Anda di halaman 1dari 30

DETERMINASI TENAGA KERJA KERAH BIRU DAN KERAH

PUTIH DI INDONESIA: PENDEKATAN PANEL DATA

Tugas Oleh:

Monica Marcheline

01022681923021

Ilmu Ekonomi
Kelas Weekend

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS EKONOMI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja
serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab yang berbeda-beda,
misalnya masalah produk domestik regional bruto (PDRB), upah dan investasi yang akan
dibahas dalam penelitian ini. Pada dasawarsa yang lalu, masalah pokoknya tertumpu pada
kegagalan penciptaan lapangan kerja yang baru pada tingkat yang sebanding dengan laju
pertumbuhan output industri. Seiring dengan berubahnya lingkungan makro ekonomi mayoritas
negara-negara berkembang, angka pengangguran yang meningkat pesat terutama disebabkan
oleh terbatasnya permintaantenaga kerja (Todaro, 2000).Pasar tenaga kerja, seperti pasar lainnya
dalam perekonomian dikendalikan oleh kekuatan penawaran dan permintaan, namun pasar
tenaga kerja berbeda dari sebagian besar pasar lainnya karena permintaan tenaga kerja
merupakan tenaga kerja turunan (derived demand),permintaan akan tenaga kerja sangat
tergantung dari permintaan akan output yang dihasilkannya (Mankiw, 2006).Di Provinsi Bali,
masalah ketenagakerjaan masih merupakan fenomena pelik (BPS Provinsi Bali, 2014). Apalagi
pasar tenaga kerja di Bali diperkirakan akan semakin terintegrasi di masa mendatang. Bali
merupakan wilayah yang mudah dijangkau, akibatnya arus migrasi maupun urbanisasi menjadi
tak terhindari yang dibentuk untuk pembentukan tenaga kerja yang lebih baik. Dengan situasi
seperti ini, berpengaruh pada struktur ketenagakerjaan, yakni kemungkinan menggelembungnya
penduduk usia produktif (usia kerja).

Masalah ketenagakerjaan salah satunya dapat dikurangi dengan meningkatkan


pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang
dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada
penduduknya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang dicerminkan oleh PDRB
diharapkan juga mampu meningkatkan penciptaan lapangan kerja di daerah.
Pada upah, hubungannya berbanding terbalik, sehingga apabila upah meningkat akan
mengurangi penyerapan tenaga kerja (Wicaksono, 2010). Jumlah penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Bali salah satunya dipengaruhioleh naiknya upah minimum provinsi. Penetapan
kebijakan upah minimum akhir-akhir ini telah menghambat peningkatan penyerapan tenaga kerja
di sektor modern (SMERU, 2001).Sedangkan Klein dan Dompe (2007) berpendapat bahwa upah
minimum, membantu menyamakan ketidakseimbangan dalam daya tawar pekerja upah rendah
yang dihadapi dalam pasar tenaga kerja.Sementara itu, upah minimum telah
memperhitungkanefekyang akan terjadi padaindustribesar, tidakada satupun yang berfokus pada
pekerja khususnyapekerja berketerampilan rendah secara lebih luas di seluruh sektor (Sabia,
2008).

Setiap daerah otonom memiliki keleluasaan untuk mengembangkan potensi dan aset-aset
yang dimiliki,terutama potensi sumber daya alam daerah yang dapat dijadikan sebagai andalan
dalam pengembangan ekonomi daerah secara umum. Dalam pengembangan aset sumber daya
alam di daerah, diperlukan adanya anggaran atau dana dalam pelaksanaan pengelolaan sumber
daya alam, agar pengembangannya dapat berjalan sesuai dengan rencana pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya alam yang optimal. Sehingga peran kesempatan kerja yang terbuka
luas bagi para pencari kerja tidak luput dari masalah investasi. Menawarkan cara untuk
memanfaatkan modal baru dan menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru bagi masyarakat
yang melalui siklus positif dari kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Burkett,
2012).Besar kecilnya investasi yang terjadi di masyarakat akan sangat mempengaruhi besar
kecilnya kesempatan kerja yang tercipta dalam masyarakat tersebut. Adanya investasi akan
meningkatkan kegiatan produksi sehingga akan membuka kesempatan kerja baru (Sucitrawati,
2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh variabel PDRB, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Investasi
terhadap Jumlah tenaga kerja kerah biru?
2. Bagaimana pengaruh variabel PDRB, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Investasi
terhadap Jumlah tenaga kerja kerah putih?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Bagaimana pengaruh variabel PDRB, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Investasi
terhadap Jumlah tenaga kerja kerah biru
2. Bagaimana pengaruh variabel PDRB, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Investasi
terhadap Jumlah tenaga kerja kerah putih

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh variabel PDRB, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan
Investasi terhadap Jumlah tenaga kerja kerah biru
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel PDRB, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan
Investasi terhadap Jumlah tenaga kerja kerah putih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


