Anda di halaman 1dari 16

NAMA : DEIZIE HANUM

NIM : 7191240006
KELAS : ILMU EKONOMI 19
MATA KULIAH : EKONOMI REGIONAL

A. PENGERTIAN PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL


Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
(Lincolin Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses
yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri
alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru. Setiap
upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan
jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah
dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan
dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus memperkirakan potensi sumberdaya yang
diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
Secara umum teori Pertumbuhan regional membahas aspek pertumbuhan suatu region
(wilayah) tertentu. Secara khususteori Pertumbuhan mempunyai 2 tujuan yaitu sebagai berikut:
a. Menganalisis faktor-faktor utama yang menentukan Pertumbuhan ekonomi suatu region.
b. Menganalisis pola pertumbuhan dikaitkan dengan ketimpangan regional (regional
disparity/regional inequality). Disini yang dikaji bagaimana ketimpangan antar daerah bukan
antar penduduk (RT). Jadi disparitas adalah membandingkan ketimpangan antar daerah maju
dengan miskin.

B. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR PDRB


Pengertian dan perhitungan Produk Domestik Bruto. (PDB) biasanya digunakan untuk
menganalisis atau melihat tingkat pertumbuhan ekonomi baiksecara nasional (PDB) maupun
daerah/regional (PDRB= Produk Domestik Regional Bruto).

1. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
Pembangunan suatu daerah dapat dicapai dengan baik apabila didukung suatu perencanaan
yang mantap sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai. Dalam menyusun perencanaan yang baik sangat membutuhkan
data-data statistik yang memuat informasi tentang kondisi rill suatu daerah pada periode waktu
tertentu sehingga kebijaksanaan dan strategi yang telah dan akan diambil dapat dilakukan
monitoring dan evaluasi terhadap hasil yang dicapai.
Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-
hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup Kabupaten dan Kota adalah PDRB, yang
merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun. PDRBatas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambahbarangdan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun
tersebutsedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambahdan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentusebagai dasar biasanya berdasarkan tahun 1993.
PDRB atas dasar hargadigunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB
atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi daerah tersebut
dari tahun ke tahun.
Untung menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan yaitu :
1) Pendekatan Produksi
Penghitungan PDB/PDRB dengan menggunakan pendekatan produksi yaitu dengan cara
menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang berhasil diciptakan oleh masing-masing
kegiatan ekonomi yang ada pada suatu wilayah dan kemudian menjumlahkannya. Dalam
pendekatan ini seluruh kegiatan ekonomi dikelompokkan ke dalam Sembilan sektor, dan
selanjutnya masing-masing sektor dipecah lagi ke dalam beberapa sub sektor.
Dalam penghitungan PDRB; klasifikasi sektor mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi
9 sektor. Adapun yang menjadi landasan perubahan klasifikasi ini adalah sebagai berikut :
a. Klasifikasi baru lebih mengacu pada klasifikasi rekomendasi SNA (System of National
Account) 1993 yang dikeluarkan PBBD. Klasifikasi ini menjadi lebih umum dan
bermanfaat untuk memperbandingkan data-data PDB negara lain, secara total maupun
secara sektoral.
b. Klasifikasi baru pada umumnya lebih terinci dengan maksud lebih berorientasi pada
pengguna data. Data yang lebih rinci banyak kegunaannya dibanding dengan data yang
terbatas rinciannya:

2) Pendekatan Pendapatan
Penghitugan PDB/PDRB dengan menggunakan pendekatan patan yaitu dengan cara
menghitung semua balas jasa yang diterima oleh masing-masing faktor produksi yaitu upah dan
gaji, dan surplus usaha serta ditambah dengan unsur penyusutan dan pajak tidak langsung netto.
Untuk sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untuk, surplus usaha
tidak diperhitungkan atau dianggap nol. Yang dimaksud dengan surplus ausaha di sini adalah
mencakup bunga atas modal, sewa tanah, dan keuntungan. Pada kenyataannya hingga saat ini di
Indonesia tidak pernah melakukan penghitungan PDB / PDRB berdasarkan pendekatan
pendapatan, hal ini disebabkan masalah keterbatasan data yang tersedia.

