A. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini bertujuan untuk menjelaskan dan menerapkan konsep
manajemen program pelatihan secara efektif dan efisien.
B. Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan dan menerapkan manajemen program pelatihan yang efektif dan
efisien.
2. Menyusun dan mempresentasikan program pelatihan yang efektif dan efisien.
C. Konsep Pelatihan
Kata pelatihan menurut Poerwadarminta (1986) berasal dari kata “latih”
ditambah berawalan pe-, dan akhiran -an yang artinya telah biasa, keadaan telah biasa
diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar atau diajar. Latihan berarti pelajaran
untuk membiasakan diri atau memperoleh kecakapan tertentu, sedangkan pelatih
adalah orang-orang yang memberikan latihan. Menurut Undang-Undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan pasal I ayat 9, pelatihan adalah keseluruhan kegiatan
untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian
tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Berdasarkan pendapat para ahli, pelatihan memiliki makna yang beragam.
Pelatihan menurut Imam Hardjanto (2012:69) merupakan bagian dari pendidikan yaitu
menyangkut proses belajar yang dilaksanakan di luar sekolah, memerlukan waktu yang
relatif singkat, serta lebih menekankan pada praktik. Pelatihan bersifat spesifik, praktis,
dan segera. Spesifik mengandung maksud pelatihan berhubungan dengan bidang
pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan segera berarti pelatihan yang dilaksanakan
merupakan upaya memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu
yang relatif singkat dan lebih banyak praktek daripada teori.
Gomes (1997:197) juga menyatakan bahwa pelatihan adalah setiap usaha untuk
memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya. Untuk itu, idealnya pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan
tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan-tujuan
para pekerja secara perorangan. Pelatihan sering dianggap sebagai kegiatan yang paling
umum dilakukan oleh para pimpinan/atasan untuk meningkatkan keterampilan pegawai
atau para pekerja, agar lebih produktif dalam bekerja sekalipun manfaat-manfaat
tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita karena pegawai/pekerja
tersebut sedang melaksanakan pelatihan.
Oemar Hamalik (2007:10) mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses
yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam
bentuk pemberian bantuan kapada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional
kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja
peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan
produktivitas dalam suatu organisasi. Dengan demikian dapat diuraikan bahwa: 1)
Pelatihan adalah suatu proses, 2) Pelatihan dilaksanakan dengan sengaja, 3) Pelatihan
diberikan dalam bentuk pemberian bantuan, 4) Sasaran pelatihan adalah unsur
ketenagakerjaan, 5) Pelatihan dilaksanakan oleh tenaga professional, 6) Pelatihan
berlangsung dalam satuan waktu tertentu, 7) Pelatihan meningkatkan kemampuan kerja
peserta, dan Pelatihan harus berkenaan dengan pekerjaan tertentu.
Model pelatihan pada awalnya berkembang pada dunia usaha terutama melalui
kegiatan magang secara tradisional. Dalam sebuah magang tradisional, kegiatan belajar
mengajar dilakukan oleh seorang warga belajar (peserta pelatihan) dan seorang sumber
belajar (tutor). Pada perkembangan selanjutnya, interaksi edukatif yang terjadi dalam
pelatihan tidak hanya melalui perorangan akan tetapi terjadi melalui kelompok warga
belajar/peserta pelatihan yang memiliki kebutuhan dan tujuan belajar yang sama
dengan didampingi oleh satu atau lebih pelatih/sumber
belajar/trainers/tutor/instruktur/widyaiswara. Menurut Allison Rosset (1987) dalam
Djudju Sudjana (1993:12) menyatakan bahwa tujuan pelatihan dapat tercapai apabila
warga belajar, tutor saling memahami, saling menghargai, saling pengertian dan saling
membelajarkan satu dengan lainnya.
Selanjutnya menurut Sudjana, pada abad pertengahan sampai awal abad ke-19,
kondisi dan perkembangan interaksi edukatif dalam model pelatihan/training yang
dikembangkan oleh dunia usaha dibangun atas dasar kebutuhan peningkatan produksi,
memperluas pemasaran, dan kemampuan perusahaan dalam memantapkan pengelolaan
unit usaha itu sendiri. Interaksi edukatif yang terjadi pada model pelatihan saat itu
adalah adanya interaksi edukatif antara tiga kelompok orang dalam kegiatan
belajarnya. Kelompok pertama, adalah orang-orang yang telah memiliki keahlian
dalam bidang usaha. Merekalah yang menguasai pengetahuan dan keterampilan untuk
meningkatkan produksi, pengadaan bahan Baku, dan pemilikan Dana. Kelompok
kedua, yaitu orang-orang yang telah memiliki keahlian sebagaimana keahlian
kelompok pertama. Keahlian itu mereka peroleh dengan belajar dari kelompok
pertama, namun mereka tidak memiliki modal usaha. Kelompok ketiga adalah orang-
orang yang belum memiliki keahlian sebagaimana keahlian yang telah dimiliki oleh
orang pertama dan kedua. Orang-orang yang termasuk pada kelompok ketiga ini
sedang belajar dari kelompok pertama dan atau kelompok kedua pada saat mereka
bekerja di perusahaan. Dengan kata lain kelompok ketiga tersebut belajar sambil
bekerja. Model pelatihan ini terjadi ketika dunia industri mulai berkembang.
