Anda di halaman 1dari 9

PERENCANAAN DAN PENGORGANISASIAN PELATIHAN

Dibuat Oleh,

Wiris Andriani

190112910

Dosen

Drs. H. Joko Sampurno, M.Si.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu keberhasilan organisasi atau institusi di tentukan oleh factor utama, yakni
factor sumber daya manusia , sarana prasarana atau fasilitasnya. Sumber daya manusia atau
karyawan sebuah organisasi terdiri dari individu-individu yang sangat bervariasi, baik dilihat
dari jabatan di dalam organisasinya maupun latar belakang pendidikanannya. Sebuah
organisasi harus dinamis dan senantiasa mengembangkan diri seirama dengan tuntutan atau
lingkungan dunia luar. Maka dari itu, berapa besar kemampuan dan seberapa tingginya
tingkat pendidikan karyawan suatu organisasi, tidakakan dapat mengikuti perkembangan,
tanpa pelatihan.
Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang mengambarkan suatu proses dalam
pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakana
suatu rangakaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumber daya
manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan dan pengembangan
tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumber daya manusia
dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi
kebutuhan hidup manusia tersebut terpenuhi.
Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya lebih banyak digunakan oleh
lembagalembaga atau organisasi baik pemerintah maupun swasta dan juga perusahaan dengan
menggunakan model-model yang berbeda. Model pelatihan yang ditampilkan tersebut,
kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang
akhirnya dapat menigkatkan produksi.pelaksanaan pelatihan juga dapat dilakukan
masyarakat, yang juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari warga masyarakat seperti
pengetahuan atau bidang keterampilan.
Model pelatihan adalah suatu bentuk pelaksanaan pelatihan yang di dalamnya
terdapat program pelatihan dan tata cara pelaksanaanya. Berdasarkan kategori dan jenis
pelatihan lalu ditentukan suatu model pelatihan. Biasanya dalam pelatihan itu sendiri terdapat
model-model yang serng digunakan dalam organisasi atau karyawannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pelatihan?
2. Apa saja model-model dalam pelatihan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pelatihan
2. Untuk mengetahui apa saja model-model dalam pelatihan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pelatihan
Beberapa pakar di bidang pelatihan manajemen pengembangan sumber daya
manusia menyatakan bahwa pelatihan adalah serangkaian proses yang mengutamakan
perubahan pengetahuan, keterampilan, dan peningkatan sikap individu dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaannya.
Menurut Mondy dan Noe (2004) menyatakan bahwa “Training: Activies designedto
provide leanners with the knowledge and skill needed for their jobs”. Pelatihan merupakan
aktivitas yang dirancang untuk menyiapkan individu agar memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam menunjang pekerjaanya. Hal yang senada dinyatakan
oleh Dessler (2008) bahwa “Training means giving a new or present employees the skill they
need to perform their jobs”.
Pelatihan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelatihan internal (On The Job
Training), dan pelatihan eksternal (Off The JobTraining). Pelatihan internal yang sering
digunakan adalah pelatihan informal, dimana terjadi interaksi dan umpan balik antara
pegawai. Sedangkan untuk pelatihan eksternal muncul karena beberapa alasan, yaitu: biaya
relative murah, organisasi tidak memiliki tenaga ahli di bidangnya, dan kentungan dapat
berinteraksi dengan pimpinan atau pegawai dari organisasi yang lain, karena pegawai bisa
berbagi pengalaman dan berbagi informasi atau pengetahuan dengan orang lain dari
organisasi lain. Pelatihan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan
organisasi.

