Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“PENYUSUNAN PROGRAM DIKLAT DENGAN OPTIMAL


DAN TEPAT SASARAN”

Dosen Pengampu : Dr. H. Syamsul Huda, M.Pd

Di Susun Oleh:

Kelompok 5

Nadya zahara (203200226)


Rahmad Fauzan (202300244)

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUA UIN SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN
JAMBI 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilllah,Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan


hidayahnya, makalah ini dapat saya selesaikan. Shalawat dan salam kepada nabi
Muhammad SAW, pembimbing umat menuju cahaya kebenaran illahi.

Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk diajukan sebagai


tugas pada mata kuliah dengan judul “ Penyusunan Program Diklat dengan
optimal dan tepat sasaran” Mengingat isinya sangat penting sebagai bahan
pembelajaran agar tercapainya tujuan dalam menghadapi dan memecahkan
masalah,baik masalah individu ataupun masalah kelompok.

Mudah-mudahan makalah ini besar manfaatnya bagi para pembaca dan


khususnya bagi penulis menjadi amal yang sholeh yang bisa menghantarkan
kesuksesan dalam belajar.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................1

A.Latar Belakang..................................................................................1

B.Rumusan Masalah.............................................................................2

C.Tujuan...............................................................................................2

BAB II..............................................................................................................2

PEMBAHASAN..............................................................................................3

A. Pengertian Pelatihan Dan Pengembangan …………………….. 5


B. Cara Menyusun Rencana Diklat dengan Optimal dan Tepat Sasaran
………………………………………………………….. 8

BAB III

PENUTUP.......................................................................................................20

A.Kesimpulan.......................................................................................21

B.Saran..................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak perusahaan yang menyelenggarakan
kegiatan pelatihan atau training yang berguna untuk mengembangkan
kemampuan yang dimiliki para karyawan.
Pelatihan yang dilakukan merupakan salah satu bentuk nyata
dalam pengelolaan kemampuan karyawan, karena dengan adanya
pelatihan dapat menunjang dan meningkatkan kemampuan karyawan,
baik karyawan yang baru diterima pada suatu perusahaan maupun
karyawan yang sudah lama bekerja dan ditugaskan oleh perusahaan
untuk mengikuti pengembangan.
Salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia adalah
training and development artinya bahwa untuk mendapatkan tenaga
kerja pendidikan yang bersumberdaya manusia yang baik dan tepat
sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagai upaya untuk
mempersiapkan para tenaga kerja pendidikan untuk menghadapi tugas
pekerjaan jabatan yang dianggap belum menguasainya.
Kami membahas pelatihan dikarenakan pentingnya peranan
pelatihan dalam suatu perusahaan. Dengan adanya pelatihan akan
memberikan manfaat bagi perusahaan, karyawan, dan masyarakat
konsumen. Dalam program pengembangan harus dituangkan sasaran,
kebijaksanaan, prosedur, anggaran, peserta, kurikulum, tempat dan
waktu pelaksanaan.
Program pengembangan suatu organisasi hendaknya
diinformasikan secara terbuka kepada semua karyawan supaya mereka
mempersiapkan dirinya masing- masing.

3
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud pelatihan dan pengembangan karyawan ?
b. Bagaimana Cara Menyusun Rencana Diklat dengan Optimal dan Tepat
Sasaran ?

C. Tujuan
a. Mengetahui Apa yang dimaksud pelatihan dan pengembangan karyawan
?
b. Mengetahui Bagaimana Cara Menyusun Rencana Diklat dengan
Optimal dan Tepat Sasaran ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelatihan Dan Pengembangan


a. Pelatihan

Pelatihan adalah kegiatan yang memberikan latihan atau


pendidikan kepada karyawan. Pelatihan memberikan peranan
penting terhadap kemajuan kemampuan para karyawan yang akan
dikembangkan.

Menurut Pasal 1 ayat 9 undang-undang No. 13 Tahun 2003,


pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin sikap dan etos kerja pada tingkat
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan dan pekerjaan.

Menurut Edwin B. Flippo menggunakan istilah istilah pelatihan


untuk pegawai pelaksanaan dan pengembangan untuk
meningkatkan pemimpin. Istilah yang dikemukakan adalah
tranning operative personal,dan executive development.