2.1.1 Pengertian PDRB

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Produk domestik regional bruto didefinisikan sebagai
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi disuatudaerah selama satu
periode tertentu, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit produksi di daerah dalam satu periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan
kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu,
besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi
faktor-faktor produksi di daerah tersebut.b.Cara Perhitungandan PenyajianPDRB Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS), cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi
Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
diproduksi oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antara
masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka
waktu tertentu (satu tahun).
2. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan pendapatan merupakan suatu pendekatan dimana pendapatan nasional
diperoleh melalui penjumlahan pendapatan dari berbagai faktor produksi yang
menyumbang terhadap produksi. Pendapatan nasional yang dimaksud diperoleh melalui
penjumlahan dari berbagai unsur dan jenis pendapatan, diantaranya:
a. Kompensasi untuk pekerja terdiri dari upah(wages) dan gaji (salaries) ditambah faktor
lain terhadap upah dan gaji (misalnya, rencanadari pengusaha dalam hal pensiun dan
dana jaminan sosial).
b. Keuntungan perusahaan merupakan kompensasi kepada pemilik perusahaan yang
mana digunkan untuk membayar pajak keuntungan perusahaan, dibagikan kepada
para pemilik saham sebagai deviden dan ditabung perusahaan sebagai laba
perusahaan yang tidak dibagikan.
c. Pendapatan usaha perorangan merupakan kompensasi atas penggunaan tenaga kerja
dan sumber-sumber dari self employeed person, self employeed professionaldan lain-
lain.
d. Pendapatan sewa merupakan kompensasi yang untuk pemilik tanah, rental
businessdan recidential properties.
e. Bunga nettoatau net interestterdiri dari bungayang dibayarkan perusahaan dikurangi
bunga yang diterima oleh perusahaan ditambah bunga netto yang diterima dari luar
negeri, bunga yang dibayar pemerintah dan konsumen tidak termasuk
didalamnya.Menurut pendekatan pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud
adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan
tersebut sebelum dipotong pajak penghasilah dan pajak lainnya.

Pendekatan Pengeluaran Pendekatan pengeluaran merupakan pendapatan nasional yang


diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai pasar dari seluruh permintaan akhir atas output yang
dihasilkan perekonomian dan diukur pada harga pasar yang berlaku. Dapat dikatakan bahwa
PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir. Komponen-komponen tersebut
meliputi:
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung.
b. Konsumsi pemerintah.
c. Pembentukan modal tetap domestik bruto.
d. Perubahan stok.
e. Ekspor netto.Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disusun
dalam dua bentuk, yaitu:
1. PDRB atas dasar harga yang berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB atas harga
berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi.
2. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas
harga konstan digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi riil dari
tahun ke tahun, dimana faktor perubahan harga telah dikeluarkan.Pada tahun
2010, Badan Pusat Statistik mengubah harga tahun dasar, yang semula tahun
dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010. Tahun 2010 dipilih sebagai tahun dasar
baru menggantikantahun 2000 karena beberapa alasan berikut
1. Telah terjadi perubahan struktur ekonomi selama 10 (sepuluh) tahun terakhir
terutama dibidang informasi dan teknologi serta transportasi yang
berpengaruh terhadap pola distribusi dan munculnya produk-produk baru.
2. Teridentifikasinya pembaharuan konsep, definisi, klasifikasi, cakupan dan
metodologi sesuai rekomendasi dalam System of National Account (SNA)
2008.
3. Perekonomian Indonesia relatif stabil.

2.2 Upah Minimum Provinsi


Upah minimum berguna untuk memperoleh penghasilan sehingga dapat memenuhi kehidupan
yang layak. Upah minimum terdiri atas gaji pokok dan tunjangan tetap dengan besaran upah
pokok sedikitnya 75 persen dari jumlah pokok dan tunjangan tetap. Upah minimum terbagi
menjadi dua yaitu upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi
dan/atau Bupati/Walikota sedangkan upah minimum berdasarkan sector pada wilayah provinsi
atau kabupaten/kota yang diatur dengan Keputusan Menteri.

2.3 Investasi
2.3.1 Pengertian Investasi
Investasi atau penanaman modal memegang peranan penting bagi setiap usaha karena
bagaimanapun juga investasi akan menimbulkan peluang bagi pelaku ekonomi untuk
memperluas usahanya serta memperbaiki sarana-sarana produksi, sehingga dapat meningkatkan
outputyang nantinya dapat memperluas kesempatan kerja yang lebih banyak dan keuntungan
yang lebih besar dan kemudian dana yang didapat diputar lagi untuk investasi dan diharapkan
dengan adanya kenaikan yang berkelanjutan dari usaha tersebut.Investasi dapat diartikan sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia
dalam perekonomian (Sukirno, 1997: 107).
Mesin digerakkan oleh tenaga kerja atau sumber-sumber serta bahan-bahan dikelola oleh
manusia.Menurut Samuelson (2000: 198), investasi meliputi penambahan stok modal atau
barang-barang inventaris dalam waktu satu tahun. Investasi merupakan langkah mengorbankan
konsumsi dimasa mendatang.Sedangkan menurut Dumairy (1996: 81)
Investasi adalah penambahan barang modal secara nettopositif. Seseorang yang membeli
barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yangaus dalam proses produksi
bukanlah merupakan investasi, tetapidisebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti
(replacement). Pembelian barang modal ini merupakan investasi yang akan datang.Berdasarkan
beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya investasi atau penanaman
modal adalah pengeluaran atau pembelanjaan yang dapat berupabeberapa jenis barang modal,
bangunan, peralatan modal dan barang-baranginventaris yang digunakan untuk menambah
kemampuan memproduksi barang dan jasaatau untuk meningkatkan produktivitas kerja sehingga
terjadi peningkatan output yang dihasilkan dan tersedia untuk masyarakat.Investasi pada
hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi. Investasi dapat dilakukan oleh
swata, pemerintah atau kerjasama antara pemerintah dan swasta. Investasi merupakan suatu cara
yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan untuk
jangka panjang dapat menaikkan standar hidup msyarakatnya (Mankiw, 2003: 62).
Investasi merupakan komponen utama dalam menggerakan roda perekonomian suatu
negara. Secara teori peningkatan investasi akan mendorong volume perdagangan dan volume
produksi yang selanjutnya akan memperluas kesempatan kerja yang produktif dan berarti akan
meningkatkan pendapatan perkapita sekaligus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jenis-jenis Investasi
1. Investasi Dalam Negeri (Domestic Investment) atau Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang
dimaksud dengan modal dalam negeri adalah bagian daripada kekayaan masyarakat
Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun
swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang
disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha. Penanaman modal dalam negeri
juga dapat didefinisikan sebagai modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,
perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum
atau tidak berbadan hukum.
2. Investasi Asing (Foreign Invesment) atau Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan
waraga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum
Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.Penanaman
modal asing merupakankegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun berpatungan dengan penanam modal
dalam negeri.

