Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang :

Zakat merupakan salah satu bentuk transfer kekayaan dari mereka yang memiliki

kelebihan harta kepada mereka yang membutuhkan yang sesuai dengan syariat

islam. Zakat dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para

fakir dan miskin melalui peningkatan konsumsi, penyediaan lapangan pekerjaaan,

dan lain-lain. Dalam hal ini zakat dapat dijadikan sebagai instrumen dalam

mengatasi masalah kemiskinan (Sariningrum, 2011).

Pasal 3 UU no. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat menyatakan

pengelolaan dana zakat memiliki tujuan a) meningkatkan efektivitas dan efisiensi

pelayanan dalampengelolaan zakat; dan b) meningkatkan manfaat zakat untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Tentang

pengelolaan danazakat, undang-undang tersebut dalam pasal 27 jugamenyatakan

dana zakat dapat didayagunakan untuk usahaproduktif dalam rangka penanganan

fakir miskin danpeningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat secaraproduktif

dapat dilakukan dalam dua cara, produktifkonvensional dan produktif kreatif

(Wirawan, 2008).

Secara umum, zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat jiwa

(nafs)/zakat fitrah dan zakat harta/zakat maal. Zakat fitrah adalah zakat yang

berfungsi mengembalikan manusia muslim kepada fitrahnya, dengan menyucikan

jiwa mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh

pergaulan dan sebagainya sehingga manusia itu menyimpang dari fitrahnya

1
(Sari,2006). Zakat harta/zakat maal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal)

yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan (Gurning,2011).

Pendayagunaan zakat memiliki dua sifat, yaitu bersifat konsumtif dan

bersifat produktif. Zakat bersifat konsumtif adalah zakat yang diberikan hanya

satu kali atau sesaat saja (digunakan hanya sekali), sedangkan zakat bersifat

produktif adalah zakat yang diprioritaskan untuk usaha produktif. Zakat produktif

dapat diberikan apabila kebutuhan delapan ashnafsudah terpenuhi dan terdapat

kelebihan (Cahyadi, 2016).Zakat dapat disalurkan dengan kedua cara tersebut

dengan komposisi besar kecilnya tergantung kebutuhan masyarakat. Penyaluran

dana zakat produtif akan lebih mempercepat pertumbuhan ekonomi dan

pendidikan.

Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep

perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan,

tidak adanya modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah

tersebut maka perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat

bersifat produktif tersebut. Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara

dijadikannya dana zakat sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi

penerimanya, dan supaya fakir miskin dapat menjalankan atau membiayai

kehidupannya secara konsisten (Cahyadi, 2016)

Zakat produktif yang disalurkan kepada pelaku usaha mikro yang

merupakan salah satu upaya untuk pemberdayaan masyarakat. Saat ini kontribusi

usaha mikro terhadap PDB Indonesia mencapai angka Rp 807.8 triliun dengan

2
jumlah unit usaha mikro yang mencapai angka 57,1 juta unit (Kemenkop UKM,

2013). Hal ini menunjukan bahwa dana zakat produktif yang diberikan pada usaha

mikro, apabila diterapkan secara produktif memiliki potensi besar dalam memacu

pertumbuhan ekonomi dan menanggulangi angka kemiskinan dan kesenjangan.

Keberadaan organisasi zakat merupakan sebuah sarana dalam

mengumpulkan zakat. Organisasi ini merupakan perantara antara muzakki dan

mustahik, peran organisasi zakat adalah dalam hal pengumpulan, pendistribusian

dan pendayagunaan zakat. Namun, keberadaan organisasi zakat ini belum efektif

dalam menggali zakat secara maksimal (Sariningrum, 2011). Terhitung ada

sepuluh organisasi formal yang tersebar diPalembang.

Organisasi pengelolaan zakat (OPZ) yang ada diIndonesia, terdiri dari

BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota dan LAZ.Sampai

dengan tahun 2017 organisasi pengelolaan zakat (OPZ) telah melakukan

penghimpunan dan penyaluran dana zakat dengan rincian dana sebagai berikut:

Tabel 1.1
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Berdasarkan Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) Pada Tahun 2016 di Sumatera Selatan

Penghimpunan Penyaluran Daya Serap


Instansi

Rp % Rp %

BAZNAS 92.568.574.079 2,53 77.163.263.785 3,43


BAZNAS
644.859.329.420 17,65 342.186.614.275 15,2
Provinsi 61,60%
BAZNAS
876.626.483.800 24 568.772.590.869 25,26
Kab/Kota
LAZ 2.039.218.862.993 55,82 1.263.512.276.616 56,11
Cukup
Total 3.653.273.250.292 100 2.251.634.745.545 100
Efektif
Sumber: Dokumen Statistik BAZNAS (2016)

3
Salah satu indikator yang menunjukan organisasi pengelolaan zakat

berjalan secara efektif adalah dengan meninjau tingkat daya serap berdasarkan

total dana penghimpunan yang berhasil disalurkan secara efektif. Pada tahun 2015

total penghimpunan dana mengalami pertumbuhan sebesar 10,71 persen

dibandingkan dengan tahun 2014. OPZ yang terdiri dari BAZNAS, BAZNAS

Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, dan LAZ secara kumulatif memperoleh

tingkat daya serap sebesar 61,6 persen. Pada pencapaian ini menunjukkan bahwa

OPZ pada tahun 2016 dinilai cukup efektif dalam penyerapan dana yang

digunakan.

Permasalahan pedagang skala kecil yang membutuhkan modal untuk

usahanya merupakan ancaman bagi masa depan negara jika tidak ditangani serius

oleh pemerintah di Indonesia, salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi

kemiskinan adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun demikian, kebijakan

ini seringkali tidak efektif karena koordinasi dan manajemen yang kurang baik.

Oleh karena itu, diperlukan adanya instrumen alternatif yang dapat diharapkan

menjadi solusi masalah kemiskinan. Salah satu instrumen tersebut adalah zakat,

infak dan sedekah (Beik, 2009).

Zakat sesungguhnya memiliki potensi yang besar apabila dijadikan

sebagai solusi dalam mengatasi masalah pendanaan dalam pengembangan

UMKM. Hal ini setidaknya karena 3 (tiga) alasan (Dahliantini, 2014) :

1. Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim. Potensi pengumpulan

zakat di Indonesia jika dilihat dari berbagai sumber seperti pendapatan

rumah tangga, pendapatan perusahaan, hingga tabungan atau deposito bisa

4
mencapai 217 trilyun rupiah/tahun, atau setara dengan 3,4% PDB

Indonesia tahun 2010

2. Sumber keuangan zakat tidak akan pernah habis ataupun berhenti, karena

zakat merupakan panggilan agama sehingga setiap muslim akan senantiasa

menunaikan kewajiban membayar zakat setiap tahun atau pada setiap

periode yang ditetapkan

3. Meningkatnya kesadaran masyarakat muslim Indonesia dalam membayar

zakat. Berdasarkan data Forum Zakat, jumlah penerimaan zakat dari tahun

ke tahun terus mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa tingkat

kesadaran dalam membayar zakat semakin meningkat.

Penelitian tentang zakat sangat menarik mengingat besarnya potensi zakat

di Indonesia yang belum maksimal dalam menjadi solusi problematika

kemiskinan terlebih untuk memberikan tambahan modal kepada pedagang skala

kecil. Sedangkan Ketua Badan Amil zakat Nasional (BAZNAS) menyebutkan

potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 217 triliun. Namun, yang mampu

terserap hanya sekitar satu persen (Farid, 2015).

Usaha mikro merupakan suatu sektor yang banyak dinilai sebagai

penyelamat ekonomi nasional dalambeberapa tahun terakhir ini. Masyarakat

Indonesia yang merupakan penggiat usaha mikro kecil ini mayoritas adalah

masyarakat kalangan ekonomi kecil. Meskipun begitu, eksistensi usaha mikro

memang tidak dapat diragukan lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi

roda penggerak ekonomi, terutama pasca krisis ekonomi. Menurut (Sudaryanto,

2015) usaha mikro kecil juga menghadapi banyak sekali permasalahan, yaitu

5
terbatasnya modal kerja, Sumber DayaManusia yang rendah dan minimnya

penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi.Kendala lain yang dihadapi usaha

mikro kecil adalah keterkaitan dengan kelanjutan usaha yang kurang jelas serta

perencanaan. Hal ini terjadi karena umum bersifat income gatheringyaitu

menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik

keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, tidak ada

pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi dan kurangnya akses pada

sektor perbankan (bankable).

Makna zakat sesungguhnya bagi penerima yaitu menumbuhkembangkan

tingkat ekonomi dan potensi produktif masyarakat. Dalam penelitian ini juga akan

membuktikan bahwa pemberian dana zakat produktif oleh BAZNAS memang

digunakan untuk membantu mengembangkan usaha mustahik, sehingga dengan

berkembangnya usaha tersebut kesejahteraanmustahik akan terwujud.

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan (Putri,

2013). Umur produktif berkisar antara 15-64 tahun yang merupakan umur ideal

bagi para pekerja. Usia pekerja cukup menentukan keberhasilan dalam melakukan

suatu pekerjaan, baik sifatnya fisik maupun non fisik. Pada umumnya, tenaga

kerja yang berumur tua mempunyai tenaga fisik yang lemah dan terbatas, dan juga

sebaliknya.Kekuatan fisik seseorang untuk melakukan aktivitas sangat erat

kaitannya dengan umur karena bila umur seseorang telah melewati masa

produktif, maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya

pun menurun dan pendapatan juga ikut turun.

6
Moekijad (1992:36) mengatakan bahwa usia antara 25-40 tahun mampu

berpikiran maju, pandai, pengetahuan luas, usahanya rata-rata maju, penghasilan

tinggi, kaya dan memiliki produktifitas yang tinggi. Adapun pekerja yang

umurnya sudah tua yaitu 50 tahun keatas biasanya kurang giat untuk hal-hal baru,

kurang bersemangat dalam bekerja sehingga produktivitasnya menurun.

Semakin bertambahnya umur seseorang akan berpengaruh terhadap

pendapatan yang akan dicapainya. Semakin dewasa seseorang maka ketrampilan

dalam bidang tertentu pada umumnya akan semakin meningkat, kekuatan fisik

juga meningkat sehingga akan meningkatkan pendapatan yang diterimanya (Sari,

2017). Sumarsono, (2009) menjelaskan bahwa perilaku tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK) bervariasi menurut kelompok umur. TPAK umur muda

biasanya sangat rendah karena mereka belum stabil dan keterkaitannya dengan

pasar tenaga kerja masih belum erat. Pertama-tama pada umur ini masih terbuka

alternatif lain dalam alokasi waktu mereka yaitu sekolah. Keadaan ini sangat

berbeda dengan kelompok TPAK umur prima, karena pada umur ini seseorang

harus bekerja karena tuntutan tanggung jawab keluarga akibatnya TPAK nya

tinggi dan stabil. Sedangkan untuk umur 60 tahun ke atas bagi sementara orang

merupakan masa pengunduran diri dari pasar tenaga kerja.

Pengalaman kerja juga sangat menentukan pendapatan seseorang, karena

pengalaman kerja merupakan kejadian-kejadian riil yang dialami oleh seseorang

yang bekerja (Nugraha, 2012). Semakin lama pengalaman kerja atau semakin

banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin

terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung

7
jawabnya. Sehingga output yang dihasilkan lebih banyak dan pendapatan yang

mereka terima juga akan bertambah (Nugraha, 2012). Pengalaman kerja seseorang

sangat mendukung keterampilan dan kecepatan dalam menyelesaikan

pekerjaannya, sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. Semakin lama

pengalaman kerja atau semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh

seseorang maka semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya.

Robbins (dalam Pasaribu, 2007:633), mengemukakan, “We can say a

positiverelationship between tenure and job productivity” atau dapat diartikan

bahwaterdapat suatu hubungan yang positif antara masa kerja dan produktivitas

pendapatan pada pekerjaan. Pengalaman berusaha memperoleh banyak

pembelajaran tentang informasi apa yang dibutuhkan dan disiapkan serta

digunakan dalam pengambilan keputusan. Manajemen pemasaran akan

membutuhkan informasi yang lebih banyak yang akan disiapkan dan digunakan

dalam pengambilan keputusan apabila tingkat kompleksitas usaha serta

persaingan semakin ketat dalam usaha kecil.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha

besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang nomor 20 tahun 2008 (http://koperasi.kulonprogokab.go.id /article-113-

kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-menurut-uu-no-20-tahun-2008-tentang-

8
umkm.html, 2014). Selain usaha kecil adapun usaha berdagang yang merupakan

salah satu alternatif lapangan kerja informal yang banyak menyerap tenaga kerja.