Menurut J.C Denyer menggunakan istilah-istilah induction,


training, job training, supervisory training, management training,
dan executive development.

Menurut Wexley dan Yuki (1976,282) Pelatihan dan


pengembangan adalah istilah yang mengarah pada usaha yang
terencana yang dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan
keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan anggota
organisasi.

5
Menurut Andrew E Pelatihan (training) adalah suatu proses
pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorginisir dimana pegawai non manajerial
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan
terbatas.

Pelatih atau instruktur (trainer) yang akan melaksanakan


pengembangan adalah pelatih internal, eksternal, serta gabungan
eksternal dan internal.

Pelatih internal merupakan seseorang atau suatu tim pelatih


yang ditugaskan dari perusahaan untuk memberikan pelatihan
kepada karyawan. Setiap kepala bagian mutlak menjadi pelatihan
internal bagi karyawan bawahannya dengan memberikan petunjuk
untuk menyelesaikan pekerjaan, cara menggunakan alat-alat,
mesin-mesin, dan yang lainnya.

1. Pelatih eksternal merupakan seseorang atau suatu tim pelatih


dari luar perusahaan yang diminta untuk memberikan
pengembangan kepada para karyawan, baik pelatih didatangkan
atau karyawannya ditugaskan atau mengikuti lembaga-lembaga
pendidikan atau pelatihan.
2. Pelatih gabungan internal dan eksternal adalah suatu tim
gabungan yang memberikan pengembangan kepada para
karyawan. Pengembangan yang ditangani tim internal dan
eksternal akan lebih baik karena pelatih akan saling isi-mengisi
dalam memberikan pengembangan kepada karyawan.

b. Pengembangan

Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka


panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir
dimana pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual

6
dan teoritis guna mencapai tujuan yang umum.

Menurut Wexley dan Yuki, pengembangan memusatkan pada


peningkatan dan penyempurnaan pengambilan keputusan dan
keterampilan hubungan masyarakat serta penyajian segala sesuatu
yang lebih factual dan lebih sempit.

Pengembangan mempunyai cakupan yang lebih luas dan


terfokus pada pemberian individu dan kapabilitas baru yang
berguna untuk pekerjaan sekarang maupun masa depan.
Pengembangan adalah usaha-usaha untuk meningkatnkan
kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas.
(Mathis dan Jakson, 2004, 301 dan 305).

Pengembangan mempersiapkan individu dimasa yang akan


datang. Pengembangan difokuskan pada pembelajaran dan
pengembangan pribadi. (Jhon Ivancevich, 2007, 394).

Pengembangan (development) adalah fungsi operasional kedua


dari manajemen personalia. Pengembangan karyawan lama/baru
perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Agar
pengembangan dapat dilaksanakan dengan baik, harus lebih dahulu
ditetapkan suatu program pengembangan karyawan. Pengembangan
adalah suatu usaha yang meningkatkan kemampuan teknis ,
teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.
(hasibuan, 2003,68 )

7
B. Cara Menyusun Rencana Diklat dengan Optimal dan Tepat Sasaran

Menyusun rencana program pelatihan kepada karyawan memang tidak


semudah yang dibayangkan. Ada berbagai macam pertimbangan yang sering
dilakukan sebelum memutuskan semua jenis kebutuhan ini.

Pada dasarnya perusahaan bisa bekerja sama dengan pihak dari luar
perusahaan atau menetapkan semua cara menyususn rencana pelatihan secara
mandiri. Rencana pelatihan biasanya meliputi pengembangan program, cara
penerapapan program dan hasil akhir yang harus dicapai dalam sebuah program
pelatihan. Berikut ini adalah beberapa pedoman cara menyusun rencana pelatihan
untuk sebuah organisasi atau perusahaan.