3) Pendekatan Pengeluaran
Penghitungan PDB/PDRB berdasarkan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan cara
bertitik tolak pada penggunaan akhir dari Barang dan jasa di wiiayah tertentu. Jadi PDB/PDRB
dihitung berdasarkan komponen pengeluaran akhir yang menggunakan konsumsi nilai tambah
tersebut yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang terdiri dari beberapa komponen antara
lain :
a. Konsumsi Rumah Tangga
Setiap rumah tangga memilik pendapatan yang berasal dari gaji dan surplus usaha.
Pendapatan disposibel atau pendapatan setelah dikurangi pajak itulah merupakan
pendapatan yang siap dikonsumsi. Dalam prakteknya biasanya menggunakan
SUSENAS.
b. Konsumsi Pemerintah
Pemerintah memiliki sumber pendapatan baik dari pajak maupun non pajak.
Pendapatan pemerintah inilah digunakan untuk membiayai pengeluarannya dimana.
pengeluaran pemerintah ini dapat dilihat pada APBN atau APBD seperti Belanja
Pegawai, Belanja Perawatan Peralatan, Bunga Pinjaman, dan Subsidi
c. Investasi
Investasi ini berbentuk Perubahan Modal Tetap Domestik Bruto dan Perubahan Stok.
Di Indonesia Perubahan Stok dapat dihitung sebagai sisa perhitungan PDRB dengan
menggunakan metode produksi dan pengeluaran. Investasi dilakukan rumah tangga
berupa pengucuran kredit dari lembaga intermediasi, sedangkan investasi pemerintah
dapat dilakukan melalui APBD atau APBN
d. Perdagangan Luar Negeri
Dalam perdagangan luar negeri di sini yaitu adanya ekspor dan impor yang tercatat dalam
neraca pembayaran internasional.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Konsep pertumbuhan ekonomi daerah menggunakan dasar dari pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (untuk nasional/negara) dan produk Domestik Regional Bruto untuk tingkat-
regional/ daerah berdasarkan, hal-hal berikut :
a. PDRB/PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi,
sehingga peningkatannya juga menggambarkan jumlah balas jasa semua faktor produksi
yang dipakai dalam struktur perekonomian yang bersangkutan.
b. PDRB/PDB. diukur dengan flow concept yang berarti jumlahnya adalah jumlah yang
dihasilkan pada periode tertentu, sehingga bisa dibandingkan dengan periode-periode
sebelum atau sesudahnya untuk melihat kinerja dari perekononornian yang dibangun.
c. PDB dan PDRB menyangkut region tertentu sehingga bisa dilihat efektivitas kebijakan
ekonomi terhadap aktivitas perekonomian yang dijalankan (sesuaikah dengan target, dan
sebagainya) Berta dibandingkan dengan daerah/ region atau negara lain untuk melihat
diferensiasi atas perekonomian yang dijalankan.
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya dipengaruhi oleh pertumbuhan faktor- faktor produksi
(modal, tenaga kerja, tanah dan teknologi) secara keseluruhan dan bukan menggambarkan
pertumbuhan dari satu faktor produksi saja. Pertumbuhan ekonomi yang hanya melihat
pertumbuhan satu faktor produksi saja akan mengandung banyak kelemahan. indikator ini
menjadi gagal menunjukkan apakah sumber pertumbuhan berasal dari perturnbuhan faktor
produksinya atau pertumbuhan produktivitasnya. Selain itu, besar dan proporsi peran faktor
produksi itu sendiri dan faktor produksi yang lain menjadi rancu atau tidak jelas.
Pertumbuhan ekonomi adalah satu-satunya cara yang bisa mempengaruhi usaha pengurangan
tingkat kerniskinan dan berkaitan erat dengan produktivitas modal. Salah satu metode formulasi
penilaiannya adalah dengan menggunakan Incremental Capita/ Output Ratio. Indikator
menggambarkan :
a. Eksiensi perekonomian dalam menggunakan barang modal
b. Kecenderungan menggunakan metode produksi (padat karya atau padat modal) dalam
suatu perekonomian.
c. Dalam tataran makro digunakan untuk menaksir kebutuhan modal yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.

Laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai hubungan terbalik dengan tingkat
ICOR-nya. Jika laju pertumbuhan ekonomi meningkat berarti pada saat yang sama ICOR akan
turun, hal ini dipengaruhi. oleh beberapa hal, antara lain :
1. Semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka akan semakin kecil pula
penyusutan dalam total investasi karena bertambahnya tingkat efisiensi pemanfaatan
sumber daya dan faktor-faktor produksi.
2. Kontribusi faktor produksi bukan modal (relatif ke skiled labor dan human capital) akan
meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
a. Perhitungan Pertumbuhan Ekonomi
Cara perhitungan tingkat pertumbuhan adalah dengan pendekatan sebagai berikut
1. Metode Sederhana
2. M etode End to End
Berdasarkan kelemahan perhitungan di atas metode end to end ini bisa digunakan
untuk menghitung pertumbuhan rata-rata pada periode tertentu (tidak hanya per satu
periode).

3. Metode Regresi
Metode ini digunakan untuk memadukan sisi efisiensi dengan upaya menangkap
gejolak nilai PDRB pada awal sampai dengan akhir tahun observasi.

b. Pertumbuhan PDRB dan PDB Secara Sektoral


Pada sebagian pembahasan yang telah dilakukan, pertumbuhan ekonomi dilihat sebagai
bagian pertumbuhan keseluruhan komponen perekonomian (keseluruhan sektor). Pertumbuhan
ekonomi juga bisa dari sisi sumber-sumber pertumbuhan tersebut. Di sisi permintaan (agregat
demand), hal ini dapat dilihat dari sumber-sumber pertumbuhan dari jumlah konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah, perdagangan (ekspor dan impor, untuk level negara). Sedangkan dari
sisi penawaran agregat (agregat supply) hal tersebut bisa digambarkan dari perubahan /
pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) di setiap sektor usaha.

3. K elemahan PDB / PDRB


Dalam penghitungan PDB masih memiliki beberapa kelemahan, hal ini disebabkan karena
adanya faktor-faktor yang diabaikan dalam perhitungan PDB antara lain :
a) GDP tidak mengukur kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum, walaupun banyak
diantaranya merupakan kegiatan bisnis sehari-hari yang menghasilkan barang dan jasa
yang dijual di pasar dan menciptakan pendapatan misalnya perjudian, perdagangan obat
terlarang, dan sebagainya.
b) GDP tidak memperhitungkan perdagangan bawah tanah, yang sebenamya legal sebagai
contoh seorang tukang kayu yang memperbaiki atap anda yang bocor dan memperoleh
pembayaran tunai dengan tujuan untuk menghindari pajak. Oleh karena transaksi seperti
itu tidak dilaporkan, maka transaksi tersebut diabaikan dalam penghitungan GDP.
c) GDP tidak memperhitungkan kegiatan yang tidak dipasarkan misalnya jasa ibu rumah
tarigga yang sebenainya jika dilihat dari sisi ekonomis menghasilkan uang.

C. MODEL –MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL


Ada enam model dari teori pertumbuhan ekonomi regioanal yaitu sebagai berikut :
1. Export-base Model oleh Douglas C. North (1915) tentang Teori Lokasi
2. Teori Kutub Pertumbuhan (François Perroux)
3. Neo-Classical Model oleh George H. Borts (1962) tentang teori Ekonom Neo klasik.
4. Cummulative Caustion Model oleh Nicholas Kaldor (1973) Tentang Teori ekonomi
Makro dari Keynes.

1. Teori Kutub Pertumbuhan (François Perroux)


Perkembangan modern dari teori titik pertumbuhan terutama berasal dari karya ahli-ahli
teori ekonomi regional Perancis yang dipelopori oleh François Perroux. Perroux (1955) telah
mengembangkan konsep kutub pertumbuhan (pole de croissance/ pole de development/ growth
pole). Menurut pendapatnya, petumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh tata
ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu. Tata ruang diidentifikasikannya
sebagai arena atau medan kekuatan yang didalamnya terdapat kutub-kutub atau pusat-pusat.
Setiap kutub mempunyai kekuatan pancaran pengembangan ke luar dan kekuatan tarikan ke
dalam. Teori ini menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi dan khususnya mengenai
perusahaan-perusahaan dan industri-industri serta saling ketergantungannya, dan bukan
mengenai pola geografis dan pergeseran industri baik secara intra maupun secara inter, pada
dasarnya konsep kutub pertumbuhan mempunyai pengertian tata ruang ekonomi secara abstrak.
Perroux menekankan pada dinamisme industri-industri dan aglomerasi industri-industri di
bagian-bagian tata ruang geografis. Konsep kutub pertumbuhan dapat digunakan sebagai alat
untuk mengamati gejala-gejala pembangunan, proses kegiatan-kegiatan ekonomi, timbul dan
berkembangnya industri-industri pendorong serta peranan keuntungan-keuntungan aglomerasi.
Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses
pertumbuhan digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau
keberhasilan kutb-kutub dinamis. Inti pokok dari pertumbuhan wilayah terletak pada inovasi-
inovasi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan atau industri-industri berskala besar dan
terdapatnya ketergantungan antar perusahaan atau industri. Dalam mengembangkan teorinya,
Perroux sangat terpengaruh dan mendasarkan pada teori Schumpeter. Dalam kerangka dasar
pemikiran Perroux, suatu tempat merupakan suatu kutub pertumbuhan apabila di tempat tersebut
terdapat industri kunci (key industry/industries clef) yang memainkan peranan sebagai pendorong
yang dinamik karena industri tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan inovasi.

