B. Teori Konsumsi
Manusia merupakan bagian dari anggota masyarakat memiliki upaya
pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pengeluaran konsumsi terdiri atas
konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah
tangga/masyarakat (household consumption/private consumption). Menurut
Rahardja dan Manulang, 2004: 33), ada beberapa alasan yang mendasari sehingga
lebih fokus pada pengeluaran konsumsi rumah tangga, yaitu:
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total
pengeluaran agregat. Misalnya, porsi pengeluaran rumah tangga di Indonesia
pada tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) mencapai sekitar 60% pengeluaran
agregat. Bahkan, pada awal tahun 1970-an porsi pengeluaran rumah tangga
mencapai angka sekitar 70% dari pengeluaran agregat. Sedangkan
pengeluaran pemerintah umumnya berkisar antara 10% sampai 20%
pengeluaran agregat. Mengingat porsinya yang berkisar antara 10% sampai
20% pengeluaran agregat. Mengingat porsinya yang besar tersebut, maka
konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap
stabilitas perekonomian. (wahab, 2012)
2. Berbeda dengan konsumsi pemerintah yang bersifat eksogenus, konsumsi
rumah tangga bersifat endogenus. Dalam arti, besarnya konsumsi rumah
tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang dianggap
mempengaruhinya. Karena itu kita dapat menyusun teori dan model ekonomi
yang menghasilkan pemahaman tentang hubungan tingkat konsumsi dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Teori dan model tersebut dikenal
sebagai teori dan model konsumsi (consumption theories). Teori dan model
konsumsi telah terbukti bermanfaat bagi pengelolaan perekonomian makro.
Tentang bukti-bukti ini akan dibahas dalam uraian-uraian ekonomi makro
tingkat menengah (intermediate) dan tingkat lanjut (advance). (wahab, 2012)
3. Perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan perilaku-perilaku
konsumsi juga berubah cepat. Hal ini merupakan alas an lain yang membuat
studi tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan. Ini dibuktikan dengan
munculnya teori-teori konsumsi yang lebih baru dan canggih, terutama karena
mempertimbangkan unsur ketidakpastian (uncertainty), menggunakan model
dinamis, dan peralatan analisisnya ekonometrika. Hanya saja, sebagai
pelajaran pengantar, dalam bab ini teori/model konsumsi yang dibahas adalah
model-model sederhana yang bersifat statis. Peralatan analisisnya pun hanya
berupa tabel, grafis dan kalkulus sederhana. (wahab, 2012)
b. Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi
Teori konsumsi merupakan suatu bentuk refleksi dari perilaku konsumen
untuk memenuhi kebutuhannya akan barang dan jasa. Ada beberapa faktor yang
menentukan tingkat konsumsi untuk barang normal, yaitu:
a) Pendapatan konsumen
b) Tingkat harga
c) Tingkat bunga
d) Sosial ekonomi
e) Selera
f) Lain-lain
Faktor utama yang menentukan konsumsi seorang konsumen akan barang dan
jasa adalah tingkat pendapatan konsumen tersebut. Tingkat pendapatan
berpengaruh secara positif, dalam arti apabila pendapatan konsumen naik, maka
pengeluaran konsumsinya juga akan mengalami kenaikan, begitu pula sebaliknya.
Perilaku ini terutama untuk barang normal atau barang yang perilakunya
mengikuti hukum permintaan dan penawaran. Pendapatan konsumen dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan nominal dan pendapatan riil.