a. Langkah Menyusun Rencana Pelatihan

Setelah itu anda harus membuat sebuah rencana pelatihan yang


berhubungan dengan sistem kerja perusahaan. Pelatihan terbaik untuk
karyawan adalah berhubungan dengan bidang kerja mereka sehingga
pengetahuan mereka juga akan bertambah. Langkah-langkah tersebut adalah:

a) Lakukan analisis terhadap semua cara menyusun rencana pelatihan. Anda


harus mengerti tentang semua kebutuhan yang paling diinginkan oleh
perusahaan. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan karena bisa
membuat waktu yang dipakai menjadi lebih efektif.
b) Setelah anda menentukan jenis pelatihan yang akan diadakan maka
lakukan langkah lanjutan agar semua karyawan yang terlibat dalam
pelatihan dapat menerima semua manfaatnya. Anda harus menentukan
semua hal yang diperlukan dalam pelatihan. Pertimbangkan mengenai
perangkat dan media yang paling dibutuhkan dalam membuat pelatihan.
c) Tentukan peserta pelatihan. Penting bagi seseorang yang bertanggung
jawab dalam melakukan pelatihan untuk mengtahui sasaran yang tepat.

8
Banyak pelatihan yang dianggap kurang bermanfaat karena tidak diikuti
oleh peserta yang tepat.

b. Menentukan Kebutuhan Jenis Pelatihan

Mengetahui semua sumber yang terlibat dalam pelatihan akan membuat


program pelatihan menunjukkan hasil yang lebih bermanfaat. Sebelum anda
melangkah pada proses pelatihan maka anda bisa menentukan jenis pelatihan yang
paling dibutuhkan oleh karyawan. Proses ini bisa dilakukan dengan memakai jenis
perusahaan yang berbeda.

Namun Anda bisa menentukan dengan perusahaan personalia. Berikut ini adalah
metode untuk menentukan tujuan perusahaan agar sesuai dengan harapan
perusahaan.

a. Semua program yang direncanakan dalam sebuah perusahaan biasanya sudah


ditentukan sejak awal. Perusahaan bisa membuat rencana tujuan ini dalam
berbagai skala sesuai dengan tingkat penilaian perusahaan. Skala waktu
antara 3 hingga 12 bulan akan ditentukan dengan target yang berbeda.
b. Setelah mengetahui semua rencana dan target perusahaan maka program
pelatihan harus dilakukan sesuai dengan rencana. Pengembangan cara
menyusun rencana pelatihan harus mengetahui tentang semua rencana
pekerjaan yang diinginkan oleh perusahaan. Misalnya jika perusahaan ingin
membuat rencana yang sesuai dengan peningkatan angka produksi dan
penghematan biaya. Maka tujuan dari perusahaan ini harus diberitahukan
kepada semua karyawan di berbagai level.
c. Membuat rencana pelatihan tidak akan berjalan dengan baik sebelum diawali
dengan penyusunan dokumen yang baik. Semua orang yang terlibat dalam
penyusunan rencana ini harus membuat sebuah strategi khusus agar program

9
pelatihan berjalan dengan baik. Tentukan jenis dokumen yang akan dibuat,
apakah itu harus dalam bentuk email atau dokumen yang sudah dicetak.
Untuk menentukan jenis dokumen maka perusahaan juga harus bisa
menentukan dokumen yang paling mudah diterima oleh peserta pelatihan.

Menentukan jenis peserta pelatihan harus masuk dalam dokumen cara


menyusun rencana pelatihan. Rencana ini harus dibuat dalam dokumen yang
lengkap dan mudah untuk dipelajari. Setiap organisasi atau kelompok yang
terlibat dalam perusahaan bisa menentukan jenis karyawan atau objek tertentu
yang terlibat dalam proses pelatihan. Berikut ini adalah beberapa data yang
harus diperiksa untuk menentukan target peserta pelatihan.

Gunakan catatan karyawan dari departemen personalia. Jika perusahaan anda


memiliki sebuah sistem pelatihan yang lengkap maka biasanya pelatihan akan
diadakan dalam berbagai macam level. Perusahaan bisa memakai data
karyawan dari orientasi tahun masuk ke perusahaan hingga jenis karyawan
yang bermasalah. Setelah anda mengetahui semua data ini maka
kelompokkan mengenai karyawan yang membutuhkan pelatihan dan tidak.
Terkadang saat menentukan data ini anda juga bisa menemukan jenis
pelatihan yang paling dibutuhkan.