Bagi masyarakat yang tidak memiliki pendidikan yang disyaratkan untuk bekerja

di lembaga-lembaga formal namun memiliki modal, mereka lebih banyak untuk

memilih usaha dagang. Hal ini dilakukan dengan alasan usaha dagang tidak

membutuhkan pendidikan formal yang terlalu tinggi, sehingga alternatif untuk

berdagang merupakan salah satu mata pencaharian yang dipilih mereka.

Penelitian mengenai usaha dagang, salah satu usaha yang terkait dengan

kegiatan tersebut adalah usaha pada pedagang kaki lima atau PKL yang termasuk

dalam pedagang skala kecil (Priyandika, 2015).Hasilnya menunjukkan jumlah

pedagang kaki lima di pasar 16 Ilir Kota Palembang. Pasar 16 Ilir adalah pasar

tertua dan terbesar di Kota Palembang. Letak pasar 16 Ilir terdapat di pusat kota

yang menjadikan pasar tersebut pusat perdagangan Kota Palembang.

Keberadaan PKL di perkotaan khususnya di Pasar 16 Ilir Kota Palembang

mampu menyediakan lapangan kerja baru. Banyak yang menjadikan pedagang

kaki lima sebagai pilihan alternatif bagi yang tidak tertampung di sektor formal.

Sektor informal menjadi pilihan alternatif karena relatif mudah memasukinya dari

pada sektor formal, tidak perlu keterampilan khusus, serta pasar yang

menjanjikan, sehingga hal ini dapat menekan angka pengangguran dan

kemiskinan (Isrohah, 2015:8).

Pedagang skala kecil tidak lain adalah salah satu bentuk salura distribusi

yang melayani langsung kepada konsumen akhir. Namun pada kondisi tertentu

pedagang skala kecil dapat juga berperan sebagai produsen, dalam arti mereka

9
membuat barang/jasa untuk selanjutnya dijual sendiri. Dalam penjelasan di atas

pedagang skala kecil dapat berperan sebagai penjual barang/jasa untuk dijual

langsung pada konsumen atau pengecer (Yuswanto, 2007).

Swastha (1984:192) menyatakan ,” pengecer atau toko pengecer adalah

sebuah pihak yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen

akhir untuk keperluan pribadi”, PKL merupakan pelaku usaha yang bermotif

mencari keuntungan dengan cara mendistribusikan barang langsung kepada

konsumen akhir.

Berdasarkan penjelasan diatas, permasalahan yang akan dikaji pada

penelitian ini adalah pengaruh zakat produktif, umur dan pengalaman usaha

terhadap pendapatan pedagang skala kecil dikota Palembang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh zakat produktif, umur, dan pengalaman usaha terhadap

omset pedagang skala kecil di Kota Palembang?

1.3 Tujuan Penelitian

Menguji dan menganalisis pengaruh zakat produktif, umur, dan pengalaman usaha

terhadap omset pedagang skala kecil di Kota Palembang.

10
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitianini diharapkan dapat menambah bahan kajian tentang pengaruh zakat

produktif di Kota Palembang. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai sumber rujukan tambahan dalam penelitian lanjutan tentang

zakat produktif.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat,

khususnya para pihak yang terlibat di dalamnya dan juga bagi para pengambil

kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah dalam memaksimalkan potensi zakat

guna menciptakan suatu tatanan ekonomi yang adil dan merata.

11
BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Pendapatan

Becker (1965:496), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku

rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga

sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta

hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis

secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah konsumsi kepuasan rumahtangga

bukan hanya dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar, tetapi juga dari

berbagai komoditas yang dihasilkan rumahtangga.

Becker pertama kali mengembangkan dan menerapkan fungsi utilitas

sederhana dari konsumsi barang-barang ke dalam New Household Economics dan

menyatakan bahwa ada dua proses dalam perilaku rumahtangga yaitu proses

produksi yang digambarkan oleh fungsi produksi dan proses konsumsi yang

merupakan pemilihan terhadap barang dan waktu yang akan dikonsumsi. Konsep

pemikiran ekonomi rumahtangga berdasarkan alokasi curahan waktu dan

pendapatan anggota rumahtangga untuk melakukan kegiatan produksi, konsumsi

pangan, dan non pangan. Alokasi waktu kegiatan produktif anggota rumahtangga

untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan dengan memaksimalkan

waktu luang guna meningkatkan pendapatan. Hal ini berkaitan dengan faktor

12
pilihan utilitas antara waktu santai dan substitusi pendapatan. Alokasi

pemanfaatan waktu untuk aktivitas publik atau aktivitas domestik.

Konsep pendapatan bisa berhubungan dengan pendapatan per jam rata-

rata, mingguan, tahunan, atau bahkan pendapatan seumur hidup. Konsep manapun

yang difokuskan, yang penting adalah menjelaskan faktor- faktor yang

menimbulkan perbedaan pendapatan di anatara para pekerja pada suatu waktu

tertentu dan mengapa perbedaan-perbedaan ini dapat berubah (Tarmizi, 2009:9).

Masih menurut Tarmizi (2009:10), perbedaan pendapatan atau upahdapat

disebabkan keheterogenitasan pasar, baik perbedaan lokasi, pekerjaan,

keterampilan dan sebagainya.

Dalam analisis mikroekonomi, istilah pendapatan khususnya dipakai

berkenan dengan aliran penghasilan dalam suatu periode waktu yang berasal dari

penyediaan faktor-faktor produksi (sumber daya alam, tenaga kerja dan modal)

masing masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga maupun laba, secara

berurutan (Samosir, 2015:26).

2.1.2 Konsep Pendapatan

Menurut FASB yang dikutip oleh Harahap (1999:58) definisi pendapatan adalah

arus masuk atau peningkatan nilai asset dari suatu entity atau penyelesaian

kewajiban dari entity atau gabungan dari penyerahan/ produksi barang, pemberian

jasa atas pelaksana kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan

yang sedang berjalan.

Melihat definisi tersebut, maka pendapatan akan diakui dalam laporan laba

rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi pada masa depan yang berkaitan dengan

13
peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur

dengan andal. Ini berarti bahwa pengakuan pendapatan terjadi bersamaan dengan

pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (misalnya kenaikan bersih

aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang

timbul dari pembebasan pinjaman).

Terdapat dua kata yang sering disebut dalam definisi yaitu ekuitas dan

entitas. Ekuitas adalah modal yang diinvestasikan dalam suatu usaha (ekuitas

dalam akuntansi merupakan penambahan dari profit selama tahun berjalan dengan

modal mula-mula). Dalil entitas menganggap bahwa setiap perusahaan adalah

suatu unit akuntansi yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya dan dari

perusahaan-perusahaan lainnya.

Ada dua konsep yang sangat erat hubungannya dengan masalah proses

pendapatan yaitu konsep proses pembentukan pendapatan (Earning Process) dan

proses realisasi pendapatan (Realization Process).

1. Proses pembentukan pendapatan (Earnings Process)

Proses pembentukkan pendapatan adalah suatu konsep tentang terjadinya

pendapatan. Konsep ini berdasarkan pada asumsi bahwa semua kegiatan operasi

yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil, yang meliputi semua tahap

kegiatan produksi, pemasaran, maupun pengumpulan piutang, memberikan

kontribusi terhadap hasil akhir pendapatan berdasarkan perbandingan biaya yang

terjadi sebelum perusahaan tersebut melakukan kegiatan produksi.

14
2. Proses realisasi pendapatan (realization process)

Proses realisasi pendapatan adalah proses pendapatan yang terhimpun atau

terbentuk sesudah produk selesai dikerjakan dan terjual atas dkontrak penjualan.

Jadi, pendapatan dimulai dengan tahap terakhir kegiatan produksi, yaitu pada saat

barang atau jasa dikirimkan atau diserahkan kepada pelanggan. Jika, kontrak

penjualan mendahului produksi barang atau jasa maka pendapatan belum dapat

dikatakan terjadi, karena belum terjadi proses penghimpunan pendapatan.

2.1.3 Teori Produksi dan Peranan Modal

Dalam upaya meningkatkan output, hal yang perlu diperhatikan adalah laju

pertambahan modal untuk mengimbangi laju pertambahan tenaga kerja agar tidak

mengarah kepada the law of diminishing return. Modal adalah barang-barang

hasil produksi yang tahan lama yang pada gilirannya akan digunakan sebagai

input dalam proses produksi. Barang modal memiliki satu sifat penting yaitu dapat

berlaku sebagai input maupun output. Menurut Samuelson (1996), modal

merupakan salah satu sumberdaya yang dimiliki oleh suatu rumah tangga. Modal

terbentuk melalui keputusan suatu rumah tangga untuk menunda pengeluaran

konsumsi pada masa sekarang untuk meningkatkan konsumsi di masa mendatang.

Konsumsi di masa depan yang lebih tinggi merupakan imbal hasil atas penundaan

konsumsi di masa sekarang. Dalam teori modal, pendapatan modal merupakan

pendapatan bersih yang diinvestasikan yang diterima tiap unit waktu. Hakikatnya,

modal adalah apapun yang mampu menghasilkan pendapatan apabila

didayagunakan melalui proses produksi atau penyewaan. Modal juga merupakan

suatu kolektivitas benda modal yang dapat dilihat dari fungsi produksinya dalam

15
memperoleh pendapatan. Dalam upaya meningkatkan pendapatannya, setiap

rumah tangga selalu membutuhkan modal tambahan karena setiap adanya

tambahan modal akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Case dan fair,

2007 : 179). Modal yang digunakan untuk melakukan peningkatan produksi usaha

dijadikan sebagai biaya dalam kegiatan proses produksi yang dinyatakan dalam

biaya usaha. Biaya usaha dapat diklasifikasikan dalam dua biaya yaitu biaya tetap

(fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap (fixed cost) adalah

biaya yang relatif tetap jumlahnya danterus dikeluarkan walaupun barang yang

dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan yang

besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang diproduksi. Semakin banyak

produksi, semakin kecil biaya variabel yang dikeluarkan. Biaya tetap (FC) dan

biaya variabel (VC) yang dijumlahkan menjadi total biaya

(TC), maka :

TC=FC+VC

Semakin rendah biaya produksi, maka laba yang didapatkan akan semakin tinggi,

sebagaimana ditampilkan dalam rumus sebagai berikut :

𝝅 = TR –TC

Dari uraian di atas bisa dijelaskan bahwa semakin tinggi modal, maka peluang

peningkatan laba semakin besar sehingga pendapatan rumah tangga mustahik bisa

ditingkatkan. Oleh karena itu, dengan adanya modal, maka akan tercipta lapangan

pekerjaan (menanggulangi pengangguran), meningkatkan pendayagunaan

sumberdaya rumah tangga terutama tenaga kerja agar lebih produktif dan sumber

daya lainnya agar bisa digunakan secara lebih optimal.

16
Penyaluran zakat produktif apabila dilihat dengan teori produksi

merupakan suatu upaya memberdayakan mustahik agar bisa meningkatkan output

melalui pertambahan modal. Bantuan zakat berupa modal usaha yang disalurkan

kepada mustahik, agar mampu meningkatkan output atau paling tidak membantu

kelancaran proses produksi, maka diinvestasikan ke dalam pengadaan persediaan

barang dagangan, bahan baku dan peralatan produksi. Dengan demikian, zakat

produktif menjadi sumber pendapatan yang lebih berkelanjutan dibandingkan

dengan zakat konsumtif karena membantu meningkatkan akumulasi modal usaha

sehingga pendapatan yang diterima mustahik terjadi peningkatan.

TP

C TP
B

AP

0
Gambar 1. Kurva Produksi MP

Sumber: Wulansari, 2013

17
Berdasarkan Gambar 1, maka proses produksi dapat dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu tahap pertama mulai dari titik 0 sampai dengan AP mencapai maksimum.

Tahap kedua terjadi dari AP maksimum sampai MP menjadi nol. Tahap ketiga

terjadi pada MP negatif. Berdasarkan gambar tersebut juga dapat dijelaskan

apabila tenaga kerja yang digunakan sebanyak 0, maka ouput yang dihasikan juga

sebesar 0. Hal ini berarti bahwa proses produksi tidak akan menghasilkan output

apabila hanya menggunakan satu macam input (input tetap). Apabila jumlah

tenaga kerja yang digunakan semakin banyak, maka output akan meningkat.

Mula-mula produksi total naik dengan tambahan semakin tinggi (mulai 0 sampai

L*), kemudian dengan tambahan yang semakin kecil (setelah melewati L* dan

seterusnya). Setelah L** tambahan input tenaga kerja justru menurunkan tingkat

output yang dihasilkan atau yang dikenal dengan hukum pertambahan hasil yang

semakin menurun (Law ofDeminshing Return).

2.1.4 Ekonomi Mikro Islami

Ekonomi mikro mempelajari bagaimana perilaku tiap-tiap individu dalam setiap

unit ekonomi, yang dapat berperan sebagai konsumen, pekerja, investor, pemilik

tanah atau resources yang lain, ataupun perilaku dari sebuah industri. Ekonomi

mikro menjelaskan how dan whysebuah pengambilan keputusan dalam setiap unit

ekonomi. Ekonomi mikro juga dapat menjelaskan perilaku industri dalam

menentukan jumlah tenaga kerja, kuantitas dan harga yang terbaik.