2. Export Base Model


Douglas C. North dalam "Location Theory and Regional Economic Growth" JPE (1955). Teori
Pertumbuhan Nasional menurut North umumnya suatu negara dalam prosespembangunanmelalui
tahap-tahap tertentu yang kesemuanya mengarah pada proses industrialisasi. Apakah pola itu
berlaku juga untuk pertumbuhan ekonomi regional. Menurut North masing-masing daerah punya
keuntungan Comparatif (Locational advantage). Keuntungan komparatif ini selanjutnya
menentukan pola atau arch pertmbuhan. Karena itu masing-masing daerah mempunyai sektor-
sektor yang dapat dijadikan basis export.

3. Model Neo - Klasik


Pada akhir tahun tujuh puluhan pertumbuhan ekonomi telah banyak diteliti oleh para
ekonom, tetapi belum ada kesepakatan tentang penyebab terjadinya pertumbuhan tersebut.
Beberapa ekonom mengikuti aliran Neoklasik, dengan menekankan pada penyediaan tenaga
kerja, stok modal, dan perubahan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Pendekatan
ini berdasarkan asumsi bahwa pasar dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien dan
adanya perbedaan pertumbuhan regional sebagai akibat dari alokasi sumber daya yang
memenuhi kriteria Pareto optimal. Asumsi Klasik :
 Ekonomi diatur oleh mekanisme pasar.
 Pemerintah tidak campur tangan.
George H. Bort dalam "The Equalization of Return and Regional Economic Growth" AEA
(1960). Dengan Formulasi Model Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi baik
barang maupun jasa.
Menurut Neo - Klasik di negara sedang membangun Mobilitas Modal dan tenaga kerja
belum lancar. Akibatnya daerah maju makin maju dan daerah terbelakang tidak banyak berubah
sehingga disparitas meningkat. Demikian pola sebaliknya terjadi pada negara maju mobilitas
modal dan tenaga kerja lancar, dan ketimpangan regional mulai mengeci.
Kesimpulan II Hypothesis Neo - Klasik