Memakai sebuah data karyawan saja tidak cukup untuk menentukan siapa
peserta pelatihan. Anda bisa melakukan berbagai macam cara pengamatan
sehingga menemukan jenis pelatihan dan target pelatihan.

Jika perusahaan termasuk dalam perusahaan produksi maka sangat penting


untuk sering terlibat dalam kegiatan produksi. Berbagai macam faktor
keamanan karyawan, efektifitas produksi dan kualitas akan menjadi orientasi
yang sangat tepat.

10
Pertemuan dengan berbagai macam bidang dalam perusahaan. Sebuah
perusahaan yang kuat akan memberikan pelatihan kepada semua karyawan
pada bidang Setiap bidang yang akan memiliki ketua dengan level yang
berbeda seperti manajer atau pengawas.

Anda bisa melakukan berbagai macam program diskusi dengan bidang yang
terlibat sehingga bisa menentukan jenis pelatihan yang paling tepat. Beberapa
orang yang akan memberikan ide bisa memancing jenis pelatihan yang lebih
tepat. Cara menyusun rencana pelatihan tidak bisa dibuat dengan cara yang
spontan.

Ide-ide mengenai jenis pelatihan, cara pelatihan dan metode pelatihan


membutuhkan keputusan yang kuat. Hal ini dilakukan agar sebuah pelatihan
menjadi tepat sasaran dan tidak hanya menghabiskan biaya saja. Mengenai
tempat pelatihan sebaiknya perusahaan bisa menentukan dengan cara paling
bijak. Waktu dan tempat pelatihan hendaknya harus ditentukan dengan
prosedur yang tepat sehingga tidak mengganggu kinerja karyawan.

Selanjutnya istilah kebutuhan lebih diperjelas oleh Kaufman dalam Rothwell


dengan menyatakan bahwa kebutuhan sebagai kesenjangan kinerja yang
dapat membedakan antara apa yang diketahui, dilakukan atau dirasakan
dengan apa yang seharusnya diketahui, dilakukan dan dirasakan untuk
ditunjukkan sebagai suatu kemampuan. Kebutuhan dinyatakan dalam bentuk
kata benda (noun), bukan sebagai kata kerja (verb). Dari kedua definisi yang
dikemukakan di atas menunjukkan bahwa kebutuhan dapat diketahui dari
adanya ketimpangan atau belum dicapainya suatu situasi berdasarkan unjuk
kerja yang dipersyaratkan untuk suatu jabatan atau pekerjaan dalam
organisasi.

Selanjutnya, Bradshaw menyatakan terdapat 4 (empat) jenis kebutuhan, yaitu:


kebutuhan normatif (normative need), kebutuhan yang dirasakan (felt need),

11
kebutuhan yang diekspresikan (expressed need), kebutuhan komparatif
(comparative need). Selanjutnya, Burton dan Merril dalam Kemp menyatakan
terdapat 6 tipe atau sumber data untuk mengetahui adanya suatu kebutuhan,
yaitu kebutuhan normatif (normative need), kebutuhan yang dirasakan (felt
need), kebutuhan yang diekspresikan (expressed need), kebutuhan komparatif
(comparative need), kebutuhan antisipatif (anticipated or future needs) dan
kebutuhan kritis dan mendesak (critical incident needs). Dari dua pendapat
tentang tipe kebutuhan tersebut, dapat ditemukan 6 (enam) tipe kebutuhan
yang dapat dijadikan dasar dalam penemuan kebutuhan pendidikan dan
pelatihan.

Kebutuhan normative (normative needs) adalah kebutuhan yang ada karena


dibandingkan dengan norma tertentu. Misalnya, secara normative ditetapkan
bahwa untuk menduduki jabatan struktural dipersyaratkan untuk mengikuti
Diklat Kepemimpinan. Apabila pada suatu Pemerintah Daerah jumlah pejabat
yang akan dipromosikan lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan jumlah
pegawai yang telah memenuhi persyaratan Diklat Kepemimpinan, maka
secara normatif terdapat kebutuhan untuk mengikuti Diklat Kepemimpinan.