2.4 Tenaga Kerja.


2.4.1 Pengertian Tenaga Kerja
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang tercantum dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan, tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja adalah penduduk usia kerja
yang berumur 15 tahun atau lebih. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia
dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih, sedangkan
penduduk berumur dibawah 15 tahun digolongkan bukan tenaga kerja.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia atau human resourcesmengandung dua
pengertian. Pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja atau
jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Sumber daya manusia ini
mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu
untuk menghasilkan barang dan jasa, pengertian pertama ini mengandung aspek
kualitas. Kedua, sumber daya manusia menyangkut manusia yang mampu bekerja
untuk memberikan jasa atau usaha tersebut, pengertian kedua ini mengandung aspek
kuantitas. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain,
orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia
kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja
didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (Payaman J. Simanjuntak, 2001: 1).

2.4.2 Klasifikasi Tenaga Kerja


1. Angkatan Kerja
Angkatan kerja yaitu tenaga kerja berusia 15 tahun yang selama seminggu yang lalu
mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu
alasan. Angkatan kerja terdiri dari pengangguran dan penduduk bekerja. Pengangguran adalah
mereka yang sedang mencari pekerjaan atau mereka yang mempersiapkan usaha atau mereka
yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka
yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu bersamaan mereka tidak
bekerja. Penganggur dengan konsep ini biasanya disebut dengan penganggur terbuka. Sedangkan
penduduk bekerja didefinisikan sebagai penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan selama paling
sedikit satu jam secara tidak terputus selamaseminggu yang lalu. Penduduk yang bekerja dibagi
menjadi dua, yaitu penduduk yang bekerja penuh dan setengah menganggur.Setengah
menganggur merupakan penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal (kurang dari 35
jam seminggu, tidak termasuk yang sementara tidak bekerja). Jumlah angkatan kerja yangbekerja
merupakan gambaran kondisidari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambahnya lapangan
kerja yang tersedia maka semakin meningkatnya total produksi suatu negara, dimana salah satu
indikator untuk melihat perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia adalah Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja(TPAK). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan suatu ukuran
proporsi penduduk usia kerja yang terlibat secara aktif dalam pasar tenaga kerja baik yang
bekerja maupun sedang mencari pekerjaan. TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh tenaga
kerjayang ada atau jumlah tenaga kerja menurut kelompok umur tertentu, jenis kelamin, tingkat
pendidikan maupun desa-kota (Kusnendi, 2003: 6.8). TPAK diukur sebagai persentase jumlah
angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja, dengan rumus sebagai berikut (Mudrajat
Kuncoro, 2013: 66):TPAK dapat mengindikasikan besaran ukuran relatif penawaran tenaga kerja
(labour supply) yang dapat terlibat dalam produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
Secara umum, TPAK didefinisikan sebagai ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja
untuk setiap 100 penduduk usia kerja.2)Bukan Angkatan Kerja Bukan angkatan kerja yaitu
tenaga kerja yang berusia 15 tahun ke atas yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah,
mengurus rumah tangga, dan sebagainya dan tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan
bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari kerja. Ketiga golongan dalamkelompok bukan
angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu
kelompok ini sering dinamakan potential labor force.
2.Permintaan Tenaga Kerjaa.
Pengertian Permintaan Tenaga KerjaPermintaan produsen atas tenaga kerja berbeda dengan
permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu
memberikan nikmat (utility) kepada si pembeli,sedangkan pengusaha memperkerjakan seseorang
karena seseorang itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat.
Dengan kata lain, pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan
permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan akan tenaga kerja
seperti itu disebut derived demand(Payaman J. Simanjuntak,2001: 89).
Pengusaha mempekerjakan seseorang karena orang tersebut membantu memproduksi barang
dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu.b.Faktor yang Mempengaruhi
Permintaan Tenaga Kerja Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan atau diserap oleh perusahaan atau instansi tertentu. Menurut Sonny Sumarsono
(2009: 12-13) faktor yang mempengaruhi permintaantenaga kerja adalah:
1. Perubahan Tingkat Upah
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi
perusahaan. Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik maka akan terjadi hal-
hal sebagai berikut:
a. Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya perusahaan, selanjutnya akan
meningkatkan harga perunit yang diproduksi. Biasanya para konsumen akan
memberikan respon yang cepat apabila terjadi kenaikan harga barang yaitu dengan
mengurangi konsumsi atau bahkan tidak membeli sama sekali. Akibatnya banyak
hasil produksi yang tidak terjual dan terpaksa produsen mengurangi jumlah
produksinya. Turunnya target produsi akan mengakibatkan berkurangnya tenaga
kerja yang dibutuhkan karena turunya pengaruh skala produksi yang disebut dengan
efek skala produksi atau scale effect product.
b. Apabila upah naik (asumsi harga dari barang-barang modal lainnya tidak berubah)
maka pengusaha akan lebih suka dengan menggunakan teknologi padat modal untuk
proses produksinya dan menggantikan kebutuhan akan tenaga kerja dengan
kebutuhan akan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Penurunan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan
penggunaan mesin-mesin ini disebut efek substitusi atau substitution effect.c)Efek
skala produksi atau efek substitusi akan menghasilkan suatu bentuk kurva
permintaan tenaga kerja yang mempunyai slopenegatif.
2. Permintaan Pasar Akan Hasil Produksi
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, produsen cenderung
untuk menambah kapasitas produksinyasehingga produsen akan menambah penggunaan
tenaga kerjanya. Keadaan ini mengakibatkan kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke
kanan.
3. Harga Barang-Barang Modal
Apabila harga barang-barang modal turun maka biaya produksi turun dan tentunya
mengakibatkan harga jual per unit barangakan turun. Pada keadaan ini produsen
cenderung akan meningkatkan produksi barangnya karena permintaan bertambah besar.
Disamping itu permintaan tenaga kerja akan bertambah besar karena peningkatan
kegiatan produksi. Keadaan ini akan mengakibatkan bergesernya kurva permintaan
tenaga kerja kearah kanan karena pengaruh efek skala produksi atau efek
subsitusi.Sedangkan Kusnendi (2003: 6.35-6.36) mengemukakan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi permintaan tenaga kerja adalah:1)Permintaan Pasar Akan Hasil
Produksi Produsen Permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan yang sifatnya
diturunkan, didorong atau derived demand dari permintaan masyarakat akan barang dan
jasa. Apabila permintaan masyarakatterhadap produk yang dihasilkan perusahaan
meningkat maka perusahaan atau produsen cenderung untuk meningkatkan kegiatan
produksinya. Dalam hal ini perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerja yang
menghasilkan barang tersebut.
4. Modal dan Teknologi
Setiap tingkat upah yang berlaku permintaan akan tenaga kerja menjadi lebih banyak
daripada sebelum. Namun, modal juga dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin
atau peralatan untuk melakukan peningkatan proses produksi. Dengan penambahan
mesin-mesin atau peralatan produksi akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja hal ini dikarenakan mesin-mesin atau peralatan produksi dapat menggantikan
tenaga kerja. Jadi semakin banyak modal yang digunakan untuk membeli mesin-mesin
atau peralatan produksi maka menurunkan permintaan tenaga kerja.

2.5 Penelitian Terdahulu


Menurut Turminijati Budi Utami (2009) tentang pengaruh Upah Minimum Kabupaten,
Produk Domestik Regional Bruto, Angkatan Kerja dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja di
Kabupaten Jember, Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time
series) mulai dari tahun 1980 sampai tahun 2007. Metode analisis yang digunakan adalah metode
linear berganda dengan teknik analisis menggunakan metode Ordinary Least Square(OLS). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel upah minimum tidak berpengaruh signifikan terhadap
kesempatan kerja di Kabupaten Jember. Sedangkan variabel PDRB, angkatan kerja dan investasi
berpengaruh positif secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Jember.
Menurut I Gusti Agung Indradewa (2013) tentang Pengaruh Inflasi, PDRB dan Upah
Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali, Data yang digunakan adalah data
time seriestahun 1994-2013. Teknik analisis yang digunakan regresi linear berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara simultan inflasi, PDRB dan upah minimum memiliki
pengaruh yang signifikan. Sedangkan secara parsial, PDRB dan upah minimum memiliki
pengaruh positif dan signifikan sementara inflasi memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali periode tahun 1994-2013.

Menurut (Pangastuti, 2015) tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Tengah menjelaskan bahwa UMP, Pengangguran,
dan PAD memiliki hubungan positif dengan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah
sedangkan PDRB memiliki hubungan negative dengan penyerapan tenaga kerja. PDRB, UMP,
dan PAD tidak signifikan dengan penyerapan tenaga kerja namun untuk penganggurang
mempunyai hubungan yang signifikan dengan penyerapan tenaga kerja.