Pembahasan ekonomi mikro konvensional didasarkan pada perilaku

individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak

adanya batasan syariah yang digunakan, maka perilaku dari setiap individu dalam

18
unit ekonomi tersebut akan bertindak dan berprilaku sesuai dengan norma dan

aturan menurut persepsinya masing-masing. Oleh karena itu, ekonomi mikro

konvensional memandang bahwa memasukkan tatanan norma tertentu dalam

pembahasan perilaku dalam memenuhi kebutuhan ekonominya menjadi tidak

relevan. Dalam ekonomi konvensional, kita tidak akan pernah menemukan

bagaimana perilaku seorang konsumen apabila ia memasukkan unsur pelarangan

bunga dan kewajiban untuk mengeluarkan zakat dalam setiap pengambilan

keputusannya. Karena pelarangan bunga dan kewajiban membayar zakat adalah

sebuah bentuk tatanan syariah yang tidak semua orang menganutnya, maka

pembahasan perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional hanya

memerhatikan perubahan-perubahan pada variabel ekonomi, seperti harga dan

pendapatan. Dalam kenyataannya, banyak kondisi objektif yang terjadi tidak

mampu dijelaskan secara akurat dalam ekonomi konvensional dan karena

memang tidak dijelaskan. Mengapa seorang individu rela mengeluarkan

pendapatannya untuk kepentingan sosial seperti membantu orang yang terkena

musibah? Mengapa tingkat konsumsi berbeda antara musim lebaran dan bukan

musim lebaran? Mengapa negara masih memberlakukan monopoli pada beberapa

jenis industri? Mengapa suku bunga dianggap sebagai riba dan mengapa revenue

sharing atau profit sharingdiperbolehkan dalam islam? Jelas semua pertanyaan ini

tidak menjadi perhatian dalam ekonomi mikro konvensional.

Berbeda dengan ekonomi mikro konvensional, dalam pembahasan

ekonomi mikro islam, faktor moral atau norma yang terangkum dalam tatanan

syariah akan ikut menjadi variabel yang penting dan perlu dijadikan sebagai alat

19
analisis.Ekonomi mikro islami menjelaskan bagaimana sebuah keputusan diambil

oleh setiap unit ekonomi dengan memasukkan batasan-batasan syariah sebagai

variabel yang utama. Dalam ekonomi mikro islami menganggap bahwa basic

ekonomi (variabel-variabel ekonomi) hanya memenuhi segi necessary condition,

sedangkan moral dan tatanan syariah akan memenuhi unsur sufficient condition

dalam ruang lingkup pembahasan ekonomi mikro (Adiwarman, 2016:1).

2.1.5Zakat

Zakat menurut terminologi berarti, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh

Allah SWT untuk diberikan kepada para mustahik yang disebutkan dalam Al-

quran atau bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta tertentu yang diberikan

untuk orangtertentu (Dinamardiyah, 2013). Zakat merupakan perintah Allah SWT

kepada kaummuslimin yang telah memenuhi syarat tertentu. Secara bahasa kata

zakat mempunyaibeberapa arti, yaitu keberkahan, pertumbuhan dan

perkembangan, kesucian dankeberesan. Sedangkan secara istilah bahwa zakat

adalah bagian dari harta denganpersyaratan tertentu yang diwajibkan Allah SWT

kepada pemiliknya untukdiserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan

persyaratan tertentu pula.

Zakat dapat juga menjadi solusi dalam memecahkan masalah-masalah

sosial dan ekonomi. Pengentasan kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran,

dan kesenjangan ekonomi (pendapatan) merupakan beberapa contoh

permasalahan yang dapat dipecahkan dengan zakat. Hal ini dapat dilakukan

melalui optimalisasi pengumpulan dan distribusi zakat secara efektif kepada pihak

yang berhak menerima.

20
Maksud dan tujuan zakat adalah membangun kebersamaan, dengan tidak

menjadikan segala perbedaan yang ada dalam masyarakat mengarah kepada

kesenjangan sosial (Sariningrum, 2011). Dalam hal ini target minimal dari

realisasi zakat adalah melindungi golongan fakir miskin yang tidak mempunyai

standar kehidupan yang sesuai dan juga tidak memiliki makanan, pakaian serta

tempat tinggal. Adapun target maksimal dari realisasi zakat adalah dengan

meningkatkan standar kehidupan golongan fakir miskin hingga dapat mencapai

tingkat kehidupan yang berkecukupan.

Dalam konteks yang lebih makro, konsep zakat, infak dan sedekah ini

diyakini akan memiliki dampak yang sangat luar biasa. Bahkan di Barat sendiri,

telah muncul dalam beberapa tahun belakangan ini, sebuah konsep yang

mendorong berkembangnya sharing economy atau gifteconomy, di mana

perekonomian harus dilandasi oleh semangat berbagi dan memberi (Beik, 2009).

Yochai Benkler, seorang profesor pada sekolah hukum Universitas Yale AS,

menyatakan bahwa konsep sharing atau berbagi, merupakan sebuah modal yang

sangat penting untuk memacu dan meningkatkan produksi dalam ekonomi bahkan

menyatakan bahwa perusahaan yang mengembangkan konsep berbagi dalam

interaksi antar komponen di dalamnya, akan menjadi lebih efisien dibandingkan

dengan perusahaan yang tidak mau menerapkannya. Sebagai contoh, motivasi

karyawan perusahaan yang mendapat bonus akan jauh lebih baik bila

dibandingkan dengan karyawan yang tidak pernah mendapatkannya (Beik, 2008).

Kemaslahatan atau kemanfaatan terjadi ketika zakat ditunaikan. Tidak

hanya bagi perusahaan yang mendapatkan keuntungan banyak karena permintaan

21
naik, tetapi juga bagi orang-orang yang belum berkecukupan, mereka jadi bisa

membeli/mengkonsumsi barang atau jasa. Dalam islam, zakat adalah instrumen

yang dapat membuat ekonomi terus stabil. Dalam artian zakat dijadikan “bamper”

ekonomi yang berarti menyediakan daya bali masyarakat yang paling lemah agar

tidak terjadinya under consumption (Hilman, 2015).

2.1.4.1Zakat dalam usaha produktif

Implikasi zakat adalah memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan,

memperkecil jurang kesenjangan ekonomi, menekan jumlah permasalahan sosisal,

dan menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memelihara sektor usaha

(Wulansari, 2013). Dengan kata lain zakat menjaga konsumsi masyarakat pada

tingkat yang minimal, sehingga perekonomian dapat terus berjalan. Zakat

menjadikan masyarakat tumbuh dengan baik, zakat dapat mendorong

perekonomian. Zakat bukanlah pajak, tetapi pungutan khusus yang hanya

diwajibkan bagi umat muslim yang mampu.

Zakat bisa menjadi pendapatan khusus pemerintah yang dapat

dibelanjakan untuk kepentingan-kepentingan khusus seperti untuk membantu

pengangguran, fakir miskin, dan sebagainya. Tujuan zakat yaitu memperbaiki

taraf hidup rakyat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Media

transfer pendapatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli orang miskin.

Adapun sasaran zakat, yaitu antara lain memperbaiki taraf hidup, pendidikan dan

beasiswa, mengatasi masalah ketenagakerjaan atau pengangguran, dan program

pelayanan kesehatan (Wulansari, 2013). Zakat terhadap produksi dengan asumsi

para muzakki adalah golongan yang umumnya bekerja sebagai produsen, maka

22
manfaat zakat oleh produsen akan dirasakan melalui tingkat konsumsi yang terus

terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan dibelanjakan oleh mustahik untuk

mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen. Jadi semakin tinggi jumlah zakat,

maka semakin tinggi pula konsumsi yang dapat mendorong ekonomi. Saat ini

zakat tidak hanya dapat dimanfaatkan yang sifatnya hanya konsumtif, akan lebih

bermanfaat jika zakat dapat memberdayakan secara produktif. Karena ini yang

akan membantu para mustahik tidak hanya dalam jangka pendek tetapi untuk

jangka yang lebih panjang. Keberadaan zakat yang memang pada mulanya

ditujukan untuk memberantas kemiskinan menimbulkan pemikiran-pemikiran dan

inovasi dalam penyaluran dana zakat itu sendiri, salah satunya sebagai bantuan

dalam usaha produktif.

Dana zakat produktif diwujudkan dalam bentuk bantuan modal terhadap

usaha mustahik. Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan oleh lembaga amil

kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan modal. Bantuan dana zakat

produktif sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk

mengembangkan kondisi enonomi dan potensi produktivitas mustahik. Zakat

merupakan tindakan transfer of income (pemindahan kekayaan) dari golongan

kaya kepada golongan miskin. Zakat untuk usaha produktif merupakan zakat yang

harus diberikan kepada mustahik sebagai modal atau sumber pendapatan bagi

mustahik. Dalam pendayagunaan dana zakat untuk aktivitas-aktivitas produktif

memiliki beberapa prosedur. Aturan tersebut terdapat dalam Undang-Undang No.

23 tahun 2011 tentang pengelola zakat, Bab V pasal 29 yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan studi kelayakan.

23
2. Menetapkan jenis usaha produktif.

3. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.

4. Melakukan pemantauan pengendalian dan pengawasan.

5. Melakukan evaluasi.

6. Membuat laporan.

Dari uraian diatas, menunjukkan bahwa dengan dana zakat produktif itu

akan memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras untuk mendapatkan

pendapatan yang besar sehingga pada gilirannya akan berubah dari golongan

penerima menjadi golongan pemberi zakat dan bagi wajib zakat itu sendiri akan

memperoleh kesempatan untuk menikmati pendapatan dari hasil usahanya sendiri.

2.1.5 Umur

Umur merupakan tingkat partisipasi yang ditentukan oleh faktor usia produktif

atau tidak seorang pekerja. Sehingga apabila umur seorang pekerja beranjak naik

maka tingkat produktivitas akan meningkat karena pekerja tersebut berada dalam

posisi umur produktif dan apabila umur pekerja menjelang tua maka tingkat

produktivitas kerja pun akan semakin menurung karena keterbatasan fisik dan

lain-lain yang mempengaruhi (Simanjuntak, 2001).

Faktor umur yang dimiliki pekerja sangat berpengaruh dalam menjalankan

aktivitas kerjanya, sebagai contoh hal ini bisa diketahui pada jenis golongan

pelopor dan penerima dini. Pendapatan (2013) golongan pelopor antara lain

cirinya adalah berpikir maju, pandai, kaya dan memiliki produktivitas yang tinggi.

Sifat keistimewaanya adalah selalu ingin tahu saja dan aktif mencari kemana-

mana. Adapun pekerja yang umurnya sudah agak tua antara umur 45 tahun keatas

24
dan 50 tahun keatas biasanya cenderung statis. Kelompok ini dimasukan pada

golongan penerimaan akhir dan golongan penolak golongan penerimaan akhir

cirinya adalah keadaanya kurang mampu, sifatnya kurang giat untuk hal-hal baru.

Nurlina (2012) mengatakan bahwa pendapatan kecil di usia muda

kemudian meningkat di usia tertentu dan cenderung turung dan stabil pada umur

tua, dinamakan profil pendapatan menurut umur. Sejalan dengan itu dalam

Simanjuntak (2001), Produktivitas kerja akan meningkaat seiring dengan

pertumbuhan usia dan kemudian cenderung menurun kembali menjelang usia tua,

karena fisik yang semakin lemah. Pekerja lebih muda cenderung memiliki

ketidakberdayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan pekerja yang lebih muda cenderung rendah

pengalaman kerjanya jika dibandingakan dengan pekerja yang lebih tua, ataupun

disebabkan karena faktor lain seperti pekerja yang lebih tua cenderung lebih

stabil, lebih matang, mempunyai pandangan yang lebih seimbang terhadap

kehidupan sehingga tidak mudah mengalami tekanan mental ketidakberdayaan

dalam pekerjaan (Simanjuntak, 2001).

Umur tenaga kerja cukup menentukan keberhasilan dalam melakukan

suatu pekerjaan, baik sifatnya fisik maupun non fisik. Pada umumnya, tenaga

kerja yang berumur tua mempunyai tenaga fisik yang lemah dan terbatas,

sebaliknya tenaga kerja yang berumur muda mempunyai kemampuan fisik yang

kuat (Mahendra, 2014).

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan

(Cahyono, 1998). Umur produktif berkisar antara 15-64 tahun yang merupakan

25
umur ideal bagi para pekerja. Di masa produktif, secara umum semakin

bertambahnya umur maka pendapatan akan semakin meningkat, yang tergantung

juga pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Kekuatan fisik seseorang untuk

melakukan aktivitas sangat erat kaitannya dengan umur karena bila umur

seseorang telah melewati masa produktif, maka semakin menurun kekuatan

fisiknya sehingga produktivitasnya pun menurun dan pendapatan juga ikut turun.