Saat ini, pelatihan mengalami perkembangan yang cukup pesat dan
diselenggarakan oleh berbagai lembaga pelatihan baik pemerintah maupun non
pemerintah. Beberapa kategori dan model pelatihan yang dilakukan lembaga
pemerintah Departemen dan non-Departemen menurut Mustafa Kamil (2003) di
antaranya adalah dalam bentuk: pre-service training (pra jabatan), in-service training
(latihan dalam jabatan) dan social service training (latihan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat). Pelatihan-pelatihan tersebut di antaranya berdasar pada
konsep kebutuhan jabatan dan atau self-actualisation.
Berdasarkan tempat penyelenggaraannya, pelatihan dibedakan dalam 3 jenis
yaitu: Program On the Job Training yaitu program pelatihan ini dikembangkan dan
diimplementasikan organisasi secara formal sekalipun ada juga yang
mengembangkannya secara tidak formal; 2) Program On Site but not On the Job
Training yaitu program pelatihan yang sesuai untuk organisasi yang membutuhkan
after-hour programs dimana organisasi menghendaki agar kajian mandiri pelatihan dan
pengembangan SDM pegawai tetap keep in touch atau berkaitan dengan bidang
pekerjaannya. Metode ini juga sesuai untuk pegawai yang ingin meng-up date keahlian
dan pengetahuannya. 3) Program Off the Job Training yaitu program pelatihan yang
digunakan untuk pegawai non-manajerial dan pegawai manajerial. Pelatihan ini dapat
menggunakan metoda formal course, simulation, human relations role playing, human
relation sensitivity training, case discussion, dan wilderness training.
Pelatihan bertujuan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan
kompetensi kerja dalam meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan,
seperti: 1) memperbaiki kinerja pegawai yang bekerja karena kekurangan keterampilan,
2) memuktahirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui
pelatihan, pelatih memastikan bahwa pegawai dapat megaplikasikan teknologi baru
secara efektif, 3) mengurangi waktu pembelajaran bagi pegawai baru agar kompeten
dalam pekerjaan, 4) membantu memecahkan masalah orperasional, 5) mempersiapkan
pegawai untuk promosi/ satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi pegawai,
6) mengorientasikan pegawai terhadap organisasi, dan 7) memenuhi kebutuhan
pertumbuhan organisasi (Simamora, 2006).
Beberapa manfaat program pelatihan diantaranya: 1) meningkatkan kuantitas dan
kualitas produktivitas, 2) mengurangi waktu belajar yang diperlukan pegawai untuk
mencapai standar kinerja yang dapat diterima, 3) membentuk sikap, loyalitas, dan
kerjasama yang lebih menguntungkan, 4) memenuhi kebutuhan perencanaan
semberdaya manusia, 5) mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja, dan 6)
membantu pegawai dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka. Program
pelatihan/Diklat yang efektif adalah program pelatihan yang dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan berdampak pada meningkatnya kinerja peserta pelatihan
(Simamora, 2006).
Berikut ini adalah contoh format struktur pelatihan yang bisa dibuat.
STRUKTUR PROGRAM PELATIHAN
A KELOMPOK DASAR
1 Pembangunan Bidang Agama 3
2 Nilai-Nilai Dasar Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Agama 3
3 Sistem Pelatihandan Pengembangan SDM Kementerian Agama 3
Jumlah 9
B KELOMPOK INTI
1 Konsep Penelitian Tindakan Kelas 4
2 Proposal Penelitian Tindakan Kelas 8
3 Instrumen Penelitian Tindakan Kelas 8
4 Simulasi Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas 8
5 Teknik Pengolahan Data Hasil Penelitian Tindakan Kelas 8
6 Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas 8
Jumlah 44
C KELOMPOK PENUNJANG
1 Overview 1
2 Building Learning Commitment 3
3 Rencana Tindak Lanjut 1
4 Evaluasi Program 1
5 Ujian 1
Jumlah 7
TOTAL 60
MATERI POKOK/
KOMPETENSI DAFTAR PUSTAKA/
NO MATA PELATIHN JP INDIKATOR SUB MATERI
MATA PELATIHAN REFERENSI
POKOK
A. KELOMPOK DASAR
1. Pembangunan Bidang 3 Memahami peran 1.1 Menjelaskan tugas 1. Tugas dan 1. Moderasi
Agama pemerintah dalam Kementerian Agama Fungsi Beragama
pelayanan umat 1.2 Menjelaskan fungsi Kementerian Kemeterian
beragama Kementerian Agama Agama Agama
1.3 Dst.. 2. Moderasi (Kementerian
Beragama Agama)
3. Dst.. 2. Dst..
2. Nilai-Nilai Dasar 3 Memahami konsep 2.1 Mendeskripsikan nilai- 1. Revolusi Mental: 1. Revolusi
Sumber Daya Manusia revolusi mental, konsep nilai revolusi mental 2. Wawasan Pancasila (Yudi
SDM Kementerian ikhlas beramal, lima nilai dalam kehidupan Kebangsaan Latif,Mizan)
Agama budaya kerja, dan kode 2.2 Menjelaskan wawasan 3. Dst 2. Dst..
etik pegawai kebangsaan
Kementerian Agama 2.3 Dst...