Menurut (Sulistiawati, 2012) tentang Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan


Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia menjelaskan bahwa upah
berpengaruh signifikan dan negative terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia sedangkan
pengaruh kesejahteraan masyarakat tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap
penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

2.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dapat diduga bahwa pdrb, upah minimum provinsi, dan
investasi secara signifikan berpengaruh terhadap tenaga kerja kerah biru dan tenaga kerja kerah
putih.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi di Indonesia dengan melihat pengaruh antara variabel
Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Provinsi, dan Investasi terhadap Tenaga
Kerja Kerah putih dan tenaga kerja kerah biru.Penelitian ini menggunakan data panela yaitu
seluruh Provinsi di Indonesia Selama tahun 2016-2018

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Produk Domestik
Regional Bruto, Upah Minimum Provinsi, dan Investasi diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
Disamping itu, penelitian ini juga menggunakan berbagai literatur yang seperti lembaga -
lembaga penelitian lain, dan perguruan tinggi, serta literatur yang diterbitkan oleh media
elektronik.

3.3 Teknik Analisis

Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Provinsi, dan
Investasi terhadap tenaga kerja tenaga kerah putih dan tenaga kerja kerah biru melalui regresi
dengan data panel menggunakan program aplikasi Eviews 8.0.

Model estimasi untuk mengukur pengaruh antara Produk Domestik Regional Bruto, Upah
Minimum Provinsi, dan Investasi terhadap tenaga kerja kerah putih dan tenaga kerja kerah biru
Secara spesifik dapat dinyatakan,sebagai berikut:

Ydt = α0 + α1lnUMPit + α2lnPDRBit + α3lnINVJPMit + eit

Yst = α0 + α1lnUMPit + α2lnPDRBit + α3lnINVJPMit + eit

Dimana:

Ydt= Tenaga Kerja kerah putih; Yst = Tenaga Kerja kerah biru; α = Koefisien regresi; lnUMP =
Upah Tenaga Kerja; lnPDRB = Produk Domestik Bruto; lnJPM = Investasi; e = Error terms
Dalam menggunakan regresi data panel maka diperlukan beberapa langkah, yaitu pemilihan
model terbaik, uji asumsi, dan uji kelayakan model.

3.3.1 Model Data Panel

3.3.1.1 Model Common Effect

Model tanpa pengaruh individu (common effect) adalah pendugaan yang menggabungkan
(pooled) seluruh data time series dan cross section dan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary
Least Square) untuk menduga parameternya (Baltagi, 2005).

Secara umum, persamaan model dari metode OLS dapat dituliskan sebagai berikut.

Yit    X it

Dimana:

Yit = Variabel respon pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t;

Xit = Variabel prediktor pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t;

β = Koefisien slope atau koefisien arah;

α= Intercept model regresi;

εit= Galat atau komponen error pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t

3.3.1.2 Model Fixed Effect

Model efek tetap (fixed effect model) mengasumsikan bahwa efek individu yang tercermin dalam
parameter αi memiliki nilai tertentu yang tetap untuk setiap individu namun setiap individu
memiliki parameter slope tetap (Ekananda, 2015). Persamaan regresi pada Fixed Effect Model
adalah

N
Yit  1   ak Dki  X it   it
k 2
Model fixed effect diasumsikan bahwa koefisien slope bernilai konstan tetapi intercept bersifat
tidak konstan (Gujarati, 2004).

3.3.1.3 Model Efek Random (Random Effect Model)

Pengujian random effect untuk melihat apakah dalam matriks residu yang digunakan pada
estimasi LSDV (linier square dummy variable) mengandung unsur randomitas estimator
Random Effect (Ekananda, 2014).

Model Efek Random (MER) perbedaan karakteristik individu dan waktu diakomodasikan pada
error dari model. Mengingat ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan
error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada MER juga perlu diurai menjadi error
untuk komponen waktu dan error gabungan (Nachrowi dan Usman, 2006;315).

Yn    X it   it ;  it  ui  vt  wit

Dimana:

ui: Komponen error cross section;vt: Komponen error time series; wit: Komponen error
gabungan.

3.3.2 Pemilihan Model Terbaik

3.3.2.1 Uji Chow

Chow test merupakan uji untuk membandingkan model common effect dengan fixed effect
(Widarjono, 2009). Chow test dalam penelitian ini menggunakan program Eviews. Hipotesis
yang dibentuk adalah :

H0 : Pooled Least Square (OLS)

H1 : Fixed Effect (FE)

Dasar penolakan terhadap hipotesis di atas adalah dengan membandingkan perhitungan F-


statistik dengan F-tabel. Apabila hasil F hitung lebih besar (<) dari F tabel maka Ho ditolak yang
berarti model yang paling tepat digunakan adalah Fixed Effect Model. Begitupan sebaliknya, jika
F hitung lebih kecil (>) dari F-tabel maka Ho diterima dan model yang digunakan adalah
Common Effect Model.

3.3.2.2 Uji Hausman

Pengujian ini membandingkan model fixed effect dengan random effect dalam menentukan
model yang terbaik untuk digunakan sebagai model regresi data panel (Gujarati, 2012). Hausman
test menggunakan program yang serupa dengan Chow test yaitu program eviews. Hipotesis yang
digunakan ialah :

H0 : Random Effect (RE)

H1 : Fixed Effect (FE)

Penentuan modal dilihat dari nilai probabilitas (Prob.) Cross-section random. Apabila nilai
probabilitas chi-square> 0,05 maka model yang terpilih adalah RE, tetapi jika < 0,05 maka
model yang terpilih adalah FE.