Kebutuhan yang dirasakan (felt need) biasanya berasal atau disampaikan


seseorang kalau kepadanya kita tanyakan apa yang diperlukan. Misalnya,
prestasi kerja seorang pegawai cenderung menurun.  Alasan pegawai
cenderung menyatakan bahwa peralatan atau teknologi baru yang diterapkan
di tempat kerjanya belum dikuasai dengan benar. Maka peningkatan
kemampuan menggunakan peralatan baru merupakan kebutuhan yang
dirasakan oleh pegawai yang bersangkutan.

Kebutuhan yang diekspresikan (expressed need) dapat disamakan dengan


pemikiran ekonomi yang menyatakan apabila  seseorang memerlukan sesuatu
maka akan menimbulkan permintaan (demand). Misalnya, mobil  mogok
karena kehabisan bensin, selanjutnya kita harus membeli bensin dipompa

12
bensin terdekat. Tindakan membeli bensin tersebut merupakan wujud dari
kebutuhan yang diekspresikan.

Kebutuhan komparatif (comparative need) adalah kebutuhan yang muncul


kalau  membandingkan dua kondisi atau lebih yang berbeda. Misalnya, pada
Dinas Pendapatan Kota, terjadi peningkatan Pendapatan Asli Daerah secara
signifikan disertai peningkatan invetasi di sektor pariwisata. Sementara  Kota
Y yang memiliki potensi dan sumber daya yang relatif sama tidak terjadi
peningkatan dalam penerimaan dan investasi. Berdasarkan hasil pengamatan
pejabat Kota Y yang melakukan studi ke Kota X, diketahui bahwa penerapan
teknologi baru dalam pemberian pelayanan kepada wajib pajak dan retribusi
disertai dengan pemberian pelatihan bagi pegawai yang bertugas memberikan
pelayanan.  Kondisi ini, menunjukkan akan timbul kebutuhan yang berasal
dari perbandingan antara kondisi Kota X dengan Kota Y.

Kebutuhan antisipatif (anticipated or future needs) adalah kebutuhan yang


timbul dari perkiraan perubahan di waktu yang akan datang. Identifikasi
terhadap kebutuhan tipe ini merupakan bagian dari perencanaan, dengan
demikian pelatihan dapat didesain mendahului tahap implementasi perubahan
tersebut. Sebagai contoh, salah satu kabupaten akan menerapkan Sistem
Informasi Manajemen Pendapatan Daerah tahun depan sebagai salah satu
bentuk peningkatan efisiensi manajemen pendapatan daerah. Agar dapat
terimplementasi dengan baik, maka dibutuhkan beberapa pelatihan yang
terkait dengan penerapan sistem informasi manajemen, diantaranya Pelatihan
Operator Komputer, Pelatihan Manajemen Data dan lain-lain.

Kebutuhan kritis dan mendesak (critical incident needs), tipe kebutuhan ini
bukan semata ditujukan untuk mengatasi kegagalan dalam pelaksanaan suatu
kegiatan, namun juga untuk mengatasi berbagai konsekuensi kerja yang
sangat riskan, misalnya bencana alam, kebocoran reaktor nuklir, kesasalan
terapi dan lain-lain. Kebutuhan ini diidentifikasi melalui analisis potensi

13
masalah dengan pertanyaan ”apa yang akan dilakukan bila”, misalnya ”Apa
yang akan dilakukan bila terjadi kerusakan pada sistem jaringan telepon atau
komputer?”

Tipe kebutuhan yang disebutkan di atas dapat diterapkan dalam


mengidentifikasi kebutuhan diklat pegawai. Bila tipe kebutuhan normatif
dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah, maka tingkat kepuasan masyarakat
akan meningkat. Hal ini disebabkan karena kebutuhan normatif dapat
mengungkap standar kinerja yang seharusnya dilaksanakan dan dipatuhi oleh
setiap pejabat pada pemerintah daerah. Contoh standar kinerja yang dapat
dikategorikan sebagai kebutuhan tipe normatif diantaranya timbul dari 
pernyataan bahwa pembuatan Kartu Tanda Penduduk  (KTP) di wilayah
Provinsi X tidak dibebani biaya. Apabila masih dijumpai adanya pungutan
kepada masyarakat dalam pembuatan KTP, maka dapat dinyatakan adanya
kebutuhan normatif untuk menghilangkan pungutan dalam pembuatan KTP.