2.1.6 Pengalaman Usaha

Pengalaman merupakan modal yang akan terus berkembang selama sesorang

tersebut menjadi karyawan atau menjalankan usaha.Pengalaman dapat diperoleh

dari semua perbuatan seseorang di waktu yang lalu dan atau dapat dipelajari,

sebab dengan belajar dari masa lalu seseorang dapat memperoleh pengalaman.

Menurut (Kadim, 2017) pengalaman kerja seseorang akan banyak berpengaruh

terhadap keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Semakin lama pengalaman

seseorang akan memperluas wawasannya terhadap usaha yang dijalaninya, dengan

demikian hal tersebut juga akan meningkatkan daya serapnya terhadap hal-hal

baru.

Pengalaman kerja tercermin dari pekerja yang memiliki kemampuan

bekerja pada tempat lain sebelumnya. Semakin banyak pengalaman yang

didapatkan oleh seorang pekerja akan membuat pekerja semakin terlatih dan

terampil dalam melaksanakan pekerjaannya (Mahendra, 2014). Adanya tenaga

kerja yang memiliki pengalaman kerja diharapkan memperoleh pekerjaan sesuai

dengan keahliannya. Semakin lama seseorang dalam pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya maka diharapkan akan mampu meningkatkan

26
produktivitasnya. Maka dapat dikatakan bahwa pengalaman kerja memiliki

pengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja.

Pengalaman usaha yang semakin lamaakan memperluas wawasan

seseorang terhadap usaha yang dijalaninya, dengan demikian hal tersebut juga

akan meningkatkan pendapatannya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Priyandika (2015) meneliti tentang “Analisis Pengaruh Jarak, Lama Usaha, Modal

Dan Jam Kerja Terhadap Pendapatan Pedagang Kaki Lima Konveksi (Studi Kasus

Di Kelurahan Purwodinatan Kota Semarang)”. Hasilnya menyimpulkan bahwa

variabel lama usaha, modal, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pendapatan pedagang kaki lima pedagang konveksi di Kecamatan

Semarang Tengah Kota Semarang. Sedangkan variabel jarak antar pedagang tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima pedagang

konveksi di Kelurahan Purwodinatan Kecamatan Semarang Tengah Kota

Semarang.

Farid, (2015) mengkaji tentang ”Analisis Dampak Penyaluran Zakat

Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahiq”. Hasilnya menyimpulkan

bahwa penyaluran dana zakat produktif tidak berpengaruh signifikan terhadap

keuntungan maupun pendapatan usaha mustahiq.

Sartika (2008) meneliti tentang “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif

Terhadap Pemberdayaan Mustahiq Pada LAZY Yayasan Solo Peduli Surakarta”.

Hasilnya menyimpulkan adanya pengaruh yang signifikan antara jumlah dana

27
yang disalurkan terhadap pendapatan mustahiq. Ini berarti bahwa jumlah dana

(zakat) yang disalurkan benar – benar mempengaruhi pendapatan mustahiq,

dengan kata lain semakin tinggi dana yang disalurkan maka akan semakin tinggi

pula pendapatan mustahiq.

Mahendra (2014) meneliti tentang “Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah,

Jenis Kelamin, Usia Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja

(Studi Di Industri Kecil Tempe Di Kota Semarang) menyimpulkan bahwa bahwa

variabel upah, usia, jenis kelamin dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil tempe di Kota

Semarang. Sedangkan variabel pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil tempe di Kota Semarang.

Penelitian Arif (2016) yang berjudul “Pengaruh Zakat Produktif Terhadap

Pendapatan Keluarga Miskin (Studi Kasus Lembaha Amil Zakat EL-Zawa

Universitan Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang” menyimpulkan bahwa

adanya perbedaan pendapatan antara sebelum dan sesudah mendapatkan zakat

produktif dari LAZ El-Zawa dengan menggunakan uji paire sample t-test.

Penelitian oleh Beik(2009) tentang “Peran Zakat dalam Mengurangi

Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”menyimpulkan bahwa zakat

mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi

kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Penelitian Afriadi (2012) tentang “Analisis Peran Zakat dalam

Mengurangi Kemiskinan di Kabupaten Batang Hari (Studi Kasus pada Desa

28
Sridadi)”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa zakat belum mengurangi jumlah

keluarga miskin dari 0,147 persen menjadi 0,189 persen. Kemudian dari aspek

kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti belum mengurangi kesenjangan

kemiskinan dan kesenjangan pendapatan mengalami penurunan.

Pratama (2015) dalam kajiannya “Peran Zakat dalam Menanggulani

Kemiskinan (Studi Kasus: Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat

Nasional)”, menggunakan variabel zakat produktif, BAZNAS, musthaik,

pendapatan dan menyimpulkan bahwa secara keseluruhan mustahik menilai

program zakat produktif oleh Baznas sudah berjalan dengan sangat baik.

Setiawan (2010) dalam penelitiannya tentang “Pengaruh Umur,

Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja Dan Jenis Kelamin Terhadap Lama

Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik Di Kota Magelang” menyimpulkan

bahwa dari lima variabel independen seluruhnya berpengaruh signifikan terhadap

lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik.

Wulansari (2013) meneliti tentang “Analisis Peranan Dana Zakat

Produktif Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahik (Penerima Zakat)

(Studi Kasus Rumah Zakat Kota Semarang)”. Hasil penelitian menyimpulkan

bahwa program Senyum Mandiri merupakan program pemberian bantuan modal

usaha dengan metode hibah atau qardhul hasan. Hasil analisis uji beda

menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara oemberian bantuan modal terhadap

perkembangan modal, omzet dan keuntungan usaha sebelum dan setelah

menerima bantuan modal usaha.

29
Kajian tentang “Potensi dan Peranan Zakat Dalam mengetaskan

Kemiskinan di Kota Medan dilakukan oleh Amalia dan Mahalli (2012)”. Hasilnya

menyimpulkan bahwa kebanyakan orang setuju distribusi dan pemanfaatan zakat,

terutama dalam bentuk pinjaman dan modal Qadrul Hasan dan disertai pelatihan

dan keterampilan yang tersedia untuk meningkatkan kemajuan bisnis.

Purbasari (2015) dalam penelitiannya tentang “Pengelolaan Zakat Oleh

Badan Dan Lembaga Amil Zakat di Surabaya dan Gresik” menyimpulkan bahwa

pemberdayaan zakat masih berorientasi pada zakat individu. Perusahaan BUMN

maupun bank syariah menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan tetapi

tidak menyalurkan zakat perusahaanya, padahal potensi zakat perusahaan tentunya

lebih besar.

Setiawina (2013) meneliti tentang “Pengaruh Umur, Pendidikan,

Pekerjaan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Miskin Di Desa Bebandem”

menyimpulkan bahwa (1) Secara Simultan faktor umur, pendidikan, dan jenis

pekerjaan, ..nberpengaruh signifikan terhadap pendapatan rumah tangga miskin di

desa Bebandem Karangasem. (2) Secara Parsial faktor pendidikan dan jenis

pekerjaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga

miskin di desa Bebandem Karangasem. Variabel umur tidak berpengaruh terhadap

pendapatan rumah tangga miskin di desa Bebandem Karangasem.(3) Faktor yang

berpengaruh dominan terhadap pendapatan rumah tangga miskin di desa

Bebandem Karangasem adalah faktor umur. Variabel yang digunakan adalah

Umur, Pendidikan, Jenis Pekerjaan, Rumah tangga miskin.

30
“Pengaruh Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik

Penerima Zakat (studi kasus BAZ kota Semarang”) yang dikaji oleh Winoto dan

Pujiyono (2013) menyimpulkan bahwa ada kesenjangan dalam rumah tangga

pengeluaran, total pendapatan bisnis, pengeluaran bisnis total dan bisnis

keuntungan responden memiliki sebelum dan setelah menerima bantuan modal.

Hasil analisis regresi pada 5 persen dari tingkat signifikansi menunjukkan bahwa

variabel modal bisnis memiliki signifikan positif.

Rusli, (2013) menganalisis tentang “Analisis Dampak Pemberian Modal

Produktif Terhadap Pengentasan Kemiskinan dikabupaten Aceh Utara”. Hasilnya

menyimpulkan bahwa pemberian modal zakat produktif dalam bentuk modal

usaha berdampak positif dan dapat menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten

Aceh Utara sebesar 0,02 persen. Oleh karena itu, pemberian zakat produktif dalam

bentuk modal usaha oleh Baitul mal Kabupaten Aceh Utara dapat lanjutkan dan

ditingkatkan.

2.3 Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah:

Zakat Produktif (X1)

Umur (X2) Omset (Y)

Pengalaman Usaha (X3)

Gambar 3 Kerangka Pikir

31
2.3.1 Hubungan Zakat Produktif Dengan Omset

Jumlah dana zakatproduktif yang disalurkan untuk kegiatan produktif dapat

meningkatkan pendapatan pedagang skala kecil, dimana zakat produktif

digunakan untuk permodalan kegiatan produktif pedagang skala kecil. Dana zakat

produktif dipakai sebagai modal pelatihan wirausaha dan pengembangan usaha

yang dirintis olehpedagang skala kecil. Harapan pemanfaatan zakat produktif

adalah meningkatkanomset pedagang skala kecil sehingga kelak mereka bukan

lagi sebagai mustahik, tetapi sudah menjadi muzakki itulah sebabnya mengapa

dana zakat sebaiknya dipakai dalam kegiatan produktif, bukan konsumtif.

2.3.2 Hubungan Umur Dengan Omset

Umur produktif berkisar antara 15-64 tahun yang merupakan umur ideal bagi para

pekerja. Di masa produktif, secara umum semakin bertambahnya umur maka

omset akan semakin meningkat, yang tergantung juga pada jenis pekerjaan yang

dilakukan. Kekuatan fisik seseorang untuk melakukan aktivitas sangat erat

kaitannya dengan umur karena bila umur seseorang telah melewati masa

produktif, maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya

pun menurun dan omset juga ikut turun.

2.3.3 Hubungan Pengalaman Usaha Dengan Omset

Pengalaman usaha seseorang yang semakin lama akan memperluas wawasannya

terhadap usaha yang dijalaninya. Perluasan wawasan akan meningkatkan

produktifitasnya, dengan demikian hal tersebut juga akan meningkatkan

omsetnya.

32
2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Zakat produktif, umur dan pengalaman usaha berpengaruh positif dan

signifikan terhadap omset pedagang skala keci di Kota Palembang.

2. Zakat produktif berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset

pedagang skala kecil di Kota Palembang.

3. Umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset pedagang skala

kecil di Kota Palembang.

4. Pengalaman usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset

pedagang skala kecil di Kota Palembang.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh zakat produktif,

umur, dan pengalaman usaha terhadap omset pedagang skala kecil. Lingkup

wilayah penelitian ini adalah di Kota Palembang dimana objek penelitian yang

dijadikan unit analisis adalah para pedagang skala kecil yang ada di pasar 16 Ilir

Kota Palembang.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Dalam Penelitian ini jenis data yang digunakan merupakan data primer dan data

sekunder. Data primer yang diperoleh dari kuesioner yang berisikan variabel-

variabel zakat produktif, umur dan pengalaman usaha, sedangkan data sekunder

diperoleh dari BPS, data monografi kota, literatur-literatur yang terkait dengan

penelitian ini.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau hal-hal yang menarik untuk

diteliti yang dibatasi oleh peneliti itu sendiri (Zulganef, 2013:133). Populasi

dalam penelitiaan ini adalah pedagang kaki lima di Pasar 16 Ilir Kota Palembang

yang berjumlah 80.

34
3.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti, dipandang sebagai suatu

pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Sampel dianggap

perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang diamati.

Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan rumus

Slovin (Priyandika, 2015), yaitu:

𝑁
n=
1+𝑁𝑒 2
dimana :

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = nilai kritis atau persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Dalam penelitianini menggunakan 10% sebagai nilai kritis.

Dengan menggunakan data pedagang kaki lima di Pasar 16 IlirKota

Palembang tahun 2016 yaitu sebanyak 80, maka sampel penelitian diperoleh :

80
n= = 44,44 = 44
1+80.0,102

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan

sebesar 10% maka didapatkan hasil bahwa jumlah sampel yang akan diteliti

adalah berjumlah 44 orang.