3. Dst. 3.1 1.
Jumlah A 9
B. KELOMPOK INTI
1 Konsep Penelitian 4 1. Memahami Konsep Peserta pelatihan dapat: 1. Konsep PTK 1. Suharsimi Arikunto
Tindakan Kelas PTK 1.1. Mendeskripsikan 2. Prinsip, prosedur (2004)
konsep PTK dan karakteristik 2. Pedoman Penilaian
1.2. Menjelaskan prinsip PTK Kegiatan PKB
PTK 3. Dst.. (Kemendikbud
1.3. Dst.. GTK 2019)
2 Proposal Penelitian 8 2. Menganalisis 2.1. Menjelaskan 1. Proposal PTK
Tindakan Kelas Proposal PTK sistematika proposal 2. Sistematika
MATERI POKOK/
KOMPETENSI DAFTAR PUSTAKA/
NO MATA PELATIHN JP INDIKATOR SUB MATERI
MATA PELATIHAN REFERENSI
POKOK
2.2. Menganalisis proposal proposal PTK
Penelitian Tindakan Dst..
Kelas
2.3. Dst...
3 Dst..... 1.1. a.
Jumlah B 44
KELOMPOK
C.
PENUNJANG
1. Overview 1 Memahami target dan 1.1. Menyebutkan kompetensi 1. Target Output 1. Pedoman Diklat
cara mencapai yang harus dicapai pasca Pelatihan 2. Dst..
kompetensi pelatihan pelatihan 2. Tata Tertib
1.2. Menyebutkan tata tertib Pelatihan
1.3. Dst.. 3. Dst.
2. Building Learning 3 Memahami cara 2.1. Menjelaskan konsep diri 1. Konsepdiri 1. Building Learning
Commitment mengenali diri sendiri 2.2. Menjelaskan experiential 2. Experiential Commitment
dan orang lain learning cycle Learning Cycle (Jakarta: LAN-
2.3. Menyusun komitmen 3. Komitmen RI.2003)
belajar belajar
3. 3.1. 1.
4. 4.1. 1.
A KELOMPOK DASAR
1
2 Dst..
Jumlah
B KELOMPOK INTI
1
2
3 Dst.....
Jumlah
C KELOMPOK PENUNJANG
1
2 Dst.
Jumlah
TOTAL
SILABUS PELATIHAN
NAMA :
KOMPETENSI :
MATERI POKOK/
KOMPETENSI DAFTAR PUSTAKA/
NO MATA PELATIHN JP INDIKATOR SUB MATERI
MATA PELATIHAN REFERENSI
POKOK
A. KELOMPOK DASAR
1.
2.
3. Dst.
B. KELOMPOK INTI
1
2
3 Dst.....
KELOMPOK
C.
PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Denny, Pelatihan Kerja, Definisi, Tujuan, Teknik Dan Manfaatnya, dalam Jurnal
Manajemen, diunduh dari http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009_04_01_archive.html.
diakses pada tanggal 18 April 2020.
Eko Hariyanto, Ratno Purnomo, dan Icuk Rangga Bawono, “Desain Pelatihan, Dukungan
Organisasional, Dukungan Supervisor dan Self-Efficacy sebagai Faktor Penentu
Keefektifan Transfer Pelatihan”, dalam Jurnal Siasat Bisnis Vol. 15 No. 2, Juli 2011
hlm.213-227,
Hamalik, Oemar, “Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu:
Pengembangan Sumber Daya Manusia”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 10-11.
Hardjanto, Imam, “Manajemen Sumber Daya Aparatur (MSDA)”. (Malang: 2012).
Jusuf, Irianto, “Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (Dari Analisis Kebutuhan
Sampai Evaluasi Program Pelatihan)”, (Jakarta: Insani Cendekia, 2001)
Kamil, Mustafa, “Model-model Pelatihan”. (Bandung: Journal Visi UPI Bandung 2003).
Mangkunegara, Anwar Prabu, “Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia”,
(Bandung : PT Refika Aditama, 2006)
Mangkuprawira, Sjafri, “Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik”, (Jakarta Selatan:
Ghalia Indonesia, 2004).
Pelatihan dan Pengembangan SDM, “Pengertian, Manfaat, Metode”.
https://irrineayu.wordpress.com/2015/04/03/pelatihan-dan-pengembangan-sdm-
pengertian-manfaat-metode/
Simamora, Henry, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Edisi 2, (Yogyakarta: STIE YKPN,
2006).
Sudjana, Djudju, “Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif”. (Bandung: Nusantara
Press, 1993).
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Yuliana, Lia, “Manajemen Pelatihan”, diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/lia-yuliana-mpd/22-bahan-ajar-
manajemen-pelatihan.pdf.