Timbulnya berbagai kebutuhan dalam pelaksanaan tugas pada organisasi,


sebagian diantaranya dapat dinyatakan sebagai kebutuhan diklat. Secara
umum kebutuhan diklat dinyatakan sebagai kesenjangan yang ada antara
syarat-syarat pekerjaan yang benar dalam jabatan yang telah tersedia dengan
kemampuan sekarang dari pelaksana jabatan. Kesenjangan yang terjadi pada
pelaksana jabatan tersebut menurut Rosset dapat disebabkan oleh empat hal,
yaitu: kurangnya keterampilan atau pengetahuan, perubahan dalam
organisasi, kurang atau tidak adanya insentif dan tidak termotivasinya
pegawai untuk melakukan pekerjaan.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan analisis kebutuhan diklat adalah proses


untuk menentukan apa yang seharusnya dalam rumusan sasaran-sasaran dan
dilanjutkan dengan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang
seharusnya dengan apa yang semestinya. Proses ini disebut juga sebagai need
assessment atau discrepancy analysis. Jadi, analisis kebutuhan diklat dapat

14
dinyatakan sebagai studi sistematik tentang suatu masalah atau inovasi,
memasukkan data dan opini dari berbagai sumber yang dimaksudkan untuk
mengambil keputusan atau memberikan rekomendasi tentang jenis
kemampuan apa yang akan diberikan kepada calon peserta diklat.

Dalam pelaksanaannya, Kaufman dalam Sadiman mengidentifikasi sekurang-


kurangnya tiga karakteristik analisis kebutuhan diklat, yaitu: data harus
menyajikan kondisi aktual si belajar dan orang-orang yang terkait baik
kondisi saat ini maupun kondisi yang diharapkan; tidak ada analisis
kebutuhan yang bersifat final dan lengkap dan ketimpangan seharusnya
diidentifikasi dari produk dan bukannya mengenai proses. Berdasarkan
karakteristik analisis kebutuhan diklat tersebut dapat diketahui bahwa
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang berkelanjutan dari satu analisis
kebutuhan ke analisis kebutuhan selanjutnya.

Kesinambungan proses analisis juga tergambarkan dalam langkah-langkah


kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan analisis kebutuhan diklat,
yaitu: (1) penyusunan rencana, (2) identifikasi gejala masalah, (3) penentuan
lingkup perencanaan, (4) identifikasi alat dan prosedur analisis, (5) penentuan
dan rumuskan kondisi sekarang, (6) tentukan kondisi yang diharapkan, (7)
pertemukan perbedaan pendapat, (8) urutkan kebutuhan dan  (8) teruskan
penilaian untuk tetap up to date. Pada langkah kedelapan secara tegas
dinyatakan untuk melakukan penilaian sehingga hasil yang diperoleh selalu
tetap up to date. Langkah pelaksanaan yang disebutkan di atas, merupakan
salah satu pilihan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan analisis
kebutuhan diklat.

Hal lainnya yang terkait dengan pelaksanaan analisis kebutuhan diklat adalah
tingkatan atau level pelaksanaan analisis kebutuhan diklat yang meliputi
level    organisasi, pekerjaan dan individu. Pada level organisasi, analisis
ditujukan untuk melihat kelemahan umum yang terdapat pada organisasi.

15
Misalnya unit atau bidang yang paling membutuhkan pelatihan berdasarkan
kinerja yang dicapai. Analisis kebutuhan diklat pada level pekerjaan
bertujuan untuk mengetahui jenis keterampilan, pengetahuan dan sikap yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan
tertentu. Misalnya, pekerjaan arsiparis membutuhkan jenis keterampilan,
pengetahuan atau sikap apa saja sehingga pekerjaan arsiparis menjadi lebih
baik. Selanjutnya, analisis kebutuhan diklat pada level individu bertujuan
untuk mengetahui siapa diantara pegawai yang akan mengikuti diklat tertentu.