35
Tabel 2.1

Jumlah Sampel Usaha Pedagang Skala Kecil Penerima Modal Usaha dari

BAZNAS

No. Nama Usaha Dagang Lokasi Jumlah


1. Kue Pukis Jl. Sentor Ali Basah 3
2. Model Lrg. Purban 4
3. Gorengan Jl. Pasar Baru 4
4. Makanan kecil Jl. Masjid Lama 2
5. Keripik Pisang Jl. Sentor Ali Basah 1
6. Bakso Jl. Sayangan 2
7. Es Cendol Jl. Tengkuruk Permai Blok C 1
8. Bakso Bakar Lrg. Purban 2
9. Buah-buahan Jl. Masjid Lama 2
10. Pempek Jl. Kebumen Darat 3
11. Sate Padang Jl. Sayangan 1
12. Nasi Uduk Jl. Kebumen Darat 2
13. Rujak Buah Blok A Pasar 16 Ilir 2
14. Somay Jl. Pasar Baru 2
15. Sayuran Jl. Tengkuruk Permai Blok C 2
16. Es Dawet Jl. Masjid Lama 1
17. Es Puter Lrg. Purban 1
18. Es Tebu Blok A pasar 16 Ilir 1
19. Bubur Ayam Jl. Kebumen Darat 1
20. Mie Ayam Jln. Sayangan 1
21. Minuman Botol Jl. Masjid Lama 1
22. Es Tebu Jl. Tengkuruk Permai 1
23. Kue Pancong Jl. Sentor Ali Basah 1
24. Es Bubur Sum-sum Lrg. Purban 1
25. Mainan Jl. Tengkuruk Permai 1
Jumlah 44
Sumber: BAZNAS, 2018

3.4 Teknik Sampling

Metode penarikan sampel dalam penelitian ini adalah Simple Random Sampling

(penarikan sampel acak sederhana) yaitu pengambilan sampel dari populasi secara

acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi dan setiap anggota

36
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel (Nazir,

2002:51).

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada

nilai (Sekaran, 2006). Sugiyono (1999) menyatakan bahwa variabel penelitian

merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang atau kegiatan yang

mempunyai varian tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

ditarik kesimpulannya.

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat (Dependent) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent). Dalam penelitian ini

yang merupakan variabel terikat (dependent), yaitupendapatan.

3.5.3 Variabel Bebas

Variabel bebas (independent) adalah variabel yang memengaruhi variabel terikat,

entah secara positif atau negatif (Sekaran, 2006). Pada penelitian ini yang menjadi

Variabel Bebas (Independent) adalah zakat produktif, umur, pengalaman usaha.

3.6Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan suatu langkah yang paling menentukan dari suatu

penelitian, karena analisis data berfungsi untuk menyimpulkan hasil penelitian.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskrptif statistik

dan regresi linier berganda.

37
3.6.1 Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (R2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi

adalah diantara nol dan satu. Nilai yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi-variabel dependen sangat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel dependen.

Secara umum koefisien determinasi untuk data silang tempat relatif rendah karena

adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk

data runtut waktu biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi

(Gujarati, 2007).

3.6.2 Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan teknik analisis yang digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas yaitu zakat produktif (X1) umur

(X2) dan pengalaman usaha (X3) terhadap variabel terikat yaitu pendapatan

pedagang skala kecil di Kota Palembang (Y).

Adapun bentuk umum persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y = α + β1ZP + β2U+ βPU + µ................................................................(1)


Keterangan :
Y = Omset pedagang skala kecil di Kota Palembang
ZP = Zakat produktif
U = Umur
PU = Pengalaman usaha
Α = Intersep (konstanta) yang menggambarkan rata-rata pengaruh
dari variabel lain yang mempengaruhi Y akan tetapi tidak
dimasukan dalam persamaan regresi
β1, β2,β3 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas X1, X2, X3
µ = Tingkat kesalahan (gangguan) stokastik.

38
3.7 Definisi Operasional

Definisi dari operasional variabel merupakan penjelasan dari masing-masing

variabel. Dalam penelitian ini masing-masing variabelnya adalah:

1. Pedagang skala kecil

Pedagang skala kecil dalam penelitian ini adalah para pedagang yang melakukan

kegiatan usaha menjual, menjajakan atau mendistribusikan barang di sektor

informal, yang menggunakan bagian dari fasilitas umum sebagai tempat kegiatan

usahanya. Pedagang skala kecil yang merupakan responden dalam penelitian ini

yaitu pedagang makanan dan pedagang nonmakanan yang berjualan di Pasar 16

Ilir Kota Palembang.

2. Omset (Y)

Omset adalah jumlah barang yang terjual dikalikan harga jual dalam sebulan

dinyatakan dalam satuan rupiah

3. Zakat produktif (ZP)

Zakat produktif dalam penelitian ini merupakan zakat yang disalurkan oleh Badan

Amil Zakar Nasional (BAZNAS) kepada responden yang digunakan untuk modal

usaha.

4. Umur (U)

Umur dalam penelitian ini merupakan umur responden pada saat di wawancarai

yang diukur dalam satuan tahun.

39
5. Pengalaman usaha (PU)

Pengalaman usaha dalam penelitian ini merupakan lamanyausaha responden

dalam usahanya yang sekarang. Pengalaman kerja ini dinyatakan dalam satuan

tahun.

3.8 Uji Statistik

3.8.1 Koefisien Determinasi (𝑹𝟐 )

Koefisien determinasi (R2) menunjukkan kemampuan model dalam menerangkan

variabel dependen. Nilai koefisien determinasi terletak antara 0 dan 1 dan apabila

R-square atau R2 = 1, maka garis regresi dari model tersebut memberikan

sumbangan sebesar 100% terhadap perubahan variabel dependen. Apabila R2 = 0,

maka model tesebut tidak akan bisa mempengaruhi atau tidak bisa memberikan

sumbangan terhadap perubahan variabel dependen.

3.8.2Uji Simultan (Uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel bebas yang

dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat. Uji F ini dinamakan pengujian secara simultan. Pembuktian dapat

dilakukan dengan cara membandingkan nilai F tabel dengan F hitung yang

terdapat pada tabel analysis of variance. Untuk menentukan nilai F tabel, tingkat

signifikan yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan (degre of

freedom) df = (n-k) dan (k-1) dimana n adalah jumlah observasi (Gujarati, 2009).

Bentuk pengujiannya adalah:

40
 H0 : β1 = β2 = β3 = 0, artinya secara simultan terdapat pengaruh yang

signifikan dari zakat produktif, umur, dan pengalaman usaha terhadap

pendapatan pedagang skala kecil.

 H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0, artinya secara simultan tidak terdapat pengaruh

yang signifikan dari zakat produktif, umur, dan pengalaman usaha

terhadap pendapatan pedagang skala kecil.

3.8.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya digunakan untuk dapat mengetahui pengaruh satu

variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat

(Kuncoro, 2009). Dengan hipotesis H0 : βi = 0, artinya variabel independen bukan

merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hal ini akan

menimbulkan sebuah hipotesis alternatif yaitu H1 : βii ≠ 0, artinya variabel

independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

3.9 Uji Asumsi Klasik

Pengujian terhadap asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah suatu model

regresi tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk melakukan penaksiran. Suatu

model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimator)

yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah

multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi maupun uji linearitas. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji terhadap asumsi klasik, apakah

terjadi penyimpangan-penyimpangan atau tidak, agar model penelitian ini layak

digunakan.

41
3.9.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai

sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data

tersebut berdistribusi normal ataukah tidak. Uji Normalitas berguna untuk

menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari

populasi normal. Metode klasik dalam pengujian normalitas suatu data tidak

begitu rumit. Berdasarkan pengalaman empiris beberapa pakar statistik, data yang

banyaknya lebih dari 30 angka (n > 30), maka sudah dapat diasumsikan

berdistribusi normal. Biasa dikatakan sebagai sampel besar.

Namun untuk memberikan kepastian, data yang dimiliki berdistribusi

normal atau tidak, sebaiknya digunakan uji normalitas. Karena belum tentu data

yang lebih dari 30 bisa dipastikan berdistribusi normal, demikian sebaliknya data

yang banyaknya kurang dari 30 belum tentu tidak berdistribusi normal, untuk itu

perlu suatu pembuktian. Uji statistik normalitas yang dapat digunakan diantaranya

Chi-Square, Kolmogorov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk, Jarque Bera.

3.9.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolilinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang

linear atau mendekati linear antara variabel-variabel penjelas. Salah satu cara yang

digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah multikolinearitas adalah

dengan melihat angka-angka pada tabel CorrelationMatrix. Korelasi kuat jika

angka korelasi antar variabel bebas besarnya 0,8 atau lebih (Gujarati, 2003).

42
Langkah perbaikan apabila terjadi multikolineritas dengan cara

mengeluarkan variabel dan model, memperoleh data tambahan atau sampel baru,

menguji ulang modelnya dan transformasi variabel.

3.9.3Uji Heterokedastisitas

Uji Heteroskedastisitas adalah uji yang menilai apakah ada ketidaksamaan varian

dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi linear. Uji ini

merupakan salah satu dari uji asumsi klasik yang harus dilakukan pada regresi

linear. Apabila asumsi heteroskedastisitas tidak terpenuhi, maka model regresi

dinyatakan tidak valid sebagai alat peramalan.

Uji Heteroskedastisitas ini untuk mengetahui adanya penyimpangan dari

syarat-syarat asumsi klasik pada regresi linier, dimana dalam model regresi harus

dipenuhi syarat tidak adanya Heteroskedastisitas.

43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

4.1.1 Distribusi Responden Menurut Umur

Keefektifan dan efisiensi dalam berdagang diukur dari umur seseorang yang akan

mempengaruhi kinerja baik secara fisik maupun non fisik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa umur pedagang yang menerima bantuan zakat produktif di

Kota Palembang termasuk kategori umur produktif.

Tabel. 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur

Umur Jumlah Responden Persentase


(Tahun) (Orang) (%)
25-30 7 15.9
31-36 11 25.0
37-42 10 22.7
43-48 6 13.6
+48 10 22.7
Total 44 100
Sumber : Data Primer (diolah,2018)

Berdasarkan data pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa sebagian besar umur

responden tergolong pada kategori produktif, dengan rentan umur 31-42 tahun

sebanyak 21 orang (47 persen) sedangkan untuk responden yang dengan umur

lebih dari 48 tahun sebanyak 10 orang (22,7 persen). Hal ini disebabkan pada usia

produktif kemampuan fisik seseorang lebih efektif karena pada umumnya usaha

dagang memerlukan waktu kerja yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan

kemampuan fisik yang kuat. Walaupun kemampuan fisik mereka menurun,

44
responden yang memasuki kategori non produktif, tetap berdagang dikarenakan

pengalaman mereka yang masih terampil menjajakan dagangannya sehingga

dalam berusaha ataupun berdagang dapat dilakukan secara optimal dengan

mencurahkan tenaga fisik yang ada.

4.1.2 Distribusi Responden Menurut Lama Usaha

Keterampilan berdagang seseorang tidak terlepas dari berapa lama mereka

mendirikan usahannya, semakin lama mereka berdagang maka semakin terampil

mereka dalam menjajakan barang dagangannya. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa lama usaha dagang cukup lama bahkan ada beberapa pedagang memiliki

lama usaha 10 tahun. Hal ini membuktikan bahwa pengalaman usaha merupakan

faktor penentu pendapatan pedagang.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Lama Usaha

Lama Usaha Jumlah Responden Persentase


(Tahun) (Orang) (%)
1-2 11 25.0
3-4 14 31.8
5-6 10 22.7
7-8 4 9.1
9-10 5 11.4
Total 44 100.0
Sumber : Data Primer (diolah,2017)

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada umumya responden

memiliki pengalaman berdagang 1-6 tahun yaitu sebanyak 35 orang (79,5 persen).

Untuk kategori responden terbanyak yaitu 14 orang (31,8 persen) memiliki

pengalaman berdagang selama 3-4 tahun. Sedangkan untuk kategori responden

paling sedikit yaitu 4 orang (9,1 persen) memiliki pengalaman berdagang selama

45
7-8 tahun. Responden yang memiliki pengalaman berdagang lebih dari 5 tahun

biasanya mereka memiliki keterampilandalam menarik pelanggan disamping itu

mereka juga memiliki langganan tetap. Sehingga dengan adanya langganan tetap

mereka mendapatkan keuntungan yang lebih tingi.

4.1.3 Dana Zakat Produktif

Dana zakat produktif diwujudkan dalam bentuk bantuan modal terhadap usaha

mustahik. Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan oleh lembaga amil kepada

masyarakat yang membutuhkan bantuan modal, bantuan dana zakat produktif

sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk

mengembangkan kondisi ekonomi dan potensi produktivitas mustahik. Zakat

merupakan tindakan transfer of income (pemindahan kekayaan) dari golongan

kaya kepada golongan miskin. Zakat untuk usaha produktif merupakan zakat

yang harus diberikan kepada mustahik sebagai modal atau sumber pendapatan

bagi mustahik.