3.3.2.3 Uji LM

Uji LM Tes (Breusch - Pagan Random Effect) digunakan untuk memastikan model mana yang
akan di pakai, dasar di lakukan uji ini adalah apabila hasil uji fixed dan random tidak konsisten.
Hipotesis Uji LM :

H0 : Pooled Least Square (OLS)

H1 : Random Effect (RE)

Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-square dengan degree of freedom sebesar jumlah
variabel indepnden. Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis chi-square maka H0
diterima, yang artinya estimasi yang tepat untuk model regresi data panel adalah metode Random
Effect.Sebaliknya jika nilai LM statistic lebih kecil dari nilai statistic chi-square sebagai nilai
kritis, maka H0 ditolakl, yang artinya model estimasi yang lebih tepat digunakan dalam regresi
data panel adalah metode Common Effect.
3.3.3 Uji Asumsi

Model regresi data panel dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi
kriteria Best, Linear, Unbiaseddan Estimator (BLUE). BLUE dapat dicapai bila memenuhi
asumsi klasik. Apabila persamaan yang terbentuk tidak memenuhi kaidah BLUE, maka
persamaan tersebut diragukan kemampuannya dalam menghasilkan nilai-nilai prediksi yang
akurat.

Uji asumsi klasik mencakup uji normalitas, uji multikolinearitas, uji linearitas, uji
heterokedastisitas dan uji autokorelasi. Persamaan yang terbebas dari kelima masalah pada uji
asumsi klasik akan menjadi estimator yang tidak bias (Widarjono, 2007).

3.3.3.1 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas adalah asumsi yang menunjukan adanya hubungan linear yang kuat
diantara beberapa variabel prediktor dalam suatu model regresi linear berganda. Model regresi
yang baik memiliki variabel-variabel prediktor yang independen atau tidak berkorelasi. Beberapa
indikator dalam mendeteksi adanya multikolinearitas, diantaranya (Gujarati, 2006):

1. Nilai yang terlampau tinggi (lebih dari 0,8) tetapi tidak ada atau sedikit t-statistik yang
signifikan; dan

2. Nilai F-statistik yang signifikan, namun t-statistik dari masing-masing variabel bebas tidak
signifikan.

Untuk menguji multikolinearitas dapat melihat matriks korelasi dari variabel bebas, jika terjadi
koefisien korelasi lebih dari 0,80 maka terdapat multikolinearitas (Gujarati, 2006).

3.3.3.2 Uji Heterokedastisitas

Tujuan pengujian heterokedastisitas adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadiketidaksamaan variance dari residual satu ke pengamatan yang lain dan variancedari
residual satu ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitasdan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas (Ghazali, 2001).

Keputusan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini ialah:


a. Bila nilai Prob. F-statistic (F hitung) > 0,05 (5%), maka H0 diterima yang artinya tidak terjadi
heteroskedastisitas

b. Apabila nilai Prob. F hitung < 0,05 (5%), maka H0 ditolak yang artinya terjadi
heteroskedastisitas.

3.3.3.3 Uji Autokorelasi

Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktuberkaitan satu sama lain.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahanpengganggu) tidak jelas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara satu variabel error dengan
variabelerror yang lain. Autokorelasi seringkali terjadi pada data time series dan dapat juga
terjadi pada data cross section (Widarjono, 2007).

Autokorelasi dapat dideteksi melalui metode Durbin-Watson (DW) dengan mengansumsikan


bahwa variabel gangguannya hanya berhubungan dengan variabel gangguan periode sebelumnya
(lag pertama) yang dikenal dengan model autoregresif tingkat pertama dan variabel independen
tidak mengandung variabel independen yang merupakan kelambanan dari variabel
dependen.Dasar pengambilam keputusan ialah sebagai berikut:

a. 0 <d <dL : Autokorelasi positif

b. dL <d <du : Ragu-ragu (tidak ada keputusan)

c. du <d <4-du : tidak ada autokorelasi positif/negatif

d. 4-dl <d <4 : Autokorelasi negatif

3.3.4 Uji Statistik

3.3.4.1 Uji Signifikasi Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang dimasukkan secara
bersama-sama dan mempengaruhi secara nyata terhadap variabel dependen (Gujarati, 2003).

Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima atau variabel independen secara nyata tidak memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen (tidak signifikan), dengan kata lain perubahan yang terjadi
pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel independen.
Untuk menentukan kesimpulan dengan menggunakan nilai Fhitung dan Ftabel menggunakan kriteria
sebagai berikut:

a. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, artinya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
energi memiliki pengaruh terhadap efisiensi

b. Jika Fhitung >Ftabel maka H0 ditolak, artinya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
energi tidak memiliki pengaruh terhadap efisiensi

3.3.4.2 Uji parsial (Uji T)

Uji parsial (uji T) digunakan untuk mengetahui pengaruh secara signifikan dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen atau dengan kata lain, untuk menjelaskan
perubahan yang terjadi pada variabel independen terhadap variabel dependen secara nyata.