Kaufman dengan memperhatikan kondisi awal atau pertanyaan yang diajukan


untuk melaksanakan analisis kebutuhan membagi jenis analisis ke dalam 6
kategori, yaitu model Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan Zeta. Kategori
ini dikembangkan Kaufman untuk menunjukkan adanya urut-urutan langkah
kegiatan dalam analisis kebutuhan.

Model Alpha dimulai dari seluruh bagian yang terkait dengan analisis
kebutuhan (dewan pendidikan, fasilitator, penyelenggara dan pengguna
lulusan) saling menghargai pendapat yang ada tentang solusi yang
diberlakukan saat ini. Selanjutnya ditentukan kesenjangan antara hasil yang
diperoleh dengan hasil dipersyaratkan dan yang diharapkan. Model Beta
dilakukan pada saat semua unsur yang terkait dengan pelaksanaan diklat telah
merasa yakin bahwa tujuan dan kebijakan yang diterapkan sudah benar, hal
ini akan menjadi prasyarat untuk menentukan kesenjangan dalam kinerja
peserta sekarang dengan kinerja yang diharapkan. Model Gamma dimulai
pada saat timbul pertanyaan untuk mengurutkan hasil (goal) dan tujuan
(objective) yang telah ada untuk menghasilkan urutan hasil yang diharapkan
berdasarkan prioritas, alternatif program maupun material yang menunjang
pencapaian kinerja organisasi. Model Delta lebih memfokuskan perhatian
pada tugas-tugas manajerial untuk menunjang pelaksanaan analisis
kebutuhan. Selanjutnya model Epsilon dan Zeta mempunyai peranan untuk

16
melakukan evaluasi sehingga secara konstan dan berkelanjutan terjadi
perubahan.

Pengelompokan yang lain atas ruang lingkup analisis kebutuhan diklat


dilakukan oleh Laird, yaitu dengan micro needs dan macro needs.
Pengelompokan ini didasarkan atas dampak dari kegiatan yang dilakukan
oleh Unit Training&Development pada suatu organisasi. Micro needs 
ditujukan hanya untuk mengetahui kebutuhan seseorang atau kelompok kecil
pegawai, sebaliknya macro needs  ditujukan untuk seluruh pegawai atau
sekelompok pegawai yang melaksanakan tugas dengan spesifikasi pekerjaan
yang sama.

Selanjutnya, Kaufman mengidentifikasi adanya  tiga model umum analisis


kebutuhan diklat, yaitu: model induktif, deduktif, dan klasik. Model induktif 
adalah suatu model yang didahului dengan kegiatan mengukur perilaku calon
peserta, kemudian mengelompokkannya dalam kawasan program dari sudut
tujuan umum yang diharapkan oleh masyarakat. Harapan tersebut kemudian
dibandingkan dengan tujuan besar yang telah ditetapkan dan akhirnya disusun
tujuan yang lebih terperinci. Model deduktif (tipe D) adalah suatu model yang
berturut-turut dimulai dari rumusan  tujuan umum dan pernyataan hasil yang
ada dituangkan ke dalam tingkah laku yang diharapkan, penetapan kriteria
untuk mengukur perilaku, mengadakan kesepakatan dengan  partner
pendidikan lainnya (calon peserta, fasilitator, pengguna lulusan dan
masyarakat), melakukan pengumpulan data tentang kesenjangan kemampuan,
merumuskan tujuan, mengembangkan program, melaksanakan dan
mengevaluasi. Sementara itu model klasik (tipe C) adalah suatu model yang
berkaitan dengan orientasi pencapaian sasaran pada pendidik daripada
orientasi pencapaian sasaran si belajar.

Teknik selanjutnya adalah needs assessment yang diartikan sebagai cara


untuk mendapatkan opini tentang tujuan (optimals, actuals, feelings,

17
causes dan solusions) dari berbagai pihak. Teknik needs
assessment mensyaratkan melakukan kontak dengan sumber informasi untuk
mendapatkan perspektif dan informasi baru yang terkait dengan kinerja yang
telah dicapai oleh setiap orang atau organisasi. Teknik terakhir adalah
melakukan subject matter analysis, yaitu melakukan pengkajian terhadap
bangun pengatahuan, keterampilan atau sikap yang akan dibelajarkan,
sehingga calon peserta diklat dapat meningkatkan kinerjanya.  