Tabel. 4.3 Distribusi Responden Dana Zakat

Dana Zakat Produktif Jumlah Responden Persentase


(Rp/Bulan) (Orang) (%)
1000000-2399999 17 38.6
2400000-3799999 9 20.5
3800000-5199999 11 25.0
5200000-6599999 3 6.8
6600000-7999999 4 9.1
Total 44 100.0
\Sumber : Data Primer (diolah,2018)

Tabel 4.3 menggambarkan sebagian besar responden menerima bantuan

zakat produktif dalam bentuk modal berkisar antaraRp.1.000.000-5.199.999/bulan

sebanyak 37 orang (84,09 persen) sedangkan responden yang memiliki bantuan

46
modal zakat produktif paling tinggi Rp.5.2000.000-7.999.999/bulan sebanyak 7

orang (15,9 persen).Untuk kategori responden terbanyak yaitu 17 orang (38,6

persen) menerima bantuan dana zakat sebesar Rp.1000.000-2.399.999/ bulan.

Sedangkan untuk kategori responden paling sedikit yaitu 3 orang (6,8 persen)

menerima bantuan dana zakat sebesar Rp.5200.000-6.599.999/bulan.Tinggi

rendahnya bantuan modal yang diterima dari dana zakat produktif tergantung jenis

usaha responden dan pengalaman usaha mereka.

4.1.4 Pendapatan Sebelum Menerima dan Sesudah Menerima Bantuan Zakat

Bantuan modal dari dana zakat produktif ini memberikan peranan penting bagi

usaha mikro mustahik. Mustahik yang mengalami kendala modal dapat dibantu

dengan dana zakat produktif. Karena mayoritas mustahik tidak berani meminjam

modal kepada lembaga formal seperti bank ataupun koperasi karena adanya

jaminan/tanggungan. Adanya bantuan dana zakat produktif berupa modal dapat

meningkatkan modal usaha mikro, dengan meningkatnya modal usaha dapat

meningkatkan produksi dan peningkatkan omzet penjualan. Meningkatnya omzet

penjualan akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan mereka.

Tabel. 4.4 Distribusi Responden Menurut Omset Sebelum dan Sesudah


Menerima Bantuan Zakat

Omset Sebelum Sesudah


(Rp/Bulan) Orang % Orang %
< 1 Juta 3 6,81 0 0
1-1,9 Juta 5 11,36 3 6,81
2-3,5 Juta 31 70,45 19 43,18
3,6-4,9 Juta 1 2,27 11 25,0
≥ 5 juta 4 9,09 11 25,0
Total 44 100 44 100
Sumber : Data Primer (diolah,2018)

47
Berdasarkan hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki omset Rp.2-3,5 Juta/bulan yaitu sebanyak 31 orang (70,45

persen). Sedangkan responden yang memiliki omset tertinggi yaitu Rp.4.000.000-

4.999.999/bulan sebanyak 4 orang (9,1 persen). Tingginya omset responden

disebabkan tingginya modal yang disediakan dan jenis usaha mereka.

Setelah menerima bantuan dana zakat menyebabkan terjadi peningkatan

omset. Hal ini ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan omset pada kategori

tertinggi yaitu sebanyak 50 persen atau 22 pedagang memiliki omset Rp 3,6 juta-

≥ 5 juta/bulan. Sedangkan untuk kategori omset yang terendah mengalami

penurunan yaitu sebanyak 3 orang (6,81 persen) memiliki omset Rp. 1 juta- 1,9

juta/bulan.Dengan demikian, bantuan zakat dalam bentuk modal sangat bekontribusi

besar terhadap omset responden.

4.2 Analisis Statistik Deskriptif

Tabel berikut ini untuk memperlihatkan uji statistik deskriptif antara variabel

dependen maupun independen. Tujuan memperlihatkan data ini adalah untuk

mendeskripsikan sifat dari variabel-variabel tersebut.

Tabel 4.5 Hasil Statistik Deskriptif


Variabel Minimum Maksimum Rata-Rata Std. Deviasi
Zakat Produktif Rp.1000.000 Rp.8000.000 Rp.3.462.818 1923099
Umur 25 tahun 56 tahun 40 tahun 8.18170
Lama Usaha 1 tahun 10 tahun 4 tahun 2.57877
Omset Rp.1.500.000 Rp.7.000.000 Rp.3.913.636 1386914
Sumber : Data Primer (diolah,2018)

Berdasarkan Tabel 4.5 dari jumlah sampel 44 yang diambil secara acak

dilihat dari omset responden tertinggi adalah sebesar Rp.7.000.000,- per bulan

sedangkan omset terendah responden adalah sebesar Rp.1.500.000,- per bulan,

48
dengan nilai rata-rata omset respondenadalah Rp.3.913.636 per bulan dan standar

deviasinya sebesar (tingkat sebaran datanya) 1.386.914. Dilihatdari umur

responden tertinggi adalah 56 tahun, umur responden terendah adalah 25 tahun,

dengan nilai rata-rata umur responden adalah 40 tahun dan standar deviasinya

(tingkat sebaran datanya) sebesar 8,18.Dilihat dari lama usaha responden tertinggi

adalah 10 tahun, lama usaha responden terendah adalah 1 tahun, rata-rata lama

usaha responden adalah 4 tahun dan standar deviasinya (tingkat sebaran datanya)

sebesar 2,578. Dilihat dari zakat produktif responden tertinggi adalah

Rp.8000.000, zakat produktif responden terendah adalah 1.500.000, rata-rata zakat

produktif responden adalah Rp.3.462.818 dan standar deviasinya (tingkat sebaran

datanya) sebesar 1.923.099

4.3 Pengaruh Zakat Produktif, Umur dan Pengalaman Usaha terhadap

Pendapatan Pedagang Skala Kecil di Kota Palembang

Tabel 4.8 Hasil Regresi Berganda

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistik Prob.


Konstanta 7.266748 0.963669 7.540712 0.0000
Zakat Produktif (LnZP) 0.988945 0.254277 3.889243 0.0004
Umur (LnU) 0.298815 0.248961 1.200248 0.2371
Pengalaman Usaha (LnPU) 0.559219 0.123335 4.534157 0.0001
R-squared 0.674479
Adjusted R-squared 0.650065
S.E. of regression 0.817965
Durbin-Watson stat 1.435406
F-statistic 27.62661
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Data Primer (Diolah,2018)

Berdasarkan hasil pada tabel tersebut, maka dapat disusun persamaan

regresi sebagai berikut.

LNY = 7.266748+0.988945 LnZP+ 0.298815 LnU + 0.559219 LnPU

49
Keterangan : LNY = Omset Sesudah Menerima Bantuan Zakat
LnZP = Zakat Produktif
LnU = Umur
LnPU = Pengalaman Usaha

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diinterpretasikan sebagai berikut.

1. Nilai koefisien variabel zakat produktif (ZP) sebesar 0.988945 artinya

omset akan meningkat sebesar Rp. 988.945, untuk setiap tambahan satu

tahum zakat produktif dengan asumsi variabel bebas yang lainnya konstan.

2. Nilai koefisien variabel umur (U) sebesar 0.298815, berartii bahwa omset

akan meningkat sebesar Rp. 298.816, untuk setiap tambahan satu tahun

usia dengan asumsi variabel bebas yang lainnya konstan.

3. Nilai koefisien variabel pengalaman usaha (PU) sebesar 0.559219, berarti

bahwa omset meningkat sebesar Rp. 559.219, untuk setiap tambahan satu

tahun pengalaman usaha dengan asumsi variabel bebas yang lainnya

konstan.

4.3.1 Uji Asumsi Klasik

4.3.1.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Dengan cara

membandingkan nilai Jarque-Bera hitung dan nilai pada χ2 tabel.

50
9
Series: Residuals
8 Sample 1 44
Observations 44
7

6 Mean -2.08e-15
Median 0.024069
5 Maximum 0.636712
Minimum -0.653148
4 Std. Dev. 0.306739
Skewness 0.034516
3
Kurtosis 2.282941
2
Jarque-Bera 0.951389
1 Probability 0.621453

0
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas dengan Jarque-Bera


Sumber : Data Primer (diolah,2018)

Berdasarkan uji JB, nilai JB test =0.95139sedangkan nilai 𝜒 2 -tabel pada α

= 5 % df = 44-4 =40 diperoleh 𝜒 2 tabel = 22,14 dengan demikian JB test <𝜒 2 -

tabel ( 0.95139< 22,14), berarti menerima H0 yang menyatakan µ1 berdistribusi

normal. Demikian halnya dengan probabilitas Uji-JB > 0,05 (0,621453> 0,05),

berarti JB hitung tidak signifikan maka menerima H0, berarti data memenuhi

asumsi normalitas.

4.3.1.2 Uji Multikolinearitas (Auxiliary Regression)


Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas. Dalam penelitian ini untuk menguji ada

tidaknya multikolinearitas dilihat dari perbandingan antara nilai R2 regresi parsial

(auxiliary regression) dengan nilai R2 regresi utama. Apabila nilai R2 regresi

parsial (auxiliary regression) lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama.

Maka, dapatdisimpulkanbahwadalampersamaantersebut terjadimultikolinearitas

51
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinearitas dengan Auxiliary Regression

Variabel Dependen R2parsial R2 utama


Zakat Produktif 0.242353 0.674479
Umur 0.135200 0.674479
Pengalaman Usaha 0.332658 0.674479
Sumber : Data Primer (Diolah,2018)

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai regresi parsial dengan variabeldependen yaitu

variabel status Zakat Produktif sebesar 0.242353, Umur sebesar 0.135200dan

Pengalaman Usaha sebesar 0.332658. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel

4.6 dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terjadi multikolinearitas

karena tidak ada nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) yang lebih besar

dibandingkan nilai R2 regresi utama.

4.3.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain.

Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White

Heteroskedasticity Test: White


F-statistic 1.192318 Prob. F(9,34) 0.3313
Obs*R-squared 5.966797 Prob. Chi-Square(9) 0.3095
Sumber : Data Primer (Diolah,2018)

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan nilai probabilitas 𝜒 2 > 𝛼 (0,3095>0,05)

dengan demikian, model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Sedangkan

nilai 𝜒 2 -tabel pada α= 5 % df= 40-4 =44 diperoleh𝜒 2 tabel = 22,14 dan nilai 𝜒 2 -

hitung = 14,36 dengan demikian 𝜒 2 tabel >𝜒 2 -hitung (22,14 > 5,966 )maka,dapat

dikatakan model tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

52
4.3.2 Uji Statistik

4.3.2.1 Uji F (Uji Variabel secara Simultan)

Uji F merupakan sebuah alat uji statistik untuk melihat apakah secara bersama-

sama (simultan) koefisien regresi variabel-variabel independen berpengaruh

terhadap variabel dependen. Uji F dapat dilihat dengan cara membandingkan nilai

F-statistik dengan nilai F-tabel atau dengan cara membandingkan probabilitas F-

statistik dengan tingkat signifikansi (α = 5 persen). Hiptoesis yang digunakan

dalam uji F ini adalah sebagai berikut:

H0 : zakat produktif, umur dan pengalaman usaha tidak berpengaruh signifikan

terhadap omset

H1 : zakat produktif, umur dan pengalaman usaha berpengaruh signifikan terhadap

omset

Berdasarkan Tabel 4.8menunjukkan bahwa dengan tingkat signifikansi 0,05 maka

dengan df1= 4-1 =3 df2= 44-4 = 40 diperoleh F tabel = 2,45 dan nilai F hitung =

23,32 dengan demikian F hitung > F tabel (27,62> 2,45) artinya zakat produktif,

umur dan pengalaman usaha berpengaruh signifikan terhadap omset.

4.3.2.2 Uji t (Uji Variabel secara Parsial)

Uji t merupakan sebuah alat uji statistik untuk melihat apakah secara parsial

koefisien regresi variabel-variabel independen berpengaruh terhadap variabel

dependen. Uji t dapat dilihat dengan cara membandingkan nilai t-statistik dengan

t-tabel, atau membandingkan probabilitas t-statistik dengan tingkat signifikansi (α

= 5 persen).

53
α = 0,05/2 = 0,025 (pengujian 2 arah) df (n-k) = 44-4 =40 t-tabel = 2,02

Hipotesis yang digunakan dalam uji t ini adalah sebagai berikut:

1. Zakat Produktif

H0 : Zakat Produktif tidak berpengaruh signifikan terhadap Omset

H1 : : Zakat Produktif berpengaruh signifikan terhadap Omset

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa .t-hitung =

3,889 > t-tabel = 2,02 Artinya H0 ditolak dan menerima H1. Hal ini bermakna

Zakat Produktif berpengaruh signifikan terhadap Omset.

2. Umur

H0 : Umur tidak berpengaruh signifikan terhadap Omset

H1 : Umur berpengaruh signifikan terhadap Omset

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa t-hitung =

1,2002<t-tabel = 2,02. Artinya H0 diiterima dan menolak H1. Artinya umur tidak

berpengaruh signifikan terhadap Omset.