Untuk mengkaji pengaruh variabel independen terhadap dependen secara individu dapat dilihat
hipotesis sebagai berikut:

a. H0 : β1 = 0, tidak berpengaruh;

b. H0 : β1> 0, berpengaruh secara positif;

c. H0 : β1> 1, berpengaruh secara negatif

Uji T digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, dimana tingkat
signifikan yang digunakan yaitu 5 persen (Gujarati, 2003). Untuk menentukan kesimpulan
dengan menggunakan nilai t-hitungdan t-tabel menggunakan kriteria sebagai berikut:

a. Apabila t-hitung < t-tabel maka H0 diterima (signifikan)

b. Apabila t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak (signifikan)

3.3.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) disebut juga dengan koefisien determinasi majemuk (multiple
coefficient of determination) yang hampir sama dengan koefisien r2. R2 menjelaskan proporsi
variasi dalam variabel terikat (Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama.
Sementara itu, r2 mengukur kebaikan sesuai (goodness of fit) dari persamaan regresi, yaitu
memberikan persentase variasi total dalam variabel terikat (Y) yang dijelaskan oleh hanya satu
variabel bebas (X). Lebih jauh, r adalah koefisien korelasi yang menjelaskan keeratan hubungan
linear di antara dua variabel, nilainya dapat negatif dan positif (Sanusi, 2011).

Model yang baik adalah model yang meminimumkan residual, berarti variasi variabel
independen dapat menerangkan variabel dependen dengan ɑ sebesar 0,75. Kriteria R2 dikatakan
baik jika memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0,5 menunjukkan variabel bebas dapat
menjelaskan variabel terikat dengan baik dan kuat

b. Nilai koefisien determinasi sama dengan 0,5 dikatakan sedang

c. Nilai koefisien determinasi kurang dari 0,5 relatif kurang baik, hal ini disebabkan oleh kurang
tepatnya pemilihan variabel.

Definisi operasional variabel

1. Tenaga Kerja Kerah Putih merupakan tenaga kerja yang diklasifikasikan sebagai buruh
selain pekerja bebas pertanian non pertanian dan pekerja keluarga tak dibayar di seluruh
provinsi di Indonesia tahun 2016-2018
2. Tenaga Kerja biru merupakan tenaga kerja yang diklasifikasikan pekerja bebas pertanian
non pertanian dan pekerja keluarga tak dibayar di seluruh provinsi di Indonesia tahun
2016-2018
3. PDRB merupakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di setiap provinsi di
Indonesia tahun 2016-2018
4. Upah merupakan Upah Minimum Provinsi di setiap Provinsi di Indonesia tahun 2016-
2018
5. Investasi merupakan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) di setiap Provinsi di
Indonesia tahun 2016-2018
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Estimation Model

Estimasi model menunjukkan model yang terbaik berdasarkan Uji Hausman dan Uji Hausman

model yang terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM), sedangkan berdasarkan Breusch-Pagan

Lagrange multiply (LM) model yang terbaik adalah Random effect Model (REM). Sehingga

didasari hasil uji Chow dan Hausman maka model yang dianaliisis Fixed Effect Model (FEM)
berbeda dengan model Tenaga Kerja Biru model yang terbaik Random Effect (REM) yang

didasari Breusch-Pagan Lagrange multiply (LM).

Econometric Analysis

Hasil temuan pertama menunjukkan bahwa secara umum tenaga kerja kerah putih disetiap

provinis di Indonesia secara absolute menunjukkan arah yang negatif . Temuan ini didasari

perbandingan data antara Upah Minimum regional denganVariabel Upah yang merupakan faktor

penentu Banyaknya Jumlah Tenaga Kerja Kerah Putih. Untuk lebih jelasnya disajikan Scatterplot

Graph pada gambar 1 :

10000

8000

6000
UMP

4000

2000

1000 2000 3000 4000


-2000
Tenaga Kerja Kerah Putih

Gambar 1. Hubungan Upah dengan Tenaga Kerja Kerah Putih


Sumber : Olahan Data, 2019

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa Upah berdampak secara negatif terhadap jumlah

tenaga kerja kerah putih Kondisi ini secara empiris memperlihatkan bahwa terjadi penyerapan

tenaga kerja kerah putih semakin tinggi sejalan dengan meningkatnbya upah. Hal ini

menunjukkan bahwa upah yan semakin tinggi maka permintaan tenaga kerja kerah putih akan

menurun. Kondisi yang sama dengan keadaan tenaga kerja Kerah Biru yang menunjukkan
bahwa hubungan terbalik dimana peningkatan upah di respon negatif, yang artinya upah

meningkat tenaga kerja kerah biru meningkat.

7000

6000

5000

4000
UMP

3000

2000

1000

500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000


-1000

-2000
Jumlah Tenaga Kerja Biru

Gambar `. Hubungan Upah dengan Tenaga Kerja Kerah Biru


Sumber : Olahan Data, 2019

Sejalan dengan kondisi tersebut maka keadaan ini akan berbeda dilihat dari output regresi

dimasing- masing Model. Scaterplot hanya melihat hubungan arah secara linear antara upah dan

permintaan tenaga kerja .

Tabel 1. Output Regresi Model Tenaga Kerja Kerah Putih dan Biru
Variabel Tenaga Kerja Kerah Putih Tenaga Kerja Kerah Biru

Koefisien t-statistik Prob. Koefisien t-statistik Prob.