Gambar 6.1. Hipotesa Noe-klasik


Pada permulaan proses pembangunan ketimpangan regional cenderung meningkat karena
mobilitas modal dan tenaga kerja belum lancar. Akan tetapi bila pembangunan dilanjutkan
terussetelah melampaui titikpuncak maka ketimpangan regional mulai menurun sejalan dengan
perbaikan mobilitas modal dan tenaga kerja.
3.2 Model Pertumbuhan dengan Perkembangan Teknologi
Model Neoklasik tanpa perkembangan teknologi kurang relalistis untuk membuatanalisis,
supaya lebih realistis maka ditambahkan faktor perkembangan teknologi yang
dapatmempengaruhi pertumbuhan pendapatan. Cara yang paling umum adalah
memasukkanperkembangan teknologi sebagai elemen dalam fungsi produksi. Modal dan tenaga
kerja di asumsikan dapat mengambil keuntungan dari adanya perkembangan teknologi. Fungsi
produksi yang baru menjadi :
( ) ………………..3
dengan A adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi dapat dikatakan tidak
melekat dalam model karena tidak tergantung dari masukan modal dan tenaga kerja. Jika
diasumsikan perkembangan teknologi meningkat secara halus sepanjang waktu (tingkat
pertumbuhan tetap), maka fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi :
………………..4
dengan g adalah pertumbuhan dari perkembangan teknologi per periode waktu t. Representasi ini
merupakan penyederhanaan dengan mengabaikan kemungkinan terjadi perkembangan teknologi
melalui investasi. Sebagai tambahan, tenaga kerja dapat juga menjadi lebih terampil sehingga
dapat menaikkan efisiensi dan dalam kasus ini (seperti juga modal) dianggapbersifat tidak
homogen. Asumsi lain yang digunakan model ini adalah sistem perekonomianberdasarkan pasar
berkompetisi sempurna dengan faktor harga yang fleksibel serta sumberdaya pada kesempatan
kerja penuh. Dengan mengambil logaritma natural (ln) Persamaan 4 dan kemudian
dideferensialkanterhadap waktu maka didapat pertumbuhan pendapatan dan dinyatakan sebagai :
………………..5
dengan :
y = pertumbuhan pendapatan (misalnya dalam periode satu tahun)
k = pertumbuhan stok modal
l = pertumbuhan tenaga kerja.
Huruf kecil y, k, dan l di sini menunjukkan tingkat pertumbuhan dari Y, K dan L.
Konstanta ádan â menyatakan elastisitas pendapatan terhadap modal dan tenaga kerja seperti
telah disebutsebelumnya. Berdasarkan model pertumbuhan Neoklasik dengan perkembangan
teknologi memberlandasan yang cukup untuk menunjukkan adanya faktor yang berperan dalam
menjelaskanperbedaan pertumbuhan regional. Dengan mengubah Persamaan 5 ke dalam
modelpertumbuhan regional maka akan terlihat bahwa perbedaan dapat terjadi karena:
 Perbedaan perkembangan teknologi antar wilayah.
 Pertumbuhan stok modal yang mungkin berlainan antar wilayah.
 Pertumbuhan tenaga kerja dapat juga berlainan antar wilayah.
Dengan menghilangkan subskrip waktu (t) maka persamaan pertumbuhan untuk masing-
masingwilayah dapat dinyatakan sebagai :

= ………………..6

dengan r menyatakan wilayah tertentu. Sehingga gr dapat dibaca sebagai tingkat perkembangan
teknologi di wilayah r yang harganya untuk tiap wilayah dapat berlainan (paling tidak untuk
jangka pendek).
Pengaruh perkembangan teknologi, pertumbuhan stok modal, dan tenaga kerja dalam
menentukan perbedaan pertumbuhan regional telah diselidiki oleh Hulten dan Schwab pada
tahun 1984 untuk 9 wilayah di Amerika Serikat (Armstrong and Taylor, 1993). Hulten dan
Schwab menghitung pertumbuhan pendapatan di sektor manufaktur dengan tiga faktor utama,
yaitu : pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan stok modal, dan komponen residual yang
menyatakan perkembangan teknologi. Perlu dicatat bahwa komponen residual tidak harus
diartikan sebagai perkembangan teknologi semata, sebab interpretasi yang demikian akan
menganggap bahwa tidak ada perkembangan teknologi yang melekat pada modal dan tenaga
kerja sepanjang waktu studi. Salah satu temuan penting dari studi Hulten dan Schwab adalah di
wilayah jalurmatahari (sunbelt) mempunyai tingkat pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat
dari pada diwilayah jalur salju (snowbelt) dan tidak ada perbedaan pertumbuhan produktivitas di
antarawilayah tersebut. Hasil lainnya menunjukkan bahwa perbedaan pertumbuhan di
wilayahAmerika Serikat terutama disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan tenaga kerja dan
lebihjauh lagi oleh perbedaan pertumbuhan stok modal.

4. Cumulative Causation Model (CCM)


Teori ini berasal dari penganut teori Keynes yang bemama : Nicholas Kaldor. Perbedaan
pokok dengan Klasik adalah menyangkut dengan campur tangan Pemerintah. Teori ini
mengkritik Model Neo- Klasik, karena menurut CCM Proses Convergence, penurunan
ketimpangan regional tidak akan dapat terjadi dengan sendirinya. Bahkan proses divergence akan
terus meningkat.

Ketimpangan
Regional
Cumulative Caution

Neo Klasik

model Cumulative Causation ada hubungan Positif antara pertumbuhan ekonomi tahun
sekarang dengan pertumbuhan ekonomi tahun yang akan datang (hubungan kumulatif).
Akibatnya daerah yang sudah maju akan terus maju dan daerah terbelakang tidak banyak
mengalami perubahan, akibatnya ketimpangan akan terus meningkat. Hal ini berlaku bilamana
asumsi neo-klasik dipakai yaitu tidak ada campur tangan pemerintah. Karena itu Modal CC
berpendapat bahwa proses Convergence hanya dapat dilakukan melalui program pembangunan
regional yang digerakkan oleh pemerintah.