2. Model-Model Pelatihan
Terdapat berbagai model pelatihan, model-model itu terutama dilihat dari tujuan
pelatihan yang kemudian menentukan proses pelatihan. Setiap model memiliki karakteristik
sendiri serta keunggulan dan kelemahan masing-masing. Dengan demikian model-model itu
tidak berada dalam posisi bahwa model yang satu lebih baik dari model yang lain. Oleh
karena itu penyelenggaraan pelatihan selain memilih suatu model pelatihan, juga diharapkan
dapat mengoptimalkan penlenggaraan pelatihan dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan
yang ada pada model tersebut. Selain itu diharapkan pula dapat mengidentifikasi dan
menanggulangi kelemahan-kelemahan yang ada pada model tersebut.
Pemilihan suatu model pelatihan terutama didasarkan pada kebutuhan di satu pihak
dan potensi atau peluang yang dimiliki di pihak lain. Kebutuhan menunjuk pada kebutuhan
belajar warga belajar atau kebutuhan organisasi akan pengembangan sumber daya manusia
melalui pelatihan. Kebutuhan ini dapat selaras ataupun tidak selaras dengan peluang atau
potensi yang dimiliki baik secara internal maupun eksternal. Potensi internal misalnya berupa
kesiapan warga belajar, waktu yang tersedia, dan biaya yang dimiliki. Potensi ekternal
menunjuk pada perangkat lunak model pelatihan dan manajemen atau organizer pelatihan.
Model-model pelatihan yang penting diantaranya: a.
Pelatihan Magang
Program pembelajaran magang, biasanya disebut dengan built in learning,
apprenticeship, learning by doing atau on the job training/off the job training, dimana
program ini dirancang untuk level keahlian yang lebih tinggi. Oleh karenanya program
pembelajaran magang (learning by doing) cenderung lebih mengarah pada pendidikan
(edication) dari pada pelatihan dalam hal pengetahuan dan dalam melakukan suatu keahlian
atau suatu rangkaian pekerjaan yang saling berhubungan.
“magang adalah menggabungkan pelatihan dan pengalaman pada pekerjaan dengan intruksi
yang didapatkan di dalam tempat tertentu untuk subyek-subyek tertentu” (Henry
Simamora1987:315).
Menurut Sudjana (1993) menyatakan bahwa, “magang (appreniceship) adalah penyebaran
informasi yang dilakukan secara terorganisasi. Istilah terorganisasi ini dimaksud bahwa
magang memiliki aturan-aturan tertentu. Yakni tujuan, bahan bahan yang disampaikan, orang
yang berpengalaman, orang yang belum berpengalaman, perabot atau perkakas yang
dipergunakan, waktu dan lingkungan. (Djuju Sudjana, 1993: 9-10).
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa magang merupakan suatu
proses pembelajaran yang mengandung unsur “belajar sambil bekerja” (learning by doing),
dimana warga belajar (pemagang) akan membiasakan diri untuk mengikuti proses pekerjaan
yang sudah biasa dilakukan oleh sumber belajar, fasilitator (pemagang). Warga belajar
(pemagang) bukan hanya melihat atau mendengar teori pekerjaan, akan tetapi harus
melakukan secara langsung apa yang dilihat dan dipahaminya. Melalui proses belajar seperti
ini secara tidak sadar warga belajar (pemagang) selain memperoleh keterampian, juga akan
mengalami perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menghadapi
pekerjaan tersebut. Sikap dan keterampilan tidak hanya diperoleh dari teori pekerjaan, akan
tetapi langsung melalui pegelihatan dan membantu sumber belajar (pemagang) dalam
mengerjakan pekerjaanya.
Tujuan pelaksanaan magang, antara lain: untuk memantapkan penguasaan
keterampilan yang diinginkan dan ditekuni untuk dijadikan mata pencaharian, memperluas
dan mempercepat jangkauan pengadaan tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan lingkungan,
sehingga dapat segera berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan sekitarnya.

b. Model Pelatihan Kerja


Pelatihan kerja adalah perbuatan sadar dalam mengupayakan berlangsungnya proses
belajar pada karyawan dengan memafaatkan pengalaman-pengalaman mereka untuk
meningkatkan penguasaan keterampilan dan pengetahuan sehingga berguna bagi mereka dan
begi organisasi. Pelatihan kerja juga dapat diartikan perbuatan sadar dari Manajemen dengan
cara mengupayakan terjadnya proses belajar dalam pekerjaan atau berkaitan dengan
pekerjaan. Definisi pekatihan kerja ini mencakup pengertian adanya aktivitas yang berurutan
dan terus menerus dengan kekuatan-kekuatan dan batasan-batasan yang ditentukan.
Menurut practon dan Tornton(1993), pelatihan kerja yang ideal bertujuan:
1. Menyesuikan diri dengan puas terhadap tuntutan organisasi dan operasi kerja
sejakhari pertaman masuk kerja;
2. Memperoleh kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam organisasi dengan
jalan mengembangkan secara rutin kebutuhan keterampilan, pengetahuan, dan sikap. c.
Model Pelatihan dan Kewirausahaan
1. Pengertian Kewirausahaan
Sampai sekarang belum ada termilogi yang persisi sama tentang kewirausahaan
(entrepreneurship), akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang hampir sama, seperti
yang dikemukakan oleh:
Drucker (1994: 27) yang dikutip oleh Indrakentjana (2003: 41)

“kewirausahaan akan tampak menjadi sifat, watak, dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang
yang mempunyai kemauan kerasuntuk mewujudkan gagasan inovatifke dalam dunia usaha
yang nyata dan dapat mengembangkannya.
Bygrave (1994: 1) seperti dikutip Alma (2005: 22) mengartikan enterpireneur’…as the
person who destroyes the exsting economic order by organization, or by explointig new raw
materials”.
Pada intinya enterpernneuratau kewirausahaan diartikan sebagai orang yang
menganti tatanan ekonomi dengan mengenalkan hasil dan layanan, menciptakan bentuk
organisasi baru atau menggali bahan-bahan mentah yang baru.
Dengan memperhatikan definisi-definisi kewirausahaan di atas, maka kewirausahaan
yang dimaksud bagi masyarakat urban adalah kegiatan usaha baru atau peningkatan dan
pengembangan usaha yang mereka miliki sebagai hasil pelatihan yang diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari yang berguna sebagai penopang kehidupan keluarga.
2. Tujuan Kewirausahaan
Dari beberapa pengertian tentang kewirausahaan, maka dapat diperoleh gambaran
dari tujuan kewirausahaan mulai dari tujuan sederhana sampai pada tujuan yang lebih
lengkap. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
a) Mewujudkan gagasan inovatif dari seseorang dalam bidang usaha.
b) Menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dalam bidang usaha.
c) Menganti tatanan ekonomi dengan mengenalkan produk, layanan, penciptaan pengelolaan,
dan mengali bahan-bahanmentah baru dalam usaha.
d) Suatu proses untuk mengerjakan sesuatu yang baru.
e) Menciptakan inovasi dan kretivitas untuk memecahkan masala-masalah daam bidang
usaha.
f) Mengembangkan ide-ide baru an untuk menemukan cara-cara baru dlam memecahkan
masalah dan memanfaatkan peluang dalam bidang usaha.
g) Menemukan cara-cara berpikir yang baru dan melakukannyadengan cara-cara tersebut
dalam bidang usaha.