3. Pengalaman Usaha

H0 : Pengalaman usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap Omset

H1 : : Pengalaman Usaha berpengaruh signifikan terhadap Omset

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4.8menunjukkan bahwa.t-hitung = 4,534>t-

tabel = 2,02 artinya H0 ditolak dan menerima H1. Artinyapengalaman usaha

berpengaruh signifikan terhadap Omset

54
4.3.2.3 Koefisien Determinasi

Dilihat dari nilai Koefisien Determinasi (R2) 0,6744 atau 67,44 persen artinya

63,66 persen variasi variabelzakat produktif, umur dan pengalaman usaha dapat di

terangkan oleh omset sisanya (32,56 persen) di pengaruhi variabel di luar model.

4.5 Interpretasi Hasil Analisis dan Pembahasan

4.5.1 Pengaruh Zakat Produktif terhadap Omset

Nilai statistik menunjukkan bahwa variabel zakat produktif memiliki nilai

probabilitas t-statistik (P-value) 0,00004 lebih kecil dari 0,05, maka variabel zakat

produktif dinyatakan signifikan terhadap omset. Berdasarkan Tabel 4.15 nilai

koefisien menunjukkan bahwa zakat produktif berpengaruh positif dengan nilai

𝛽1= 0,9889artinya setiap meningkatnya zakat produktif sebesar 1persen , maka akan

meningkatkan omset sebesar 0,9889persen.

Berdasarkan data yang diperoleh dana zakat yang diterima responden tidak

merata dengan rata-rata bantuan dana zakat produktif Rp.3.462.818/bulan.

Ketidakmerataan dana zakat produktif dibuktikan bahwa sebagian besar responden

menerima bantuan zakat produktif dalam bentuk modal berkisar antara 1.000.000-

5.199.999/bulan sebanyak 37 orang (84,09 persen) sedangkan responden yang

memiliki bantuan modal zakat produktif paling tinggi Rp.5.2000.000-

7.999.999/bulan sebanyak 7 orang (15,9 persen). Ketidakmerataan dana zakat

produktif tersebut dikarenakan zakat disalurkan berdasar jenis usaha responden

dan pengalaman usaha.

Semakin tinggi dana bantuan zakat yang diterima sebagai modal yang

digunakan, berarti semakin tinggi pula keuntungan yang didapat. Hal ini berarti

55
dengan jumlah modal yang tinggi akan meningkatkan keuntungan, dengan

meningkatnya keuntungan akan menghasilkan omset yang lebih tinggi.

4.5.1 Pengaruh Umur terhadap Omset

Nilai statistik menunjukkan bahwa umur memiliki nilai probabilitas t-statistik (P-

value) 0,237, maka variabel umur dinyatakan tidak signifikan terhadap omset.

Berdasarkan Tabel 4.8 nilai koefisien menunjukkan bahwa umur berpengaruh

positif dengan nilai 𝛽2= 0,298815artinya setiapbertambahnya umur 1 tahun, maka

akan meningkatkan omset sebesar 0,398 persen.

Umur berpengaruh terhadap omset karena semakin meningkatnya umur,

maka produktifitasnya semakin meningkat dikarenakan umumnya responden

memiliki umur pada kategori produktif yang artinya kemampuan fisik seseorang

lebih efektif karena pada umumnya usaha dagang memerlukan waktu kerja yang

tinggi. Tingginya waktu kerja ini akan mempengaruhi tingkat omset mereka.

Umur responden yang ada dalam penelitian ini masih berada usia kerja yaitu 25-

42 tahun. Sehingga dengan umur tersebut dan kemampuan fisik yang masih kuat

menyebabkan mereka harus meningkatkan omset demi memenuhi kebutuhan

keluarga.

Pengaruh yang tidak signifikan ini dikarenakan seluruh responden tidak

semunaya berumur produktif, beberapa dari mereka ada yang berumur tua

sehingga kemampuan fisik mereka tidak efektif dibandingkan mereka yang

berumur dalam kategori produktif. Kondisi ini mengharuskan mereka mengurangi

waktu kerja diakrenakan umur yang suadah tidak efektif lagi.

56
4.5.3 Pengaruh Pengalaman Usaha terhadap Omset

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa variabel pengalaman usaha memiliki nilai

probabilitas t-statistik (P-value) 0,0001 maka pengalaman usaha dinyatakan

signifikan terhadap omset. Berdasarkan Tabel 4.10 nilai koefisien β3 =

0.559artinya apabila meningkatnya pengalaman usaha selama 1 tahun, maka akan

meningkatkan omset sebesar 0,559 persen.

Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seorang pedagang berasal

dari pengalaman berdagang, lamanya pengalaman berdagang akan menghasilkan

outputyang produktif. Kondisi ini akan mempengaruhi omset pedagang, semakin

produktif seseorang dalam berdagang akan menghasilkan keuntungan yang lebih

tinggi sehingga omset yang diterima lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama usaha responden adalah 4

tahun, dimana ada sekitar 43,2 persen yang memiliki lama usaha dibawah rata-rata

dan sekitar 56,8 persen diatas rata-rata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

responden memiliki pengalaman usaha yang relatif lama. Berdasarkan data

penelitian menunjukkan bahwa beberapa responden memiliki pengalaman

berdagang lebih dari 6 tahun yaitu sebanyak 9 orang (20,45 persen). Responden

yang memiliki pengalaman berdagang lebih dari 5 tahun biasanya mereka

memiliki keterampilandalam menarik pelanggan, disamping itu mereka juga

memiliki langganan tetap. Banyaknya pelanggan akan mempengaruhi keuntungan

responden, keuntungan yang lebih tinggi dikarenakan permintaan dari konsumen

57
yang menjadi langganan tetap akan menghasilkan tambahan omset yang lebih

tinggi.

58
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Secara bersama-sama zakat produktif, umur dan pengalaman usaha

berpengaruh terhadap omset pedagang skala kecil.

2. Secara parsial umur berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap omset

pedagang skala kecil sedangkan zakat produktif dan pengalaman usaha

berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset pedagang skala kecil.

3. Secara keseluruhan berdasarkan nilai Koefisien Determinasi (R2) yang

ditunjukan yaitu sebesar 0,6744 yang berarti 67,44 persen variasi

variabelzakat produktif,umurdan pengalaman usaha dapat mempengaruhi

omset pedagang skala kecil.

5.2 Saran

Berdasrkan hasil penelitian menunjukkan bahwa zakat produktif memiliki

pengaruh yang positif terhadap omset, oleh kerena itu pemerintah Kota

Palembang bersama rumah zakat harus lebih meningkatkan bantuan dana zakat.

Disamping itu pemertintah juga, harus memonitoring pelaksanaan program

bantuan modal dari Rumah Zakat sehingga penggunaan bantuan modal dana

zakat dapat dimanfaatkan secara efektif, dengan harapan pengembangan usaha

dan omset mereka akan meningkat.

59
DAFTAR PUSTAKA

Adiiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta:RajaGrafindoGrafika


Persada,2016, hlm.1.

Afriadi, Reyki. (2012). Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan di


Kabupaten Batang Hari (Studi Kasus pada Desa Sridadi). Skripsi

60
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Agustianto, (2002). Percikan Pemikiran Ekonomi Islam: Respon Terhadap


Persoalan Ekonomi Kontemporer, FKEBI IAIN SU bekerjasama dengan
CitaPustaka Media, Bandung.

Amalia dan Mahalli, Kayyful (2012). Potensi dan Peranan Zakat Dalam
mengetaskan Kemiskinan di Kota Medan. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan, Vol. 1, No.1, Desember 2012.

Amanah, Tuty. (2016). Konsep Dasar Dan Karakteristik Ekonomi Mikro Islam.
Arsip Blog.

Anwar, Achmad Syaiful Hidayat. (2012). Model Tatakelola Badan dan Lembaga
Amil Zakat Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (Studi Pada Badan/Lembaga Amil Zakat di Kota Malang).
Jurnal Humanity, ISSN: 0216-8995. Vol.7, No.2, Juli 2012:01-13.

Arif, Adel Hikam. (2016). Pengaruh Zakat Produktif Terhadap Omset


Keluarga Miskin (Studi Kasus Lembaha Amil Zakat EL-Zawa Universitan
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Skripsi Universitas
Brawijaya, Malang.

Ariyani, Dina; Edi Suswandi dan Fajar Wahyu P. 2014. “Determinan


OmsetPedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember Jawa Timur”. Artikel
IlmiahMahasiswa Ekonomi Pembangunan 2014. Fakultas Ekonomi,
Universitas Jember. Jawa Timur.

Asngari, Imam. 2011. Modal Pratikum Ekonometrika Program Eviews dan SPSS.
Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya.

Badan Pusat Statistik Kota Palembang: Palembang Dalam Angka 2014-2016.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan: Keadaan Angkatan Tenaga


Kerja Provinsi Sumatera Selatan: Periode Agustus 2015.

Bandono, Setio M. 2010. Pengaruh Omset, Penguasaan Lahan, Status


Perkawinan, Pendidikan, Jenis Kelamin, Umur, Terhadap Keputusan
Tenaga Kerja Menjadi Commuter. Skripsi.Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro. Semarang.

61
Beik, Irfan. (2009). Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi
Kasus Dompet Dhuafa Republika.JurnalPemikiran dan Gagasan – Zakat
& Empowering, Vol. II 2009.

Beik, Irfan, dkk (2012). Economic Estimation and Determinations of Zakat


Potential in Indonesia. Islamic Reseach and Training Institute. IRTI
Working Paper Series, WP#1433-07.

Basu Swastha DH (1981) Manajemen Penjualan, Liberty . Yogyakarta.

Cahyadi, Muh. Amri (2016). Analisis Pengaruh Zakat Produktif Terhadap


Kesejahteraan Dengan Perkembangan Usaha Mikro Sebagai Variabel
Intervening (Studi Produktif Pada Badan Amil Nasional Daerah Istimewa
Yogyakarta). Tesis Ilmu Ekonomi Islam, Program Pasca Sarjana UIN
Sunan Kalijaga.

Cahyono, S. Andy (1998). Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi


Omset Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus di Desa Somagede,
Kebumen, Jawa Tengah. Jurnal UGM.

Case, Karl dan Fair, Ray. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Jakarta : Penerbit
Erlangga..

Damayanti, Ifany. 2011. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Omset


Pedagang di Pasar Gede Surakarta.Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas
Sebelas Maret.

Damanhur dan Munardi. (2010). Model Penyaluran Zakat Produktif Dalam


Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Aceh. Staf Pengajar
Pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Kosentrasi Ekonomi Islam
Universitas Malikussaleh.

Dahliantini, Lia. (2014). Analisis Pemanfaatan Zakat Secara Produktif Dalam


Upaya Pengentasan Kemiskinan : Suatu Pendekatan System Synamic
(Studi Kasus pada Program Rumah Makmur BAZNAS dan Program
Senyum Mandiri RZ). Skripsi Institut Teknologi Bandung.

Effendi, Abbas. 1996. “Omset Migran Pekerja Sektor Informal di Palembangdan


Pangkal Pinang”. Jurnal Populasi.Vol.7 (1), hal 35-48.

62
Farid, Mohammad, dkk. (2015). Analisis Dampak Penyaluran Zakat Produktif
Terhadap Keuntungan Usaha Mustahiq. Artikel Ilmiah Mahasiswa,
Universitas Jember (UNEJ).

Firdausa, R.A dan Arianti Fitrie. 2013. “Pengaruh Modal Awal, Lama Usaha dan
Jam Kerja Terhadap Omset Pedagang Kios Di Pasar Bintoro
Demak”.Diponegoro Journal Of Economics,Vol.2 (1), hal 1-6.

Fitria, Aini Noor. 2004.”AnalisisFaktor-Faktor Yang Mempengaruhi Omset


Pedagang Tape Singkong di Kota Probolinggo”.(Studi Kasus; Pedagang
Tape Singkong di Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo). Jurnal
Ilmiah Universitas Brawijaya.Vol 2 (3), hal 1-11.

Firmansyah. (2013). Zakat Sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan dan


Kesenjangan Omset. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No.
2, Desember 2013.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS,


Cetakan Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, D.N dan Dawn C.P. 2009.Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi ke-lima.


Diterjemahkan oleh Mardanugraha. Jakarta: Salemba Empat.

Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Erlangga, Jakarta.

Gurning, Herfita rizki hasanah. (2011). Analisis Tingkat Kesadaran Masyarakat


Kecamatan Medan Baru Dalam Membayar Zakat. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan Vol 3, No. 7.

Handayani, Titik. 1985.Migran dan Sektor Informal di DKI Jakarta. Tesis.


(Analisa Data Supas 1985). Univesritas Indonesia.

Harningsih, Endang dan Rintar Agus Simatupang. 2008. “Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran”. (Studi Kasus:
Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta).Jurnal Bisnis &
Manajemen,Vol.4(3). Fakultas Ekonomi. Universitas Andalas.