5. Analisis Shift-Share
Analisis Shift-Share merupakan penggabungan antara proporsi dan pertumbuhan dimana
kita dapat melihat pada sektor apa di suatu daerah yang lebih unggul dibandingkan daerah lain.
Mengapa? Hal ini karena: Pertama, perhitungan shift-share memungkinkan dihasilkannya
perhitungan antar waktu (pertumbuhan) yang melibatkan daerah/negara lain. Kedua, adanya
asumsi bahwa perekonomian Jakarta disamping dipengaruhi oleh daerah lain (keterkaitan antar
daerah).
Analisis ShiftShare pada dasarnya bermanfaat untuk membuktikan apakah perekonomian
Jakarta per sektor tumbuh lebih baik/buruk dari daerah sekitarnya. Metode ini juga bermanfaat
untuk mengamati pengaruh perekonomian daerah/negara (misalnya: Indonesia) / dan
perubahannya secara deskriptif terhadap daerah tertentu (misalnya: Jakarta) dengan cara
membandingkan pertumbuhan baik total maupun sektor suatu daerah/negara tersebut terhadap
daerah objek yang dalam hal ini adalah Jakarta.
Dalam analisis ini, pertumbuhan kegiatan di suatu daerah pada dasarnya ditentukan oleh tiga
hal, yaitu:
1. National Share / National Growth Effect (N), yaitu pertumbuhan daerah dibandingkan
dengan pertumbuhan negara tertentu.Jika negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi
yang positif maka nilai N untuk daerah objek akan menjadi positif dan sebaliknya.
2. Proportional Shift/Sectoral Mix Effect/Composition Shift (M), yaitu perbedaan pertumbuhan
di setiap sektor yang diamati pada negara pembanding terhadap pertumbuhan total negara
tersebut. Jika sektor yang dibandingkan tumbuh lebih tinggi dari pada total pertumbuhan di
negara pembanding maka hasilnya akan positif sehingga nilai M untuk sektor tersebut di
daerah objek akan menjadi positif dan sebaliknya.
3. Regional Share/Competitive Effect (R), menggambarkan bagaimana kalau sektor di daerah
objek tumbuh seperti pola pertumbuhan sektor yang sama di negara pembanding. Nilai
pertumbuhan ini dibandingkan dengan pertumbuhan sektor daerah tersebut. Hasilnya akan
menjadi 3 kemungkinan : 1. Apabila hasilnya positif lebih kecil dari pertumbuhan aktual
sektor tersebut di daerah objek maka dapat dikatakan bahwa negara pembanding lebih
unggul dari daerah objek pada sektor yang bersangkutan. 2. Apabila hasilnya adalah positif
lebih besar artinya untuk sektor yang bersangkutan, daerah objek lebih baik dari pada negara
pembanding. 3. Apabila hasilnya negatif maka dapat dikatakan bahwa negara pembanding
lebih unggul secara absolut pada sektor yang bersangkutan dibandingkan dengan daerah
objek.
Normal Growth adalah pertumbuhan di setiap sektor yang dinyatakan dalam angka
nominal dan bukan persentase. Apabila hasilnya positif artinya sektor tersebut tumbuh dan
sebaliknya Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa kendati secara multiplier sektor (10)
menjanjikan adalah sektor industri namun shiftshare menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor
industri dan proporsinya (LQ) masih lebih rendah dibandingkan nasional. Hal ini terlihat dari
nilai shift share yang negatif. Jika LQ nya tetap tinggi namun shiftsharenya rendah maka besar
kemungkinan sektor tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari pada
nasional.
Dengan mengetahui perhitungan shiftshare kita dapat melengkapi hasil perhitun IO dan
LQ sehingga kita dapat menganaiisis setiap sektor secara komprehensif. Kita dapat menjawab
apakah sektor tersebut unggul di dua hal : proporsi dan pertumbuhan atau keduanya atau salah
satu. LQ hanya menjawab kunggulan pada proporsi sehingga harus dilengkapi dengan shiftshare.
Selanjutnya secara internal analisis IO penting untuk melihat keterkaitan dan dampaknya
terhadap perekonomian daerah tersebut.
Jika kita menggabungkan keunggulan proporsi dan keunggulan pertumbuhan maka sektor yang
paling baik diantara 9 sektor di DKI Jakarta pada tahun 2002 adalah sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran. Sektor Jasa secara general proporsional tidak lebih baik dari pada sektor jasa
nasional. Jika kita lihat komponennya maka seluruh sub sektor nya unggul secara nasional
kecuali sektor jasa Pemerintahan. Ini merupakan PR bagi Pemda DKI bahwa output pelayanan
Pemda DKI masih kalah efektif dibandingkan dengan Pemda-Pemda lain di Indonesia kendati
dari sisipertumbuhan tetap unggul. Mengapa?
Sub sektor jasa yang unggul dari sisi pertumbuhan dan proporsi adalah sub sektor Jasa
Hiburan dan rekreasi. Tidaklah salah kita mengatakan bahwa Jakarta adalah pusat rekreasi
nasional dan tujuan liburan anak sekolah/keluarga.