Teknik lainnya adalah analisis kebutuhan diklat dengan


menggunakan Quality Function Deployment (QFD). Teknik ini menggunakan
statistik, model setahap demi setahap untuk menemukan apa yang harus
dilakukan pada semua level pekerjaan untuk menemukan permintaan
pelanggan. Hasil dari proses ini digunakan untuk menemukan kebutuhan
pekerja atau peserta belajar yang berupa konten pembelajaran, perilaku yang
diharapkan, metode, proses, dan lain sebagainya dalam memuaskan
pelanggan melalui peningkatan kualitas pekerjaan.

Seluruh teknik analisis yang dikemukakan di atas, perlu didukung oleh alat
yang tepat. Dengan memperhatikan demikian luasnya teknik analisis yang
dapat dilakukan, maka alat analisispun menjadi bervariasi, yaitu dapat
menggunakan wawancara, observasi, analisis kelompok dan survey.
Berdasarkan pilihan alat tersebut, survey dengan menggunakan kuesioner
menjadi pilihan yang banyak dilakukan oleh pengembang program diklat.

Pada akhirnya rangkaian kegiatan dengan menggunakan teknik dan alat


analisis kebutuhan diklat adalah tersedianya rumusan yang disebut:
”optimals”, ”actuals”, ”causes”,
”feelings” dan ”solutions”. Optimals adalah tersedianya informasi tentang
jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang perlu ditingkatkan dan
ditindaklanjuti dalam bentuk diklat. Ketersediaan informasi ini merupakan
tingkatan paling awal yang semestinya dapat diperoleh dari pelaksanaan

18
analisis kebutuhan diklat. Tahap selanjutnya adalah dapat
menemukan actuals, yaitu pengembang program memiliki penjelasan yang
lebih detail tentang mengapa arus dokumen yang menyangkut sesuatu hal
tertentu berjalan tidak sebagaimana mestinya atau salah dan di lain pihak
dokumen yang lain dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Selanjutnya, tujuan yang dapat dicapai adalah feelings, yaitu memahami apa


yang dirasakan oleh orang yang melaksanakan pekerjaan. Misalnya
bagaimana perasaan sekretaris dengan mulai dipergunakannya sistem telepon
yang baru dengan demikian kita dapat memahami apakah yang bersangkutan
merasa kompeten untuk belajar dan menggunakannya.

Causes berkaitan dengan menemukan penyebab berbagai masalah yang


terkait dengan kinerja yang ada sekarang, dengan demikian pertanyaan yang
diajukan adalah mengapa pertanyaan ini seharusnya ditujukan pada pimpinan
organisasi. Tujuan akhir dari pelaksanaan analisis kebutuhan adalah
penetapan pemecahan masalah kinerja, dapat dilakukan dengan diklat atau
non diklat yang disampaikan dalam bentuk keputusan atau rekomendasi.
Keputusan menjadi pelatihan atau tidak dapat juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dianggap paling dominan dalam suatu organisasi.

BAB III
PENUTUP

19
A. Kesimpulan

Pelatihan pada dasarnya dilakukan sebagai sarana untuk menghilangkan


atau setidaknya mengurangi kesenjangan antara kinerja saat ini (current
condition ) dengan kinerja standar atau tingkat kinerja optimal yang diharapkan
dari karyawan.

Pelatihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM


organisasi yang berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung
jawab individu yang bersangkutan saat ini (current job oriented).

Pelatihan yang diadakan oleh perusahaan memiliki tujuan sangat positif


selain peserta mendapatkan materi-materi baru dalam jobnya, mereka juga dapat
bersilaturahmi dengan peserta lain yang datang dari berbagi daerah dalam satu
perusahaan yang sama maupun berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

20
Carrel, & Kuzmits. (1982). Pelatihan Tenaga Kerja. Jakarta: PT Pradnya.
Jackson. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.
Priansa, D. (2014). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: Alfabeta.
Simamora, H. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta: STIE
YKPN.

21

Anda mungkin juga menyukai