C 820972.1 14.79675 0.0000 707541.4 5.595917 0.0000


UMP 0.042431 4.753984 0.0000 -0.065590 -1.789545 0.0766
PDRB 1.618587 6.968855 0.0000 0.896035 4.828010 0.0000
Investasi 0.000630 0.560055 0.5774 0.004746 2.286636 0.0244

F-statistik 4215.63 6.355800


Prob.F 0.00000 0.000555
R-Square 0.99995 0.397304
Sumber : Olahan Data, 2019

Tenaga Kerja Kerah putih = 820972.1 + 0.042431UMP + 1.618587PDRB +0.000630INV


Tenaga Kerja Kerah Biru = 707541.4-0.065590UMP + 4.828010PDRB + 0.004746INV

Perbeedan kedua model terlihat jelas bahwa dari sisi tenaga kerja putih, peningkatan upah

direspon positif terehadap permintaan tenaga kerja kerah putih. Kondisi ini disebabkan oleh skill

labour, secara teori perusahaan akan membayar upah yang lebih tinggi untuk merekrut tenaga

kerja terampil dibandingkan tenaga kerja non terampil yang ditunjukkan pada Tabel 1. Bahwa

peningkatan upah akan direspon negatif terhadap banyaknya jumlah tenaga kerja kerah biru.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pekerja yang tidak terampil akan dibayar murah.

Secara Koefisien di Masing-masing model varaibel PDRB dan Investasi memiliki arah

yang sama di Kedua Model hanya berbeda dsi signifikansi. Dimana, di Model Tenaga Kerja

Kerah Putih menunjukkan bah`wa Investasi tidak berpengaruh signifikan. Kondisi ini

disebabkan bahwa peran investasi dalam meningkatkkan tenaga kerja kerah putih tidak akan

berdampak banyak terhadap peningkatan permintaan tenaga kerja kerah putih. Hal ini

disebabkan perusahaan yang merekrut tenaga kerja terampil cenderung mensubtitusikan tenaga

kerja dengan mesin sesuai denagan subtitition effect.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil Penelitian membuktikan bahwa terdapat perbedaan pengaruh upah terhadap jumlah

tenaga kerja kerah putih dan tenaga kerja kerah biru di seluruh provinsi di Indonesia. Secara

umum, tenaga kerja terampil lebih dihargai dengan upah yang lebih tinggi dibandingkan tenaga

non terampil, sedangkan pengaruh PDRB, dan Investasi berpengaruh signifikan terhadap tenaga

kerja kerah putih dan tenaga kerja kerah biru.

5.2 Saran

Disarankan kepada perusahaan untuk meningkatkan tenaga kerja terampil dan

mengurangi investasi agar tenaga kerja terampil akan menyebabkan substitution effect.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Roni. 2010. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di
Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Alma, Buchari. 2012. Pengantar Bisnis. Bandung: Alfabeta
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2018: Badan Pusat Statistik
Budi Utami, Turminijanti. 2009. Pengaruh Upah Minimum Kabupaten, Produk Domestik
Regional Bruto, Angkatan Kerja dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Kabupaten
Jember. Tesis.Pasca Sarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas Jember
Damodar & Dawn C. Porter. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika Buku 2: Edisi Kelima. Jakarta:
Dimas, Nenik Woyanti. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta. Jurnal Bisnis dan
Ekonomi. Vol. 16. No. 1. Hal. 31-41Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta:
ErlanggaFerdinan, Hery. 2011. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PDRB, dan Upah
RiilTerhadapPenyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Barat.Skripsi. FakultasEkonomi dan
Manajemen. InstitutPertanian Bogor.
Feriyanto, Nur. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Indonesia. Yogyakarta:
Fridhowati, Nila. 2011. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Industri di Pulau Jawa. Skripsi. Institut Pertanian BogorGindling T.H and Terrel
Katherine. 2006. The Effect of Multiple Minimum Wage Throughout the Labour Market: The
Case os Costa Rica. Journal of Labour Economics. 14 (2007) Hal. 485-511Gujarati,
ILO. 2015. Trend Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2014-2015. Publikasi ISBN 978-92-
2-829368-5. Jakarta: ILO
Indradewa, I Gusti Agung. 2013. Pengaruh Inflasi, PDRB dan Upah Minimum Terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas UdayanaKuncoro,
Haryo. 2002. Upah Sistem Bagi Hasil dan Penyerapan Tenaga Kerja. Jurnal Ekonomi
Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang Vol. 7, No 1, 2002. ISSN: 1410-
2641 hal 45-56
Kuncoro, Mudrajat. 2013. Mudah Memahami dan Menganalisis Indikator Ekonomi.Yogyakarta:
. UPP STIM YKPN Yogyakarta
Kusnendi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Alam. Jakarta: Universitas TerbukaM.
N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi. Jakarta: ………

Taufik Zamrowi. 2007. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kcil (Studi di Industri
……….Kecil Mebel di Kota Semarang).
Salemba EmpatGujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 1: Edisi Ketiga.
Jakarta:
Noerdhus dan Samuelson. 2000. Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta: ………
Media Global EdukasiPayaman J. Simajuntak, 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya
………Manusia. Jakarta: LPFE UIPeraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7
………Tahun 2013 tentang Upah Minimum
Rahmawati, Ikka Dewi. 2013. Pengaruh Investasi dan Tingkat Upah Terhadap Penyerapan
………Tenaga Kerja di Jawa Timur.
Sholeh, Maimun. 2007. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Serta Upah: Teori Serta
………Beberapa Potretnya di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: AlfabetaSukirno, Sadono. 1997. Pengantar
………Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persaja

Anda mungkin juga menyukai