6. Model Pusat Pinggiran (Core – Periphery)


Konsep pusat pinggiran ini pertama-tama dikemukakan pada tahun 1949 oleh pebrisch,
seorang ahli ekonomi Amerika Latin. Tipe teori pembangunan ini mencoba memberikan
gambaran dan menerangkan tentang perbedaan pembangunan (development), tetapi
penekanannya dari aspek keruangan. Jadi konsep ini sesuai dengan kajian geografi yang juga
melihat sesuatu dari segi keruangan. Perbedaan antara daerah pusat (C/core) dan daerah
pinggiran (P/periphery) dapat dijumpai dalam beberapa skala: di dalam region, antar regions dan
antara negara (pelabuhan dan daerah pendukungnya: kota dan desa; negara maju dan negara
sedang berkembang).
Dari konsep ini kemudian berkembang menjadi beberapa pandangan teorits mengenai
perbedaan pembangunan yaitu kemajuan anatara pusat dan pinggiran (Core-periphery), seperti
teori polarisasi ekonomi dari Myrdal dan Hirscman, teori pembangunan regional dan Friedmann
dan pandangan Marxist. Menurut Myrdal “Core region“ adalah sebagai magnit yang dapat
memperkuat pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya, karena adanya sebab-sebab kumulatif ke
arah perkembangan (“Cumulative upward causation”): seperti arus buruh dari pinggiran ke pusat
(P ke C); tenaga trampil, modal dan barang-barang perdagangan yang secara spontan
berkembang didalam ekonomi pasar bebas untuk menunjang pertumbuhan di suatu lokasi
(wilayah ) tertentu.
Myrdal dan Hirschman dengan teori polarisasi ekonominya telah mengetahui adanya daya
kompensasi yang berlawanan, yakni efek-efek arus balik atau polarisasi, yang akan menghambat
perkembangan diseluruh negeri. Hirschman melihat bahwa secara geografis pertumbuhan
mungkin tidak perlu berimbang. Ia percaya bahwa dengan berlangsungnya waktu, efek-efek
menetes kebawah (tricling down-effects) akan dapat mengatasi efek polarisasi; dan hal yang
demikian akan terjadi jika ada campur tangan negara (pemerintah) dalam perekonomian.
Gagasan-gagasan tersebut diatas memberikan dasar bagi tumbuhnya model pusat-pinggiran
(core-periphery) dari pebrisch seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Myrdal dan Hirschman
dengan teori polarisasi ekonomi menjelaskan perbedaan pembangunan/kemajuan antara core dan
periphery (pusat-pinggiran).
Menurut Myrdal, bila dalam suatu wilayah didirikan industri, maka akan terjadi pemusatan penduduk
disekitar daerah industri tersebut. Penduduk disini memerlukan pelayanan sosial dan ekonomi, sehingga
menarik para penanam modal. Akhirnya modalpun mengalir kearah itu. Industri pertama mungkin juga
menarik pendirian industri lainnya baik yang menyediakan bahan mentahnya maupun industri yang
mengolah bahan setengah jadi bahan yang dihasilkan oleh industri pertama. Demikianlah akan terjadi
pertumbuhan yang makin lama makin pesat (Polarization of Growth).
Hubungan core periphery dapat terjadi karena perluasan pasar, penemuan sumber-sumber
baru, perbaikan sarana prasarana perhubungan dan penyebaran teknologi antar daerah.

Anda mungkin juga menyukai