3. Sasaran atau Pelaku Kewirausahaan


a) Wanita pengusaha adalah mereka yang menekuni bidang bisnis ini didorong oleh
factorfaktor kemampuan berprestasi, membantu ekonomi rumah tangga.
b) Minoritas pengusaha adalah mereka yang berusaha menekuni kegiatan bisnis dalam
kehidupan sehari-hari.
c) Imigrasi wirausaha adalah kaum pendatang yang memasuki suatu daerah untuk
memperoleh pekerjaan sehingga mereka lebih leluasa memilih pekerjaan yang bersifat
informal mulai dari pedangang kecil sampai pedagang tingkat menengah.
d) Wirausaha paruh waktu adalah orang atau orang-orang yang mengisi waktu luang
agar mereka menjadi pengusaha besar dengan tidak mengorbankan pekerjaan pokok.
e) Pengusaha rumah tangga adalah ibu-ibu rumah tangga yang memulai kegiatan
bisnisnya dari rumah tangga yang akhirnya usaha mereka makin maju.
f) Wirausaha keluarga adalah sebuah keluarga yang dapat membuka berbagai jenis dan
cabang usaha yang semakin lama semakin maju dan membuka cabang baru pada lokasi
berbeda.
g) Wirausaha pemula adalah seseorang untuk menciptakan pembagian pekerjaan atau
usaha yang didasarkan atas keahlian masing-masing dan sekaligus menjadi penanggung
jawab dari usaha tersebut.
4. Karakteristik Kewirausahaan
No Ciri-ciri Watak

1 Percaya diri • Kepercayaan/keyakinan


(keteguhan)

• Ketidak tergantungan,
kepribadian mantap

• Optimisme

2 Berorientasi tugas dan • Kebutuhan atau haus akan


hasil pretasi

• Berorientasi laba atau hasil


• Tekun dan tabah
• Tekad, kerja keras, motivasi
• Energik
• Penuh inisiatif

3 Pengambilan resiko • Mampu mengambil resiko


• Suka pada tantangan

4 Kepemimpinan • Mampu memimpin


• Dapat bergaul dengan orang
lain

• Menanggapi saran dan kritik

5 Keorisinilan • Inovatif (pembaharu)


• Kreatif
• Fleksibel
• Banyak sumber
• Serba bisa
• Mengetahui banyak

6 Berorientasipada masa • Pandangan ke depan


depan • perseptif

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat berbagai model pelatatihan, model-model itu terutama dilihat dari tujuan
pelatihan yang kemudian menentukan proses pelatihan. Setiap model memiliki karakteristik
sendiri serta keunggulan dan kelemahan masing-masing ada beberapa model pelatihan yang
penting diantaranya adalah magang, pelatihan kerja dan model pelatihan kewirausahaan.

Magang merupakan suatu proses pembelajaran yang mengandung unsur “belajar


sambil bekerja” (learning by doing), dimana warga belajar (pemagang) akan membiasakan
diri untuk mengikuti proses pekerjaan yang sudah biasa dilakukan oleh sumber belajar,
fasilitator (pemagang).
Pelatihan kerja adalah perbuatan sadar dalam mengupayakan berlangsungnya proses
belajar pada karyawan dengan memafaatkan pengalaman-pengalaman mereka untuk
meningkatkan penguasaan keterampilan dan pengetahuan sehingga berguna bagi mereka dan
begi organisasi.
Pada intinya enterpernneuratau kewirausahaan diartikan sebagai orang yang
menganti tatanan ekonomi dengan mengenalkan hasil dan layanan, menciptakan bentuk
organisasi baru atau menggali bahan-bahan mentah yang baru.
B. Saran
Di harapkan dalam menerapkan suatu model dalam pelatihan agar memperhatikan tujuan
yang telah ditetapkan atau yang ingin dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Kamil musofa. 2012. Model Pendidikan dan Pelatihan (konsep dan aplikasi), Bandung:
Alfabeta
Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education), Bandung: Alfabeta
TIM. 2011. Pedoman pembimbingan dan penulisan karya ilmiah. IKIP Mataram. Mataram

Anda mungkin juga menyukai