Pendapatan nominal merupakan pendapatan yang konsumen terima dalam jumlah
nominal (nilai yang tercantum pada uang). Sedangkan pendapatan riil merupakan
pendapatan yang jumlahnya telah dideflasikan dengan perubahan harga barang
dan jasa. Pendapatan riil dapat dihitung dengan cara membagi pendapatan
nominal dengan indeks harga barang dan jasa (indeks harga konsumen). Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Yr : pendapatan riil
Yn : pendapatan nominal
IHK : indeks harga konsumen
Pendapatan riil merupakan indikator yang paling realistis digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan seorang konsumen, karena dalam pendapatan riil
telah memperhitungkan kenaikan ataupun penurunan harga. Tingkat harga barang
dan jasa di pasar juga menentukan pengeluaran konsumsi seorang konsumen. Hal
ini berkaitan dengan pendapatan riil yang diterima oleh konsumen tersebut. Secara
nominal, pendapatan konsumen mungkin sama setiap periodenya akan tetapi
apabila harga mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, maka hal ini akan
mengakibatkan menurunnya daya beli seseorang. (wahab, 2012)
Dengan kata lain, tingkat harga berhubungan negatif dengan pengeluaran
konsumsi. Apabila harga mengalami kenaikan, maka pengeluaran konsumsi akan
mengalami penurunan, begitu pula sebaliknya. Secara grafis, hubungan antara
tingkat harga dan pengeluaran konsumsi dapat dijelaskan sebagai berikut: P P1 A
P2 B Kurva Konsumsi 0 C1 C2 C IHK Yn Yr Yr : pendapatan riil Yn :
pendapatan nominal IHK : indeks harga konsumen Pendapatan riil merupakan
indikator yang paling realistis digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
seorang konsumen, karena dalam pendapatan riil telah memperhitungkan
kenaikan ataupun penurunan harga. Tingkat harga barang dan jasa di pasar juga
menentukan pengeluaran konsumsi seorang konsumen. Hal ini berkaitan dengan
pendapatan riil yang diterima oleh konsumen tersebut. Secara nominal,
pendapatan konsumen mungkin sama setiap periodenya akan tetapi apabila harga
mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, maka hal ini akan mengakibatkan
menurunnya daya beli seseorang. Dengan kata lain, tingkat harga berhubungan
negatif dengan pengeluaran konsumsi. Apabila harga mengalami kenaikan, maka
pengeluaran konsumsi akan mengalami penurunan, begitu pula sebaliknya. Secara
grafis, hubungan antara tingkat harga dan pengelua Sumbu vertikal menunjukkan
tingkat harga barang dan jasa sedangkan sumbu horizontal menunjukkan tingkat
pengeluaran konsumsi konsumen. Pada saat harga sebesar OP1 pengeluaran
konsumsinya OC1 . Apabila terjadi penurunan harga menjadi OP2 , maka
pengeluaran konsumsinya akan mengalami peningkatan menjadi OC2 . (wahab,
2012)
Tingkat bunga, terutama bunga simpanan, juga mempengaruhi pengeluaran
konsumsi seorang konsumen. Apabila tingkat bunga tinggi, konsumen cenderung
untuk tidak membelanjakan uangnya dan lebih suka untuk menyimpan uangnya di
bank. Hal ini dikarenakan konsumen tidak menginginkan kehilangan kesempatan
untuk memperoleh pendapatan bunga dari uang yang dimilikinya. Begitu pula
sebaliknya, apabila tingkat suku bunga rendah, maka konsumen cenderung untuk
tidak menyimpan uangnya dan membelanjakannya untuk membeli barang dan
jasa. Selain faktor ekonomi seperti yang dijelaskan sebelumnya, kondisi sosial
ekonomi juga mempengaruhi pengeluaran konsumen dan jenis barang yang
dibelinya. Seorang konsumen yang tinggal di lingkungan sederhana,
pengeluarannya cenderung lebih rendah daripada konsumen yang tinggal di
lingkungan yang lebih mewah. Kondisi psikologis ini mempengaruhi konsumen
dalam membeli jenis barang yang tidak begitu diperlukannya. Selain itu kondisi
geografis, seperti iklim dan cuaca juga mempengaruhi pengeluaran konsumsi
seorang konsumen. Konsumen yang tinggal di daerah pegunungan dengan iklim
dingin dan jauh dari pusat kota, harus mengeluarkan konsumsi yang lebih besar,
misalnya untuk biaya transportasi dan konsumsi untuk menahan hawa dingin,
dibandingkan dengan konsumen yang tinggal di dekat pusat kota. (suparmono,
2018)
Teori Pendapatan Absolut tentang Konsumsi John Maynard Keynes lewat
bukunya yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest, and
Money” yang terbit pertama kali pada tahun 1936 mengemukakan suatu teori
konsumsi yang disebut dengan teori pendapatan absolut tentang konsumsi
(absolute income theory of consumption), atau yang lebih terkenal dengan dengan
hipotesis pendapatan absolut (absolute income hypothesis atau disingkat AIH).