Hasyasya, Nisa dan Achmad Hendra Setiawan. 2012. “Analisis Faktor-faktor


yangMempengaruhi Keputusan Tenaga Kerja Menjadi Commuter ke Kota
Semarang”. Diponegoro Journal Of Economics,Vol.1 (1), hal 1-10.

Hilal, Samsu. 1990. ”Analisis Omset dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Keputusan Migrasi Desa – Kota”. (Studi Kasus; Migran Penjual Air
Minum Dengan Gerobak Dorong di Tiga Kelurahan di Kecamatan Koja,

63
Jakarta Utara). Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Hilman Septiawan. (2015). Bagaimana Zakat Menumbuhkan Perekonomian Suatu


Negara. Hilmanseptiawan.wordpress.com.

Ishaq, Dzulkarnaen; Saleh dan Fivien Muslihatiningsih. 2014.


“DeterminasiMigrasi Commuter Penduduk Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember”.Artikel Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
2014, Fakultas Ekonomi. Universitas Jember, Jawa Timur.

J.Supranto. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga.

Kadim, Dorce Novita. Dkk. 2017. Pengaruh Jumlah Produksi, Pengalaman Usaha
Dan Jenis Kelamin Terhadap Omset Usaha Tukang Jahit Di Presiden
Shopping Center Kecamatan Wenang Kota Manado. Jurnal Berkala
Ilmiah Efesiensi. Vol 17 No. 02 Tahun 2017.

Koyano, Shogo. 1996. Pengkajian Tentang Urbanisasi di Asia Tenggara. Gajah


Mada University Press.

Kuncoro, Mudrajad. 2009. Ekonomika Indonesia: Dinamika Lingkungan Bisnis di


Tengah Krisis Global. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP)
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Kusumaningrum, Syifa Putri. 2014. Pengaruh Kondisi Individu dan Sosial


Ekonomi Terhadap Keputusan Menjadi Commuter ke Kota Jakarta.Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang.

Lee, Everett, S. 1987. Teori Migrasi. Diterjemahkan oleh Hans Daeng, Seri
Terjemahan No.3. Pusat Penelitian Kependudukan. UGM, Yogyakarta.

Lugianto, Deny Anggara. 2015. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Omset


Pedagang Kaki Lima di Wilayah Tegalboto Jember.Skripsi. Jurusan Ilmu
Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.

Mantra, I.B. 1992. Mobilitas Penduduk Sirkuler dari Desa ke Kota di Indonesia.
Pusat Penelitian Kependudukan. UGM, Yogyakarta.

Mardikanto, Totok. (2010). Model-Model Pemberdayaan Masyarakat.Surakarta :


Universitas Negeri Sebelas Maret Press.

Mahendra, Adya Dwi. (2014). Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah, Jenis


Kelamin, Usia Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktifitas Tenaga

64
Kerja (Studi di Industri Kecil Tempe dii Kota Semarang. Skripsi Fakultas
Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Mudrajat, Kuncoro. 2005. Ekonomi Pembangunan. UPP AMP YKPN,


Yogyakarta.

Masta, Fadelan fitra. (2009). Peran Zakat dalam Peningkatan Kualitas Rumah
(Studi Kasus Pada Masyarakat Miskin Penerima Program Bedah Rumah di
Kota Padang). Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknik
Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang 2010.

Moekijad, 1992, Asas-Asas Perilaku Organisasi, Cetakan Pertama, Bandung: PT.


Alumni.

Mutia, Agustina dan Zahara, Anzu Elvia. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kesejahteraan Ekonomi Mustahik Melalui Pemberdayaan
Zakat (Studi Kasus Penyaluran Zakat Produktif/Modal Usaha Pada Bazda
Kota Jambi ). Jurnal Ekonomi Islam. Vol.25 No. 1, Juli 2009.

Nafiah, Lailiyatun. (2015). Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap


Kesejahteraan Mustahiq Pada Program Ternak Bergulir Baznas Kabupaten
Gresik. El-Qist. Vol.05, No.01, April 2015.

Nasrullah. (2015). Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat Produktif Sebagai


Penunjang Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Pada Baitul
Mal Kabupaten Aceh Utara). Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. Vol.
9, No. 1, Juni 2015: 1-24.

Nazir. 2002.Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nugraha, Nyoman tri Arya. (2012). Pengaruh Jam Kerja, Pngalaman Kerja Dan
Pendidikan Terhadap Omset Karyawan Pada Industri Bordir Di Kota
Denpasar. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana.
Patty, Forlin Natalia dan Maria Rio Rita. 2015.”Faktor-Faktor Yang
MempengaruhiOmset Pedagang Kaki Lima”.(Studi Empiris PKL di
Sepanjang Jalan Jendral Sudirman Salatiga). Jurnal Ekonomi dan Bisnis.

PD. Pasar Palembang Jaya. 2016: Jumlah Pedagang Berdasarkan Jenis


Daganganya pada Pasar Tradisional di Kota Palembang Tahun 2016.

65
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. nu.or.id. [Online] 14 November 2006. [Dikutip:
16 Februari 2016.] http://www.nu.or.id/post/read/7974/produktifitas-dan
pendayagunaan-harta-zakat.

Pratama, Citra Yoghi. (2015). Peran Zakat dalam Menanggulani Kemiskinan


(Studi Kasus: Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat Nasional).
The Journal of Tauhidinomics Vol. 1 No. 1 (2015): 93-104

Priyandika, Akhbar Nurseta. 2015. Analisis Pengaruh Jarak, Lama Usaha, Modal
dan Jam Kerja Terhadap Omset Pedagang Kaki Lima Konveksi (Studi
Kasus: Di Kelurahan Purwodinatan Kota Semarang).Skripsi.Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Purbasari, Indah. (2015). Pengelolaan Zakat Oleh Badan Dan Lembaga Amil
Zakat di Surabaya dan Gresik. Fakultas Hukum Universitas
Trunojoyo Madura, Bangkalan. Mimbar Hukum. Vol. 27, No. 1, Februari
2015, Hal:68-81.

Putri, Arya Dwiandana. (2013). Pengaruh Umur, Pendidikan, Pekerjaan Terhadap


Omset Rumah Tangga Miskin Di Desa Bebandem. E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana. Vol.2,No.4,April 2013 (pp.173-225).

Purnomo, Didit. 2009. “Fenomena Migrasi Tenaga Kerja dan Perannya


BagiPembangunan Daerah Asal: Studi Empiris di Kabupaten Wonogiri”.
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 10 (1), hal 84-102.

Purwadarminta. 1984. Teori Omset pada Usaha Kecil. LP3ES. Jakarta.

Purwanti, Endang dan Erna Rohayati 2014. “Pengaruh Jumlah Tanggungan


Keluarga, Omset Tenaga Kerja Wanita Pada Industri Kerupuk Kedelai
diTuntang, Kabupaten Semarang”. Jurnal Among Makarti, Vol.7 (13), hal
113-123.

Rahmadhania, Citra. 2013. Analisis Omset Para Migran Sektor Informal Untuk
Bertahan Hidup (Studi Kasus : Pedagang Berstatus Migran di Kota
Malang).Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UniversitasBrawijaya.

Razak, Nasruddin. 1993. Dienul Islam. Bandung : Penerbit Al-Maarif.

Raveinstein. 1985. Teori Migrasi. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan


Universitas Gadjah Mada.

66
Ridwan, Muhammad. (2005). Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil(BMT). Cet 2.
UII Press, Yogyakarta.

Rusli, dkk. (2013). Analisis Dampak Pemberian Modal Produktif Terhadap


Pengentasan Kemiskinan Dikabupaten Aceh Utara. Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Volume 1, No. 1, Februari 2013.

Rusmanhadi, Endi. 2013. Analisis Differensiasi Omset Sektor Informal di Jalan


Jawa Kabupaten Jember. Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.
Jawa Timur.

Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus. 2002. Makro Ekonomi. Edisi 12 Jilid
2. Jakarta: Erlangga.

Samosir, Rani Asmita. 2015. Analisis Omset Pedagang Kaki Lima Sektor
Informal di Kecamatan Semarang Tengah Kota Semarang.
Skripsi.Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universititas
Diponegoro.Semarang.

Sari, Dian Permata. 2017. Analisis Peran Tenaga Kerja Wanita Di Luar Negeri
Dalam Meningkatkan Omset Keluarga Menurut Perspektif Ekonomi Islam
(Studi Pada Desa Sumber Agung Kecamatan Way Sulan Kabupaten
Lampung Selatan. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas
Negeri (UIN) Raden Intan Lampung 1439M/2017.

Sari, Elsi Kartika, 2006. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf,PT Grasindo,
Jakarta.

Sariningrum, Siti Zahra. (2011). Analisis Faktor-faktor yang memengaruhi


Pembayaran Zakat di Kota Palembang. Skripsi Institut Pertanian Bogor.

Sartika, Mila. (2008). Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap


Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta. Jurnal
Ekonomi Islam. Vol.2, No.1.Juli 2008.

Setiawan (2010). Pengaruh Umur, Pendidikan, Omset, Pengalaman Kerja Dan


Jenis Kelamin Terhadap Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik
Di Kota Magelang. Skripi Fakultas Ekonomi Universitas DiPonegoro
Semarang.

67
Simanjuntak. Payaman J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta: FakultasEkonomi Universitas Indonesia.

Simanjuntak, JP. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Fakultas


Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta.

Soebyakto, Bambang Bemby dan Mutmaina. 2016. “Factors Affecting


ofCommuter Migrant Traders Income from Tanah Mas Village to
PalembangCity”. Academic Journal of Economics Studies.Vol.2 (3), pp.
104-124.

Soedarsono. 1998. Ekonomi Sumber Daya Manusia, Karunika. Jakarta:


Universitas Terbuka, Jakarta.

Suda, Wayan Ari. 2015. Determinan Omset Pedagang Kaki Lima (PKL) di
Pringsewu Kota, Kecamatan Pringsewu. Skripsi. Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Sudaryanto, Dkk. (2015). Strategi UMKM Menghadapi Pasar Bebas Asean.


Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jember.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Campuran Metode)Bandung :


Alfabeta.

Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi edisi kedua. PT. Raja
Grafindo Persada: Jakarta.

Suparmoko, I. 1998. Pengantar Ekonomi Mikro. BPFE, Yogyakarta.

Tarmizi, Nurlina. 2012. Ekonomi Ketenagakerjaan.Universitas Sriwijaya. Unsri


Press: Palembang.

Tarmizi, Nurlina. 2012.Tri Matra Kependudukan.Universitas Sriwijaya. Unsri


Press: Palembang.

Tarmizi, Nurlina; Reni dan Maryadi. 2016. “Analisis Keputusan Bermigrasi


TenagaKerja Asal Kabupaten Ogan Ilir ke Malaysia”.I-Economic. Vol.2
(2), hal 74-85.

Tisna U.N. (2016). Himpunan Zakat di Indonesia. STAIN Kediri Prodi Ekonomi
Syariah Usaha mikro kecil dan menengah menurut UU. No.20 tahun 2008
tentang UMKM, http://koperasi.kulonprogokab.go.id /article-113-kriteria-
usaha-mikro-kecil-dan-menengah-menurut-uu-no-20-tahun-2008-tentang-
umkm.html, 2014.

68
Todaro, M.P.2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Kajian
MigrasiInternal di Negara Sedang Berkembang, Pusat Penelitian
Kependudukan. UGM, Yogyakarta.

Tohar, Muhammad. 2000. Membuka Usaha Kecil. Kanisius. Yogyakarta.

Wahyudi, Nur Rahmad. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Omset


Pedagang Pasar Tradisional di Kabupaten Sukoharjo. (Studi Kasus : Pasar
Nguter Kecamatan Nguter ). Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Winoto, Garry Nugraha dan Pujiyono, Arif. (2013). Pengaruh Dana Zakat
Profuktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat (Studi
Kasus BAZ Kota Semarang). Skripsi Universitas Negeri Semarang.

Wirawan. (2008). Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana


Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus: Program Mandiri Dompet
Dhuafa terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa
Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor).Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB.

Wulansari, Shinta Dwi. (2013). Analisis Peranan Dana Zakat Produktif Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro Mustahik (Penerima Zakat) (Studi Kasus
Rumah Zakat Kota Semarang). Skripsi Unibersitas Diponegoro,
Semarang.

Yuswanto, Istatuk Budi. (2007). Analisis Penentu Omset Pedagang Kaki Lima Di
Kota Jember (Pendekatan Prespektif Demografi Dan Sosial Ekonomi.
BALANCE Economics, Business, Management and Accounting Journal
Th. IV No.7 Januari 2007 , Published by Faculty of Economic
Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352.

Zulganef, Metode Penelitian Sosial dan Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

Badan Amil Zakat. (Dikutip: 22 April 2016) aceh/pemanfaatan-zakat-untuk


peningkatan-kemandirian-ekonomi-umat/

Outlook Zakat Indonesia 2017

69
70

Anda mungkin juga menyukai