut, genitalia atau tempat lain. Lokasi terseringnya pada daerah
wajah dan leher.
- Terjadi peningkatan suhu badan sebesar 39,40C – 40,60C yang berlangsung selama
7-10 hari.

Gambar 15. Gambaran Lesi pada Eksema Herpetikum18

 Infeksi Virus Coxsakie (Hand-Foot-Mouth Disease / HFMD)


Penyebab penyakit ini oleh Coxsackievirus A 16. Penularan virus ini biasa melalui
droplets. Masa inkubasinya adalah 4-6 hari.1,2,20
Manifestasi klinis:
- Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri
tenggorokan yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem. Eksantem timbul lebih

19
cepat dari pada enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada
Hand-Foot-Mouth Disease.
- Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem,
ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan
lidah serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil.
Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna putih keabu-abuan, berukuran
3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki termasuk telapak tangan dan telapak kaki,
pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi
dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadi bula dan biasanya
asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa
bekas.
- Kadang bisa dijumpai adanya limfadenopati leher dan subamandibula.
- Hampir semua kasus Hand-Foot-Mouth Disease mengalami lesi oral yang nyeri

Gambar 16. Gambaran Lesi pada Hand-Foot-Mouth Disease 18

20
 Moluskum Kontagiosum
Penyakit ini disebabkan oleh Molluscum contagiosum Virus (MCV), kelompok Pox
Virus. Penyakit ini bersifat endemis pada komunitas padat penduduk, hygiene buruk dan
daerah miskin. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, usia dewasa dengan aktivitas
seksual aktif dan status imunodefisiensi. Penularan dapat melalui kontak langsung dengan
lesi aktif, penularan secara tidak langsung melalui pemakaian bersama alat-alat pribadi
seperti handuk, pisau cukur, alat pemotong rambut serta penularan melalui kontak
seksual.21
Manifestasi klinis:
- Timbulnya bintil putih kecil pada kulit. Sebagian besar lesi tersebut berdiameter 1
cm. Lesi tersebut tidak terasa sakit maupun gatal dan biasanya berwarna sama
seperti warna kulit atau merah mudah. Lesi dapat timbul sebagai lesi multiple atau
single. Lesi jarang didapatkan pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Lesi
menyerupai kutil.
- Lesi moluskum kontagiosum pada pasien HIV tidak sembuh secara cepat, dan
mudah menyebar ke lokasi lain (seperti wajah) dan biasanya terjadi kekambuhan
jika diobati dengan terapi biasa.

Gambar 17. Gambaran Lesi pada Moluskum Kontagiosum22

21
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit eksantema pada
umumnya sering ditemukan pada anak-anak dan sering memberikan gambaran klinis yang
mirip satu dengan yang lainnya, namun sebenarnya setiap penyakit eksantema memiliki
karakteristik yang khas sehinga kita harus dapat membedakan satu penyakit eksantema
dengan yang lain. Karakteristik tersebut bisa kita temukan pada gejala-gejala terutama jenis
lesinya dari setiap penyakit.

Daftar Pustaka
1. Soedarmo SS, Gama H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis.Jakarta:IDAI;2012.h.21,100-52,204-12,276-91,458-65
2. Tumbelaka A, Rahayu T. Gambaran klinis penyakit eksantema akut pada anak. Sari
Pediatri, Vol 4, No. 3, Desember 2002:104-113
3. Ismoedijanto. Demam dan ruam di daerah tropic. 2011. Diunduh dari
https://www.google.co.id/search?q=demam+dan+ruam+di+daerah+tropik, 31 Juli
2018
4. Halim RG. Campak pada anak. 2016. Diunduh dari
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_238Campak%20pada%20Anak.pdf, 31 Juli
2018
5. Faradilla N. Campak (morbili). 2009. Diunduh dari
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/campak_morbili_files_of_drsmed.p
df, 31 Juli 2018
6. Depkes. Demam scarlet. Juni 2017. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1578, 31 Juli 2018
7. Sootodian B. Scarlet fever.Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview, 03 Agustus 2018
8. Pandaleke HE, Mawu FO. Laporan kasus Staphylococcus scalded skin syndrome.
MDVI, Vol. 42, No.2 Tahun 205;80-4
9. Javid M. Meningococcemia. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/221473-overview, 03 Agustus 2018
10. Aryani IG. Toxoplasmosis kongenital. 2017. Diunduh dari
http://kalbemed.com/Portals/6/07_255CME-Toksoplasmosis%20Kongenital.pdf, 31
Juli 2018
22
11. Loehoeri S. Pengelolaan cytomegalo virus (CMV). Diunduh dari
https://www.google.co.id/search?dcr=0&q=penatalaksanaan+cmv, 31 Juli 2018
12. Campbel B. The Epstein-Barr and thyroid connection.Diunduh dari
https://drbeckycampbell.com/epstein-barr-virus-symptoms/, 03 Agustus 2018
13. Mersch J. Roseola. Diunduh dari https://www.medicinenet.com/roseola/article.htm,
03 Agustus 2018
14. Mauliyah I, Ningrum NW. Hubungan pengetahuan ibu tentang perawatan kulit
dengan kejadian miliaria pada bayi usia 1-12 bulan di desa Sumuragung kecamatan
Sumberrejo kabupaten Bojonegoro. SURYA, Vol.03, No.XIII, Desember 2012.
15. Sandra E, Ratnasari DT, Lumintang H, Rosvanti TI. Manifestasi kulit dan mukosa
pada penyakit Kawasaki. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Vol.22, No.1,
April 2010
16. Setiabudiawan B, Ghrahani R, Sapartini G, Anggara M, Garna H. Laporan kasus
penyakit Kawasaki atipikal.MKB, Vol. 43, No.3, Tahun 2011
17. Lampell MS, Mace S, Whiteman P. Pediatric emergency medicine practice.
EBMedicine.net.Vol.4, No.3, Maret 2007
18. British Association of Dermatology. Eczema herpeticum. Diunduh dari
http://www.bad.org.uk/shared/get-file.ashx?id=197&itemtype=document, 31 Juli
2018
19. Hutapea EI. Hand, foot, and mouth disease (HFHD). 2016. Diunduh dari
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/hand-foot-mouth-and-disease-hfmd,
31 Juli 2018
20. The Society for Pediatric Dermatology. Molluscum contagiosum. Diunduh dari
https://pedsderm.net/site/assets/files/1028/6_spd_molluscum_web_final.pdf
21. Halim MC. Molluscum contagsium. Diunduh dari
https://mikrobia2.files.wordpress.com/2008/05/ting2-mikro.pdf, 31 Juli 2018

23

Anda mungkin juga menyukai