Teori konsumsi dari Keynes tersebut didasarkan atas hukum psikologis yang
mendasar tentang konsumsi (the fundamental psychological law of consumption),
yang mengatakan apabila pendapatan mengalami kenaikan, maka konsumsi juga
akan mengalami kenaikan, tetapi dengan jumlah yang lebih kecil. Untuk
selanjutnya teori konsumsi tersebut kita sebut saja Teori Keynes tentang
konsumsi. Keynes berpendapat bahwa pengeluaran masyarakat untuk konsumsi
dpengaruhi oleh pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendapat mengakibatkan
semakin tinggi pula tingkat konsumsi. Selain itu, pendapatan juga berpengaruh
terhadap tabungan. Semakin tinggi pendapatan, semakin besar pula tabungannya
karena tabungan merupakan bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi. Walaupun
pendapatan penting peranannya dalam menentukan konsumsi, peranan faktor-
faktor lain tidak boleh diabaikan. Dibawah ini diterangkan beberapa faktor lain
yang mempengaruhi tingkat konsumsi dan tabungan:
1) Kekayaan yang terkumpul Sebagai akibat menapat harta warisan/tabungan
yang banyak akibat usaha dimasa lalu, maka seseorang berhasil memiliki
kekayaan yang mencukupi. Dalam keadaan seperti itu ia sudah tidak
terdorong lagi untuk menabung lebih banyak.maka lebih besar bagian dari
pendapatannya yang digunakan untuk konsumsi dimasa sekarang. Sebaliknya,
untuk orang yang tidak memperoleh warisan mereka lebih bertekat untuk
menabung yang lebih banyak di masa yang akan datang.
2) Tingkat bunga Tingkat bunga dapatlah dipandang sebagai pendapatan yang
diperoleh dari melakukan tabungan. Rumah tangga akan berbuat lebih banyak
tabungan apabila tingkat bunga tinggi karena lebih banyak bunga yang akan
diperoleh.
3) Sikap berhemat Berbagai masyarakat mempunyai sikap yang berbeda dalam
menabung dan berbelanja. Ada masyarakat yang tidak suka berbelanja
berlebih-lebihan dan lebih mementingkan tabungan. Dalam masyarakat
seperti itu APC dan MPCnya adalah lebih rendah tapi ada pula masyarakat
yang mempunyai kecenderungan mengkonsumsi yang tinggi yang berdiri
APC dan MPCnya adalah tinggi.
4) Keadaan Perekonomian Dalam perekonomian yang tumbuh dengan teguh dan
tidak banyak pengangguran masyarakat berkecenderungan melakukan
perbelanjaan yang lebih aktif. Mereka mempunyai kecenderungan berbelanja
lebih banyak pada masa kini dan kurang menabung. Tetapi dalam keadaan
perekonomian yang lambat berkembangnya, tingkat pengangguran
menunjukkan tendensi meningkat, dan sikap masyarakat dalam menggunakan
uang dan pendapatnya makin berhati-hati.
5) Distribusi Pendapatan Dalam masyarakat yang distribusi pendapatannya tidak
merata, lebih banyak tabungan akan dapat diperoleh. Dengan masyarakat
yang demikian sebagian besar pendapatan nasional dinikmati oleh sebagian
kecil penduduk yang sangat kaya, dan golongan masyarakat ini mempunyai
kecenderungan menabung yang tinggi. Maka mereka boleh menciptakan
tabungan yang banyak. Segolongan besar penduduk mempunyai pendapatan
yang hanya cukup membiayai konsumsi dan tabungannya adalah kecil.
Dalam masyarakat yang distribusi pendapatannya lebih seimbang tingkat
tabungannya relatif sedikit karena mereka mempunyai kecondongan
mengkonsumsi yang tinggi. (suparmono, 2018)